بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Assalamualaikum wr wb, Sodaraku seiman, yg dirahmati Alloh SWT, segala puji bagi Alloh SWT pemilik segala pujian dan pemilik segala kesempurnaan, semoga sholawat serta salam yg melimpah, terlimpah curahkan kepada junjungan 'alam Nabi besar Muhammad saw khotamul ambiya wa uswatun hasanah.........
Sodaraku sekalian sebelumnya sya Mhn maaf saya menulis artikel ini tak ada tujuan lain selain menyampaikan atau sekedar mengingatkan saja tentang nilai2 kebaikan yg sebenarnya semuanya sudah ada nilai kebaikan itu didalam diri kita masing-masing, tinggal kita mengolah nilai kebaikan tsb sehingga benar-benar bernilai, hidup penuh manfaat dunia dan akhirat... Dibawah ini adalah nasihat2 salafussholihin... Yg hidup dimasa Rasulullah saw atau para sahabat...
10 Bingkisan Mutiara Indah Dari 4 Khalifah Generasi Awal Islam (Khulafaur Rasyidin)
10 Bingkisan Mutiara Indah Dari 4 Khalifah Generasi Awal Islam (Khulafaur Rasyidin)
Sayyidina Abu Bakar Ash-Shiddiq radliyallahu ‘anh mengatakan, “tiada seorang hamba yang dianugerahi 10 hal, melainkan ia akan selamat dari berbagai bencana dan penyakit, dia sederajat dengan Muqarrabin serta akan mendapatkan derajat Muttaqin, yaitu ;
1. Jujur yang terus-menerus disertai hati yang qana’ah,
2. Kesabaran yang sempurna disertai dengan rasa syukur yang terus-menerus,
3. Kefaqiran yang abadi yang diikuti dengan sifat zuhud,
4. Berfikir yang terus-menerus disertai dengan perut yang lapar,
5. Keprihatinan yang abadi disertai dengan rasa takut yang terus-menerus,
6. Kerja keras yang terus-menerus disertai dengan sikap rendah diri,
7. Keramahan yang terus-menerus disertai dengan kasih sayang,
8. Cinta yang terus-menerus disertai dengan rasa malu,
9. Ilmu yang bermanfaat diikuti dengan pengamalan yang terus-menerus,
10. Iman yang langgeng yang disertai dengan akal yang kuat.”
Sayyidina Umar bin Khaththab radliyallahu ‘anh berkata, “10 hal belum menjadi baik tanpa dibarengi dengan 10 hal lainnya, yaitu ;
1. Akal belum baik tanpa dibarengi dengan sikap wira’i,
2. Amal (perbuatan) belum baik tanpa dibarengi dengan ilmu,
3. Keberuntungan belum baik tanpa dibarengi dengan takwa kepada Allah,
4. Penguasa belum baik tanpa dibarengi dengan keadilan,
5. Reputasi belum baik tanpa dibarengi dengan adab (kesopanan),
6. Kesenangan belum baik (nyaman) tanpa dibarengi dengan keamanan,
7. Kekayaan belum baik tanpa dibarengi sikap dermawan,
8. Kefaqiran belum baik hingga disertai dengan sikap qana’ah,
9. Ketinggian nasab belum baik tanpa dibarengi dengan sikap tawadhu’,
10. Perjuangan menuju kebenaran belum baik tanpa di iringi taufik Allah.”
Sayyidina Utsman bin Affan radliyallahu ‘anh berkata, “10 hal yang paling disia-siakan, yaitu ;
1. Orang alim yang tidak dapat dijadikan tempat bertanya,
2. Ilmu yang tidak diamalkan,
3. Pendapat yang benar yang tidak diterima,
4. Senjata yang tidak dipakai,
5. Masjid yang tidak digunakan shalat,
6. Mushhaf (Al-Qur’an) yang tidak dibaca,
7. Harta yang tidak di infakkan,
8. Kuda yang tidak ditunggangi,
9. Ilmu zuhud yang ada pada hati orang yang cinta dunia,
10. Umur panjang yang tidak digunakan sebagai bekal untuk bepergian (menuju akhirat).”
Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib Karramallahu wajhah berkata,
1. Ilmu adalah sebaik-baiknya warisan,
2. Etika adalah sebaik-baiknya pekerjaan,
3. Takwa adalah sebaik-baiknya bekal,
4. Ibadah adalah sebaik-baiknya perdagangan,
5. Amal shaleh adalah sebaik-baiknya penuntun (menuju surga),
6. Akhlak terpuji adalah sebaik-baiknya teman (dunia akhirat),
7. Al-Hilmu (rendah diri) adalah sebaik-baiknya penolong,
8. Qana’ah adalah sebaik-baiknya kekayaan,
9. Taufiq adalah sebaik-baiknya pertolongan,
10. Kematian adalah sebaik-baiknya pendidik menuju perangai yang terpuji.”
Dikutip dari buku “Nasihat Bagi Hamba Allah” terjemah dari kitab "Nashaihul ‘Ibad fiy Bayaani Alfadh Munabbihatin ‘alaal-Isti’daadi li-Yaumil Ma’ad” karangan al-‘Allamah al-Alim al-Imam asy-Syaikh Abu Abdul Mu’thi Muhammad ibnu Umar ibnu ‘Arabiy ibnu Nawawiy asy-Syafi’i at-Tanariyal-Bantaniy al-Jawiy (1230 H - 1314 H), lahir di kampung Tanara, Serang Banten – Indonesia dan ketika wafat di makamkan di pekuburan Ma’la Mekkah dekat dengan makam Ummul Mukminin Siti Khadijah, istri Baginda Nabiyullah Muhammad al-Mushthafa Shallalhu ‘alayhi wa sallam.
Beliau diberi gelar pertama kali oleh asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Zain Al-Fathaniy sebagai “al-Imam An-Nawawiy ats-Tsaniy (Imam Nawawi Kedua)”. al-Imam Nawawi yang pertama adalah seorang Ulama agung Madzhab Syafi'i, ulama Hujjatul Islam yang wafat di Nawa, Damsyiq (Damaskus), nama lengkap beliau adalah al-Imam al-Hafidz al-Hujjah asy-Syaikhul Islam Taqiyuddin Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf bin Birri bin Hasan bin Husaini Mukhyiddin an-Nawawi ad-Dimasyqiy asy-Syafi’i, pengarang kitab Al-Minhaj Syarah Shahih Muslim, Raudhatuth Thalibin, Al-Adzkar, Arba'in Nawawiyah, Al-Majmu’ Syarah Muhadzab, Daqaid Al-Minhaj, Minhajut Thalibin wa Umdatun Muftiyn, dan banyak kitab lainnya.
al-Imam an-Nawawiy ats-Tsaniy juga dijuluki sebagai “Sayyid ‘Ulama Hijaz (Pemuka Ulama Mekkah dan Madinah)”. Silsilah beliau bersambung kepada Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon) yaitu keturunan dari putra Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyararas (Tajul ‘Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad melalui Imam Ja’far Ash-Shadiq, Imam Muhammad Al-Baqir, Imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain kemudian Sayyidah Fatimah Az-zahra.
سْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Mengekang Nafsu
1. Perangilah hawa nafsu kalian, sebagaimana kalian memerangi musuh-musuh kalian
2. Sesuai dengan perjuangan jiwa seseorang dan penolakannya terhadap syahwatnya serta penolakannya untuk mengikuti kesenangannya (yang diharamkan), dan penolakan atas apa yang menjadikan mata berkeinginan memandangnya, maka di situlah terletak pahala dan siksaan.
3. Orang yang bijak adalah yang dapat menguasai hawa nafsunya.
4. Janganlah sekali-kali engkau menuruti nafsumu, dan jadikanlah yang membantumu untuk menghindar darinya adalah pengetahuanmu bahwasanya ia berupaya mengalihkan perhatian akalmu, mengacaukan pendapatmu, mencemarkan kehormatanmu, memalingkan kebanyakan urusanmu, dan memberatkanmu dengan akibat yang akan engkau tanggung di akhirat. Sesungguhnya nafsu adalah permainan. Maka, jika datang permainan, menghilanglah kesungguhan. Padahal, agama tidak akan pernah berdiri tegak dan dunia tidak akan menjadi baik kecuali dengan kesungguhan.
5. Sesungguhnya saat engkau meninggalkan kebenaran, engkau pasti sedang menuju kepada kebatilan; dan saat engkau meninggalkan sesuatu yang benar, engkau meninggalkannya menuju kesalahan.
6. Kepada Allahlah kami berharap agar Dia memperbaiki apa yang rusak dari hati kami, dan kepada-Nyalah kami memohon pertolongan untuk memberikan petunjuk pada jiwa kami. Sebab, hati berada di tangan-Nya, Dia mengaturnya sesuai yang Dia kehendaki.
7. Orang yang baik adalah yang mampu mengatur nafsunya sesuai keinginannya dan menolaknya dari segala keburukan, sedangkan orang yang jahat adalah yang tidak seperti itu.
8. Janganlah engkau menuruti nafsumu dan perempuan, dan kerjakanlah apa yang menurutmu baik.
9. Cegahlah nafsu yang bertentangan dengan akalmu, yaitu dengan menentang keinginannya.
سْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Menutupi Aib
Beruntunglah orang yang lebih disibukkan oleh aibnya sendiri daripada mengurusi aib-aib orang lain. Beruntunglah orang yang tidak mengenal orang-orang dan orang-orang pun tidak mengenalnya. Dan beruntunglah orang yang hidup, tetapi dia seperti orang yang mati; dan dia ada, tetapi dia seperti orang yang tidak ada. Dia telah menjadikan tetangganya terbebas dari kebaikan dan keburukannya. Dia tidak pernah bertanya tentang orang-orang, dan orang-orang pun tidak pernah bertanya tentang dirinya.
Maka hendaklah seseorang di antara kalian menjauhkan diri dari aib orang lain yang diketahuinya karena dia mengetahui aib dirinya sendiri. Dan hendaklah dia menyibukkan diri dengan bersyukur karena kesehatan yang diberikan Allah kepadanya, sementara orang lain mendapatkan cobaan dengannya (ditimpa penyakit).
Maka bagaimana seorang pencela, yaitu yang mencela saudaranya dan mencemooh dengan musibah yang menimpa saudaranya itu? Apakah dia tidak ingat bahwasanya Allah telah menutupi dosa-dosanya, padahal dosanya itu lebih besar daripada dosa saudaranya yang dicela itu?
Janganlah engkau tergesa-gesa mencela seseorang karena dosanya. Sebab, barangkali dosanya telah diampuni. Dan janganlah engkau merasa aman akan dirimu karena suatu dosa kecil. Sebab, barangkali engkau akan diazab karena dosa kecilmu itu.
سْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ
Rendah Hati
1. Rendah hati (tawadhu) adalah suatu kenikmatan yang tidak dimengerti oleh orang yang dengki.
2. Sombong terhadap orang-orang yang sombong adalah tawadhu itu sendiri.
3. Rendah hati termasuk salah satu cara mendapatkan kemuliaan.
4. Rendah hati membawa kepada keselamatan.
5. Tidak ada nasab (yang lebih mulia) seperti rendah hati.
6. Buah dari rendah hati adalah (mendapatkan) kecintaan.
7. Kerendahhatian seseorang di saat dia memiliki kedudukan menjadi perlindungan baginya ketika dia mengalami kejatuhan.
8. Temuilah orang-orang ketika mereka butuh kepadamu dengan keceriaan dan kerendahhatian. Maka, jika engkau terkena suatu musibah dan keadaan buruk menimpamu, lalu engkau bertemu dengan mereka, maka engkau telah aman dan terlepas dari bahaya kehinaan karena kerendahhatianmu itu.
9. Orang-orang golongan atas, jika mereka terdidik, mereka rendah hati; dan jika mereka menjadi miskin, mereka menyerang.
10. Imam ‘Ali a.s. berkata kepada seseorang yang memuji-mujinya secara berlebihan, sementara kesetiaannya kepada beliau diragukan, “Aku tidak seperti yang kaukatakan, dan ‘di atas’ apa yang engkau sembunyikan di dalam hatimu.”
11. Orang yang rendah hati seperti jurang yang di dalamnya berhimpun air hujan dan air hujan lainnya, sedangkan orang yang sombong seperti bukit yang tidak menetap di dalamnya air hujannya dan air hujan yang lainnya.
12. Jika engkau telah melakukan segala sesuatu, maka jadilah seperti orang yang tidak melakukan apa pun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar