Kamis, 29 Desember 2022

HUKUM MELAKSANAKAN IBADAH HAJI BAGI UMAT ISLAM, BISA WAJIB, SUNNAH, MAKRUH, BAHKAN HARAM?

Hukum Melaksanakan Ibadah Haji bagi Umat Islam, Bisa Wajib, Sunnah, Makruh, bahkan Haram?
=================================


Hukum melaksanakan ibadah haji bagi umat Islam perlu dipahami dengan baik. Terlebih, ibadah haji merupakan rukun Islam kelima. 

Secara bahasa, haji memiliki makna menyengaja atau menuju. Sedangkan secara istilah, haji artinya adalah menyengaja berkunjung ke Baitullah, di Mekkah untuk melakukan ibadah pada waktu dan cara tertentu serta dilakukan dengan tertib.

Lantas bagaimana hukumnya ibadah haji bagi umat islam? Sebelum itu, ketahui dulu syarat-syarat wajib haji berikut ini:

Syarat Wajib Haji 
Syarat wajib haji sebenarnya ada lima. Adapun beberapa syaratnya antara lain adalah sebagai berikut ini:
 
1. Beragama Islam
Beragama islam adalah syarat wajib pertama seseorang dalam melaksanakan ibadah haji. Terlebih, ibadah haji merupakan bagian dari rukun islam tepatnya rukun islam kelima.

2. Baligh
Syarat Haji yang kedua adalah seseorang harus sudah baligh. Dalam hal ini, artinya seorang muslim sudah bisa membedakan mana yang baik atau benar dan yang tidak. 

3. Berakal Sehat
Selain itu, harus berakal sehat sehingga akan bisa mengikuti ketentuan dan panduan pelaksanaan ibadah haji.

4. Merdeka, bukan hamba sahaya
Syarat wajib haji berikutnya adalah merdeka, atau bukan hamba sahaya. Artinya, seseorang tidak sedang menjadi budak atau hamba sahaya.

5. Mampu
Sebagai rukun islam kelima, ibadah haji diwajibkan bagi setiap muslim yang mampu. Baik secara materi, mental, hati, pengetahuan, hingga keamanan. Secara materi atau finansial, harta yang dipakai juga harus halal dan jangan sampai berasal dari sumber yang batil.

Hukum Melaksanakan Ibadah Haji bagi Umat Islam

 Seperti yang telah disinggung sedikit di atas, para Ulama sepakat bahwa ibadah haji hukumnya wajib atau fardhu ‘ain bagi yang mampu. Perintah ibadah haji termaktub dalam firman Allah subhanahu wata’ala:

وَأَتِمُّوا الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلهِ 

Artinya: "Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah untuk Allah," (QS al-Baqarah: 196).

Dalam surah Ali Imran, Allah juga menjanjikan orang yang mengerjakan haji akan mendapatkan banyak hikmah dan manfaat. Allah SWT berfirman:

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang-orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari kewajiban haji, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya dari alam semesta.” (Ali Imran: 97).

Sampai sebagian ulama, seperti Al Hasan Al Bashri, Nafi’, Ibnu Habib Al Maliki, menganggap kafirnya orang yang tidak berhaji padahal mampu. Salah satu dalil mereka adalah riwayat dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

مَن أطاقَ الحجَّ، فلم يحُجَّ فسواءٌ عليه مات يهوديًّا أو نصرانيًّا

“Barangsiapa yang mampu berhaji namun tidak berangkat haji, maka sama saja apakah ia mati sebagai orang Yahudi atau sebagai orang Nasrani” (HR. Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 1: 387, dishahihkan Hafizh Al Hakami dalam Ma’arijul Qabul, 2: 639).

Kendati demikian, hukum haji juga dapat bersifat sunnah. Hukum berhaji ini berlaku bagi seorang muslim yang belum baligh. Sebab, seorang muslim yang belum baligh belum memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah apapun termasuk haji. Hukum sunnah berlaku juga bagi seseorang yang telah melakukan haji sebelumnya. Sebab, kewajiban haji pada dasarnya hanya satu kali.

Selain itu, ada juga hukum makruh atau lebih baik tidak dilakukan. Seorang muslim bisa dikenakan hukum makruh ini misalnya adalah wanita yang telah menikah dan pergi berhaji tanpa izin suami. Bagi yang sudah berhaji beberapa kali dan ingin melakukannya lagi, sedangkan situasi di sekitarnya masih tidak merdeka, maka hukumnya juga makruh.

Terakhir, haji juga hukumnya bisa jadi haram yang artinya ini tidak boleh dilakukan dan bila dilakukan akan menimbulkan dosa. Sekalipun berhaji melibatkan itikad baik untuk menyempurnakan ibadah, ada beberapa hal yang bisa membuat hukum haji menjadi haram. 

Misalnya saja jika seseorang yang pergi berhaji dengan maksud yang tidak baik. Maksud dari ‘tidak baik’ seperti halnya pada seseorang yang pergi berhaji untuk melancarkan niat buruk menjarah harta para calon haji lainnya, maka ini hukumnya haram.

Wallahualam bisawab.

Senin, 26 Desember 2022

ANAK NAKAL, BAGAIMANA CARA MENGATASINYA?

ANAK NAKAL, BAGAIMANA CARA MENGATASINYA? 
============================

Mendidik anak merupakan perkara yang mulia, namun seperti dalam istilah orang, gampang-gampang susah. Karena di satu sisi, setiap orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dengan ahklak dan tingkah laku terpuji, tapi disisi lain mayoritas orang tua terlalu dikuasai rasa tidak tega untuk tidak mengikuti semua kemauan sang anak, sampai pun dalam hal-hal yang akan merusak pembinaan ahklaknya.

Sebagai orang yang beriman kepada Allah, kita harus meyakini bahwa sebaik-baik nasehat untuk kebaikan hidup kita dan keluarga adalah petunjuk yang di turunkan oleh Allah  dalam al-qur’an dan sabda-sabda nabi-Nya.

Dalam hal yang berhubungan dengan pendidikan anak,secara khusus Allah mengingatkan orang-orang yang beriman akan besarnya fitnah yang timbul akibat kecintaan yang melampaui batas terhadap mereka. Allah berfirman :

يأيهالذين ءامنوا إن من إزوجكم وأولدكم عدوّا لّكم فاحذروهم….
“Hai orang-orang yang beriman , sesungguhnya di antara istri-istrimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka…”(Q.S. at-taghabun/64:14)

FENOMENA KENAKALAN ANAK

Kenakalan anak (remaja) sudah menjadi problema besar yang cukup memusingkan dan menjadi beban pikiran para orang tua dan pendidik, karena fenomena ini cukup merata dan di keluhkan oleh mayoritas masyarkat, tidak terkecuali kaum muslimin.

Tapi kenyataan pahit yang terjadi, dengan dalih upaya mengatasi fenomena buruk tersebut, sebagian besar orang (kaum muslimin) justru lebih percaya dan kagum terhadap teori-teori (metode pendidikan anak yang diajarkan oleh orang-orang barat, yang notabene tidak beriman kepada Allah dan tidak mengenal keagungan-Nya, sehingga mereka rela mencurahkan waktu, dan tenaga besar untuk mengaplikasikan teori-teori tersebut pada anak-anak mereka.

Mereka lupa bahwa orang-orang kafir tersebut sendiri tidak mengetahui dan mengusahakan kebaikan untuk diri mereka sendiri, karena mereka telah sangat jauh berpaling dan lalai dari mengenal kebesaran Allah yang menciptakan mereka, sehingga Allah menjadikan mereka lupa kepada segala kebaikan dan kemuliaan untuk diri mereka sendiri.

Allah berfirman :

ولا تكونوا كالذين نسو الله فأنسهم أنفسهم أولئك هم المفسقون

“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa (lalai)kepada Allah, maka Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri , mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS.al –Hasyr/59:19)

Karena dia lalai dari mengingat Allah, maka keadaan dan hatinya pun melampaui batas (menjadi rusak), sehingga dia tidak memerhatikan sedikitpun kebaikan, kesempurnaan serta kesuciaan jiwa dan hatinya, bahkan (kondisi) hatinya (menjadi) tak menentu dan tak terarah, keadaannya melampui batas, kebingungan serta tidak mendaptkan petunjuk kejalan( yang benar).”

Maka orang yang seperti ini keadaannya, apakah bisa diharapkan memberikan bimbingan kebaikan untuk orang lain, sedangkan untuk dirinya sendiri saja kebaikan tersebut tidak bisa di usahakannya? mungkinkah orang seperti ini keadaannya akan merumuskan dengan pikirannya metode pendidikan anak yang baik dan benar, padahal pikiran mereka jauh dari petunjuk Allah dan memahami kebenaran yang hakiki? .

SEBAB –SEBAB KENAKALAN ANAK

Termasuk sebab pertama yang memicu penyimpangan akhlak pada anak, bahkan pada semua manusia secara umum adalah godaan setan yang telah bersumpah di hadapan Allah untuk menyesatkan manusia dari jalan-Nya yang lurus.

Dalam upayanya untuk menyesatkan manusia dari jalan yang benar, setan berusaha menanamkan benih-benih kesesatan pada diri manusia sejak pertama kali mereka dilahirkan kedunia ini, untuk memudahkan usahanya selanjutnya setelah manusia itu dewasa.

Dalam sebuah hadist Qudsi, Allah berfirman :

وإني خلقت عبادي حنفاء كلهم وإنهم أتتهم الشياطين فاجتالتهم عن دينهم

…dan sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan hanif (suci dan cenderung kepada kebenaran), kkemudian setan mendatangi mereka dan memalingkan mereka dari agama mereka(islam).

Perhatikanlah hadist yang agung ini, bagaimana setan berupaya keras untuk menyesatkan manusia sejak mereka di lahirkan kedunia ini, padahal bayi yang baru lahir belum mengenal nafsu, pesona dunia dan godaan –godaan duniawi lainnya.

Disamping sebab utama di atas, ada faktor-faktor lain yang memicu dan mempengaruhi penyimpangan ahklak pada anak, berdasarkan keterangan dari ayat-ayat al-qur’an dan hadist-hadist rasulullah.

Di antara faktor tersebut adalah sebagai berikut :
pengaruh didikan buruk orang tua
rasulullah bersabda :

“Semua bayi (manusia) dilahirkan di atas fitrah (kencenderungan menerima kebenaran islam dan tauhid), maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya (beragama) Yahudi,Nashrani atau Majusi”.

Hadist ini yang menunjukkan bahwa semua manusia yang di lahirkan di dunia hatinya cenderung kepada islam dan tauhid, sehingga kalau di biarkan dan tidak di pengaruhi (oleh pemikiran sesat) maka nantinya dia akan menerima kebenaran islam. Akan tetapi, kedua orang tuanyalah yang memberikan pengaruh buruk, bahkan menanamkan kekafiran dan kesyirikan kepadanya.”

(Di antara contoh pengaruh buruk tersebut adalah ) jika seorang tersebut tidak memakai hijab (pakaian yang menutup aurat), tidak menjaga kehormatan dirinya, sering keluar rumah (tanpa ada alasan yang dibenarkan agama), suka berdandan dengan menampakkan ( kecantikannya di depan rumah ), senang bergaul dengan kaum lelaki yang bukan mahramnya, dan lain sebagainya, maka ini (secara tidak langsung) merupakan pendidikan (merupakan pendidikan (yang berupa) praktek (nyata) bagi anaknya, (untuk mengarahkannya kepada )penyimpangan (akhlak) dan memalingkannnya dari pendidikan baik yang membuahkan hasil yang terpuji ,berupa (kesadaran untuk)memakai hijab (pakaian yang menutup aurat ), menjaga kehormatan dan kesucian diri, serta (memiliki) rasa malu, inilah yang di namakan dengan  ‘penanaman pendidikan pada fitrah ( manusia )’.

Pengaruh lingkungan dan teman bergaul yang buruk
Rasulullah bersabda: “perumpamaan teman duduk (bergaul) yang baik dan teman duduk (bergaul) yang buruk (adalah ) seperti pembawa (penjual) minyak wangi dan peniup al-kir (tempat menempa besi), maka penjual minyak wangi bisa jadi dia memberimu minyak wangi, atau kamu membeli (minyak wangi darinya), atau minimal kamu akan mencium aroma yang harum darinya. Sedangkan peniup al-kir (tempat menempa besi) bisa jadi (apinya) akan membakar pakaianmu atau (minimal)kamu akan mencium aroma yang tidak sedap darinya”.

Sumber bacaan dan tontonan
Umumnya, jiwa anak-anak masih polos, sehingga sangat mudah terpengaruh dan mengikuti apapunyang di lihat dan di dengarnya dari sumber bacaan atau tontonan yang ia saksikan . apalagi memang kebiasaan meniru dan mengikuti orang lain meruapakn salah satu watak bawaan manusia sejak lahir.

Oleh karena itulah metode pendidikan dengan menampilkan contoh figur untuk di teladani adalah termasuk salah satu metode pendidikan yang sangat efektif dan bermanfaat.

CARA MENGATASI KENAKALAN ANAK MENURUT SYARIAT ISLAM

Solusi terbaik untuk mengatasi  masalah ini adalah dengan menerapkan pendidikan  yang sesuai dengan syariat islam kepada anak-anak, karena memang Allah menurunkan syariatnya untuk kebaikan dan kebahagiaan hidup manusia. Allah berfirman :

يأيهاالذين ءامنوا استجيبوا لله وللرسول إذا دعا كم لما يحييكم…

“Hai orang-oarng yang beriman , penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul-Nya yang mengajak kamu kepada suatu yang memberi (kemaslahatan /kebaikan) hidup bagimu.” (QS.al-Anfal/9:24)

Oleh sebab itu ,islam sangat menekankan kewajiban mendidik anak dengan sistem pendidikan yang bersumber dari pentunjuk Allah.

BEBERAPA CONTOH CARA MENDIDIK ANAK YANG NAKAL

Syariat islam yang agung mengajarkan umatnya beberapa cara pendidikan bagi anak yang bisa di tempuh untuk meluruskan penyimpangan ahklaknya.

Teguran dan nasihat yang baik
Ini termasuk metode pendidikan yang sangat baik dan bermanfaat untuk meluruskan kesalahan anak. Metode ini sering dipraktikkan langsung nabi muhammad, misalnya ketika melihat seorang  anak kecil menjulurkan tangannya ke berbagai sisi nampan makanan saat makan, maka beliau ﷺ bersabda: ”wahai anak kecil sebutlah nama Allah (sebelum makan), dan makanlah dengan tangan kananmu, serta makanlah (makanan)yang ada di hadapan mu”.

Menggantungkan tongkat atau alat pemukul lainnya di dinding rumah
Manfaat pembinaan dengan cara ini agar anak-anak takut melakukan hal-hal yang tercela. Nabi muhammad  mengajarkan ini dalam sabda beliau : ”Gantungkanlah cambuk (alat pemukul) di tempat yang terlihat oleh penghuni rumah, karena itu merupakan pendidikan bagi mereka”.

Dan masih banyak cara pendidikan anak yang di contohkan dalam hadist-hadist Rasulullah ﷺ.

BOLEHKAH MEMUKUL ANAK YANG NAKAL UNTUK MENDIDIKNYA?

Rasulullah ﷺ bersabda: ”perintahkanlah kepada anak-anakmu untuk (melaksanakan)shalat(lima waktu) sewaktu mereka berumur tujuh tahun dan pukulah mereka karena meninggalkan) shalat (lima waktu) jika mereka (telah) berumur  sepuluh tahun, serta pisahkanlah tempat tidur mereka”. (HR Malik dalam Muwaththo’).

Hadist ini menunjukkan bolehnya memukul anak untuk mendidik mereka jika mereka melakukan perbuatan yang melanggar syariat ,jika anak tersebut telah mencapai usia bisa menerima pukulan dan mengambil pelajaran darinya, dan ini biasanya di usia sepuluh tahun, dengan syarat pukulan tersebut tidak terlalu keras dan tidak pada wajah.

Adapun memberikan sesuatau yang pedas(di mulutnya), ini tidak boleh, karena ini bisa jadi mempengaruhinya(mencelakakannya). Berbeda dengan pukulan yang di lakukan pada badan, tidak mengapa di lakukan jika anak tersebut bisa mengambil pelajaran darinya, dan tentu saja  pukulan tersebut tidak terlalu keras.

Untuk anak yang berusia kurang dari sepuluh tahun, hendaknya di lihat kondisinya, karena Rasulullah hanya membolehkan memukul anak berusia sepuluh tahun dengan alasan meninggalkan shalat. Maka yang berumur dari sepuluh tahun hendaknya di lihat dari kondisinya, terkadang seorang anak kecil yang belum mencapai usia sepuluh tahun memiliki pemahaman (yang baik), kecerdasan dan tubuh yang besar (kuat)sehingga bisa menerima pukulan , celaan dan pelajaran drinya(maka anak seperti ini boleh di pukul), dan terkadang ada anak kecil yang tidak seperti itu (maka ini tidak boleh di pukul)”.

CARA-CARA MENGHUKUM ANAK YANG TIDAK DI BENARKAN DALAM ISLAM

Di antara cara tersebut adalah:

Memukul wajah
Di larang oleh rasulullah dalam sabda beliau: ”jika salah seorang dari kalian memukul, hendaknya dia menjauhi (memukul) wajah.”

Memukul terlalu keras sehinnga berbekas
Ini juga di larang oleh Rasulullah dalam hadist yang sahih.

Memukul dalam keadaan sangat marah
Ini juga di larang karena di khawatirkan lepas kontrol sehinnga berpotensi menimpakan pukulan secara berlebihan .

Dari Abu Mas’ud al-Badri dia berkata :

“(suatu hari) aku memukul budakku, dengan cemeti, maka aku mendengar suara (teguran)dari belakangku “ketauhilah wahai Abu Mas’ud!”. Tapi aku tidak mengenali sura tersebut karena kemarahan(yang sangat). Ketika pemilik suara itu mendekat kepadaku , ternyata orang tersebut adalah Rasulullah dan beliau yang berkata : “ketauhilah Abu Mas’ud, ketauhilah Abu Mas’ud !”. maka aku melempar cemeti itu dari tanganku, kemudian beliau bersabda: ”ketauhilah wahai Abu Mas’ud ! sesungguhnya Allah lebih mampu untuk (menyiksa) kamu dari pada kamu terhadap budak ini”. Maka aku pun berkata : ” aku tidak akan memukul budak selamanya setelah (hari)ini.

Bersikap terlalu keras dan kasar
Sikap ini jelas bertentangan dengan sikap lemah lembut yang merupakan sebab datangnya kebaikan, sebagaimana sabda Rasulullah: barang siapa yang terhalangi dari (sifat lemah lembut, maka (sungguh), dia akan terhalangi dari (mendapat)kebaikan.

Emosi yang berlebihan
Ini juga di larang karena bertentangan dengan petunjuk Rasulullah : ” bukanlah orang yang kuat itu (di ukur) dengan (kekuatan) bergulat (berkelahi), akan tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah”.

Minggu, 18 Desember 2022

NGERI JUGA SYETAN KALAU GANGGU PARA WALI, JIKA TIDAK ALIM SYARIAT GAMPANG DISESATKAN

NGERI JUGA SYETAN KALAU GANGGU PARA WALI, JIKA TIDAK ALIM SYARIAT GAMPANG DISESATKAN

Syaikh Abdul Qadir al-Jailani bercerita:

اشْتَدّ عليّ الحرُّ فِي بَعْضِ الْأَسْفَارِ يَوْمًا ، حَتَّى كِدْتُ أَنْ أَمُوتَ عَطَشًا ، فظللتني سَحَابَةٌ سَوْدَاء ، وهبّ عَلَيَّ مِنْهَا هَوَاء ، حَتَّى دَارَ رِيقِي فِي فَمِي ، وَإِذَا بِصَوْتٍ يناديني مِنْهَا : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ، أَنَا رَبُّك ، فَقُلْتُ لَهُ : أَنْتَ اللَّهُ الَّذِي لَا إلَهَ إلَّا هُوَ ؟ ! قَال : فَنَادَانِي ثَانِيًا ، فَقَال : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ! أَنَا رُّبِّك ! وَقَد أَحْلَلْت لَك مَا حرَّمت عَلَيْك ! قَال : فَقُلْتُ لَهُ : كَذَبْتَ ؛ بَلْ أَنْتَ الشَّيْطَان ! قَال : فتمزّقت تِلْكَ السّحَابَةُ ، وَسَمِعْت مِنْ وَرَائِي قَائِلًا : يَا عَبْدَ الْقَادِرِ ، نَجَوْت منّي بفقهك فِي دِينِك ، لَقَد فَتَنْتُ بِهَذِهِ الْحِيلَةِ قَبْلَك سَبْعِينَ رَجُلًا

“Suatu hari pada sebuah perjalananku, aku merasakan panas yang sangat menyengat. Sampai-sampai aku hampir mati kehausan. Kemudian ada awan hitam menaungiku. Angin dari awan itu bertiup menerpaku, hingga air liurku pun terasa berputar dalam mulutku. Tiba-tiba saja dari arah awan itu ada suara yang menyeru ; “Wahai Abdul Qodir, aku adalah rabbmu.”

Maka aku pun bertanya kepadanya ; “Engkaukah Allah yang tidak ada ilah yang haq selainNya?”

Kemudian ia kembali menyeruku untuk yang kedua kalinya: “Wahai Abdul Qodir, aku adalah rabbmu. Aku telah menghalalkan apa yang diharamkan bagimu.”

Maka aku pun berkata ; “Engkau dusta, bahkan engkau adalah setan”

Lantas kemudian awan itu pun buyar, dan aku mendengar seorang berkata dari arah belakangku: “Wahai Abdul Qodir engkau telah selamat dariku dengan pengetahuanmu terhadap agamamu. Padahal aku telah menyesatkan 70 orang dengan cara ini.”

Setelah kejadian itu ditanyakan kepada Syaikh Abdul Qodir: “Bagaimana engkau tahu bahwa dia adalah setan?”

Beliau menjawab: “Tatkala ia mengatakan ; “Aku telah menghalalkan bagimu.” Karena setelah wafatnya Rasulullah tidak ada lagi penghalalan serta pengharaman.” 

Sebagian ulama berkata, Syekh Abdul Qadir Jailani selamat dari gangguan Syetan karena beliau sangat Alim syariat: Tidak mungkin Allah Swt. berbentuk makhluq yaitu awan. Dan tidak mungkin beliau mendapatkan kemurahan itu, sementara Rasulullah Saw. yg sebaik²nya makhluq saja tidak mendapatkan kemurahan tsb. bahkan masih sangat menjaga Syariat.

Sumber: Fiqhud Da’wah wa Tazkiyatun Nufus: 113-114.

Sabtu, 17 Desember 2022

TAHLILAN HARI KE 3, 7, 25, 40, SETAHUN & 1000, BUKAN BID’AH, DIPRAKTEKKAN OLEH UMAR DAN ULAMA SALAF

TAHLILAN HARI KE 3, 7, 25, 40, SETAHUN & 1000, BUKAN BID’AH, DIPRAKTEKKAN OLEH UMAR DAN ULAMA SALAF
==================================

Inilah Dalil tahlilan Jumlah Hari 3, 7, 25, 40, 100, (setahun) & 1000 hari dari kitab Ahlusunnah Wal Jama’ah (bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI).

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى 
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓﻨﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨

Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berakata Umar : “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh tujuh hari akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)
Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan ???
Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.

ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎﻡ، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ

Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan – hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib :
Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang – orang pun mengulurkan tangannya masing – masing dan makan. 
Referensi : [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]
Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi :

ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ

Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”

ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ

Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”
Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi

ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ

bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.
Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:

ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .

“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)
Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:

ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ

Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;

ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ  اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(

“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.
Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;

ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )

“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal

ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .

Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.
Referensi : (al-Mughny II/566)
Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:

ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞُ . ﻓَﺎْﻻِ ﺧْﺘِـﻴَﺎﺭُ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘُﻮْﻝَ ﺍﻟْﻘَﺎﺭِﺉُ ﺑَﻌْﺪَ ﻓِﺮَﺍﻏِﻪِ: ﺍَﻟﻠََّﻬُﻢَّ ﺍَﻭْﺻِﻞْ ﺛَـﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَـﺮﺃْ ﺗـُﻪُ ﺍِﻟَﻰ ﻓُﻼَﻥٍ . ﻭَﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﻋْﻠَﻢُ

Artinya: Imam Ahmad bin Hambal dan golongan ulama’ dan sebagian dari sahabat Syafi’i menyatakan bahwa pahala do’a adalah sampai kepada mayit. Dan menurut pendapat yang terpilih: “Hendaknya orang yang membaca al-Qur’an setelah selesai untuk mengiringi bacaannya dengan do’a:

ﺍَﻟﻠََّﻬُﻢَّ ﺍَﻭْﺻِﻞْ ﺛَـﻮَﺍﺏَ ﻣَﺎ ﻗَـﺮﺃْ ﺗـُﻪُ ﺍِﻟَﻰ ﻓُﻼَﻥٍ

Ya Allah, sampaikanlah pahala bacaan al-Qurh’an yang telah aku baca kepada si fulan (mayit)”. 
Referensi : (al-Adzkar al-Nawawi hal 150)
(Para Musuh NU terlalu sering menyerang amaliah warga NU dengan dalil ala mereka! Agar faham dan bisa membungkam wahabi harus baca buku ini! Buku Dalil-Dalil Praktis Amaliyah Nahdliyah atau amalan warga NU - Terjemah Kitab Al-Moqthatofat Li Ahlil Bidayah (Ayat dan Hadits Seputar Amaliyah Warga NU)  buku yang menjelaskan tentang amaliah warga NU beserta dalilnya, mulai dari ziarah kubur, tahlilan, shalawatan dan lain sebagainya.

Rabu, 07 Desember 2022

BODOH...TANPA USAHA MENGHARAP REJEKI DATANG SENDIRI

BODOH.. TANPA USAHA MENGHARAP REJEKI DATANG SENDIRI

Abul Qosim bin Al-Khotli pernah bertanya kepada Imam Ahmad bin Hambal:

"Apa pendapatmu tentang seseorang yang hanya duduk diam di rumah atau di masjid, dan enggan bekerja. Dia bilang: "Aku tidak mau bekerja, biarlah rezekiku yang mendatangiku."

Imam Ahmad menjawab dgn tegas:
"Sungguh dia itu sangat bodoh." Apa kamu tidak pernah mendengar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:

رِزْقِي تَحْتَ ظِلِّ رُمْحِي
"Rejekiku ada dibalik bayang-bayang tombakku"

Di hadits lain ketika Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menyebut soal burung, beliau dawuh:

 تَغْدُو خِمَاصًا
"Ia pergi pada pagi hari dalam keadaan lapar"
Lalu beliau menuturkan bahwa burung itu pergi pada pagi hari untuk mencari rezeki.

Allah berfirman:

"وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ"
"Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah".

"لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَبْتَغُوا فَضْلاً مِنْ رَبِّكُمْ" 
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu."

Sumber: Mawa'idh Al-Imam Ahmad bin Hambal: 33-34.