Minggu, 26 Februari 2017

Hukum membawa anak2 ke Masjid

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik, saya punya anak kecil usia dua tahun. Ia sering ikut ke masjid. Terkadang ia berlari-lari di depan orang yang sedang shalat. Pertanyaan saya, apa hukumnya membawa anak kecil ke masjid? Terima kasih atas penjelasannya. Assalamu alaikum. wr. wb. 

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Pendidikan anak melalui keteladanan memang baiknya dibangun sejak dini. Aktivitas ibadah orang tua memang baiknya dilihat agar ditiru anak sejak dini. Terlebih lagi mendekatkan anak-anak ke masjid akan menjadi memori yang patut ditanamkan sedini mungkin.

Hanya saja para ulama memberikan rambu-rambu yang perlu diperhatikan orang tua. Pertimbangan ini dimaksudkan agar masjid sebagai tempat ibadah tidak terkurangi nilainya. Berikut ini kami kutipkan keterangan Syekh Abu Zakariya Al-Anshari.

قَوْلُهُ : وَيُمْنَعُ الصِّبْيَانُ إلَخْ ) أَفْتَى وَالِدُ النَّاشِرِيِّ بِأَنَّ تَعْلِيمَ الصِّبْيَانِ فِي الْمَسْجِدِ أَمْرٌ حَسَنٌ ، وَالصِّبْيَانُ يَدْخُلُونَ الْمَسْجِدَ مِنْ عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إلَى الْآنَ مِنْ غَيْرِ نَكِيرٍ وَالْقَوْلُ بِكَرَاهَةِ دُخُولِ الصِّبْيَانِ الْمَسْجِدَ لَيْسَ عَلَى إطْلَاقِهِ بَلْ مُخْتَصٌّ بِمَنْ لَا يُمَيِّزُ لَا طَاعَةَ فِيهَا وَلَا حَاجَةَ إلَيْهَا وَإِلَّا فَأَجْرُ التَّعْلِيمِ قَدْ يَزِيدُ عَلَى نُقْصَانِ الْأَجْرِ بِكَرَاهَةِ الدُّخُولِ

Artinya, “(Anak-anak dilarang...) Walid An-Nasyiri mengeluarkan fatwa bahwa pengajaran anak-anak di masjid adalah hal yang baik. Anak-anak bebas memasuki masjid sejak era Rasulullah SAW hidup hingga kini tanpa dipermasalahkan. Pendapat yang menyatakan makruh atas masuknya anak-anak ke dalam masjid tidak berlaku secara mutlak. Kemakruhan ini berlaku hanya untuk anak-anak yang belum mumayyiz yang belum terbebani ibadah dan hajat terhadapnya. Tetapi pahala pengajaran anak-anak melebihi pengurangan pahala karena hukum makruh anak-anak memasuki masjid,” (Syekh Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib Syarhu Raudhatit Thalib, Juz 3, halaman 108).

Keterangan di atas membagi anak kecil mejadi dua kategori. Pertama, mumayyiz (anak yang sudah membedakan baik dan buruk, serta telah mengerti bahasa atau aturan). Kedua belum mumayyiz, anak yang belum bisa menimbang baik dan buruk (biasanya anak di bawah usia lima tahun).

Hukum makruh hanya jatuh pada anak kecil yang belum mumayyiz karena dikhawatirkan mencemari masjid lantaran belum mengerti, khawatir mereka membuang kotoran tanpa diduga. Namun hal ini bisa diantisipasi dengan pembalut anak (pampers) yang rapat. Di samping itu anak-anak yang belum mumayyiz belum bisa menerima peringatan untuk tenang agar tidak mengganggu aktivitas shalat pengunjung lainnya. Ini yang repot. Karenanya ulama menyatakan makruh.

Baiknya memang ada ruangan masjid khusus orang tua yang membawa anak di bawah umur dengan jaminan pembalut yang rapat. Menciptakan “masjid ramah anak” memang membutuhkan kesiapan manajemen, tata ruang, dan kesadaran tinggi seluruh jamaah. Padahal anak di bawah umur juga memiliki hak guna terhadap masjid.

Saran kami, berilah keteladanan shalat untuk anak-anak di rumah atau di masjid bagian belakang agar si anak juga tidak mengganggu jamaah lainnya. Orang tua harus menjamin kesucian masjid dengan memberikan pengamanan anak-anak lewat pembalut yang rapat.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.

Sabtu, 25 Februari 2017

Kenapa keturunan Nabi SAW tak Tentu Berakhlak Baik? Ini Penjelasan Habib Luthfi

Kenapa keturunan Nabi SAW
tak Tentu Berakhlak Baik? Ini Penjelasan Habib Luthfi
Habib Luthfi bin Yahya

NU Online

Tidak ada yang mengelak bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia paling baik, bahkan sempurna. Satu bukti, ia digelari Al-Amin (seorang yang jujur) oleh kaum Quraisy di zaman pra Islam.  

Namun demikian, seluruh keturunan yang mempunyai nasab langsung ke Nabi tidak menjamin bahwa akhlak orang tersebut baik. Alasan untuk persoalan tersebut dijelaskan secara lugas oleh Pimpinan Majelis Kanzus Sholawat Pekalongan Habib Luthfi bin Yahya, Selasa (24/1) lalu saat menerima rombongan Anjangsana Islam Nusantara STAINU Jakarta di kediamannya.

Rais Aam Idarah Aliyah Jamiyah Ahlith Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (JATMAN) ini menerangkan, meskipun mempunyai nasab langsung ke Rasulullah, belum tentu akhlak orang itu baik karena ini persoalan ma’shum (dilindungi Allah dari dosa).

“Jangan heran jika (keturunan Nabi, red) ada yang berakhlak tidak baik, lah wong mereka tidak di-ma’shum kok,” tutur Habib Luhtfi dengan gaya bicaranya yang khas.

Dengan demikian, menurutnya, belajar dan memahami sejarah secara tuntas sebagai cerminan berpikir dan bertindak menjadi langkah penting, termasuk sejarah perjalanan Nabi Muhammad yang penuh dengan teladan baik dan akhlak yang mengesankan.

Sebutan Habib

Beberapa waktu lalu dalam kunjungannya ke ndalem Gus Mus, Prof HM. Quraish Shihab mengatakan bahwa sebutan Habib mempunyai makna orang yang dicintai sekaligus mencintai. Jadi menurut penulis Kitab Tafsir al-Misbah ini, seseorang dengan sebutan Habib tidak hanya ingin dincintai, tetapi juga harus mencintai.

Prof Quraish memberikan penekanan bahwa ada persoalan mendasar terkait sebutan Habib, yaitu akhlak. Terkait dengan akhlak ini, menjadi alasan fundamental bahwa tidak semua keturunan Rasulullah bisa disebut habib.

Dari beberapa literatur, keturunan Nabi dari Sayyidina Husein disebut sayyid, sedangkan dari Sayyidina Hasan disebut assyarif. Hasan dan Husein merupakan putra Sayyidah Fatimah binti Muhammad dari hasil pernikahannya dengan Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Selama ini, sebutan habib harus melalui komunitas dengan berbagai persyaratan yang sudah disepakati. Hal ini ditekankan oleh organisasi pencatat keturunan Nabi, Rabithah Alawiyah. Di antaranya cukup matang dalam hal umur, memiliki ilmu yang luas, mengamalkan ilmu yang dimiliki, ikhlas terhadap apapun, wara atau berhati-hati, serta bertakwa kepada Allah.

Tak kalah pentingnya, Rabithah Alawiyah yang dipimpin oleh Habib Zen bin Smith (salah satu Mustasyar PBNU) menekankan bahwa akhlak yang baik menjadi salah satu alasan utama keturunan Nabi disebut Habib. 

Jumat, 24 Februari 2017

LEBAH MADU 🍯

LEBAH MADU 🍯

lebah adlh binatang kecil penghasil madu....
mempunyai filsafat hidup :
1. makanannya bunga... hga mengsilkn madu
2. dimana ia hinggap tidak ada ranting yg patah.....(slalu menebarkn rasa sayang   antar sesama, tdk membikin onar dimana ia tinggal, kedatangannya dinantikan, kepergiannya disesali oleh banyak orang..... 
3. hidupnya berkoloni....hingga mempunyai solidaritas yg tinggi..
4. dlm membuat sarang slalu bekerjasama, bantu membantu, tolng menolong...
5. manakala sarangnya ada yg usik maka beramai-ramai untuk membela keutuhan sarangnya tsb, dan apabila tdk ada yg usik maka ia damai....tdk melawan...(musuh jangan dicari,ketemu musuh jangan lari.)
(HIDUPLAH LAKSANA LEBAH)  BY ABU SANHAJI....

Kamis, 23 Februari 2017

Ciri-ciri Ayah yang Hebat, Apakah Anda atau Suami Termasuk Ayah yang Hebat ?

8 Cir-ciri Ayah yang Hebat, Apakah Anda atau Suami Termasuk Ayah yang Hebat ?

Sanhaji NU. 
Seorang ayah yang hebat merupakan figur yang baik bagi anak-anaknya, juga selalu membawa kegembiraan bagi keluarga. Untuk melihat apakah Anda seorang ayah yang hebat atau bukan, coba deh tengok ciri-cirinya, berikut ini.

1. AYAH YANG BAIK AKAN SELALU BISA DIANDALKAN

Dia adalah orang yang dapat melakukan apa saja ,seperti memberbaiki ban sepeda bocor. Yang jelas mereka tidak akan pernah mengatakan tidak dan akan berusaha melakukan yang terbaik.

2. BERPIKIRAN TERBUKA KARENA IA MENGERTI DUNIA TERUS BERUBAH

Seorang ayah yang baik akan mengerti bahwa dunia terus berubah, begitu pun dengan seseorang. Dia tidak mencoba berada di satu titik dan tidak mengikuti perkembangan, tetapi dia menyesuaikan cara hidup baru, menggunakan media sosial dan hal-hal lainnya. Yang jelas, dia tidak akan pernah ketinggalan zaman.

3. MEMILIKI SELERA HUMOR SEHINGGA TIDAK SELALU MENYIKAPI SEGALA SESUATU DENGAN BEGITU SERIUS

Ayah yang baik akan selalu berusaha membuat anak-anaknya tertawa. Itulah mengapa mereka perlu memiliki jiwa humor yang tinggi. Ayah yang humoris tidak selalu menyikapi segala sesuatu dengan begitu serius.

4. TEMAN TERBAIK BAGI ANAK DAN DIA SELALU BERBAGI CERITA DENGAN ANGGOTA KELUARGA

Dia adalah orang pertama yang tahu tentang segala sesuatu yang terjadi dengan anak-anaknya. Dia terus berkomunikasi dengan anak dan menjaga hubungan yang baik. Baik anak maupun istrinya dapat berbicara dengan dia tanpa merasa takut dan dia selalu berbagi cerita dengan anggota keluarga.

5. MEMPERLAKUKAN ISTRI SEPERTI RATU  DAN MEMPERLAKUKAN DENGAN LEMBUT SERTA PENUH KASIH SAYANG

Ayah yang hebat akan menghormati dan menghargai ibu anak-anaknya. Dia tak sungkan melontarkan nyanyian atau kata romantis untuk istri dan memperlakukan dengan lembut serta penuh kasih sayang.

6. AYAH YANG HEBAT TENTU SAJA HARUS MENJADI PANUTAN BAGI ANAK-ANAKNYA

Dia tidak hanya memberitahu bagaimana harus menjalani hidup, tapi dia menunjukkannya contoh konkret. Perilakunya baik terhadap istri, sabar terhadap anak-anaknya, dan baik dalam pekerjaan.

7. TIDAK EGOIS KARENA IA MENEMPATKAN KEPENTINGAN KELUARGA SEBAGAI PRIORITAS UTAMA

Dia mementingkan kepentingan keluarga. Ayah yang hebat tidak akan pernah membiarkan anak-anaknya dalam kesulitan. Ayah yang hebat menempatkan kepentingan keluarga sebagai prioritas utama daripada kepentingan sendiri.

8. DICINTAI SEMUA ORANG DAN DIA ORANG YANG MENYENANGKAN TERHADAP SIAPA SAJA

Ayah yang baik dan hebat tak hanya disukai keluarga, namun juga banyak orang. Semua orang ingin dia menghadiri acara khusus dan jika dia belum ada di sana, banyak orang akan mencari. Bahkan, teman-teman istrinya tidak keberatan bergaul dengannya. Dia orang yang menyenangkan terhadap siapa saja.

Ganjaran Memelihara dan Mendidik Anak Perempuan

Ganjaran Memelihara dan Mendidik Anak Perempuan

Kehadiran anak dalam rumah tangga muslim merupakan nikmat yang besar dari Allah Ta’ala. Namun, sebagian orang ada yang lebih mendambakan kehadiran anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-laki …

Kehadiran anak dalam rumah tangga muslim merupakan nikmat yang besar dari Allah Ta’ala. Namun, sebagian orang ada yang lebih mendambakan kehadiran anak laki-laki daripada anak perempuan. Anak laki-laki dianggap lebih mulia daripada anak perempuan. Mereka bangga dan bergembira tatakala dikaruniai anak laki-laki. Sebaliknya, bagi sebagian orang kehadiran anak perempuan merupakan aib dan dianggap bencana. Mereka sedih dan kecewa jika dikaruniai anak perempuan. Padahal kehadiran anak perempuan juga termasuk nikmat dari Allah. Bahkan Islam secara khusus menjelaskan tentang keutamaan anak perempuan dan ganjaran bagi orangtua yang memelihara dan mendidik anak-anak perempuan mereka.

Al Imam Muslim rahimahullah membuat sebuah bab dalam kitab shahihnya dengan judul (باب فَضْلِ الإِحْسَانِ إِلَى الْبَنَاتِ) “Keutamaan Berbuat Baik kepada Anak-Anak Perempuan”. Beliau membawakan tiga hadits sebagai berikut :

Pertama. Hadits dari  ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata, 

جَاءَتْنِى امْرَأَةٌ وَمَعَهَا ابْنَتَانِ لَهَا فَسَأَلَتْنِى فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِى شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ وَاحِدَةٍ فَأَعْطَيْتُهَا إِيَّاهَا فَأَخَذَتْهَا فَقَسَمَتْهَا بَيْنَ ابْنَتَيْهَا وَلَمْ تَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا ثُمَّ قَامَتْ فَخَرَجَتْ وَابْنَتَاهَا فَدَخَلَ عَلَىَّ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- فَحَدَّثْتُهُ حَدِيثَهَا فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « مَنِ ابْتُلِىَ مِنَ الْبَنَاتِ بِشَىْءٍ فَأَحْسَنَ إِلَيْهِنَّ كُنَّ لَهُ سِتْرًا مِنَ النَّارِ »

“Ada seorang wanita yang datang menemuiku dengan membawa dua anak perempuannya. Dia meminta-minta kepadaku, namun aku tidak mempunyai apapun kecuali satu buah kurma. Lalu akau berikan sebuah kurma tersebut untuknya. Wanita itu menerima kurma tersebut dan membaginya menjadi dua untuk diberikan kepada kedua anaknya, sementara dia sendiri tidak ikut memakannya. Kemudian wanita itu bangkit dan keluar bersama anaknya. Setelah itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang dan aku ceritakan peristiwa tadi kepada beliau, maka Nabi shallallhu ‘alaii wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang diuji dengan anak-anak perempuan, kemudia dia berbuat baik kepada mereka, maka anak-anak perempuan tersebut akan menjadi penghalang dari siksa api neraka” (H.R Muslim 2629)

Kedua. Diriwayatkan juga dari ‘Aisyahradhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

جَاءَتْنِى مِسْكِينَةٌ تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ فَأَعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيهَا تَمْرَةً لِتَأْكُلَهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتِ التَّمْرَةَ الَّتِى كَانَتْ تُرِيدُ أَنْ تَأْكُلَهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِى شَأْنُهَا فَذَكَرْتُ الَّذِى صَنَعَتْ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ « إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنَ النَّارِ »

“Seorang wanita miskin datang kepadaku dengan membawa dua anak perempuannya, lalu  aku memberinya tiga buah kurma. Kemudian dia memberi untuk anaknya masing-masing satu buah kurma, dan satu kurma hendak dia masukkan ke mulutnya untuk dimakan sendiri. Namun kedua anaknya meminta kurma tersebut. Maka si ibu pun membagi dua kurma yang semula hendak dia makan untuk diberikan kepada kedua anaknya. Peristiwa itu membuatku takjub sehingga aku ceritakan perbuatan wanita tadi kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, : Sesungguhnya Allah telah menetapkan baginya surga dan membebaskannya dari neraka” (H.R Muslim 2630)

Ketiga. Diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata  bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

مَنْ عَالَ جَارِيَتَيْنِ حَتَّى تَبْلُغَا جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَنَا وَهُوَ وَضَمَّ أَصَابِعَهُ

Barangsiapa yang mengayomi dua anak perempuan hingga dewasa maka ia akan datang pada hari kiamat bersamaku” (Anas bin Malik berkata : Nabi menggabungkan jari-jari jemari beliau). (HR Muslim 2631)

Faedah Hadits

Hadits-hadits di atas mengandung beberapa faedah :

Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan anak-anak perempuan dalam agama Islam. Imam An Nawawi rahimahullah mengatakan, “Hadits-hadits di atas menunjukkan keutamaan berbuat baik kepada anak-anak perempuan, memberi nafkah kepada mereka, serta bersabar dalam mengurus seluruh urusan mereka“Anak perempuan merupakan ujian bagi orangtua. Sebagian orang tidak suka dengan kehadiran anak perempuan dan sangat bergembira ketika memiliki anak laki-laki. Oleh karena itu kehadiran anak-anak perempuan dianggap sebagai ujian. Imam An Nawawi rahimahullahmenjelaskan, “Anak perempuan disebut sebgai ibtilaa’ (ujian) karena umumnya manusia tidak menyukai mereka”. Hal ini juga sebagaimana Allah Ta’ala firmankan :

وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُمْ بِالأُنثَى ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدّاً وَهُوَ كَظِيمٌ يَتَوَارَى مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ أَيُمْسِكُهُ عَلَى هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ أَلاَ سَاء مَا يَحْكُمُونَ

Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah , Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup) ? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu “ (An Nahl:58)

Yang dimaksud mengayomi anak perempuan adalah menunaikan hak-hak mereka seperti makan, pakaian, pendidikan, dan lain-lain. Imam An Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Yang dimaksud (عَالَ) adalah menunaikan hak-hak dengan menafkahi dan mendidik mereka serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang lainnya”.Terdapat ganjaran yang besar bagi orangtua yang mengayomi anak perempuan mereka, berupa nikmat surga, terhalangi dari siksa api neraka, dan kedekatan bersama Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam di akhirat.

Saudaraku, lihatlah bagaimana Islam memuliakan anak perempuan dan memberi ganjaran khusus bagi orang tua yang mau mengayomi anak-anak perempuan mereka. Semoga Allah Ta’alasenantiasa memberikan kita keturunan yang shalih dan shalihah. Wallahul musta’an. 

Referensi : Syarh Shahih Muslim, Imam An An Nawawi rahimahullah.

Rabu, 22 Februari 2017

Tips Imam Al-Ghazali Hadapi Orang Awam dan Sok Tahu

Tips Imam Al-Ghazali Hadapi Orang Awam dan Sok Tahu

NU Online | kamis, 23 Februari 2017. 09.00

Masyarakat terdiri atas pelbagai macam karakter, latar belakang, ragam kelas sosial, dan pandangan hidup masing-masing. Oleh karenanya sangat sulit sekali berbicara satu masalah dengan banyak orang. Kita pun tidak mungkin memaksakan mereka untuk memiliki satu pandangan yang seragam.

Terlebih lagi kalau ada sebagian di tengah mereka yang tidak mengerti sesuatu lalu banyak berbicara tanpa dasar. Dan kerap kali sebagian dari masyarakat yang awam ini memonopoli pembicaraan di suatu forum tanpa data dan keteraturan logika yang dapat dipertanggungjawabkan.

Di sini kita dianjurkan untuk tidak terlalu jauh masuk dalam perbincangan dan silang bicara mereka tanpa rambu-rambu itu. Untuk menghindari mafsadat, kita sebaiknya “menjaga” jarak karena memang kita dituntut untuk lebih bijak.

Terkait hal ini, ada baiknya kita simak nasihat Imam Al-Ghazali perihal ini.

فإن بليت بالعوام المجهولين فآداب مجالساتهم ترك الخوض في حديثهم وقلة الإصغاء إلى أراجيفهم والتغافل عما يجري من سوء ألفاظهم والاحتراز عن كثرة لقائهم والحاجة إليهم والتنبيه على منكراتهم باللطف والنصح عند رجاء القبول منهم

Artinya, “Jika Engkau menerima ujian (Allah) dengan menghadapi orang awam yang bodoh, maka adabnya ketika satu forum dengan mereka adalah tidak berbicara terlalu jauh dalam perbincangan mereka, tidak memperhatikan kabar-kabar buruk dari mereka, mengabaikan kekurangan (logika) kalimat mereka, mengurangi intensitas pertemuan dengan mereka, menjauhi kepentingan terhadap mereka, menegur kemunkaran mereka dengan lembut dan ikhlas dengan harapan diterima oleh mereka,” (Lihat Imam Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah pada Hamisy Syarhu Maraqil Ubudiyah, Indonesia, Daru Ihya’il Kutubil Arabiyyah, halaman 90).

Keterangan Imam Al-Ghazali di atas perlu diperhatikan kembali mengingat kini kompleksitas dan keterbukaan informasi publik saat ini. Kita sekarang ini memasuki pelbagai forum publik seperti twitter, fesbuk, dan pelbagai aplikasi lain di mana kita berinteraksi dengan banyak orang. Oleh karenanya kita perlu menjaga diri sehingga tidak terlibat dalam polemik panjang tanpa tanggung jawab. 

 Wallahu a’lam.

Selasa, 21 Februari 2017

Detik-detik Wafatnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani NU Online 

Detik-detik Wafatnya Syekh Abdul Qadir al-Jailani
NU Online 

Jasadnya memang sudah terkubur lebih dari delapan abad. Namun nama dan tauladan hidupnya tetap membekas kuat di kalangan umat Islam. Dialah Syekh Abdul Qadir al-Jailani, ulama sufi kelahiran Persia yang kemasyhurannya setingkat dunia.

Syekh Abdul Qadir terkenal sebagai pribadi yang teguh dalam berprinsip, sang pencari sejati, dan penyuara kebenaran kepada siapapun, dan dengan risiko apapun. Usianya dihabiskan untuk menekuni jalan tasawuf, hingga ia mengalami pengalaman spiritual dahsyat yang mempengaruhi keseluruhan hidupnya. Jejak Syekh Abdul Qadir juga dijumpai dalam belasan karya orisinalnya.

Selain mewarisi banyak karya tulisan, Syekh Abdul Qadir meninggalkan beberapa buah nasehat menjelang kewafatannya. Akhir hayat Syekh didahului dengan kondisi kesehatannya yang terus menurun. Kala itu putra-putranya menghampiri dan mengajukan sejumlah pertanyaan.

”Berilah aku wasiat, wahai ayahku. Apa yang harus aku kerjakan sepergian ayah nanti?” tanya putra sulungnya, Abdul Wahab.

”Engkau harus senantiasa bertaqwa kepada Allah. Jangan takut kepada siapapun, kecuali Allah. Setiap kebutuhan mintalah kepada-Nya. Jangan berpegang selain kepada tali-Nya. Carilah segalanya dari Allah,” jawab sang ayah.

”Aku diumpamakan seperti batang yang tanpa kulit,” sambung Syekh Abdul Qadir. ”Menjauhlah kalian dari sisiku sebab yang bersamamu itu hanyalah tubuh lahiriah saja, sementara selain kalian, aku bersama dengan batinku.”

Putra lainnya, Abdul Azis, bertanya tentang keadaannya. ”Jangan bertanya tentang apapun dan siapapun kepadaku. Aku sedang kembali dalam ilmu Allah,” sahut Syekh Abdul Qadir.

Ketika ditanya Abdul Jabar, putranya yang lain, ”Apakah yang dapat ayahanda rasakan dari tubuh ayahanda?” Syekh Abdul Qadir menjawab, ”Seluruh anggota tubuhku terasa sakit kecuali hatiku. Bagaimana ia dapat sakit, sedang ia benar-benar bersama dengan Allah.”

”Mintalah tolong kepada Tuhan yang tiada tuhan yang wajib disembah kecuali Dia. Dialah Dzat yang hidup, tidak akan mati, tidak pernah takut karena kehilangannya.” Kematian pun segera menghampiri Syekh Abdul Qadir. 

Syekh Abdul Qadir al-Jailani menghembuskan nafas terakhir di Baghdad, Sabtu bakda maghrib, 9 Rabiul Akhir 561 H atau 15 Januari 1166 M, pada usia 89 tahun. Dunia berduka atas kepulangannya, tapi generasi penerus hingga sekarang tetap setia melanjutkan ajaran dan perjuangannya. (Mahbib Khoiron)

Senin, 20 Februari 2017

FADHILAH (KEUTAMAAN) HAJI DAN UMROH

Bagi saudara-saudariku yang mengetahui keutamaan umroh/haji ke baitullah, tentu tidak ingin menunda-nunda keberangkatan Umroh atau Haji ke rumahNYA

Diantaranya:
1. Pahala shalat di masjidil haram dilipatgandakan 100ribu kali lipat dibanding shalat di tempat kita

2. Setiap hari Alloh menurunkan 120 rahmat
60 rahmat diberikan kepada orang yang thowaf
40 rahmat diberikan kepada orang shalat
20 rahmat diberikan kepada orang yang "hanya" memandang ka'bah

3. Dosa-dosa kita semenjak kita baligh sampai hari ini, insyaalloh akan dihapus Alloh. Kita tidak bisa menghitung berapa banyak dosa yang telah kita kumpulkan...oleh karena itu biarlah Alloh yang "me-laundry" dosa-dosa kita.

4. Seberapa banyak harta yang kita keluarkan untuk umroh/haji. Maka Alloh yang akan menggantinya dengan berlipat-lipat. Karena Alloh Maha Kaya dan mengkayakan.

#Mari kita pantaskan diri kita agar segera menjadi tamuNYA
#Jangan tunda tunda beramal shalih
# Ayo segerakan Niat kita untuk Berumroh,,,,,sy punya solusi mudah berangkat umroh dan haji plus,,,,,,

PROGRAM HAJI DAN UMROH. SOLUSI BALADLUMAMPAH

Di foto brosur ini adalah harga normal umroh, tapi di awal tahun ini SBL memberikan promo besar besaran bagi anda yang mau umroh

PROMO SERBA 18 juta
------------------------------------
1. Promo umroh ramadan harga 32 jtan hanya menjadi 18 jt saja cash berangkat 25-29 mei 2018

2. Promo umroh *4 dari harga  23 jt an menjadi hanya 18 jt (daftar dari tgl 20 januari-20 mei saja) berangkat di bulan november 2017 tahun ini

3. Promo spesial buat abdi negara PNS  dan non PNS dp 3jt langsung berangkat
Sisa di angsur
1 tahun @2.083.333
2 tahun @ 1.197.900

Buruan daftar waktu dan seat terbatas
Hubungi agen koordinator umroh dan haji terdekat

Shan
Shon Jongjing At-tanari
Tubagus Abu Suja
Susi Lawati
Susi Lawati
Rauhah Hilma
Uswah Hasanah At-Tanary

Mohon disosialisasikan di daerahnya masing-masing
Jadilah pejuang baitullah

Selasa, 14 Februari 2017

Peperangan di Mata Crust-Punk, Anarkis dan islam.

Peperangan di Mata Crust-Punk, Anarkis dan islam.

Meski penganut anarkisme menolak penggunaan kekerasan dan memproklamasikan tindakan pasifisme, para anarkis mengaku bukan berarti mereka pasif (diam saja) ketika diperlakukan kekerasan terhadapnya. Pengakuan mereka para anarkis adalah kekerasan bisa saja mereka lakukan dalam kondisi-kondisi tertentu. Tidak sekedar bersikap anti militerisme dan melawan segala bentuk pengorganisasian kekerasan yang dilakukan negara, para anarkis lebih menekankan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh para penindas sangatlah berbeda dengan kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang tertindas.

Pemikiran inilah yang mendasari mengapa gerakan-gerakan anarkis selalu banyak mengambil bagian dalam perlawanan terhadap militer dan perang yang dilakukan oleh kapitalis-negara, yang disaat yang sama mereka juga mendukung dan mengorganisir ‘peperangan’ melawan penindasan. Sebagaimana yang dilakukan tentara Makhnovist selama Revolusi Rusia yang melawan kelompok diktator ‘merah’ dan ‘putih’ sekaligus, dan kelompok anarkis militan yang dibentuk untuk melawan fasisme selama Revolusi Spanyol.

Para penganut anarkis kaffah akan setuju terhadap apa yang dilakukan pasifis-anarko-sindikalis asal Jerman Bart de Ligt yang pernah menyebut soal “kerancuan pasifisme boejuis.” Baginya, kekerasan adalah sesuatu yang melekat pada sistem kapitalis, dan berusaha untuk menjadikan kepasifan kapitalisme musnah karena kegagalannya. Ini dikarenakan, disatu sisi, perang biasanya hanyalah bentuk kompetisi ekonomi yang sering dimunculkan dengan rupa yang lain. Negara biasanya melakukan peperangan saat mereka menghadapi krisis ekonomi, apa yang tidak bisa mereka dapatkan saat mereka memperjuangkan nasib ekonomi mereka, mereka melibatkan diri pada konflik. Di sisi lainnya, de Light mengatakan, “kekerasan adalah sesuatu yang sangat diperlukan dalam masyarakat modern… tanpa itu, kelas yang berkuasa tidak akan mampu mengatur posisi hak-hak istimewa mereka secara ‘terhormat’ untuk masyarakat yang terekploitasi di setiap negara. Pasukan militer digunakan yang pertama dan utama untuk menahan para pekerja… saat mereka merasa tidak puas.”

Begitu juga tokoh anarkis perempuan, Emma Goldman, yang mengatakan:

“Tidak juga cukup dengan bergabung pada pasifis borjuis, yang menyatakan perdamaian diantara negara-negara, sedangkan disisi lain membantu untuk melanggengkan peperangan antar kelas, suatu perang dimana realitas ditempatkan dipaling bawah dari seluruh peperangan lainnya.”

“Ini adalah perang kelas dimana kita harus berkonsentrasi didalamnya, dan dalam hubungannya terhadap perang melawan nilai-nilai, melawan institusi-institusi jahat, melawan seluruh kekejaman sosial. Itu semua yang menjadi kebutuhan penting dari kooperasi dalam perjuangan-perjuangan besar… harus mengorganisir kesiapan dari masyarakat untuk melawan keduanya, kapitalisme dan negara. Kesiapan industri dan ekonomi adalah hal yang paling diperlukan para pekerja. Mereka sendiri yang memimpin revolusi dari dasar…Mereka sendiri yang akan memberikan pemahaman untuk membawa anak-anak mereka keluar dari lingkungan kemiskinan, keluar dari toko-toko permen dan pabrik-pabrik kapas… mereka sendiri yang memimpin kearah kebebasan ekonomi dan sosial, dan lepas dari seluruh perang, seluruh kejahatan dan seluruh ketidakadilan.”

Jadi, seluruh anarkis adalah anti-militer dan berseberangan keduanya – mesin militer (yang melindungi industri) sebagaimana mereka juga anti terhadap perang yang dilakukan negara/kapitalis (meskipun sebagian kecil pemikir anarkis seperti Rudolf Rocker dan Sam Dolgoff mendukung kapitalis yang anti-fasis selama perang dunia kedua sebagai pihak yang memiliki kejahatan paling sedikit). Mereka, para anarkis sudah terlibat cukup lama dalam gerakan damai selama mereka juga berperan dalam perlawanan terhadap wajib militer yang tetap ada dan secara aktif bertolak belakang dengan perang melawan kapitalisme.

Dalam perjuangan para anarkis menolak peperangan, dipopulerkan dengan slogan“No war but the class war” yang artinya“Tidak ada perang kecuali perang kelas”yang akhirnya menjadi prinsip utama para anarkis dalam menyikapi masalah perang. Band punk anarkis asal Inggris juga memiliki slogan serupa yang mereka teriakkan dalam lagu-lagu mereka berbunyi “Fight war, not wars”, yang artinya, para anarkis melawan peperangan, tapi tidak semua jenis perang. Karena satu-satunya peperangan yang masih mereka kobarkan adalah perang kelas. Menghancurkan tatanan kelas sosial yang mereka anggap menindas dan tidak adil.

Bukan hanya itu, band-band crust-punk/anarcho-punk sering menuduh agama sebagai penyebab utama peperangan di muka bumi. Sebut saja THE VARUKERS, DISCHARGE, DISRUPT, HELLBASTARD dan AMEBIX, serta ratusan band lain yang terpengaruh oleh pemikiran dan musik mereka.

“They’re fighting out in Lebanon
I really don’t know why
Tanks are rolling in Israel
Jets have hit the sky

Another religion, another war

They’re bombing people in their houses
They’re being blown to bits
Shoot them in the streets
Die for a myth”—(“Another religion, another war” – The Varukers)

anarkisme memang paham yang landasan berpikirnya terhadap penguasa adalah prasangka buruk.Su’uzhan, jika menggunakan istilah Islam. Bagi mereka, penguasa pasti menindas. Negara pasti tidak adil. Perang pastilah didasari kerakusan akan kekuasaan. Semua dianggap selalu bermotif hawa nafsu, sebagaimana kapitalisme yang selama ini mereka kenal. Sebagaimana yang dimaki-maki Craig O Hara dalam tulisannya populer berjudul “Anarchism”, dia memberikan kesimpulan yang paten terhadap perang, yaitu perang adalah upaya untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya oleh kapitalis. Jika bukan karena kapitalisme, seringkali perang dianggap dari buah faham fasisme, sehingga perang antar negara yang beda agama dianggap sebagai bentuk praktek fasisme agama.

Padahal tidak selalu demikian. Malah terlihat jelas bahwa pihak yang dilawan dengan pihak yang melawan sama-sama mengedepankan hawa nafsu. Kapitalisme bernafsu terhadap kekuasaan, keuntungan, kekayaan dan dominasi. Sedangkan, anarkisme sama saja. Nafsunya adalah mengedepankan emosi dalam melihat fenomena di dunia, yang akibatnya menghukumi secara “pukul rata” terhadap segala bentuk perang, kekuasaan, dan negara sebagai bentuk praktik kejahatan terhadap keadilan dan kemanusiaan. Meskipun memang ada beberapa kasus kekuasaan dan negara disalahgunakan untuk kepentingan hawa nafsu (yang seperti ini juga ditentang didalam pandangan Islam), tapi tidak adil jika kita menutup mata bahwa kenyataannya memang ada kekuasaan dan negara yang benar-benar adil dimuka bumi ini.

Ditambah lagi, para elitis Barat menganggap umat Islam adalah umat yang penuh kebencian, sadis, anti-kafir, membahayakan, dan selalu jadi trouble maker, yang akhirnya mereka jadikan alasan untuk membantai negeri-negeri muslim. Padahal, apa benar demikian? Jika kita ingin tahu jawabannya, maka mau tidak mau kita harus membahas tentang fikih peperangan dalam Islam. Didalam beberapa kita para ulama terdahulu ada beberapa pemikiran prinsip yang harus dipahami agar kita tidak salah paham tentang isu ini.

 

Prinsip pertamaIslam adalah agama yang mengedepankan perdamaian daripada konflik.

Perdamaian adalah prinsip dasar Islam. Sebagaimana Allah memerintahkan orang-orang mukmin dengan firman:

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (As-Silmi) secara keseluruhan (kaaffah), dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah 208)

Menurut Tafsir Ibnu Katsir, makna “As-Silmi” atau “perdamaian” dalam ayat tersebut adalah Islam.

Kedamaian menjadi karakteristik dari Islam karena hal tersebut bisa menumbuhkan rasa tenang bagi manusia, jiwa, rumah, komunitas masyarakat dan sekitarnya.

Kedamaian didalam Islam merupakan kondisi mendasar yang mengkonstruksi sikap saling tolong menolong dan mengenal serta menebarkan kebaikan antar sesama manusia. Tidak hanya kepada sesama muslim, Islam juga memelihara keselamatan dan kedamaian kepada non-muslim, karena dalam pandangan Islam semua manusia itu saudara dari sisi kemanusiaan.

Meskipun tidak ada perjanjian tertulis sekalipun, rasa keamanan harus menjadi ketetapan antara kaum muslimin dan non-muslim. Hal tersebut sudah menjadi kepastian dan menjadi asas mendasar, sehingga siapapun tidak boleh dirusak oleh pihak yang berkonflik.

Maka dari itu, setiap muslim wajib menjaga hubungan kasih sayang dengan non-muslim sekalipun, baik dalam konteks antar individu (muslim dengan non-muslim) maupun antar negara (negara muslim dengan negara non-muslim).

Sebagaimana tertulis didalam Al-Quran Surat Al-Hujuraat ayat 13 bahwa diciptakannya manusia dengan berbagai suku, bangsa dan negara bukan untuk saling memusuhi dan menghancurkan satu sama lain, tapi untuk saling mengenal dan saling mencintai.

“Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujuraat: 13)

Mengikat janji dalam perdamaian dengan orang non-muslim dan bersedia hidup dalam kasih sayang juga merupakan perintah Allah Swt. Sebagaimana dalam Al-Quran:

“Dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Anfaal 61)

Dalil-dalil diatas adalah bukti nyata dan jelas bahwa Islam adalah agama yang mencintai kedamaian dan mengedepankan perasaan kasih sayang daripada berperang. Apabila musuh-musuh Islam lebih cenderung untuk berdamai, maka kamu muslimin pun ridha dengan itu, selagi perjanjian tersebut tidak memusnahkan hak-hak kaum muslimin atau memasung kehendak mereka.

Prinsip kedua, Islam menjaga perdamaian dan keselamatan dengan menciptakan perjanjian antara kaum muslimin dengan non-muslim.

Jika yang melandasi hubungan muslim dengan non-muslim adalah perdamaian, maka saat terjadi konflik, perjanjian adalah upaya agar terjadi gencatan senjata dan kembali kepada perdamaian yang abadi. Fungsi perjanjian disini adalah agar selepas disepakatinya perjanjian damai itu tidak ada lagi kemungkinan saling bertikai, kecuali jika terdapat pelanggaran dari salah satu pihak terhadap perjanjian.

Dalam sejarah Islam, perjanjian damai semacam ini pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dengan penduduk Yahudi di Madinah. Isi dari perjanjian itu mengajak orang-orang Yahudi bahu-membahu bersama kaum muslim hidup dalam satu teritori dan tidak saling memerangi. Umat Yahudi yang ketika itu bergabung dengan kaum muslimin adalah Bani Auf, Bani Najar, Bani Harits, Bani Saidah, Bani Jasyam, Bani Aus, dan Bani Syatibah. Bagi mereka, dibebaskan menjalankan agama mereka dan bagi kaum muslimin pun demikian. Masing-masing menjaga harta dan jiwa mereka, kecuali bagi orang-orang yang berbuat zhalim dan dosa. Mereka tidak akan celaka kecuali karena perbuatan mereka sendiri yang mengkhianati perjanjian.

Perjanjian yang dibuat bersama negara/kelompok/individu yang non-muslim harus bermuatan kebaikan yang tinggi. Sedangkan kebaikan dalam membuat perjanjian secara Islami harus mencakup beberapa persyaratan,pertama, penjanjian tersebut tidak boleh menghapus undang-undang syariat Islam karena hal itu merupakan dasar kepribadian umat Islam. Kedua, perjanjian tersebut harus menghasilkan rasa ridho antara kedua belah pihak. Ini membuktikan bahwa Islam menghindari adanya kesewenangan dalam perjanjian.Ketiga, perjanjian itu harus memiliki tujuan yang jelas dan transparan, diketahui secara umum, menerapkan hak-hak kewajiban yang tidak ambigu dalam penggunaan kata-kata.

Umat Islam wajib memenuhi setiap perjanjian yang dibuat dengan siapapun. Sebagaimana Allah Swt firmankan dalam Al-Quran:

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad (perjanjian) itu.”(QS. Al-Maidah)

“Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah Mengadakan Perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatu pun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, Maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa.” (QS. At-Taubah 4)

Sedangkan Rasulullah Saw sendiri mengatakan dalam hadits yang diriwayatkan oleh muttafaqun alaihbahwa orang yang suka melanggar janji adalah ciri-ciri orang munafik.

“Empat sifat yang barangsiapa mendapatinya dalam dirinya, maka dia seorang munafik;…jika berjanji tidak menepati…Barangsiapa yang mendapati sifat diantara empat sifat diatas, dia mendapati sifat orang munafik sampai dia meninggalkannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Begitu pula dengan beberapa hadits lainnya:

“Setiap penipu mempunyai bendera pada hari Kiamat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

“Waspadalah orang yang melanggar penjanjian, jangan pula mencemarinya, sehingga berlalu masanya, dan hendaklah menumbuhkan rasa adil kepada mereka.”(HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ahmad)

Apa yang disampaikan dalam dalil-dalil bahwa umat Islam adalah umat yang memegang teguh perjanjian bukanlah sekedar janji-janji tapi telah dibuktikan dengan rekam sejarah yang sangat banyak. Sejak Rasulullah Saw masih hidup, dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin, sampai masa-masa khalifah yang selanjutnya.

Prinsip ketiga, jika perang memang harus terjadi maka selalu didasari oleh sebab dan tujuan yang kuat.

Dalam membahas tujuan perang dalam Islam sebenarnya tidak bisa dijelaskan dengan lengkap melalui tulisan pendek ini. Karena kita tidak bisa memahami tujuan-tujuan perang ini dengan benar, kecuali dengan melakukan pembacaan terhadap teks-teks syariat yang kuat dan jelas, yang tidak memungkinkan bagi seorang mukmin berbuat apa-apa atas teks-teks tersebut kecuali mengatakan,“Kami mendengar dan kami taat”. Memahami motif dan tujuan peperangan yang sesuai dengan syariat Islam adalah kunci utama dalam menjawab tuduhan-tuduhan kaum anarkis yang menyalahkan siapapun yang membenarkan peperangan sekaligus tuduhan para elitis Barat yang menganggap bahwa Islam agama yang sadis membenarkan tindakan terorisme melalui peperangan.

Secara umum, yang menjadi memberikan benang merah dari tujuan-tujuan peperangan Islam adalah tidak didasari oleh insting kemarahan yang buta semata, melainkan berdasarkan tujuan yang jelas dan dipertanggungjawabkan. Bukan sekedar hawa nafsu semata, apalagi bernuansa kapitalisme atau fasisma yang berkedok agama seperti yang sering dilontarkan kaum anarkis. Banyak ulama yang lebih lengkap membahas dalam kitab-kitab mereka terkait hal ini, salah satunya adalah Syaikh Yusuf Al-Qardhawi dalam kitabnya berjudul Fiqh Al-Jihad. Dalam kita tersebut beliau membahas panjang lebar poin-poin yang menjadi tujuan dibenarkannya perang dalam Islam[10], diantaranya:

Untuk melawan agresi yang dilancarkan oleh musuh.

Melawan gempuran musuh dan membalas musuh dengan kekuatan yang dimiliki umat Islam adalah tujuan pertama peperangan dalam Islam. Baik gempuran itu ditujukan untuk menyerang agama, maupun gempuran yang ditujukan untuk mengganggu stabilitas negara yang berpenduduk muslim. Bentuk serangan tersebut bisa berupa penyiksaan terhadap kaum muslim karena agama yang dianut, melarang untuk berdakwah Islam, menghalangi terlaksananya ajaran Islam, bahkan membunuhi para dai. Contoh lainnya juga berupa serangan negara non muslim terhadap negara yang penduduknya muslim, yang mengancam nyawa, harta, kepemilikan, kehormatan, dan tempat ibadah mereka.

Untuk mencegah terjadinya fitnah atau menjaga stabilitasi kebebasan dakwah.

Tujuan yang satu ini ditegaskan didalam dua ayat Al-Quran,

“dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Baqarah 193)

“dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari kekafiran), Maka Sesungguhnya Allah Maha melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al-Anfaal 39).

Yang dimaksud dengan “fitnah” dalam ayat diatas adalah gangguan-gangguan terhadap umat Islam dan agama Islam. Sedangkan menurut Yusuf Al-Qaradhawy, fitnah yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah penindasan, penganiayaan, dan penyiksaan terhadap pemeluk Islam sampai orang itu murtad.

Dari tulisan ini jelas bahwa konsep perang yang dipahami oleh penganut paham anarkisme berbeda dengan ajaran Islam. Bagi anarkisme yang membenci peperangan secara umum, namun mengecualikan kehalalan perang kelas (sosial) demi meleburkan kemungkinan-kemungkinan terjadinya penindasan kelas. Sedangkan Islam, justru menjadikan perang sebagai solusi paling terakhir dalam sebuah konflik sosial. Islam akan selalu mengedepankan perdamaian sampai pada titik dan batas-batas yang bisa ditolerir. Jika memang perang harus terjadi karena alasan-alasan yang disyariatkan, maka pun Islam tetap akan mengedepankan adab-adab peperangan yang adil, tidak emosional, berlandaskan kemarahan dan membabi buta.*

Kewajiban Haji Hanya Sekali Seumur Hidup

Kewajiban Haji Hanya Sekali Seumur Hidup

Haji merupakan salah satu dari ibadah-ibadah faridhah yang agung dan salah satu rukunnya yang lima. Hal itu berdasarkan sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإِقاَمِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ وَالْحَجِّ

Islam dibangun di atas lima perkara yaitu syahadat laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, puasa Ramadhan dan haji." (HR Bukhari dan Muslim)

Seorang Muslim wajib melaksanakan ibadah haji dan umrah sekali seumur hidup sebagaimana yang diriwayatkan Imam Muslim dari hadits Abu Hurairah berkata:

خَطَبَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا. فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلاَثًا، فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ. ثُمَّ قَالَ: ذَرُوْنِي مَا تَرَكْتُكُمْ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلاَفِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوْهُ

“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam berkhutbah di hadapan kami, beliau berkata: “Wahai sekalian manusia, sungguh Allah telah mewajibkan bagi kalian haji maka berhajilah kalian!" Seseorang berkata: “Apakah setiap tahun, ya Rasulullah?" Beliau terdiam sehingga orang tersebut mengulangi ucapannya tiga kali. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau aku katakan ya, niscaya akan wajib bagi kalian dan kalian tidak akan sanggup." Kemudian beliau berkata: “Biarkanlah apa yang aku tinggalkan kepada kalian. Sesungguhnya orang sebelum kalian telah binasa karena mereka banyak bertanya yang tidak diperlukan dan menyelisihi nabi-nabi mereka. Jika aku memerintahkan sesuatu kepada kalian maka lakukanlah sesuai dengan kesanggupan kalian. Dan bila aku melarang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah."

Begitu juga seorang Muslim wajib melaksanakan ibadah umrah sekali dalam hidupnya, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلَّهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan ‘umrah karena Allah." (QS. Al Baqarah: 196)

Ibnu Abbas Berkata: "Sesungguhnya umrah disebutkan bersama haji di dalam kitab Allah, oleh karena itu, sebagaimana haji hukumnya wajib, maka umrahpun hukumnya wajib."

Pembahasan Keempat: Syarat-syarat Kewajiban Haji dan Umrah

Haji diwajibkan kepada:

Seorang Muslim, maka tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena haji merupakan bentuk ibadah, sedang ibadah tidak boleh dilakukan oleh orang kafir, karena tidak sah niatnyaAqil (berakal)

Baligh, haji tidak diwajibkan kepada orang gila dan orang yang kurang waras pikirannya, begitu juga tidak diwajibkan kepada anak kecil, sebagaimana hadits Ali bin Abi Thalib bahwa Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: رُفِعَ الْقَلَمُ عَنْ ثَلَاثَةٍ عَنْ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ وَعَنْ الصَّبيِ حَتَّى يبلغ وَعَنْ الْمَعْتُوهِ حَتَّى يَعْقِلَ “Pena itu diangkat dari tiga golongan: orang tidur hingga terbangun, anak kecil hingga ia baligh, dan orang gila (kurang sehat akalnya) hingga ia berakal." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai)Merdeka, haji tidak diwajibkan kepada hamba sahaya sebagai kemudahan baginya, karena dia sibuk melayani tuannya, dan karena haji membutuhkan harta sedangkan hamba sahaya tidak mempunyai harta.Mampu, haji tidak wajib bagi orang yang tidak mampu, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيْلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِيْنَ “Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali Imran: 97)

Jika anak kecil melaksanakan ibadah haji, maka hajinya sah, dia dan walinya akan mendapatkan pahala, sebagaimana di dalam hadits:

عَنْ كُرَيْبٍ أَنَّ امْرَأَةً رَفَعَتْ صَبِيًّا فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَلِهَذَا حَجٌّ قَالَ نَعَمْ وَلَكِ أَجْرٌ

“Dari Kuraib bahwasanya; Ada seorang wanita yang sedang menggendong anaknya dan berkata, “Apakah bagi anak ini juga memiliki keharusan haji?” Beliau menjawab: “Ya, dan kamu juga menjadapkan ganjaran pahala.” (HR. Muslim)

Adapun caranya adalah wali dari anak kecil tersebut berniat haji untuknya. Ini dilakukan ketika membayar ongkos haji. Maksud seorang wali mewakili niat haji untuknya adalah wali tersebut ketika membayar ongkos haji diniatkan untuk ibadah haji anak kecil tersebut. Kecuali kalau anak kecil itu sudah mumayiz, maka dia boleh berniat sendiri untuk melakukan ihram dengan izin walinya. Walaupun begitu, kewajiban ibadah haji tidak gugur darinya, maka ketika dia sudah dewasa, dia wajib melaksanakan ibadah haji lagi.

Kriteria Mampu

Kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji bisa diukur dengan hal-hal sebagai berikut:

Dikatakan mampu melaksanakan ibadah haji, karena badannya sehat, sebagaimana hadits Ibnu Abbas: أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ: يَارَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أَبِي أَدْرَكَتْهُ فَرِيْضَةُ الْحَجِّ شَيْخًا كَبِيْرًا لاَ يَسْتَطِيْعُ أَنْ يَسْتَوِىَ عَلَى الرَّاحِلَةِ أَفَأَحُجُّ عَنْهُ؟ قَالَ: حُجِّى عَنْهُ “Bahwasanya seorang wanita dari Khats’am berkata: ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji disaat dia telah tua renta, dia tidak mampu untuk tetap bertahan diatas kendaraan, apakah aku melaksanakan haji untuk mewakilinya?’ Beliau menjawab: ‘Lakukankah haji untuk (mewakilinya)" (HR Bukhari dan Muslim)Mempunyai harta yang melebihi dari kebutuhan pokoknya, seperti kebutuhan untuk menafkahi istri dan anak-anaknya, uang sewa rumah, modal dagangannya yang menjadi sumber penghasilannya, seperti toko yang dari labanya dia bisa hidup dan bisa memenuhi kebutuhannya.Tidak mempunyai hutang, karena barang siapa yang mempunyai hutang, tidaklah ada kewajiban haji baginya, karena membayar hutang merupakan kebutuhan dasar dan merupakan hak manusia yang pada dasarnya harus dipenuhi dan tidak bisa ditolerir. Hutang yang berjangka hukumnya seperti hutang yang jatuh tempo, karena yang berhutang sama-sama dikatakan tidak mampu. Tetapi jika dia percaya bisa mencari harta untuk membayarnya, seperi kredit yang dibayar secara teratur dan dipotong dari gaji bulanannya atau dipotong dari upah kerja ketrampilan atau sejenisnya, maka hal ini tidak menghalanginya untuk melaksanakan ibadah haji sesudah dapat izin dari orang yang dihutanginya.Dia harus mempunyai sesuatu yang bisa mengantarkannya ke kota Mekkah, tentunya disesuaikan dengan keadaannya. Misalnya dari kendaraan seperti mobil, kapal, dan peShalallahu ‘Alaihi wa Sallamat, atau dari makanan,m, minuman serta tempat tinggal yang sesuai dengan keadaannya, sebagaimana hadits Anas Radhiyallahu ‘Anh, beliau berkata: قِيلَ يَا رَسُولَ اَللَّهِ, مَا اَلسَّبِيلُ ؟ قَالَ: اَلزَّادُ وَالرَّاحِلَةُ 

“Ada seseorang yang bertanya: Wahai Rasulullah, apakah sabil (jalan) itu? beliau bersabda: “Bekal dan kendaraan." (HR. Daruquthni dan dishahihkan Hakim)

Jika tidak mampu, seseorang tidak diharuskan membebani diri sendiri dengan menjual rumah, atau Shalallahu ‘Alaihi wa Sallamahnya yang merupakan sumber mata pencahariannya, atau dari Shalallahu ‘Alaihi wa Sallamah itu dia memberikan nafkah kepada keluarganya.

Barang siapa yang tidak bisa haji karena antrian di dalam mendapatkan visa, maka dia dihukumi sebagai orang yang tidak mampu, seperti orang yang dipenjara dan sejenisnya.

Orang tua tidak boleh melarang anaknya untuk pergi melaksanakan ibadah haji yang wajib, berdasarkan hadits yang diriwayatkan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu dan dimarfu’kan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam:

لَا طَاعَةَ لِمَخْلُوقٍ فِي مَعْصِيَةِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Tidak ada ketaatan kepada makhluq dalam bermaksiat kepada Allah ‘azza wajalla.” (HR. Ahmad)

Seorang anak hendaknya meminta keridhaan orang tuanya ketika hendak melaksanakan ibadah haji. Begitu juga seorang suami tidak boleh melarang istrinya untuk pergi haji, karena haji hukumnya wajib, sedang kedua orang tua dan suami tidak mempunyai hak untuk melarang sesuatu yang wajib, walaupun begitu mereka berdua berhak untuk melarang anak dan istrinya untuk melaksanakan ibadah haji yang sunnah.

Bersegera Melaksanakan Ibadah Haji

Barang siapa yang mendapatkan dirinya mampu melaksanakan ibadah haji, dan telah terpenuhi syarat-syaratnya, maka wajib baginya untuk segera melaksanakan ibadah haji, tidak boleh diundur-undur lagi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ

"Berlomba-lombalah kalian dalam mengerjakan kebaikan." (QS. Al Baqarah: 148)

Hal itu, karena kewajiban itu sudah ada dipundaknya, dan sesungguhnya dia tidak mengetahui barangkali di masa mendatang keberangkatan hajinya bisa saja terhalangi dengan sakit, atau jatuh miskin atau bahkan datangnya kematian. Sebagaimana dalam hadits Ibnu Abbas:

تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَا يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ

“Bersegeralah melaksanakan ibadah haji (yaitu haji yang wajib) karena kalian tidak tahu apa yang akan di hadapinya." (HR. Ahmad dan Baihaqi)

Telah diriwayatkan dari Sa’id bin Manshur dan Hasan bahwa Umar Radhiyallahu ‘Anh berkata:

لَقَدْ هَمَمْتُ أنْ أبْعَثَ رِجَالاً إلَى هذِهِ الأَمْصَارِ فَيَنْظُرُوْا كُلَّ مَنْ كَانَ لَهُ جَدَّةٌ وَلَمْ يَحُجَّ لِيَضْرِبُوْا عَلَيْهِمُ الْجِزْيَةَ مَا هُمْ بِمُسْلِمِيْنَ مَاهُمْ بِمُسْلِمِيْنَ

“Aku bertekad mengutus beberapa orang menuju wilayah-wilayah untuk meneliti siapa yang memiliki kecukupan harta namun tidak menunaikan ibadah haji agar diwajibkan atas mereka membayar jizyah. Mereka bukanlah umat Islam ! mereka bukanlah umat Islam !"

Tidaklah pantas seseorang yang mempunyai kemampuan, untuk mengundur-undur pelaksanakan ibadah haji, karena jika dia masih muda dan terus-menerus dalam maksiat, maka hal ini merupakan bisikan syetan yang menghalanginya untuk berbuat kebaikan. Dan telah diterangkan di atas tentang kewajiban seseorang untuk segera melaksanakan ibadah haji. Dan selayaknya orang yang sudah melaksankan ibadah haji, baik ketika masih kecil, atau sudah tua, untuk selalu berbuat baik dan menjauhi perbuatan buruk.

Adapun syarat haji bagi perempuan adalah adanya muhrim jika memang jaraknya di atas 80 km dari Mekkah. Adapun yang dimaksud muhrim adalah suami atau laki-laki yang haram untuk menikahinya selama-lamanya, karena hubungan nasab (darah) atau karena sebab lain yang mubah, jika memang laki-laki tersebut baligh dan berakal. Hal itu berdasarkan hadits Abu Hurairah bahwasanya nabi shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :

لَا يَحِلُّ لِامْرَأَةٍ تُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ أَنْ تُسَافِرَ مَسِيرَةَ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُو مَحْرَمٍ

“Tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk safar sejauh perjalanan sehari semalam kecuali bersama mahramnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Jika perempuan melakukan ibadah haji tanpa muhrim, maka hajinya tetap sah, tetapi dia berdosa karena melanggar larangan. Jika dia pergi haji bersama rombongan perempuan dan aman dari fitnah, maka mereka itu diangap muhrimnya.

Adapun perempuan yang tinggal di Mekkah dan sekitarnya yang jaraknya dengan Mekkah tidak lebih dari jarak dibolehkannya sholat qashar, maka muhrim bukanlah syarat didalam melaksanakan ibadah haji.