Sabtu, 10 Desember 2016

DIMANAKAH LETAK TAQWA

DIMANAKAH LETAK TAQWA

Nabi muhammad bersabda,

"At Taqwa ha huna," ( taqwa itu di sini...sambil menunjuk dada beliau ). beliau mengisyaratkan bahwa letak dari sebuah ketaqwaan adalah di dalam hati.

(HR.muslim)

oleh al Ghozali hati di ibaratkan sebagai seorang raja yang menguasai seluruh anggota badan.Bila raja itu baik maka  baiklah semua pengikutnya,begitupun sebaliknya.ketaqwaan seseorang bukanlah diukur dari ibadah-ibadah lahiriyyah yang dilakukan oleh seseorang,akan tetapi lebih kepada seberapa berhasil ia memformat hatinya sehingga mampu menampung cahaya keagungan Alloh,dan mendepak segala jenis penyakit hati  yang bersarang dan anak pinak dihatinya.

Dalam Minhajul abidin Al Ghazali membagi definisi taqwa menjadi tiga :

Pertama, taqwa yang berarti takut, Alloh berfirman :واياي فاتقون (dan hanya kepadakulah kalian harus takut ).

Kedua, taqwa bermakna taat, sesuai dengan firman Alloh Ittaqulloh Haqqo tuqootih, Ibnu Abbas menafsirkannya dengan  athiulloha haqqo thooatih.

Ketiga, taqwa yang berarti tanziihul qulub 'anidz dzunuub ( membersihkan hati dari segala dosa),

makna taqwa yang ketiga inilah yang sejalan dengan sabda Nabi bahwa taqwa itu letaknya dihati. Indikasi nabi tersebut menunjukkan bahwa orang yang bertaqwa adalah orang yang  mampu membersihkan hatinya dari noktah-noktah dosa.

Pengosongan hati dari sifat tercela seperti Itbaa'ulhawa (mengikuti hawa nafsu), Ujub (membanggakan diri), Riyaa (pamer dlm ibadah), sum'ah (mendengar2kan amalannya), takabbur (sombong), Thoma' (rakus), hasud (dengki), hiqdu (dendam) dan hubbuddunya (cinta dunia berlebihan).kemudian  menghiasinya dengan sifat-sifat terpuji semacam syukur, ridho, sabar, qonaah (merasa cukup dg pemberian Alloh ), zuhud, tawakkal,dan ikhlas merupakan manifestasi dari ketakwaan yang sebenarnya yang nantinya akan terpancar keluar lewat sikap dan perilaku lahiriyyahnya.

Definisi taqwa

Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayatan, yang berarti perlindungan. Taqwa berarti melindungi diri dari segala kejahatan dan kemaksiatan.

Pengertian taqwa diantaranya adalah “Imtitsalu awamirillah wa ijtinabu nawakhihi” atau melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya.

Dalam suatu riwayat yang shahih disebutkan bahwa Umar bin Khattab r.a. bertanya kepada sahabat Ubay bin Ka’ab r.a. tentang taqwa. Ubay balik bertanya,

“Bukankah anda pernah melewati jalan yang penuh duri?”

“Ya”, jawab Umar

“Apa yang anda lakukan saat itu?”

“Saya bersiap-siap dan berjalan dengan hati-hati.”

“Itulah taqwa.” kata Ubay bin Ka’ab r.a.

Berpijak dari jawaban Ubay atas pertanyaan Umar, Sayyid Quthub berkata dalam tafsir Azh-Zhilal, “Itulah taqwa, kepekaan batin, kelembutan perasaan, rasa takut terus menerus selalu waspada dan hati-hati jangan sampai kena duri jalanan… Jalan kehidupan yang selalu ditaburi duri-duri godaan dan syahwat,kerakusan dan angan-angan,kekhawatiran dan keraguan,harapan semu atas segala sesuatu yang tidak bisa diharapkan. Ketakutan palsu dari sesuatu yang tidak pantas untuk ditakuti… dan masih banyak duri-duri yang lainnya.”

Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyatakan dalam buku Ruhaniyatud Daiyah, “Taqwa lahir sebagai konsekuensi logis dari keimanan yang kokoh,keimanan yang selalu dipupuk dengan muraqabatullah, merasa takut dengan azab Allah serta berharap atas limpahan karunia dan maghfirahnya.”

Sayyid Quthub juga berkata “Inilah bekal dan persiapan perjalanan…bekal ketaqwaan yang selalu menggugah hati dan membuatnya selalu terjaga,waspada,hati-hati serta selalu dalam konsentrasi penuh…Bekal cahaya yang menerangi liku-liku perjalanan sepanjang mata memandang. Orang yang bertqwa tidak akan tertipu oleh bayangan semu yang menghalangi pandangannya yang jelas dan benar…Itulah bekal penghapus segala kesalahan,bekal yang menjanjikan kedamaian dan ketentraman,bekal yang membawa harapan atas karunia Allah;di saat bekal-bekal lain sudah sirna dan semua amal tak lagi berguna…”

Taqwa diperoleh dari ibadah yang ikhlas dan lurus kepada Allah SWT. Orang-orang yang bertaqwa akan mendapatkan kemuliaan dari Allah SWT (Surat Al Hujurat : 13).

Kemuliaan bukan terletak kepada jenis kelamin laki-laki atau perempuan,kehebatan suku bangsa dan warna kulit, namun karena ketaqwaannya. Mereka yang bertqwa adalah orang yang senantiasa beribadah dengan rasa cinta, penuh harap kepada Allah, takut kepada azabNya, ihsan dalam beribadah,khusyuk dalam pelaksanaannya,penuh dengan doa. Allah SWT juga menyebutkan bekal hidup manusia dan pakaian yang terbaik adalah taqwa.

Dr. Abdullah Nashih Ulwan menyebut ada 5 langkah yang dapat dilakukan untuk mencapai derajat taqwa, yaitu

1. Mu’ahadah

Mu’ahadah berarti selalu mengingat perjanjian kepada Allah SWT, bahwa dia akan selalu beribadah kepada Allah SWT. Seperti merenungkan bahwa sekurang-kurangnya 17 kali dalam sehari semalam dia membaca ayat surat Al Fatihah :5 “Hanya kepada Engkau kami beribadah dan hanya kepada Engkau kami mohon pertolongan”

2. Muraqabah

Muraqabah berarti merasakan kebersamaan dengan Allah SWT dengan selalu menyadari bahwa Allah SWT selalu bersama para makhluqNya dimana saja dan kapan saja. Beberapa macam muraqabah diantaranya muraqabah kepada Allah dalam melaksanakan ketaatan dengan selalu ikhlas kepadaNya; muraqabah dalam kemaksiatan adalah dengan taubat, penyesalan dan meninggalkannya secara total; muraqabah dalam hal-hal yang mubah adalah dengan menjaga adab-adab kepada Allah dan bersyukur atas segala nikmatNya; muraqabah dalam mushibah adalah dengan ridha atas ketentuan Allah serta memohon pertolonganNya dengan penuh kesabaran.

3. Muhasabah

Muhasabah sebagaimana yang ditegaskan dalam Al Quran surat Al Hasyr: 18, bermakna hendaknya seorang mukmin menghisab dirinya tatkala selesai melakukan amal perbuatan, apakah tujuan amalnya untuk mendapatkan ridha Allah? Atau apakah amalnya dirembesi sifat riya? Apakah ia sudah memenuhi hak-hak Allah dan hak-hak manusia?

Umar bin Khattab r.a. berkata,”Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, dan bersiap-siaplah untuk pertunjukan yang agung (harikiamat). Di hari itu kamu dihadapkan pada pemeriksaan, tiada yang tersembunyi dari amal kalian barang sedikitpun.”

4. Mu’aqabah

Mu’aqabah berarti memberikan sanksi kepada diri sendiri tatkala melakukan keburukan atau lalai dalam melakukan kebaikan. Sanksi itu haruslah dengan sesuatu yang mubah, tidak boleh dengan yang haram. Disebutkan, Umar bin Khattab pergi ke kebunnya. Ketika pulang didapatinya orang-orang sudah selesai melaksanakan sholat Ashar berjamaah. Maka beliau berkata,”Aku pergi hanya untuk sebuah kebun,aku pulang orang-orang sudah sholat Ashar. Kini kebunku aku jadikan shadaqah untuk orang-orang miskin.”

Suatu ketika Abu Thalhah sedang sholat, di depannya lewat seekor burung lalu ia melihatnya dan lalai dari sholatnya sehingga lupa sudah berapa rakaat beliau sholat. Karena kejadian tersebut beliau mensedekahkan kebunnya untuk kepentingan orang miskin sebagai sanksi atas kelalaian dan ketidak kekhusyuannya.

5. Mujahadah

Makna mujahadah sebagaimana disebutkan dalam surat Al Ankabut ayat 69 adalah apabila seorang mukmin terseret dalam kemalasan, santai, cinta dunia dan tidak lagi melaksanakan amal-amal sunnah serta ketaatan yang lainnya tepat pada waktunya, maka ia harus memaksa dirinya melakukan amal-amal sunnah lebih banyak dari sebelumnya. Dalam hal ini ia harus tegas, serius dan penuh semangat sehingga pada akhirnya ketaatan merupakan kebiasaan yang mulia baginya dan menjadi sikap yang melekat dalam dirinya.

WALLAHU A'LAM