Kamis, 29 Desember 2022

HUKUM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI BAGI UMAT ISLAM, BISA WAJIB, SUNNAH, MAKRUH, BAHKAN HARAM?

Hukum Melaksanakan Ibadah Haji bagi Umat Islam, Bisa Wajib, Sunnah, Makruh, bahkan Haram?
=================================


Hukum melaksanakan ibadah haji bagi umat Islam perlu dipahami dengan baik. Terlebih, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima. 

Secara bahasa, haji memiliki makna menyengaja atau menuju. Sedangkan secara istilah, haji artinya adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah, di Mekkah untuk melakukan ibadah pada waktu dan cara tertentu serta dilakukan dengan tertib.

Lantas bagaimana hukumnya ibadah haji bagi umat islam? Sebelum itu, ketahui dulu syarat-syarat wajib haji berikut ini:

Syarat Wajib Haji 
Syarat wajib haji sebenarnya ada lima. Adapun beberapa syaratnya antara lain adalah sebagai berikut ini:
 
1. Beragama Islam
Beragama islam adalah syarat wajib pertama seseorang dalam melaksanakan ibadah haji. Terlebih, ibadah haji merupakan bagian dari rukun islam tepatnya rukun islam kelima.

2. Baligh
Syarat Haji yang kedua adalah seseorang harus sudah baligh. Dalam hal ini, artinya seorang muslim sudah bisa membedakan mana yang baik atau benar dan yang tidak. 

3. Berakal Sehat
Selain itu, harus berakal sehat sehingga akan bisa mengikuti ketentuan dan panduan pelaksanaan ibadah haji.

4. Merdeka, bukan hamba sahaya
Syarat wajib haji berikutnya adalah merdeka, atau bukan hamba sahaya. Artinya, seseorang tidak sedang menjadi budak atau hamba sahaya.

5. Mampu
Sebagai rukun islam kelima, ibadah haji diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu. Baik secara materi, mental, hati, pengetahuan, hingga keamanan. Secara materi atau finansial, harta yang dipakai juga harus halal dan jangan sampai berasal dari sumber yang batil.

Hukum Melaksanakan Ibadah Haji bagi Umat Islam

 Seperti yang telah disinggung sedikit di atas, para Ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya wajib atau fardhu ‘ain bagi yang mampu. Perintah ibadah haji termaktub dalam firman Allah subhanahu wata’ala:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ 

Artinya: "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah," (QS al-Baqarah: 196).

Dalam surah Ali Imran, Allah juga menjanjikan orang yang mengerjakan haji akan mendapatkan banyak hikmah dan manfaat. Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta.” (Ali Imran: 97).

Sampai sebagian ulama, seperti Al Hasan Al Bashri, Nafi’, Ibnu Habib Al Maliki, menganggap kafirnya orang yang tidak berhaji padahal mampu. Salah satu dalil mereka adalah riwayat dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا

“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 1: 387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 2: 639).

Kendati demikian, hukum haji juga dapat bersifat sunnah. Hukum berhaji ini berlaku bagi seorang muslim yang belum baligh. Sebab, seorang muslim yang belum baligh belum memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah apapun termasuk haji. Hukum sunnah berlaku juga bagi seseorang yang telah melakukan haji sebelumnya. Sebab, kewajiban haji pada dasarnya hanya satu kali.

Selain itu, ada juga hukum makruh atau lebih baik tidak dilakukan. Seorang muslim bisa dikenakan hukum makruh ini misalnya adalah wanita yang telah menikah dan pergi berhaji tanpa izin suami. Bagi yang sudah berhaji beberapa kali dan ingin melakukannya lagi, sedangkan situasi di sekitarnya masih tidak merdeka, maka hukumnya juga makruh.

Terakhir, haji juga hukumnya bisa jadi haram yang artinya ini tidak boleh dilakukan dan bila dilakukan akan menimbulkan dosa. Sekalipun berhaji melibatkan itikad baik untuk menyempurnakan ibadah, ada beberapa hal yang bisa membuat hukum haji menjadi haram. 

Misalnya saja jika seseorang yang pergi berhaji dengan maksud yang tidak baik. Maksud dari ‘tidak baik’ seperti halnya pada seseorang yang pergi berhaji untuk melancarkan niat buruk menjarah harta para calon haji lainnya, maka ini hukumnya haram.

Wallahualam bisawab.

Senin, 26 Desember 2022

ANAK NAKAL, BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?

ANAK NAKAL, BAGAIMANA CARA MENGATASINYA? 
============================

Mendidik anak merupakan perkara yang mulia, namun seperti dalam istilah orang, gampang-gampang susah. Karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan ahklak dan tingkah laku terpuji, tapi disisi lain mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak mengikuti semua kemauan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan ahklaknya.

Sebagai orang yang beriman kepada Allah, kita harus meyakini bahwa sebaik-baik nasehat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang di turunkan oleh Allah  dalam al-qur’an dan sabda-sabda nabi-Nya.

Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak,secara khusus Allah mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang timbul akibat kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka. Allah berfirman :

يأيهالذين ءامنوا إن من إزوجكم وأولدكم عدوّا لّكم فاحذروهم….
“Hai orang-orang yang beriman , sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…”(Q.S. at-taghabun/64:14)

FENOMENA KENAKALAN ANAK

Kenakalan anak (remaja) sudah menjadi problema besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orang tua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan di keluhkan oleh mayoritas masyarkat, tidak terkecuali kaum muslimin.

Tapi kenyataan pahit yang terjadi, dengan dalih upaya mengatasi fenomena buruk tersebut, sebagian besar orang (kaum muslimin) justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori (metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene tidak beriman kepada Allah dan tidak mengenal keagungan-Nya, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, dan tenaga besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut pada anak-anak mereka.

Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka telah sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah yang menciptakan mereka, sehingga Allah menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.

Allah berfirman :

ولا تكونوا كالذين نسو الله فأنسهم أنفسهم أولئك هم المفسقون

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai)kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri , mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS.al –Hasyr/59:19)

Karena dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memerhatikan sedikitpun kebaikan, kesempurnaan serta kesuciaan jiwa dan hatinya, bahkan (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tak terarah, keadaannya melampui batas, kebingungan serta tidak mendaptkan petunjuk kejalan( yang benar).”

Maka orang yang seperti ini keadaannya, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa di usahakannya? mungkinkah orang seperti ini keadaannya akan merumuskan dengan pikirannya metode pendidikan anak yang baik dan benar, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah dan memahami kebenaran yang hakiki? .

SEBAB –SEBAB KENAKALAN ANAK

Termasuk sebab pertama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.

Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan kedunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa.

Dalam sebuah hadist Qudsi, Allah berfirman :

وإني خلقت عبادي حنفاء كلهم وإنهم أتتهم الشياطين فاجتالتهم عن دينهم

…dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kkemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka(islam).

Perhatikanlah hadist yang agung ini, bagaimana setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka di lahirkan kedunia ini, padahal bayi yang baru lahir belum mengenal nafsu, pesona dunia dan godaan –godaan duniawi lainnya.

Disamping sebab utama di atas, ada faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan ahklak pada anak, berdasarkan keterangan dari ayat-ayat al-qur’an dan hadist-hadist rasulullah.

Di antara faktor tersebut adalah sebagai berikut :
pengaruh didikan buruk orang tua
rasulullah bersabda :

“Semua bayi (manusia) dilahirkan di atas fitrah (kencenderungan menerima kebenaran islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi,Nashrani atau Majusi”.

Hadist ini yang menunjukkan bahwa semua manusia yang di lahirkan di dunia hatinya cenderung kepada islam dan tauhid, sehingga kalau di biarkan dan tidak di pengaruhi (oleh pemikiran sesat) maka nantinya dia akan menerima kebenaran islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk, bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.”

(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah ) jika seorang tersebut tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan ( kecantikannya di depan rumah ), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (merupakan pendidikan (yang berupa) praktek (nyata) bagi anaknya, (untuk mengarahkannya kepada )penyimpangan (akhlak) dan memalingkannnya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji ,berupa (kesadaran untuk)memakai hijab (pakaian yang menutup aurat ), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah yang di namakan dengan  ‘penanaman pendidikan pada fitrah ( manusia )’.

Pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk
Rasulullah bersabda: “perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah ) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi darinya), atau minimal kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal)kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”.

Sumber bacaan dan tontonan
Umumnya, jiwa anak-anak masih polos, sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apapunyang di lihat dan di dengarnya dari sumber bacaan atau tontonan yang ia saksikan . apalagi memang kebiasaan meniru dan mengikuti orang lain meruapakn salah satu watak bawaan manusia sejak lahir.

Oleh karena itulah metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk di teladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat.

CARA MENGATASI KENAKALAN ANAK MENURUT SYARIAT ISLAM

Solusi terbaik untuk mengatasi  masalah ini adalah dengan menerapkan pendidikan  yang sesuai dengan syariat islam kepada anak-anak, karena memang Allah menurunkan syariatnya untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup manusia. Allah berfirman :

يأيهاالذين ءامنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعا كم لما يحييكم…

“Hai orang-oarng yang beriman , penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan /kebaikan) hidup bagimu.” (QS.al-Anfal/9:24)

Oleh sebab itu ,islam sangat menekankan kewajiban mendidik anak dengan sistem pendidikan yang bersumber dari pentunjuk Allah.

BEBERAPA CONTOH CARA MENDIDIK ANAK YANG NAKAL

Syariat islam yang agung mengajarkan umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa di tempuh untuk meluruskan penyimpangan ahklaknya.

Teguran dan nasihat yang baik
Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung nabi muhammad, misalnya ketika melihat seorang  anak kecil menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan saat makan, maka beliau ﷺ bersabda: ”wahai anak kecil sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan)yang ada di hadapan mu”.

Menggantungkan tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah
Manfaat pembinaan dengan cara ini agar anak-anak takut melakukan hal-hal yang tercela. Nabi muhammad  mengajarkan ini dalam sabda beliau : ”Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka”.

Dan masih banyak cara pendidikan anak yang di contohkan dalam hadist-hadist Rasulullah ﷺ.

BOLEHKAH MEMUKUL ANAK YANG NAKAL UNTUK MENDIDIKNYA?

Rasulullah ﷺ bersabda: ”perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan)shalat(lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun dan pukulah mereka karena meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur  sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR Malik dalam Muwaththo’).

Hadist ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat ,jika anak tersebut telah mencapai usia bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun, dengan syarat pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.

Adapun memberikan sesuatau yang pedas(di mulutnya), ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya(mencelakakannya). Berbeda dengan pukulan yang di lakukan pada badan, tidak mengapa di lakukan jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan tentu saja  pukulan tersebut tidak terlalu keras.

Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya di lihat kondisinya, karena Rasulullah hanya membolehkan memukul anak berusia sepuluh tahun dengan alasan meninggalkan shalat. Maka yang berumur dari sepuluh tahun hendaknya di lihat dari kondisinya, terkadang seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat)sehingga bisa menerima pukulan , celaan dan pelajaran drinya(maka anak seperti ini boleh di pukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka ini tidak boleh di pukul)”.

CARA-CARA MENGHUKUM ANAK YANG TIDAK DI BENARKAN DALAM ISLAM

Di antara cara tersebut adalah:

Memukul wajah
Di larang oleh rasulullah dalam sabda beliau: ”jika salah seorang dari kalian memukul, hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”

Memukul terlalu keras sehinnga berbekas
Ini juga di larang oleh Rasulullah dalam hadist yang sahih.

Memukul dalam keadaan sangat marah
Ini juga di larang karena di khawatirkan lepas kontrol sehinnga berpotensi menimpakan pukulan secara berlebihan .

Dari Abu Mas’ud al-Badri dia berkata :

“(suatu hari) aku memukul budakku, dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran)dari belakangku “ketauhilah wahai Abu Mas’ud!”. Tapi aku tidak mengenali sura tersebut karena kemarahan(yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat kepadaku , ternyata orang tersebut adalah Rasulullah dan beliau yang berkata : “ketauhilah Abu Mas’ud, ketauhilah Abu Mas’ud !”. maka aku melempar cemeti itu dari tanganku, kemudian beliau bersabda: ”ketauhilah wahai Abu Mas’ud ! sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu dari pada kamu terhadap budak ini”. Maka aku pun berkata : ” aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari)ini.

Bersikap terlalu keras dan kasar
Sikap ini jelas bertentangan dengan sikap lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah: barang siapa yang terhalangi dari (sifat lemah lembut, maka (sungguh), dia akan terhalangi dari (mendapat)kebaikan.

Emosi yang berlebihan
Ini juga di larang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah : ” bukanlah orang yang kuat itu (di ukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah”.

Minggu, 18 Desember 2022

NGERI JUGA SYETAN KALAU GANGGU PARA WALI, JIKA TIDAK ALIM SYARIAT GAMPANG DISESATKAN

NGERI JUGA SYETAN KALAU GANGGU PARA WALI, JIKA TIDAK ALIM SYARIAT GAMPANG DISESATKAN

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita:

اشْتَدّ عليّ الحرُّ فِي بَعْضِ الْأَسْفَارِ يَوْمًا ، حَتَّى كِدْتُ أَنْ أَمُوتَ عَطَشًا ، فظللتني سَحَابَةٌ سَوْدَاء ، وهبّ عَلَيَّ مِنْهَا هَوَاء ، حَتَّى دَارَ رِيقِي فِي فَمِي ، وَإِذَا بِصَوْتٍ يناديني مِنْهَا : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ، أَنَا رَبُّك ، فَقُلْتُ لَهُ : أَنْتَ اللَّهُ الَّذِي لَا إلَهَ إلَّا هُوَ ؟ ! قَال : فَنَادَانِي ثَانِيًا ، فَقَال : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ! أَنَا رُّبِّك ! وَقَد أَحْلَلْت لَك مَا حرَّمت عَلَيْك ! قَال : فَقُلْتُ لَهُ : كَذَبْتَ ؛ بَلْ أَنْتَ الشَّيْطَان ! قَال : فتمزّقت تِلْكَ السّحَابَةُ ، وَسَمِعْت مِنْ وَرَائِي قَائِلًا : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ، نَجَوْت منّي بفقهك فِي دِينِك ، لَقَد فَتَنْتُ بِهَذِهِ الْحِيلَةِ قَبْلَك سَبْعِينَ رَجُلًا

“Suatu hari pada sebuah perjalananku, aku merasakan panas yang sangat menyengat. Sampai-sampai aku hampir mati kehausan. Kemudian ada awan hitam menaungiku. Angin dari awan itu bertiup menerpaku, hingga air liurku pun terasa berputar dalam mulutku. Tiba-tiba saja dari arah awan itu ada suara yang menyeru ; “Wahai Abdul Qodir, aku adalah rabbmu.”

Maka aku pun bertanya kepadanya ; “Engkaukah Allah yang tidak ada ilah yang haq selainNya?”

Kemudian ia kembali menyeruku untuk yang kedua kalinya: “Wahai Abdul Qodir, aku adalah rabbmu. Aku telah menghalalkan apa yang diharamkan bagimu.”

Maka aku pun berkata ; “Engkau dusta, bahkan engkau adalah setan”

Lantas kemudian awan itu pun buyar, dan aku mendengar seorang berkata dari arah belakangku: “Wahai Abdul Qodir engkau telah selamat dariku dengan pengetahuanmu terhadap agamamu. Padahal aku telah menyesatkan 70 orang dengan cara ini.”

Setelah kejadian itu ditanyakan kepada Syaikh Abdul Qodir: “Bagaimana engkau tahu bahwa dia adalah setan?”

Beliau menjawab: “Tatkala ia mengatakan ; “Aku telah menghalalkan bagimu.” Karena setelah wafatnya Rasulullah tidak ada lagi penghalalan serta pengharaman.” 

Sebagian ulama berkata, Syekh Abdul Qadir Jailani selamat dari gangguan Syetan karena beliau sangat Alim syariat: Tidak mungkin Allah Swt. berbentuk makhluq yaitu awan. Dan tidak mungkin beliau mendapatkan kemurahan itu, sementara Rasulullah Saw. yg sebaik²nya makhluq saja tidak mendapatkan kemurahan tsb. bahkan masih sangat menjaga Syariat.

Sumber: Fiqhud Da’wah wa Tazkiyatun Nufus: 113-114.

Sabtu, 17 Desember 2022

TAHLILAN HARI KE 3, 7, 25, 40, SETAHUN & 1000, BUKAN BID’AH, DIPRAKTEKKAN OLEH UMAR DAN ULAMA SALAF

TAHLILAN HARI KE 3, 7, 25, 40, SETAHUN & 1000, BUKAN BID’AH, DIPRAKTEKKAN OLEH UMAR DAN ULAMA SALAF
==================================

Inilah Dalil tahlilan Jumlah Hari 3, 7, 25, 40, 100, (setahun) & 1000 hari dari kitab Ahlusunnah Wal Jama’ah (bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI).

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى 
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berakata Umar : “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh tujuh hari akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)
Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan ???
Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎﻡ، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan – hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib :
Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing – masing dan makan. 
Referensi : [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]
Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi :

ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ

Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”
Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.
Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)
Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ  اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.
Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .

Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.
Referensi : (al-Mughny II/566)
Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞُ . ﻓَﺎْﻻِ ﺧْﺘِـﻴَﺎﺭُ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘُﻮْﻝَ ﺍﻟْﻘَﺎﺭِﺉُ ﺑَﻌْﺪَ ﻓِﺮَﺍﻏِﻪِ: ﺍَﻟﻠََّﻬُﻢَّ ﺍَﻭْﺻِﻞْ ﺛَـﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَـﺮﺃْ ﺗـُﻪُ ﺍِﻟَﻰ ﻓُﻼَﻥٍ . ﻭَﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﻋْﻠَﻢُ

Artinya: Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian dari sahabat Syafi’i menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai kepada mayit. Dan menurut pendapat yang terpilih: “Hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya dengan do’a:

ﺍَﻟﻠََّﻬُﻢَّ ﺍَﻭْﺻِﻞْ ﺛَـﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَـﺮﺃْ ﺗـُﻪُ ﺍِﻟَﻰ ﻓُﻼَﻥٍ

Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan al-Qurh’an yang telah aku baca kepada si fulan (mayit)”. 
Referensi : (al-Adzkar al-Nawawi hal 150)
(Para Musuh NU terlalu sering menyerang amaliah warga NU dengan dalil ala mereka! Agar faham dan bisa membungkam wahabi harus baca buku ini! Buku Dalil-Dalil Praktis Amaliyah Nahdliyah atau amalan warga NU - Terjemah Kitab Al-Moqthatofat Li Ahlil Bidayah (Ayat dan Hadits Seputar Amaliyah Warga NU)  buku yang menjelaskan tentang amaliah warga NU beserta dalilnya, mulai dari ziarah kubur, tahlilan, shalawatan dan lain sebagainya.

Rabu, 07 Desember 2022

BODOH...TANPA USAHA MENGHARAP REJEKI DATANG SENDIRI

BODOH.. TANPA USAHA MENGHARAP REJEKI DATANG SENDIRI

Abul Qosim bin Al-Khotli pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal:

"Apa pendapatmu tentang seseorang yang hanya duduk diam di rumah atau di masjid, dan enggan bekerja. Dia bilang: "Aku tidak mau bekerja, biarlah rezekiku yang mendatangiku."

Imam Ahmad menjawab dgn tegas:
"Sungguh dia itu sangat bodoh." Apa kamu tidak pernah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي
"Rejekiku ada dibalik bayang-bayang tombakku"

Di hadits lain ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebut soal burung, beliau dawuh:

 تَغْدُو خِمَاصًا
"Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar"
Lalu beliau menuturkan bahwa burung itu pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki.

Allah berfirman:

"وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ"
"Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah".

"لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ" 
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu."

Sumber: Mawa'idh Al-Imam Ahmad bin Hambal: 33-34.

Minggu, 18 September 2022

SEPUTAR PENYAKIT BUSUNG LAPAR, PENYEBAB DAN PERAWATANNYA


SEPUTAR PENYAKIT BUSUNG LAPAR, PENYEBAB DAN PERAWATANNYA

Busung lapar merupakan kondisi yang termasuk dalam kategori gizi buruk atau malnutrisi, di mana tubuh kekurangan gizi dalam jangka waktu yang panjang. Kondisi ini membuat seseorang rentan mengalami infeksi parah dan menderita berbagai penyakit yang dapat berujung kematian.

Busung lapar adalah istilah awam untuk menggambarkan dua bentuk kondisi malnutrisi, yaitu kwashiorkor dan marasmus. Malnutrisi terjadi ketika tubuh mengalami kekurangan nutrisi penting, yang mencakup karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Kwashiorkor adalah kondisi saat tubuh kekurangan protein, sedangkan marasmus terjadi ketika tubuh kekurangan energi dan protein. Keduanya termasuk dalam kategori malnutrisi energi-protein. Pada penderita busung lapar, kondisi kwashiorkor dan marasmus bisa terjadi bersamaan (kondisi kwasiorkor marasmus).

Faktor Risiko Terjadinya Busung Lapar
Busung lapar dapat disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya:

- Kelaparan
- Kekurangan pangan
- Hidup dalam kemiskinan
- Tidak mendapatkan ASI
- Tinggal di daerah terpencil dan sulit untuk mendapatkan makanan
Kekurangan pangan akibat perang atau bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, atau kekeringan

Selain berbagai faktor tersebut, busung lapar juga bisa terjadi karena seseorang mengalami gangguan makan, mengonsumsi obat yang mengganggu penyerapan nutrisi, atau kondisi medis tertentu, seperti gangguan mental, penyakit radang usus, dan kanker.

Bagaimana Busung Lapar Bisa Terjadi?
Malnutrisi bisa dialami oleh siapa pun, mulai dari anak-anak, orang dewasa, bahkan ibu hamil. Kekurangan salah satu nutrisi penting sudah bisa disebut malnutrisi.

Dalam kasus busung lapar, kekurangan nutrisi sudah berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Orang yang tidak mendapatkan cukup makanan dan sering mengalami kelaparan, dalam jangka panjang dapat mengalami kekurangan gizi. Bila kurang gizi dibiarkan, hal ini dapat berlanjut menjadi busung lapar.

Ciri-Ciri Busung Lapar
Beberapa gejala dan tanda terjadinya busung lapar adalah badan yang terlalu kurus dan pendek, tumbuh kembang yang terhambat, lemas, serta rendahnya kemampuan intelektual.

Tanda khas pada busung lapar kwashiorkor adalah adanya pembengkakan pada tubuh yang disebabkan oleh penumpukan cairan, perut membesar, berat dan tinggi badan tidak bertambah, perubahan pada kulit dan warna rambut (kulit menjadi kering, dan rambut berubah menjadi putih atau kuning kemerahan seperti rambut jagung).

Sedangkan ciri khas dari busung lapar marasmus adalah penyusutan perut, kekurangan berat badan, dan mengalami diare kronis.

Penanganan Busung Lapar
Penanganan busung lapar tergantung pada kondisi kesehatan pasien dan tingkat keparahan kekurangan gizi Penanganan yang diberikan meliputi perawatan medis, pemberian nutrisi dan cairan untuk mencegah dehidrasi, menciptakan lingkungan yang bersih, dan layanan sosial pendukung lainnya.

Pasien busung lapar yang masih memiliki nafsu makan umumnya dapat melakukan rawat jalan. Perawatannya dapat berupa pemberian makanan yang diformulasikan khusus, serta pemantauan kondisi pasien oleh petugas kesehatan.

Sedangkan pasien busung lapar dengan kondisi medis tertentu atau tidak memiliki nafsu makan, memerlukan penanganan rawat inap di rumah sakit. Selain makanan lunak atau cair, pasien ini memerlukan susu formula khusus yang dilengkapi vitamin dan mineral, serta dan pengobatan untuk infeksi atau komplikasi yang terjadi.

Pola makan yang diterapkan pada pasien malnutrisi biasanya berupa pemberian makanan yang mengandung banyak kalori dengan kandungan protein, karbohidrat, dan lemak, dengan tambahan camilan di antara waktu makan, pemberian cairan yang cukup, serta suplemen vitamin dan mineral.

Pemberian makanan perlu dilakukan secara bertahap sesuai dengan rekomendasi dokter, yang disesuaikan dengan kemampuan tubuh pasien dalam menyerap nutrisi. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi akibat pemberian nutrisi yang terlalu banyak secara tiba-tiba, yaitu refeeding syndrome.

Pencegahan Busung Lapar
Cara terbaik untuk mencegah terjadinya busung lapar adalah dengan mencegah malnutrisi, yakni menerapkan pola makan sehat dan seimbang. Hal yang perlu dilakukan adalah:

- Perbanyak makan sayur dan buah
- Perbanyak mengonsumsi makanan yang - mengandung pati, seperti roti, nasi,         kentang, dan pasta
- Mengonsumsi susu dan produk   olahannya
- Mengonsumsi daging, ikan, telur, kacang- kacangan, dan sumber protein lainnya
Rutin menimbang berat badan untuk memantau status gizi
- Mendapatkan penanganan dan perawatan sesegera mungkin adalah kunci penting pemulihan busung lapar. Hal ini bertujuan untuk menyelamatkan nyawa dan meningkatkan kualitas hidup penderita dalam jangka panjang.

Busung lapar yang dibiarkan tanpa perawatan dapat menyebabkan kecacatan mental, cacat fisik permanen, dan kematian dini.

Mengingat kekurangan nutrisi dan busung lapar bukan hanya disebabkan oleh kelaparan, orang dengan kondisi medis tertentu yang berisiko mengalami malnutrisi disarankan untuk berkonsultasi ke dokter.

Minggu, 24 April 2022

Doa Mohon Panjang Umur Lengkap

Doa Mohon Panjang Umur Lengkap

اَللّٰهُمَّ طَوِّلْ عُمُوْرَنَا وَصَحِّحْ أَجْسَادَنَا وَنَوِّرْ قُلُوْبَنَا وَثَبِّتْ إِيْمَانَنَا وَأَحْسِنْ أَعْمَالَنَا وَوَسِّعْ أَرْزَقَنَا وَإِلَى الْخَيْرِ قَرِّبْنَا وَعَنِ الشَّرِّ اَبْعِدْنَا وَاقْضِ حَوَائِجَنَا فِى الدِّيْنِ وَالدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ قَدِيْرٌ


Allaahumma thowwil umuurana, wa shohhih ajsaadana, wa nawwir quluubana, wa sabbit iimaananaa wa ahsin a’maalanaa, wa wassi’ arzaqanaa, wa ilal khairi qarribnaa wa ‘anisy-syarri ab’idnaa, waqdhikhawaa-ijana fiddiini waddunyaa wal aakhirati innaka ‘alaa kulli syai-in qadiir

Artinya : “Ya Allah, panjangkanlah umur kami, sehatkanlah jasad kami, terangilah hati kami, tetapkanlah iman kami, baikkanlah amalan kami, luaskanlah rezeki kami, dekatkanlah kami pada kebaikan dan jauhkanlah kami dari kejahatan, kabulkanlah segala kebutuhan kami dalam pada agama, dunia, dan akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Selasa, 19 April 2022

MENGUNGKAP HIKMAH DIBALIK MUSIBAH

Rasulullah  bersabda:

 مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ

Barang siapa yang meringankan kesusahan seorang mukmin di antara kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan meringankan kesusahannya di antara kesusahan-kesusahan hari kiamat (HR. Muslim no. 2699).

Bersedekah atau membantu orang lain di kala lapang saja berpahala, apalagi di kala susah. 

لَىِٕنْ شَكَرْتُمْ لَاَزِيْدَنَّكُمْ وَلَىِٕنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (QS. Ibrahim [14]: 7).

Terkadang kita menjadi sadar akan nikmat sesuatu, setelah nikmat tersebut diambil dari kita. Nikmat sehat akan kita rasakan dan rindukan betul saat kita mengalami rasa sakit. Oleh karenanya, momen musibah sejatinya adalah momen untuk bersyukur pula. 

Kok bisa?

Ibnu Abbas pernah berkata, “Jika musibah yang kau hadapi terasa berat, ketahuilah musibah itu bisa saja lebih berat lagi.” 

Secara implisit, Ibnu Abbas menyarankan agar kita tetap bersyukur sekalipun ada musibah, sebab musibah yang menimpa kita bisa saja diberi oleh Allah lebih dahsyat lagi. Misalnya, seseorang yang dicopet puluhan ribu rupiah dari sakunya, mungkin akan merasa sedih. Namun, ia sejatinya bisa saja kehilangan seluruh isi dompetnya. Pada intinya, sesulit apa pun kondisi masih ada ruang untuk bersyukur. 

Sama seperti seorang pasien kanker yang berterima kasih kepada seorang dokter yang terpaksa mengamputasi bagian tubuhnya. Sebab bila tidak, kanker itu akan membunuh sang pasien. Setelah dioperasi, sang pasien pun berterima kasih kepada dokter yang membantu dia selamat dari ancaman kanker -- kerugian yang jauh lebih besar. 

Nabi  Muhammad ﷺ bersabda

مَا يُصِيبُ الْمُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ وَلاَ وَصَبٍ وَلاَ هَمٍّ وَلاَ حُزْنٍ وَلاَ أَذًى وَلاَ غَمٍّ حَتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إِلاَّ كَفَّرَ اللَّهُ بِهَا مِنْ خَطَايَاهُ

Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya (HR. Bukhari no. 5641, 5642).

Dengan kata lain, apa pun yang diderita oleh seorang muslim merupakan pengurangan dosa-dosanya. Oleh karenanya, salah satu hikmah di balik musibah adalah Allah mengurangi dosa-dosa mereka yang tertimpa musibah. Bahkan, mereka yang meninggal karena musibah disebut sebagai orang yang mati syahid akhirat. 

Hal ini didasarkan pada hadis Nabi Muhammad ﷺ:

‏ الشُّهَدَاءُ خَمْسَةٌ الْمَطْعُونُ، وَالْمَبْطُونُ، وَالْغَرِقُ وَصَاحِبُ الْهَدْمِ، وَالشَّهِيدُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ

Syuhada itu ada lima, orang yang terkena wabah, orang yang sakit perut, orang yang tenggelam, orang yang terkena robohnya bangunan, dan syahid di jalan Allah. (HR. Bukhari no. 2829).

Tidak hanya itu, mereka yang sabar dalam menerima musibah dan kemudian selamat, mereka pun mendapatkan pahala sebagaimana orang syahid. 

 Nabi  Muhammad ﷺ bersabda: 

فَلَيْسَ مِنْ رَجُلٍ يَقَعُ الطَّاعُونُ فَيَمْكُثُ فِي بَيْتِهِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ الشَّهِيدِ

Tidaklah seseorang yang berada di  wilayah yang terjangkit penyakit tha'un (wabah), kemudian ia tetap tinggal di rumahnya, sabar dan mengharap pahala Allah, ia mengetahui bahwa ia tidak akan menjangkitinya kecuali apa yang telah Allah tetapkan kepadanya, kecuali baginya seperti pahalanya orang yang mati syahid (HR. Ahmad no. 24943).

Kamis, 07 April 2022

DOA SHALAT SUNNAH TASBIH

DOA SHALAT SUNNAH TASBIH 
 

Apalagi dengan sembahyang. Hubungan keduanya sulit dipisahkan. Demikian juga dengan sembahyang tasâbih atau lebih lazim disebut shalat tasbih. Berikut ini merupakan doa shalat tasbih. Selain membaca tasbih sebanyak 300 kali, kita juga dianjurkan membaca doa berikut ini.  

اَللّٰهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ تَوْفِيْقَ أَهْلِ الْهُدَى وَأَعْمَالَ أَهْلِ الْيَقِينِ وَمُنَاصَحَةَ أَهْلِ التَّوْبَةِ وَعَزْمَ أَهْلِ الصَّبْرِ وَوَجَلَ أَهْلِ الْخَشْيَةِ وَطَلَبَ أَهْلِ الرَّغْبَةِ وَتَعَبُّدَ أَهْلِ الْوَرَعِ وَعِرْفَانَ أَهْلِ الْعِلْمِ حَتَّى أَخَافَك اَللّٰهُمَّ إنِّي أَسْأَلُكَ مَخَافَةً تَحْجِزُنِيْ عَنْ مَعَاصِيْكَ حَتَّى أَعْمَلَ بِطَاعَتِكَ عَمَلًا أَسْتَحِقُّ بِهِ رِضَاكَ وَحَتَّى أُنَاصِحَكَ بِالتَّوْبَةِ خَوْفًا مِنْكَ حَتَّى أَخْلُصَ لَكَ النَّصِيحَةَ حَيَاءً مِنْكَ وَحَتَّى أَتَوَكَّلَ عَلَيْكَ فِي الْأُمُورِ كُلِّهَا وَحَتَّى أَكُوْنَ أُحْسِنَ الظَنَّ بِكَ، سُبْحَانَ خَالِقِ النُّورِ. ا هـ وَفِي رِوَايَةٍ خَالِقِ النَّارِ  

 Allâhumma innî as’aluka taufîqa ahlil hudâ, wa a‘mâla ahlil yaqîn, wa munâshahata ahlit taubah, wa ‘azma ahlis shabri, wa wajala ahlil khasyyah, wa thalaba ahlir raghbah, wa ta‘abbuda ahlil wara‘i, wa ‘irfâna ahlil ‘ilmi hattâ akhâfak. 

Allâhumma innî as’aluka makhâfatan tahjizunî ‘an ma‘âshîka hattâ a‘mala bi thâ‘atika ‘amalan astahiqqu bihî ridhâka wa hattâ unâshihaka bit taubah, khaufan minka hattâ akhlusha lakan nashîhata hayâ’an minka wa hattâ atawakkala ‘alaika fil ’umûri kullihâ wa hattâ akûna ’uhsinuz zhanna bika, subhâna khâliqin nûr (lain riwayat khâliqin nâr).

Artinya, “Ya Allah, kepada-Mu aku meminta petunjuk mereka yang terima hidayah, amal-amal orang yang yakin, ketulusan mereka yang bertobat, keteguhan hati mereka yang bersabar, kekhawatiran mereka yang takut (kepada-Mu), doa mereka yang berharap, ibadah mereka yang wara’, dan kebijaksanaan mereka yang berilmu agar aku menjadi takut kepada-Mu. Ya Allah, masukkanlah rasa takut di kalbuku yang dapat menghalangi diri ini untuk mendurhakai-Mu. Dengan demikian aku dapat beramal saleh yang mengantarkanku pada ridha-Mu, dan aku bertobat setulusnya karena takut kepada-Mu. Dengan itu pula aku beribadah secara tulus karena malu kepada-Mu. Dengan rasa takut itu aku menyerahkan segala urusanku kepada-Mu. Karena itu juga aku dapat berbaik sangka selalu kepada-Mu. Mahasuci Engkau Pencipta cahaya (lain riwayat, Pencipta api).”

Doa ini dikutip dari kitab Nihayatuz Zain karya Syekh Muhammad Nawawi Tanara Serang Al-Bantani.

Menurutnya, doa ini dibaca setelah tasyahhud akhir, tetapi sebelum salam. Semoga Allah mengangkat derajat kita semua dan menempatkan kita di jalan yang Dia restui. 

Wallahu a‘lam. 

Selasa, 08 Maret 2022

Tidak Ikut Shalat Tapi Pimpin Jamaah: Ini Kajian Fiqihnya

Tidak Ikut Shalat Tapi Pimpin Jamaah: Ini Kajian Fiqihnya

Allahu akbar … Allahu akbar”, seruan takbir via pengeras suara seorang peserta demo diikuti para jamaah. Sembari duduk santai di atas mobil komando tanpa ikut shalat jamaah, peserta demo itu seakan-akan memimpin shalat jamaah yang sedang dilaksanakan secara mantap. 

Tidak menunggu lama, video shalat jamaah yang tidak begitu lazim di tengah demo itu pun viral di dunia maya. Netizen pun bertanya-tanya, memang boleh orang yang tidak ikut shalat memimpin jamaah? Bila merujuk mazhab syafi’i, syarat shalat jamaah atau menjadi makmum ada 12, yaitu 
(1) niat makmum atau berjamaah, 
(2) posisi berdiri tidak lebih maju daripada imam, 
(3) mengetahui perpindahan gerakan shalat imam, 
(4) berkumpul dalam satu tempat dengan imam, 
(5) menyesuaikan dengan Imam dalam melakukan atau meninggalkan kesunnahan yang dinilai sangat berbeda bila tidak mengikutinya, 
(6) takbiratul ihram setelah selesainya takbiratul ihram imam, 
(7) tidak bermakmum kepada imam yang diyakini batal shalatnya, 
(8) tidak makmum kepada orang yang juga sedang menjadi makmum, 
(9) makmum yang bacaan Fatihahnya sempurna tidak makmum kepada imam yang cacat bacaan fatihahnya, 
(10) sifat dzatiyyah imam tidak lebih kurang daripada makmum—seperti imam perempuan sementara makmumnya laki-laki—, 
(11) tidak makmum pada imam yang wajib mengulangi shalatnya, 
(12) kesesuaian gerakan makmum dengan gerakan Imam. (Muhammad bin Umar Nawawi al-Jawi, Nihâyatuz Zain, [Beirut, Dârul Fikr], halaman 119-129). Nah, kasus dalam video viral tersebut berkaitan dengan syarat shalat jamaah yang ketiga yaitu mengetahui perpindahan gerakan shalat imam. 

Untuk memenuhi syarat ini, ada empat cara, yaitu dengan
(1) melihat imam, 
(2) melihat makmum lain, 
(3) mendengar takbir perpindahan gerakan imam dari suara imam langsung, atau 
(4) mendengar takbir perpindahan gerakan imam dari selain imam, yang disebut sebagai muballigh atau orang yang menyampaikan suara takbir perpindahan gerakan imam. (Zainuddin bin Abdil Aziz al-Malibari, Fathul Mu’în dicetak bersama I’ânatut Thâlibîn, [Beirut, Dârul Fikr], juz II, halaman 225-226).  

Berangkat dari cara keempat ini, dimana makmum boleh mengetahui perpindahan gerakan imam melalui suara muballigh, ulama berbeda pendapat, apakah muballigh tersebut disyaratkan dari orang yang ikut shalat jamaah; atau boleh dari orang yang tidak ikut shalat, seperti dalam video sambil duduk santai itu?  Statemen Imam al-Juwaini dalam kitab al-Furûq menunjukkan syarat muballigh adalah harus orang yang ikut shalat jamaah sebagaimana pendapat shahih di lingkungan ulama Hanafiyah; 

sedangkan menurut Imam ar-Ramli, Imam al-Khatib as-Syirbini dan Imam Ibnu Hajar al-Haitami, boleh saja muballigh bukan orang yang ikut shalat jamaah. Al-Khatib as-Syirbini menjelaskan:  

 قوله: (يشترط علمه) أي المأموم (بانتقالات الإمام) ليتمكن من متابعته (بأن يراه) المأموم (أو) يرى ( بعض صف أو يسمعه أو مبلغا )، وإن لم يكن مصليا، وإن كان كلام الشيخ أبي محمد في الفروق يقتضي اشتراط كونه مصليا 

Artinya, “Dalam berjamaah makmum disyaratkan mengetahui gerakan perpindahan imam, agar dapat mengikutinya, yaitu dengan cara ia 

(1) melihat imamnya, 
(2) melihat sebagian shaf makmum, 
(3) mendengar suara imam, atau 
(4) mendengar suara muballigh atau orang yang memperdengarkan suara imam,

meskipun muballigh itu bukan orang yang ikut shalat, dan meskipun pendapat Syekh Abu Muhammad al-Juwaini menunjukkan disyaratkannya muballigh dari orang yang ikut shalat. (Muhammad al-Khatib as-Syirbini, Mughnil Muhtâj, [Beirut, Dârul Fikr,] juz I, halaman 248).  Sementara itu Syekh Abdul Hamid as-Syirwani mengutip dari Imam al-Kurdi: 

وإن لم يكن مصليا نهاية ومغني وإيعاب والصحيح عند الحنفية اشتراط كونه مصليا. كردي  

Artinya, “Meskipun yang menjadi muballigh bukan orang yang ikut shalat jamaah. Seperti ini menurut ar-Ramli dalam kitab Nihâyatul Muhtâj, al-Khatib dalam kitab Mughnil Muhtâj, dan Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab al-I’âb Syarhul ‘Ubâb. 

Adapun pendapat shahih di kalangan ulama Hanafiyah adalah keberadaan muballigh disyaratkan dari orang yang ikut shalat. Demikian penjelasan al-Kurdi. (Abdul Hamid as-Syirwani, Hawâsyis Syirwâni, [Beirut, Dârul Fikir], juz II, halaman 312). 

Melihat perdebatan dalam urusan muballigh atau orang yang memperdengarkan suara imam kepada para makmum, ulama yang membolehkan muballigh dari orang yang tidak ikut shalat jamaah menganggap muballigh—dalam sumber fiqih Maliki diistilahkan dengan kata musammi’—hanya sebagai tanda-tanda gerakan shalat imam; 

sementara ulama lain yang mensyaratkannya harus dari orang yang ikut shalat jamaah menganggap muballigh sebagai naib atau wakil dari imam, sehingga ia pun harus memenuhi syarat sebagai imam. (Mausû’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, [Kuwait: Dârus Salâsil], juz X, halaman 118). 

Kembali pada pertanyaan netizen, memang boleh orang yang tidak ikut shalat memimpin shalat? Hemat penulis, dalam kasus ini sebenarnya yang memimpin shalat tetap imamnya, bukan orang di atas mobil komando yang memperdengarkan suara imam melalui pengeras suara kepada para makmum. Bila pemahaman demikian dapat diterima, maka berkaitan kasus ini ada dua pendapat dalam mazhab Syafi’i sebagaimana telah diuraikan. 

Menurut sebagian ulama, orang yang tidak ikut shalat hukumnya tetap boleh menjadi muballigh yang memperdengarkan suara imam bagi para makmum; 

sementara menurut ulama lain tidak boleh.  Meski demikian kajian fiqihnya, tapi mengingat jamaahnya sedikit, apakah jamaah dalam video viral itu memang perlu menggunakan pengeras suara untuk mengetahui gerakan shalat imam?

Wallâhu a’lam.   

Rabu, 02 Maret 2022

DIALOG NABI MUSA DENGAN ALLAH SOAL IBADAH TERMULIA

DIALOG NABI MUSA DENGAN ALLAH SOAL IBADAH TERMULIA

Salah satu ibadah termulia adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain.


Dalam Islam segala sesuatu bisa bernilai ibadah. Salah satu ibadah termulia adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam dialog Nabi Musa dan Allah.


Dikutip dari buku “Tuhan Ada di Hatimu”, Husein Ja’far al-Hadar menjelaskan bahwa Imam Ghazali telah mengisahkan dalam kitabnya yang berjudul Mukasyafatm al-Qulub bahwa suatu kali Nabi Musa berdialog dengan Allah. Kemudian, Nabi Musa bertanya,

“Wahai Allah, aku sudah melaksanakan ibadah yang engkau perintahkan. Manakah di antara ibadahku yang engkau senangi, apakah sholatku?

Allah menjawab, “Sholatmu itu hanya untukmu sendiri, karena shalat membuat engkau terpelihara dari perbuatan keji dan mungkar.”

Lalu Nabi Musa bertanya kembali, “Apakah puasaku?”Allah menjawab, “Puasamu itu hanya untukmu saja. Karena puasa melatih diri dan mengekang hawa nafsumu.”

“Lalu ibadah apa yang membuat engkau senang? Tanya Nabi Musa.

Allah menjawab, “Memasukkan rasa bahagia ke dalam diri orang yang hancur hatinya.”

Maka, menurut Husein Ja’far al-Hadar, ibadah termulia adalah memasukkan rasa bahagia ke dalam hati orang lain. Artinya, kata dia, menjaga hubungan baik dengan orang lain justru lebih dari ibadah ibadah-ibadah ritualistik.

Karena, tambah dia, jika seorang muslim mempunyai masalah dengan Allah, dengan bertobat urusannya selesai. Tapi, kalau dia mempunyai masalah dengan orang lain, tidak cukup baginya hanya meminta maaf kepada Allah. Dia juga harus meminta maaf kepada orang yang disakitinya.

Kamis, 13 Januari 2022

TAWAKKAL


Banyak org yg mengaku beriman tapi tidak bertawakal kepada Alloh SWT, padahal jelas  tidaklah lengkap iman seseorang tanpa tawakal.

Tawakal berasal dari kata Arab wakalah atau wikalah. Keduanya mengandung makna memperlihatkan ketidakmampuan dan bersandar atau pasrah kepada orang lain.

Kata kerja asalnya adalah wakala yang kemudian lebih lazim memakai wazan tawakala tawakkulan yang berarti menyerahkan, menyandarkan, mewakilkan, dan mempercayakan urusannya kepada Alloh SWT.

Dalam ajaran Islam, tawakal adalah membebaskan diri dari segala ketergantungan selain Allah dan menyerahkan keputusan atas segala sesuatunya hanya kepada Allah SWT. Hal ini pula yang membuat tawakal disebut sebagai perbuatan menyerahkan segala perkara, ikhtiar, dan usaha kita kepada Allah SWT, dan apabila kita bertawakal Alloh SWT akan mencukupi keperluan kita.

Sebagaimana termaktub dalam QS. At Thalaq ayat 3 yang berbunyi:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

Artinya: "Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (QS. At Thalaq: 3).

Ulama Imam Al Ghazali mendefinisikan tawakal sebagai penyandaran diri kepada Allah SWT sebagai satu-satunya al-wakiil (tempat bersandar) dalam menghadapi setiap kepentingan, bersandar kepada-nya saat menghadapi kesukaran, teguh hati ketika ditimpa bencana, dengan jiwa yang tenang dan hati yang tentram.

Implikasi langsung dari keimanan seseorang dapat terlihat dari tawakal. Sebab iman tidak hanya percaya akan keberadaan Allah SWT, namun lebih kepada menaruh kepercayaan kepada-Nya dan menafikan segala sesuatu selain-Nya. Allah berfirman dalam QS. Ibrahim ayat 12:

وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا ۚ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَا آذَيْتُمُونَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ

Artinya: "Dan mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah, sedangkan Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh, akan tetap bersabar terhadap gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang yang bertawakal berserah diri." (QS. Ibrahim: 12

Namun, yang perlu ditekankan dalam konsep tawakal adalah tawakal bukan berarti pasrah. Bukan pula meninggalkan usaha hanya karena bergantung kepada Allah SWT. Sebab itulah dalam tawakal kepada Allah terbagi dalam dua fase, di antaranya:
1. Fase pertama adalah fase usaha atau kerja. Dalam fase ini, kita harus mengikuti mekanisme alam (sunatullah);

2. Fase kedua adalah fase ketika kita menunggu hasil. Di sinilah kita mulao berpasrah kepada Allah dengan sepenuh hati, serta meyakini bahwa apapun hasil dari upaya kita, itu semua tidak terlepas dari taufik dan kehendak Allah SWT.

Oleh karena itu, antara tawakal dan ikhtiar (usaha) tidak bisa dipisahkan antara satu dan lainnya. Konsep tawakal yang sesungguhnya yaitu, untuk mencapai tawakal harus didahului dengan ikhtiar sebab tidak ada tawakal tanpa dibarengi ikhtiar dan ikhtiar tidak sempurna tanpa ada tawakal.

Rasulullah SAW pernah menyerupakan orang yang tawakal sebagai burung yang hendak mencari rezeki. Dari Umar bin Khattab, Rasulullah bersabda:

لَوْ أَنَّكُمْ تَتَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرَزَقَكُمْ كَمَا يَرْزُقُ الطَّيْرَ تَغْدُو خِمَاصاً وَتَرُوحُ بِطَاناً

Artinya: "Seandainya kalian betul-betul bertawakkal pada Allah, sungguh Allah akan memberikan kalian rizki sebagaimana burung mendapatkan rizki. Burung tersebut pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali sore harinya dalam keadaan kenyang." (HR. Ahmad).

Ahli hadits Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki yang hanya duduk di rumah atau masjid, seraya berkata, "Aku tidak mau bekerja sedikitpun, sampai rezekiku datang sendiri."

Maka Imam Ahmad berkata:

"Ia adalah laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda, "Sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekiku melalui panahku." Dan beliau bersabda, "Sekiranya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakal, niscaya Allah memberimu rezeki sebagaimana yang diberikan-Nya kepada burung-burung yang berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."

Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi dan pulang sore hari dalam rangka mencari rezeki. Inilah bukti bahwa setiap tawakal tidak bisa terlepas dari ikhtiar (usaha) manusia.

Demikian pula dengan urusan dunia dan ahirat kitapun diperintahkan bertawakal, serahkan semuanya kepada Alloh SWT, jangan terlalu risau akan siksa kubur atau neraka yg penting kita bertaqwa kepada Alloh SWT, tidak melakukan perbuatan-perbuatan maksiat, menjalankan ibadah sesuai perintah Alloh SWT dan Rosul-Nya.setelah itu pasrahkan segala urusan Kepada Alloh SWT.