Rabu, 30 Agustus 2017

Bolehkan Berqurban Dengan Kuda ?

Bolehkan Berqurban Dengan Kuda ?

Pertanyaan :

هل تجوز أضحية الفرس أم لا؟ جزاكم الله خيراً.

Apakah boleh menyembelih kuda untuk qurban atau tidak ? Semoga Allah membalas kebaikan Anda

Jawaban :

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه أما بعد:

فلا تجزئ الأضحية بالفرس ولا تكون الأضحية إلا من النَّعَم، وهي الإبل والبقر والغنم، لقول الله تعالى: لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ [الحج:34].

Tidak sah berqurban dengan kuda. Hewan qurban itu hanya dari hewan ternak yaitu onta, sapi dan kambing. Berdasarkan firman Allah ta’ala : “Supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka.” (Al Hajj : 24)

ولأن النبي صلى الله عليه وسلم وأصحابه إنما ضحوا من الإبل والبقر والغنم، فوجب الاقتصار على ذلك،

Dan karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabatnya hanya berqurban dengan onta, sapi dan kambing. Maka wajib membatasi hewan qurban dengan ketiga hewan itu.

قال في المجموع: ^فشرط المجزئ في الأضحية أن يكون من الأنعام، وهي الإبل والبقر والغنم…. ولا يجزئ غير الإنعام.^^ انتهى.

Imam Nawawi berkata di Al Majmuu’ : “Syarat sahnya hewan qurban adalah dari hewan ternak, yaitu onta, sapi dan kambing… dan tidak sah qurban dengan selain hewan ternak.” Selesai.

مع العلم بأنه يجوز أكل لحم الفرس، وانظر الفتوى رقم: 17672، ولكنه لا يجزئ في الأضحية كما تقدم.

Namun perlu diketahui bahwa boleh memakan daging kuda. Lihat fatwa no : 17672, namun tidak sah dijadikan sebagai hewan qurban.

والله أعلم.

Qurban dan Aqiqah dengan Ayam

 

Qurban dan Aqiqah dengan Ayam

Assalamu’alaikum wr. wb. Pak ustad kami ini orang yang hidupnya pas-pasan. Setiap datang Idul Adha kami selalu mendapatkan jatah daging qurban dari panitia qurban di kampung kami. Setiap Idul Adha pula kami selalu berkeingin untuk melakukan qurban seperti yang lainnya. Tapi keadaan kami yang tidak memungkinkan.<>

Bahkan kami juga sampai sekarang belum mengaqiqahi anak kami yang berumur tiga tahun. Yang ingin kami tanyakan apakah pada saat Idul Adha sampai hari Tasyriq dimana kami bisa mencukupi seluruh kebutuhan keluarga kemudian ada kelebihan, tetapi kelebihan tersebut hanya bisa untuk membeli ayam, apakah  ada pendapat yang memperbolehkan qurban dengan ayam? Begitu juga aqiqah dengan Ayam? Atas penjelasannya kami sampaikan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb (Mahmud/Ujung Kulon-Banten)  

 

Jawaban

Wa’alaikum salam wr.wb. Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa berqurban hukumnya adalah sunnah mu`akkad. Kesunahhan ini tentunya tidak bisa diberlakukan kepada setiap orang, tetapi bagi yang memang sudah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan. Seperti, orang yang mampu.

Dalam konteks ini yang dimaksudkan orang yang mampu adalah orang yang memang mampu mencukupi kebutuhannya sendiri dan keluarganya serta memiliki kelebihan untuk berqurban pada hari hari Idul Adha dan hari-hari Tasyriq (11, 12, 13 Dzulhijjah) karena itu merupakan waktu untuk berqurban.  

 وَالْمُرَادُ بِهِ مَنْ يَقْدِرُ عَلَيْهَا فَاضِلَةً عَنْ حَاجَتِهِ وَحَاجَة مُمَوَّنِهِ يَوْمَ الْعِيدِ وَأَيَّامَ التَّشْرِيقِ لِأَنَّ ذَلِكَ وَقْتُهَا

“Dan yang dimaksud ‘orang yang mampu’ adalah orang yang mampu berqurban sebagai kelebihan dari kebutuhannya dan kebutuhan keluarganya pada hari Idul Adha dan hari-hari Tasyrik karena itu merupakan waktu berqurban” (Al-Bakri Muhammad Syatha ad-Dimyati, I’anah ath-Thalibin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, 2, h. 330)

Mengenai qurban dengan ayam memang ada yang membolehkan. Pandangan ini dasarkan kepada kepada Ibnu Abbas ra sebagaimana dipaparkan Ibrahim al-Baijuri dalam Hasyiyah-nya.

وَعَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّهُ يَكْفِي إِرَاقَةُ الدَّمِ وَلَوْ مِنْ دَجَاجٍ أَوْ إِوَزٍّ كَمَا قَالَ الْمَيْدَانِيُّ وَكَانَ شَيْخُنَا رَحِمَهُ اللهُ يَأْمُرُ الْفَقِيرَ بِتَقْلِيدِهِ وَيُقِيسُ عَلَى الْأُضِحِيَّةِ العَقِيقَةَ وَيَقُولُ لِمَنْ وُلِدَ لَهُ مَوْلُودٌ عَقَّ بِالدِّيَكَةِ عَلَى مَذْهَبِ ابْنِ عَبَّاسٍ

“Dari Ibnu Abbas ra bahwa sesungguhnya qurban itu cukup dengan mengalirkan darah walaupun dari ayam atau angsa sebagaimana yang dikemukakan al-Maidani. Sedangkan guru kami rahimallahu menganjurkan orang fakir untuk bertaklid kepada pendapat tersebut. Beliau menganalogikan aqiqah dengan qurban, dan mengatakan boleh bagi orang yang memiliki anak untuk beraqiqah dengan ayam jantan menurut madzhab Ibnu Abbas” (Ibrahim al-Baijuri, Hasyiyah al-Baijuri, Bairut-Dar al-Kutib al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1420 H/1999 M, juz, 2, h. 555)

Pandangan Ibnu Abbas ra ini bisa dibaca dalam konteks ada seseorang yang hidup sehari-harinya pas-pasan tetapi pada saat Idul Adha sampai hari-hari Tasyriq ternyata kebutuhan dasar dirinya dan keluarganya tercukupi. Seperti yang digambarkan dalam pertanyaan di atas. Namun kelebihan yang  dimiliki tidak cukup untuk membeli kambing, tetapi hanya bisa untuk membeli ayam, sedang ia kepengin berqurban. Maka jika mengacu kepada pendapat Ibnu Abbas ra berqurban dengan ayam bisa diperbolehkan, begitu juga dengan aqiqah. Meskipun mayoritas ulama menyatakan tidak sah berqurban dan beraqiqah dengan ayam.

Demikian penjelasan singkat yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat, dan saran kami pertahankan terus keinginan dan semangat untuk berqurban. Sebab, keinginan itu menunjukkan anda adalah orang sebenarnya mau berbagi dengan sesama. Dan kami do`akan semoga dengan diiringi semangat dan tekad kuat mimpi anda berqurban dengan kambing bahkan sapi bisa terwujud.

Wallohu a'lam bisshowab

Aqiqah atau Qurban Dulu?

 

Aqiqah atau Qurban Dulu?


Pembahasan kali ini masih melanjutkan pertanyaan dari saudara Nurgianto yang ada di Lampung Barat. Adapun isi pertanyaannya adalah: Jika kita sampai dewasa belum diaqiqahi oleh orang tua kita manakah yang harus kita dahulukan antara kurban dan aqiqah? <>

Wa’alaikum salam warahamatullah wa barakatuh. Saudara Nurgianto yang mudah-mudahan selalu disayangi Allah. Sebenarnya dalam aqiqah dan qurban ada persamaan diantara kedua ibadah ini yakni sama-sama sunnah hukumnya menurut madzhab Syafi’i (selama tidak nadzar), serta adanaya aktifitas penyembelihan terhadap hewan yang telah memenuhi syarat untuk dipotong. 

Sementara perbedaan yang ada diantara keduanya lebih pada waktu pelaksanaannya. Qurban hanya dapat dilakukan pada bulan DzulHijjah saja, sedangkan aqiqah dilaksanakan pada saat mengiringi kelahiran seorang bayi dan lebih dianjurkan lagi pada hari ketujuh dari kelahirannya. 

Saudara Nurgianto yang kami hormati Pada dasarnya aqiqah merupakan hak seorang anak atas orang tuanya, artinya anjuran untuk menyembelih hewan aqiqah sangat ditekankan kepada orang tua bayi yang diberi kelapangan rizki untuk sekedar berbagi dalam rangka menyongsong kelahiran anaknya. 

Hal ini sesuai sabda Rasulullah saw: مَعَ الغُلاَمِ عَقِيقَةٌArtinya: aqiqah menyertai lahirnya seorang bayi (HR. Bukhari). Para ulama memberi kelonggaran pelaksanaan aqiqah oleh orang tua hingga si bayi tumbuh sampai dengan baligh. 

Setelah itu, anjuran aqiqah tidak lagi dibebankan kepada orang tua melainkan diserahkan kepada sang anak untuk melaksanakan sendiri atau meninggalkannya. Dalam hal ini tentunya melaksanakan aqiqah sendiri lebih baik dari pada tidak melaksanakanya. Terkait dengan pertanyaan saudara, manakah yang didahulukan antara qurban dan aqiqah?

Menurut hemat kami jawabannya adalah tergantung momentum serta situasi dan kondisi. Apabila mendekati hari raya Idul Adha seperti sekarang ini, maka mendahulukan qurban adalah lebih baik dari pada malaksanakan aqiqah. Ada baiknya pula- apabila saudara menginginkan kedua-keduanya (qurban&aqiqah)- saudara mengikuti pendapat imam Ramli yang membolehkan dua niat dalam menyembelih seekor hewan, yakni niat qurban dan aqiqah sekaligus. 

Adapun referensi yang kami gunakan mengacu pada kitab Tausyikh karya Syekh Nawawi al-Bantani:

 قال ابن حجر لو أراد بالشاة الواحدة الأضحية والعقيقة لم يكف خلافا للعلامة الرملى حيث قال ولو نوى بالشاة المذبوحة الأضحية والعقيقة حصلا 

Artinya; Ibnu Hajar berkata: “Seandainya ada seseorang meginginkan dengan satu kambing untuk kurban dan aqiqah, maka hal ini tidak cukup”. Berbeda dengan al-‘allamah Ar-Ramli yang mengatakan bahwa apabila seseorang berniat dengan satu kambing yang disembelih untuk kurban dan aqiqah, maka kedua-duanya dapat terealisasi. 

Konsekuensi yang mungkin kotradiktif dari pendapat imam Romli ini adalah dalam pembagian dagingnya, mengingat daging qurban lebih afdhal dibagikan dalam kondisi belum dimasak (masih mentah), sementara aqiqah dibagikan dalam kondisi siap saji. Problem ini tentunya tidak perlu dipermasalahkan karena cara pembagian tersebut bukanlah termasuk hal yang subtantif. Kedua cara pembagian daging tersebut adalah demi meraih keutamaan, bukan menyangkut keabsahan ibadah. 

Wallahu a’lam bisshawab.

Selasa, 29 Agustus 2017

"Kita Harus Bisa Memilah antara Sayid dan Habib"


Habib Zein Umar bin Smith:

"Kita Harus Bisa Memilah antara Sayid dan Habib"


Rabithah Alawiyah terbentuk pada 1928, satu tugasnya mendata keturunan Nabi Muhmmad SAWAda sekitar 68 marga kaum Alawiyin di Indonesia termasuk nama seperti al-Attas dan Assegaf.

Tidak semua keturunan Nabi, atau biasa disebut sayid, adalah habib. Perkara menguji validasinya diurus oleh lembaga bernama Rabithah Alawiyah.

Lelaki itu menyambut kami dengan ramah. Berdiri dari kursi, ia segera mendatangi kami di muka pintu. “Zein Umar bin Smith,” katanya, menyodorkan lengan. 

Bagi kalangan sayid, nama Zein Umar bin Smith tidak asing. Dialah ketua umum organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad SAW di Indonesia bernama Rabithah Alawiyah. Bagi Anda yang tergolong sayid atau segaris keturunan nabi, tempat inilah yang bakal mengeluarkan buku nasab (keturunan) nabi. Buku ini semacam sertifikat yang isinya silsilah keluarga Anda, dalam aksara Arab gundul, yang jika dirunut ke atas bakal ketemu dengan Fatimah Az-Zahra, putri Rasulullah.

Menurut Zein bin Umar, orang-orang Hadramaut dari golongan sayid datang ke Nusantara lewat Muhammad al-Faqih Muqaddam bin Muhammad Shahib Mirbath. Merunut silsilah dan sejarah keluarga, keturunan Nabi yang pindah ke Hadramaut dari Basrah ialah Ahmad al-Muhajir—atau generasi ke-8 dari keturunan Ali bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra. Dia pergi bersama keluarganya. Sementara saudaranya, Muhammad bin Isa, tetap di Irak, di masa pemerintahan Khalifah Abbassiyah.

Sebelum ke Yaman, pria yang lebih dikenal Al-Imam Ahmad bin Isa ini semula hijrah ke Madinah dan Mekkah, sekitar 896 Masehi, di dekat kuburan buyutnya. Alasan kepindahannya karena saat itu ada banyak fitnah bahwa keturunan Rasulullah bakal mengambil alih kekuasaan. Fitnah ini membuat pemerintah yang berkuasa saat itu cemas sehingga banyak keturunan Nabi diburu bahkan dibunuh. 

“Imam Ahmad bin Isa tidak mau anak-anaknya terlibat dalam keruwetan politik, akhirnya dia bicara dengan saudaranya, Muhammad bin Isa, bahwa saya akan hijrah,” ujar Habib Zein kepada Arbi Sumandoyo dan Andrey Gromico dari Tirto

Hadramaut, sebuah lembah yang cukup subur untuk ukuran negeri Yaman, tetap saja suatu negeri miskin, kering kerontang, dan tidak ada apa-apa, demikian Habib Zein. “Dia memikirkan supaya anak dan keturunannya memegang agama dengan murni, tidak terkontaminasi segala macam masalah politik.”

“Zaman itu Hadramaut dihuni penduduk lokal, yang tidak memegang mazhab seperti kita. Ahmad bin Isa berdakwah di situ. Dia mendapatkan perlawanan-perlawanan, penolakan-penolakan yang cukup keras sehingga terjadi friksi, sampai dia mendapatkan murid dan pengikut,” ujarnya.

Keturunan dari Ahmad al-Muhajir inilah, hingga sampai ke Muhammad al-Faqih Muqaddam, yang pergi ke Asia Tenggara dan Nusantara. 

“Dari tiga golongan orang-orang Hadramaut, yakni sa'adahmasyaikhqabail, kita lebih mengenal sayid. Golongan ini yang kemudian kita kenal juga dengan panggilan habib,” kata Habib Zein, seraya meluruskan istilah habib. “Seharusnya kita harus bisa memilah antara sayid dan habib. Apakah dia benar-benar baik, mengajar dengan ilmu dan akhlaknya juga baik, dan dia menjadi panutan?” 

Salah kaprah antara habib dan sayid ini jadi perhatian Habib Zein. Ia memberi catatan, tidak semua sayid bisa dipanggil habib. Sebaliknya, setiap sayid sudah pasti segaris keturunan nabi. 

“Sekarang titel habib itu terjadi degradasi, menjadi panggilan keakraban, untuk akrab,” ujarnya.

Ditemani secangkir teh hangat, Habib Zein bin Umar bin Smith berbicara kepada kami mengenai sejarah orang-orang Hadramaut dan bagaimana organisasi Rabithah Alawiyah, yang dibentuk pada 1928 di Batavia, dijalankan hingga kini. Berikut petikan wawancara kami dengan Habib Zein di lantai 5, Gedung Rabithah Alawiyah, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, 7 Januari 2017. 

Bagaimana keturunan Nabi ini masuk ke Asia Tenggara?

Keturunan Muhammad al-Faqih Muqaddam dibagi menjadi dua. Yang banyak mungkin yang Anda kenal Syekh Abu Bakar, keluarga al-Attas, keluarga Al Habsy. Satu lagi dari ami (ibu) Faqih Muqaddam itu keluarga seperti kita, Al Hadad, bin Smith—itu semua dari Amir Faqih. Kebanyakan keturunan Faqih Muqaddam masih di Hadramaut, banyak yang hijrah ke arah India.

Mereka ada di Gujarat, dan keturunan inilah yang masuk ke Indonesia lewat Aceh. Lalu keturunan ini ada juga yang pergi ke Thailand dan Kamboja—ini kebanyakan keturunan dari Abdul Malik. Karena Abdul Malik itu diangkat mantu oleh raja, dia mendapat titel Al Ahmad Khan. Pergi ke Indonesia lewat Aceh, lalu turun ke Palembang dan kemudian ke Jawa. Keluarga Ahmad Khan ini yang menurunkan Walisanga.

Sekarang ini ada keturunan Walisanga yang ingin diklaim, ingin dibelokkan. Jadi, Rabithah Alawiyah punya kepentingan ingin membuat kajian sejarah akademis. Kita akan meminta beberapa universitas dari bagian sejarah untuk memverifikasi, menjustifikasi: yang benar yang mana, jangan mengaku-ngaku. Jadi ada faktanya. Literatur banyak, sejarah perlu diluruskan kalau tidak benar. Para wali ini mengenalkan Islam tidak dengan frontal.

Beda dengan Islam masuk di Eropa?

Islam masuk ke Eropa di Andalusia itu dengan kekerasan. Sedang di Indonesia, para keturunan Rasulullah ini masuk dengan pendekatan kultur lokal. Diikuti, lalu sedikit-dikit digeser, sehingga tidak terjadi peperangan termasuk masuk kepada kesultanan-kesultanan. Maka jadilah Islam di Nusantara tanpa menumpahkan darah. Diakui sebagai dakwah paling efektif yang pernah ada di dunia. Semuanya bisa lihat, masuk tanpa peperangan.

Dengan perkembangan ini, lalu keturunan-keturunan ini berasimilasi dengan penduduk setempat. Karena para keturunan Alawiyin dari Hadramaut—keturunan dari Ahmad al-Muhajir—yang datang ke sini, pada saat hijrah, ada yang tidak membawa istrinya, ada yang masih bujang. Kemudian kawin dengan orang orang setempat. Ini kemudian menjadi satu kesatuan yang sempurna. Lalu keturunan-keturunan ini menjadi bagian bangsa ini. Kita menghormati penduduk lokal dengan sebutan kalimat saudara ibu.

Keturunan Rasul, kalau di kalangan keturunan Sayyidina Hasan, dikenal syarif. Tetapi di kalangan Sayyidina Husein disebut sayid, kalau jemaah namanya sa'adah. Dengan berkembangnya waktu, kebanyakan sayid ini dicintai oleh lingkungannya, dicintai oleh murid-muridnya, kemudian dipanggilah dengan sebutan Al Habib. Al Habib itu yang dicintai. Akhirnya gelar sayid-nya mulai hilang, dan dikenal habib. Sementara di beberapa tempat, misal di Aceh, dipanggil Said. Di Malaysia, dipanggil Said.

Sebetulnya, habib ini punya kedudukan tertentu, istimewa. Artinya dipanggil habib itu orang yang benar dan dicintai. Kemudian yang kedua: dia benar menjadi ahli ilmu. Misal, orang biasa dari keturunan mungkin cukup dengan sayid. 

Tetapi sekarang titel habib, menurut saya, terjadi degradasi, menjadi panggilan keakraban, untuk akrab. Jadi bukan untuk menjadi ulama besar. Seharusnya kita bisa memilah antara sayid dan habib tadi: apakah orangnya benar-benar baik, mengajar dengan ilmu dan akhlaknya mulia, dan menjadi panutan?

Kalau sayid ya sayid, kita dari keturunan. Orang dari keturunan menjadi seperti saya itu bukan pilihan, tetapi ini kodrat dari Allah. Ya, kan, kita dilahirkan di sini dan tidak dilahirkan di Hadramaut juga kodrat. Kita menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Ada yang kelahiran dari Kanada, para sayid di sana, ya seperti orang bule. Saya sayid walaupun saya warga negara Kanada. Ada yang di Australia, Syaikh Salim Alwan, pimpinan mufti Australia itu dari Al Husein.

Penyebutannya lebih ke marga?

Dalam kabilah (kaum dari satu ayah) itu sebetulnya lebih ke marga. Misal, Syekh Abu Bakar itu ada Al Hadad, Al Hamid. Nah kabilah itu menjadi bagian dari Indonesia, nama-nama itu menempel karena dibawa. Tetapi tetap bangsa Indonesia. Apa-apa untuk Indonesia, karena kita berpanutan pada para pendahulu kita: Apa yang kamu perjuangkan, di mana kamu berada, di mana kamu hidup, kamu harus memperjuangkan apa yang ada di sini. Itu prinsip yang ada di keluarga alawiyin. Kita juga wajib, meski kurang ilmu, memberikan dakwah yang baik. Kemudian harus memberikan keteladanan. Kita omong baik tetapi keteladanan kita tidak baik—itu percuma. 

Siapa yang tertua dari puluhan marga yang ada di Indonesia?

Marga tertua dan paling dekat ialah Assegaf. Lalu Assegaf ini tinggi, keturunannya ada al-Attas. Jadi kalau kita lihat, rata-rata keturunan yang ada di Indonesia ini keturunan ke-37 atau ke-38. Di Indonesia, kalau di Jakarta, paling besar al-Attas, nomor dua Al Hadad. Kalau di Surabaya, mungkin yang banyak Al-Jufri. Sekarang dari total 100 lebih marga yang ada di Indonesia, yang masih tersisa hanya 68. Lainnya punah, tidak ada keturunan.

Ada yang masih banyak di Indonesia, sementara sudah tidak ada di Hadramaut . Marga Baraqbah, misalnya, di sana sudah tidak ada, tetapi di Indonesia banyak. Jadi populasi keturunan para sayid itu di Indonesia.

Berapa jumlah total keseluruhan?

Ini masih kita data. Saya belum bisa memberikan angka pasti, apakah totalnya 500 ribu, apakah 1 juta apakah 1,5 juta, saya belum tahu. Tetapi karena kelihatannya besar sekali, setiap orang punya pengaruh besar. 

Kalau di Jakarta, ada di Tanah Abang, Kampung Melayu, Pekojan, dan yang terbesar di Condet, Jakarta Timur. Karena Condet ini bukan hanya orang Jakarta saja, tetapi banyak juga hijrahan dari Jawa Timur, tinggalnya di Condet, membentuk komunitas (kampung) Arab lebih besar. Tetapi data tepatnya belum bisa disampaikan.

Bagi kita, bukan satu hal yang terlalu ditonjol-tonjolkan, karena kita sudah jadi warga Indonesia, sudah jadi bangsa Indonesia. Soalnya, bagaimana kita harus berkiprah di setiap negara. 

Bagaimana jika ada yang ingin mengetahui nasab, tapi tak ada petunjuk marga?

Agak sulit. Tetapi kalau sudah dirunut (silsilah keluarga di atasnya) sampai tiga, itu biasanya yang keempat ketemu. Tetapi kalau tidak ketemu, kami tidak bisa bilang apa-apa, karena data kita terbatas. Nah, kadang ada orang meminta pengajuan nasab, kita tidak bisa kasih karena tadi silsilahnya terputus dan tidak ketemu. Kita tidak berani membuat seorang menjadi sayid, atau menafikan orang bukan sayid. Nanti bisa dilihat kabilah apa saja yang masih ada di Indonesia, dan yang sudah punah. Karena itu kembali kepada tadi: Kita hanya mampu memberikan sayid dari data yang kita miliki.

Apa tujuan Rabithah Alawiyah?

Awalnya kita melihat Rabithah dibentuk mengikuti orang tua kita. Kita masuk ke Indonesia itu asalnya tidak tercerai-berai. Ini untuk melihat bahwa kita berkiprah bukan hanya untuk keluarga kita, tetapi untuk negara. Karena itu, mulailah terbentuk Jamiatul Khair (atau Jamiat Kheir, dibentuk pada awal abad ke-20). Nah, pada saat itu, pemerintahan kolonial Belanda melihatnya sebagai ancaman, embrio untuk kemerdekaan dilarang, diubah menjadi pendidikan. Setelah itu, keluarga tidak habis akal, terbentuklah Rabithah Alawiyah, untuk pendidikan kita sebar, di daerah ada Al Khairiyah, seakan-akan ini tidak ada hubungan, padahal ini dari keluarga besar. Nah Rabithah ini menjadi payung. 

Tujuannya, pertama, adalah dakwah. Lalu, sebelum kita mendata, silsilah keluarga dibenahi dulu. Jadi, yang jaga silsilah sayid ini dari Indonesia. Dari Sudan, dari Malaysia—semua ke sini. Rabithah menjadi rujukan seluruh dunia untuk silsilah. 

Kampung Arab abad 20 ada di Aceh, Jakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, Palembang, dan PontianakGolongan sayyid cuma bagian kecil dari mayoritas keturunan Hadramaut di Nusantara

Dari Hadramaut di Yaman, orang-orang Arab berlayar, berdagang, lalu menetap dan beranak-pinak. Hingga muncullah banyak perkampungan orang Arab di Indonesia.

tirto.id - Habib jadi gelar mulia bagi banyak orang Indonesia. Tak heran seorang pendakwah bergelar habib punya banyak jemaah. Pengajian-pengajiannya selalu ramai. Balihonya tak jarang terpampang besar di perempatan-perempatan jalan di beberapa kota. 

Beberapa waktu kemarin, di media massa maupun media sosial, kabar soal orang dengan gelar habib menghiasi layar ponsel pintar kita. Ada media yang memakai gelar 'habib' tetapi ada juga yang tidak untuk Rizieq Shihab, ketua umum Front Pembela Islam. Sebaliknya, ada yang mengaku habib, misalnya Novel Chaidir Hasan Bamukmin, tetapi ternyata palsu setelah dicek oleh Rabithah Alawiyah, organisasi pencatat keturunan Nabi Muhammad yang terbentuk di Batavia pada 1928. Perkara ini menggambarkan bahwa pemerian habib bukanlah gelar sembarangan. 

Menurut Quraish Shihab dalam Mistik, Seks dan Ibadah (2004),  'habib' dalam bahasa Arab artinya dicintai. Siapa pun boleh pakai nama itu selama ia dicintai oleh Anda. Sementara, menurut masyarakat muslim Indonesia terlebih masyarakat Betawi, gelar habib disematkan bagi orang saleh dan berbudi luhur serta memiliki garis keturunan hingga Rasulullah. 

"Istilah habib sama dengan istilah sayid atau Husainy dan Hasany,” kata Shihab. 

Di Indonesia, baik istilah habib atau sayid identik keturunan Nabi. Menurut Habib Zein bin Umar bin Smith, ketua umum dewan pimpinan pusat Rabithah Alawiyah, ada perbedaan antara habib dan sayid. Seorang sayid belum tentu habib. Sebaliknya, orang yang bergelar habib sudah pasti keturunan Nabi.

Ia mengisahkan bagaimana keturunan sayid ini hijrah ke Hadramaut, sebuah lembah di Yaman. "Hadramaut itu negeri miskin, kering kerontang, dan tidak ada apa-apa. Yang hijrah ke sana memikirkan anak dan keturunannya supaya memegang agama dengan murni, tidak terkontaminasi segala macam masalah politik." Mereka ini kemudian menyebar ke Asia Tenggara termasuk ke Indonesia.

Keturunan Nabi, bersama orang-orang non-keturunan Nabi, di masa kolonial hidup dalam kampungnya sendiri. Mereka membentuk koloni berdasarkan etnis. Ini satu hal yang alamiah. Seperti orang-orang Tionghoa di kampung Cina, orang Melayu di kampung Melayu, atau orang Bali di kampung Bali. 

Berdasar aturan masa itu, bersama orang Tionghoa, orang Arab digolongkan sebagai warga negara kelas dua yang disebut "orang Timur Asing" alias Vreemde Oosterlingen. Sementara pribumi digolongkan kelas tiga. Adapun orang Eropa dan Jepang sebagai kelas satu. 

Di masa kolonial Hindia Belanda, seperti halnya orang Tionghoa, orang Arab punya kepala masyarakat, yang diberi pangkat militer tituler macam Letnan, Kapitan, atau Mayor. Tergantung jumlah populasi keturunan di wilayah tersebut.

Dahulu, orang-orang Arab itu datang ke Nusantara sebagai pedagang. Mereka yang datang lebih dini memperkenalkan Islam kepada “pribumi-pribumi Nusantara," tulis L.W.C van den Berg dalam Orang Arab di Nusantara (2010). "Orang-orang dari jazirah Arab itu datang secara bergelombang ke Indonesia. Mereka merantau ke luar negeri untuk mengadu nasib, atau seperti kata pepatah Arab: untuk mencari cincin Nabi Sulaiman yang kaya raya itu.” 

Para habib, menurut Anwarudin Harapan dalam Sejarah, sastra, dan budaya Betawi (2006), memiliki misi dakwah. Sebelum menginjak pulau Jawa, para habib terlebih dulu singgah ke lndia. Para Walisanga yang menyebar Islam di Jawa adalah para habib. Mereka datang bersamaan para pedagang Arab. Menurut Buya Hamka, dalam Panji Masyarakat edisi 15 Februari 1975, para habib atau sayid ini masuk ke Indonesia sejak era kejayaan kerajaan Islam di Aceh.

Menurut van den Berg, keturunan Arab di Nusantara cenderung berasimilasi dengan masyarakat pribumi. Setelah beberapa generasi, seringkali praktik kawin-mawin sudah tak mungkin ditelusuri asal-usulnya, kecuali bagi segelintir orang terhormat. Orang-orang Arab yang dimaksud van den Berg ini ialah mereka yang datang ke Nusantara sebelum abad ke-18. Keturunan Arab di kalangan priyayi Jawa yang terkenal di antaranya maestro lukis Raden Saleh. 

“Sebagian besar orang Arab yang datang ke Pulau Jawa dari Singapura, terlebih dahulu singgah di Jakarta, kemudian menyebar ke daerah-daerah lain,” tulis van den Berg. Dari sekian banyak orang Arab yang ada di Jakarta di masa kolonial itu, hanya sedikit keturunan Arab yang sudah turun-temurun tinggal di Jakarta. Banyak dari mereka menikahi perempuan pribumi dan mempertahankan kebudayaan Arab. Hingga keturunan mereka pun harus belajar bahasa Arab sebagai bahasa ibu.

Menurut catatan van den Berg, setidaknya ada beberapa kampung Arab pada awal abad ke-20 di Jawa seperti di Jakarta, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Surabaya, juga Sumenep. Di luar Jawa, setidaknya ada di Palembang, Pontianak, dan Aceh. Aceh yang lebih dulu disinggahi pedagang asing asal Timur Tengah atau India punya kampung Arab yang paling tua dibanding kota pesisir lain. 

Menyebar dan Membentuk Kampung Arab

Di antara kota-kota dagang pesisir dengan banyak populasi orang Arab, Jakarta adalah yang terbesar. Menurut van den Berg: “Di Jakarta didapati orang-orang dari segala tempat di Hadramaut, dan dari segala lapisan masyarakat. Hanya golongan sayid (atau habib) yang merupakan minoritas.” 

Di kota Yogyakarta, jejak kampung (orang-orang) Arab dinamai Sayidan. Letaknya di sisi timur keraton Yogyakarta. Kampung yang terletak di tepi Kali Code ini tersohor karena jadi markas band ska Shaggydog. Nama kampung ini abadikan pada 2003 oleh band tersebut sebagai salah satu lagu hits mereka berjudul "Di Sayidan". Lagu itu tidak menyinggung Kearaban. Pencinta ska lokal pasti ingat lirik ini: “ Di Sayidan di jalanan, angkat sekali lagi gelasmu, kawan. Di Sayidan di jalanan, tuangkan air kedamaian.”

Di Surabaya, ada Kampung Arab di kawasan Ampel. Di Jakarta, kampung Arab awal mula berada di Pekojan. Nama yang sama juga dipakai di Semarang dan Kudus. Istilah Pekojan, menurut van den Berg, berasal dari kata "Khoja", dipakai di masa itu untuk menyebut penduduk keturunan India beragama Islam asal Bengali.

Menurut catatan van den Berg, di masa kolonial, “wilayah Pekojan sangat kumuh, tapi tampaknya orang-orang Arab tidak terlalu menderita.” Meski punya masjid berukuran kecil, orang-orang Arab itu memilih salat Jumat di sana. 

Di Pekojan, Jakarta, orang-orang keturunan India Muslim sudah semakin sulit ditemukan. Perlahan hanya tersisa orang-orang Arab, dan kini jumlahnya makin sedikit, meninggalkan sebagian orang Tionghoa. Kedua etnis ini, Arab dan Tionhjoa, dalam sejarah dan kultural memang saling bertetangga dan bersilaturahmi di Pekojan. 

Belakang banyak orang dan keluarga Arab di Jakarta pindah ke Condet, Jakarta Timur. Condet di masa kini bagi orang keturunan Arab menggantikan posisi Pekojan di masa kolonial. 

"Sebenarnya bukan dari Pekojan semuanya. Kebanyakan di sini dari Jawa Timur dan Jawa Tengah, keturunan dari Hadramaut," kata Ahmad bin Muhammad Alkhaf, pendatang keturunan Alawiyin dari Tegal, yang mukim ke Condet. 

PUASA TARWIYAH DAN AROFAH

Assalamualaikum wr wb, Saudaraku kaum muslimin wal muslimatin dimana saja saudara berada... sekelumit  mohon maaf mengingatkan tentang keutamaan puasa sunnat dibulan Dzulhijjah... 

1. PUASA TARWIYAH (Rabu, 8 Dzulhijjah / 30 agustus 2017) 

2. ARAFAH (Kamis , 9 Dzulhijjah / 31 agustus 2017).

Adapun keutamaan puasa sunah Tarwiyah (8 Dzulhijjah) dan Arofah (9 Dzulhijjah) bagi orang yang tidak melaksanakan ibadah haji berdasarkan beberapa hadist Nabi Muhammad SAW adalah:

1. Barang siapa yang menjalankan Puasa Tarwiyah akan dihapus dosa satu tahun yang lalu yang telah terlewati.

2. Sedangkan yang berpuasa di hari Arofah akan dihapus dosa dua tahun (1 tahun yang lalu dan 1 tahun yang akan datang)

3. Dan yang melaksanakan dua puasa ini akan dianugrahi oleh Allah SWT dengan 10 macam kemuliaan, yaitu:

1. Allah akan memberi keberkahan pada kehidupannya.
2. Allah akan menambah harta.
3. Allah akan menjamin kehidupan rumah tangganya.
4. Allah akan membersihkan dirinya dari segala dosa dan kesalahan yang telah lalu.
5. Allah akan melipat gandakan amal dan ibadahnya.
6. Allah akan memudahkan kematiannya.
7. Allah akan menerangi kuburnya selama di alam Barzah.
8. Allah akan memberatkan timbangan amal baiknya di Padang Mahsyar.
9. Allah akan menyelamatkannya dari kejatuhan kedudukan di dunia ini.
10.Allah akan menaikkan martabatnya di sisi Allah SWT.

Alangkah banyak keberkahan dan kebahagiaan yang Allah berikan bagi orang yang menjalankan puasa Tarwiyah dan Arofah. Semoga kita termasuk di dalamnya.

NIAT
Do'a Niat Puasa Tarwiyah
ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﺗﺮﻭﻳﻪ ﺳﻨﺔ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ

NAWAITU SAUMA TARWIYAH SUNNATAN LILLAHI TA’ALAH
“ Saya niat puasa Tarwiyah, sunnah karena Allah ta’ala.”

Do'a Niat Puasa Arafah
ﻧﻮﻳﺖ ﺻﻮﻡ ﻋﺮﻓﺔ ﺳﻨﺔ ﻟﻠﻪ ﺗﻌﺎﻟﻰ.                         

NAWAITU SAUMA ARAFAH SUNNATAN LILLAHI TA’ALAH
“ Saya niat puasa Arofah , sunnah karena Allah ta’ala.”

Sampaikan ke Saudara2 kita. Berkah....

Senin, 28 Agustus 2017

CARA MENGURUS JENAZAH BAYI YANG LAHIR KEGUGURAN

CARA MENGURUS JENAZAH BAYI YANG LAHIR KEGUGURAN

P E R T A N Y A A N :

Assalamu'alaikum wr wb...! permisi ada pertanyaan titipan mohon bantuannya kepada para asatidz / asatidzah...! bagaimana hukumnya jika seorang wanita mengalami keguguran umur kandungan 3 bulan 5 hari / 4 bulan kurang 5 hari, apakah wajib memandikannya, mensholatinya dan memberikannya nama ? mohon disertakan ibarohnya syukron jazakalloh. [Hasanul Zain].

J A W A B A N :

Wa'alaikumsalam wr wb. CARA MENGURUS JENAZAH BAYI YANG LAHIR KEGUGURAN :

A. MEMANDIKAN DAN MENSHALATKAN

واثنان لا يغسلان ولا يصلى عليهما الشهيد في معركة الكفار والسقط الذي لم يستهل..

وأما السقط حالتان

الأولى أن يستهل أي يرفع صوته بالبكاء أو لم يستهل ولكن شرب اللبن أو نظر أو تحرك حركة كبيرة تدل على الحياة ثم مات فإنه يغسل ويصلى عليه بلا خلاف لأنا تيقنا حياته وفي الحديث ( إذا استهل الصبي ورث وصلي عليه ) …

الحالة الثانية أن لا يتيقن حياته بأن لا يستهل ولا ينظر ولا يمتص ونحوه فينظر إن عرى عن إمارة الحياة كالاختلاج ونحوه فينظر أيضا إن لم يبلغ حدا ينفخ فيه الروح وهو أربعة أشهر فصاعدا لم يصل عليه بلا خلاف في الروضة ولا يغسل على المذهب لأن الغسل أخف من الصلاة ولهذا يغسل الذمي ولا يصلى عليه وإن بلغ أربعة أشهر فقولان الأظهر أنه أيضا لا يصلى عليه لكن يغسل على المذهب وأما إذا اختلج أو تحرك فيصلى عليه على الأظهر ويغسل على المذهب.

Dua orang yang matinya tidak dimandikan dan dishalati : Orang mati syahid dan bayi lahir keguguran yang tidak bersuara (menjerit)…. Bayi yang lahir keguguran terbagi atas :

a.Saat ia lahir dengan mengeluarkan suara, menangis, atau tidak mengeluarkan suara tetapi ia minum air susu atau melihat, atau bergerak-gerak layaknya pergerakan orang dewasa yang menunujukkan adanya kehidupan pada dirinya, kemudian ia meninggal dunia maka ia dimandikan dan dishalatkan hal ini sesuai kesepakatan ulama karena diyakini adanya kehidupan pada dirinya dan dalam sebuah hadits “Bayi yang lahir mengeluarkan suara maka berhak harta warisan dan dishalatkan”

b.Tidak diyakini adanya kehidupan pada dirinya seperti saat kelahiran tidak bersuara, tidak melihat, tidak menetek, maka perihalnya ditinjau terlebih dahulu sebagai berikut :

Bila tidak ada tanda-tanda kehidupan seperti bergerak dan sejenisnya dan kegugurannya belum sampai pada batas tertiupnya ruh pada dirinya (dalam kandungan usia 4 bulan keatas) maka ulama sepakat ia tidak dishalati, dan tidak dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab dikalangan syafi’iyyah karena hokum memandikan lebih ringan ketimbang menshalatkan karenanya orang mati kafir dzimmi dimandikan tapi tidak boleh dishalatkan.

Bila ia telah berusia 4 bulan keatas maka :

a.Menurut pendapat yang paling azhhar ia tidak boleh dishalatkan, tetapi boleh dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab.

b.Bila ia bergerak maka dishalatkan menurut pendapat yang paling azhhar ia tidak boleh dishalatkan, tetapi boleh dimandikan menurut pendapat yang dijadikan madzhab. [ Kifaayah al-Akhyaar I/160-161 ].

B. MEMBERI NAMA

قال أصحابنا لو مات المولود قبل تسميته استحب تسميته قال البغوي وغيره يستحب تسمية السقط

Berkata pengikut-pengikut as-Syafi’i “Bila bayi lahir sebelum diberi nama maka sunah memberinya nama”. Berkata al-Baghawi dan lainnya “Disunahkan memberi nama pada bayi yang lahir keguguran”. [ Al-Majmuu’ alaa Syarh al-Muhadzdzab VIII/435 ].

قد ذكرنا أن مذهب أصحابنا استحباب تسمية السقط وبه قال ابن سيرين وقتادة والاوزاعي * وقال مالك لا يسمى ما لم يستهل صارخا والله أعلم

Telah kami sebutkan bahwa pengikut-pengikut Imam Syafi’i cenderung memilih kesunahan memberi nama pada bayi yang lahir keguguran, semacam ini yang dipilih oleh Ibn Siriin, Qataadah dan al-Auzaa’i. [ Al-Majmuu’ alaa Syarh al-Muhadzdzab VIII/448 ].

عِبَارَةُ الْمُغْنِي وَلَوْ مَاتَ قَبْلَ التَّسْمِيَةِ اُسْتُحِبَّ تَسْمِيَتُهُ بَلْ يُسَنُّ تَسْمِيَةُ السِّقْطِ ا هـ

Redaksi dalam kitab al-Mughni “Bila bayi lahir sebelum diberi nama maka sunah memberinya nama bahkan disunahkan memberi nama pada bayi yang lahir keguguran”. [ Tuhfah al-Muhtaaj 41/193 ].

ولو مات قبل التسمية استحب تسميته بل يسن تسمية السقط فإن لم يعلم أذكر هو أم أنثى سمي اسم يصلح لهما كخارجة وطلحة وهند

“Bila bayi lahir sebelum diberi nama maka sunah memberinya nama bahkan disunahkan memberi nama pada bayi yang lahir keguguran, bila tidak diketahui jenis kelaminnya apakah ia lelaki atai pria maka diberi nama yang pantas untuk keduanya seperti nama Kharijah, Thalhah dan Hindun”.

Sabtu, 26 Agustus 2017

Amalan agar Anak Bebas dari Perbuatan Zina Sepanjang Hidup


Amalan agar Anak Bebas dari Perbuatan Zina Sepanjang Hidup


Pergaulan bebas semakin menghantui orang tua. Berbagai macam upaya lahir batin harus dilakukan dalam rangka memproteksi anak-anak supaya tidak terjerumus ke dalam lembah nista berupa zina. 

Sebagaimana yang kita ketahui bersama, dalam syariat Islam zina muhshon (zina yang dilakukan orang yang pernah menikah) mempunyai level deretan hukuman tertinggi, eksekusinya sangat berat. 

Hukuman berat untuk orang yang melakukan zina muhshon adalah dilempari batu hingga meninggal. Ini jauh lebih berat dari pada qishas orang membunuh. Bagi pembunuh, walaupun ia berhak untuk dibunuh setelah melalui proses pengadilan, proses eksekusinya adalah dengan cara dipancung. Dipenggal lehernya, ia akan mati seketika atau hanya dalam hitungan menit. Tingkat sakitnya tentu lebih ringan daripada hukuman zina muhshon dengan dilempari batu yang proses matinya perlahan dan berdarah-darah. Wal 'iyadz billah.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan oleh orang tua, selain menjaga anak secara fisik ragawi, juga harus diusahakan menjaga mereka secara batin, termasuk doa dan ritual khusus ketika berhubungan suami istri, hamil, proses persalinan sampai anak bertumbuh kembang hingga dewasa. Doa selalu dibutuhkan sebagai penguat ruhaniyah.

Dalam hal persalinan, Syaikh Ibrahim Al Bajuri mengatakan bahwa anak yang baru lahir disunahkan untuk dibacakan adzan pada telinga bagian kanan dan iqamah pada telinga kiri. Hal penting ini tidak mempedulikan entah anak tersebut dilahirkan dari rahim wanita Muslimah atau tidak, anaknya tetap sunnah diadzani.
 

 (ويسن أن يؤذن الخ) اي ولو من امرأة او كافر. وقوله ان يؤذن فى أذن المولود اليمنى اي ويقيم فى اليسرى لخبر ابن السني : من ولد له مولود فأذن فى أذنه اليمنى واقام فى اليسرى لم تضره ام الصبيان اي التابعة من الجن وهي المسماة عند الناس بالقرينة. ولانه صلى الله عليه وسلم أذن فى اذن سيدنا الحسين حين ولدته فاطمة عليهما السلام رواه الترمذى. وقال حسن صحيح. 

Artinya: “(Dan disunahkan adzan) maksudnya meskipun (dilahirkan) dari wanita atau orang kafir. Adapun perkataan pengarang (Fathul Qarib) dibacakan adzan pada telinga anak yang kanan maksudnya juga dibacakan iqamah pada telinga kiri. Sebagaimana hadits Ibnus Sunni "Barangsiapa diberikan anugerah anak kemudian ia membacakan adzan di telinganya bagian kanan dan iqamah bagian kiri, anaknya tidak akan diganggu ummus shibyan, maksudnya adalah wanita pengikut jin atau yang terkenal dengan nama qarinah. Dan karena Rasulullah SAW membacakan adzan pada telinga Sayyid Husain saat dia dilahirkan oleh Fathimah alaihimas salam. Hadits ini diceritakan oleh At Tirmidzi. Menurut dia, hadits ini kualitasnya hasan shahih. (Lihat Ibrahim, Al Bajuri [Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah], vol. 2, h: 572)

Adzan iqamah ini, menurut Imam Al Bajuri, selain dalam rangka menghindarkan mereka dari gangguan wanita pengikut jin (ummus shibyan) atau qarinah (qarin perempuan) juga menjadi media pengenalan mereka pada tauhid sejak dini. 

Jadi suara pertama kali yang dikenalkan kepada anak adalah kalimat tauhid sebagaimana kalimat terakhir yang perlu ditalqinkan kepada orang yang akan meninggal adalah kalimat La ilaha illah. 

ويكون اعلامه بالتوحيد أول ما يقرع سمعه حين قدومه الى الدنيا كما يكون آخر ما يسمعه بالتلقين حين خروجه منها فانه ورد لقنوا موتاكم لا اله الا الله. 

Artinya: “Adzan ini merupakan media mengenalkan anak kepada tauhid (pengesaan Tuhan) di saat pertama kalinya diketukkan  pada telinga anak ketika dia datang di dunia sebagaimana talqin yang diajarkan pada waktu dia akan meninggalkan dunia. Sebab ada hadits yang mengatakan ‘talqinkan orang mati kalian dengan La ilaha illallah."

Selain mengutip hadits Rasul, Syaikh Ibrahim juga mengijazahkan sebuah amalan yang beliau dapat dari Syaikh Ad Dairobiy yang didapatkan dari para masyayikh atau guru-guru beliau, supaya anak yang baru lahir dibacakan surat Al Qadar (Inna Anzalnahu). Anak yang dibacakan ini tidak akan ditakdirkan oleh Allah akan melakukan zina sepanjang hayatnya. 

فائدة : نقل عن الشيخ الديربى أنه يسن أن يقرأ فى أذن المولود اليمنى سورة إنا أنزلناه، لأن من فعل به ذلك لم يقدر الله عليه زنا طول عمره. قال هكذا أخذناه عن مشايخنا. 

Artinya : Dikutip dari Syaikh Ad Dairobiy bahwa sunah untuk dibacakan pada telinga anak, surat Inna Anzalnahu. Sebab orang yang melakukan ini, Allah tidak akan menakdirkan dia zina sepanjang hidupnya. Ad-Dairobi berkata, demikianlah yang kami dapat dari para guru kami. (Lihat Ibrahim, Al Bajuri, [Beirut: Darul Kutub Al Ilmiyah], v:2, h: 572). 

Kesimpulannya, bagi anak yang baru lahir dari rahim ibunya, selain dibacakan adzan pada telinga kanan dan iqamah di telinga kiri juga perlu dibacakan surat al-Qadr pada telinga bagian kanan. 

Adapun yang membacakan tidak harus ayahnya sendiri. Terbukti, ketika lahirnya Husain, bukan Sayyidina Ali sebagai ayahnya yang membacakan adzan namun justru orang paling mulia dari antara mereka, yaitu Rasulullah SAW yang tidak lain adalah kakeknya.

Wallahu a'lam.

Jumat, 25 Agustus 2017

PRINSIP HIDUP NABIULLOH IBROHIM. AS.

Khutbah Idul Adha prinsip hidup NABI ibrohim as.

PRINSIP HIDUP NABIULLOH IBROHIM. AS.

الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله أكبر الله 3x

اَلْحَمْدُ لِلّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. اَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى ءَالِهِ وَاَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. اَمَّا بَعْدُ: فَيَاعِبَادَ اللهِ : اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Segala puji untuk Allah SWT yang telah memberi kesempatan kepada kita sekali lagi untuk menikmati ibadah shalat Idul Adha setelah kita berpuasa Arafah hari kemarin. Kenikmatan ibadah amat dirasakan oleh sekitar 3-4 juta umat Islam dari seluruh dunia yang tengah menyelesaikan tahap akhir ibadah haji di tanah suci. Kita doakan semoga jamaah haji kita meraih mabrur, sehat dan bisa kembali ke Tanah air masing-masing dengan warna keislaman yang menyeluruh dan memiliki semangat perjuangan menegakkan ajaran Islam setelah berada di tempat bersejarah dari tumbuh dan berkembangnya Islam.

Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi kita Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan para penerusnya hingga hari akhir nanti.

Takbir, tahlil dan tahmid kembali menggema di seluruh muka bumi ini sekaligus menyertai saudara-saudara kita yang datang menunaikan panggilan agung ke tanah suci guna menunaikan ibadah haji, rukun Islam yang kelima. Bersamaan dengan ibadah mereka di sana,  di sini kitapun melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah mereka, di sini kita melaksanakan ibadah yang terkait dengan ibadah haji yaitu puasa hari Arafah yang bersamaan dengan wuquf di Arafah, pemotongan hewan qurban setelah shalat idul Adha ini dan menggemakan takbir, tahlil dan tahmid selama hari tasyrik. Apa yang dilakukan itu maksudnya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Yang Berbahagia.

Dalam kehidupan ini, ada banyak sekali prinsip-prinsip hidup yang harus kita jalani dan kita pegang teguh. Belajar dari kehidupan Nabi Ibrahim AS dan keluarganya, pada kesempatan ini paling tidak, ada empat prinsip hidup yang harus kita wujudkan dalam kehidupan kita, baik secara pribadi, keluarga maupun masyarakat dan bangsa.

Pertama, berdoa. Salah satu yang amat penting untuk kita lakukan dalam hidup ini adalah berdoa kepada Allah SWT. Doa bukan hanya menunjukkan kita merendahkan diri kepada Allah, tapi memang kita merasa betul-betul memerlukan bantuan dan pertolongan-Nya, karena Allah adalah segala-galanya, sedangkan kita amat memerlukan dan tergantung kepada-Nya. Di antara doa Nabi Ibrahim AS adalah agar negeri yang ditempati diri dan keluarganya dalam keadaan aman . Allah SWT berfirman menceritakan doa Nabi Ibrah as:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الأصْنَامَ

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala. (QS Ibrahim [14]:35).

Selain itu, Nabi Ibrahim juga berdoa agar selain aman, negeri ini juga diberikan rizki yang cukup, doa yang dimaksud dikemukakan Allah SWT:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَـَذَا بَلَداً آمِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُم بِاللّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ

Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah [2]:126)

Berdoa kepada Allah SWT adalah untuk kepentingan bersama, termasuk mereka yang tidak beriman sekalipun, karenanya Allah SWT menegaskan kepada Nabi Ibrahim as:

قَالَ وَمَن كَفَرَ فَأُمَتِّعُهُ قَلِيلاً ثُمَّ أَضْطَرُّهُ إِلَى عَذَابِ النَّارِ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah [2]:126)

Dalam konteks kehidupan negara kita yang mengalami krisis, maka sudah seharusnya kita berdoa untuk kebaikan negeri kita agar menjadi negeri yang aman sentosa dan para pemimpin kita diberi petunjuk dan mau menerima petunjuk jalan hidup yang benar agar bisa melaksanakan tugas kepemimpinan dengan benar.

Doa yang amat penting dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim adalah agar diri dan keturunannya terhindar dari kemusyrikan, yakni menuhankan dan mengagungkan selain Allah SWT. Menurut Sayyid Quthb dalam tafsirnya: “Doa ini menampakkan adanya kenikmatan lain dari nikmat-nikmat Allah. Yakni nikmat dikeluarkannya hati dari berbagai kegelapan dan kejahiliyahan syirik kepada cahaya beriman, bertauhid kepada Allah SWT.” Karena itu, iman atau tauhid merupakan nikmat terbesar yang Allah SWT berikan kepada kita semua sehingga iman merupakan sesuatu yang amat prinsip dalam Islam, dengan iman yang kokoh kita memiliki kemerdekaan jiwa dalam arti tidak terbelenggu oleh apapun dan siapapun juga kecuali kepada Allah SWT.

Iman juga membuat kita memiliki kekuatan jiwa sehingga ketiga hidup senang kita tidak lupa diri dan ketika susah kita tidak putus asa, sesulit apapun keadaannya. Dan dengan iman membuat kita memiliki ketenangan jiwa karena kita yakin bahwa pasti ada jalan keluar dari problematika hidup.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Kaum Muslimin Yang Dimuliakan Allah.

Prinsip hidup Kedua adalah memiliki semangat berusaha sehingga mau berusaha semaksimal mungkin. Hal ini karena sesulit apapun keadaan, peluang mendapatkan sesuatu tetap terbuka lebar. Siti Hajar telah membuktikan kepada kita betapa ia berusaha mencari rizki meski berada di daerah yang saat itu belum ada kehidupan, inilah yang dalam ibadah haji dan umrah dilambangkan dengan sai yang artinya usaha. Karena itu, ketika kita sudah berdoa, jangan sampai kita mengkhianati doa kita sendiri. Berdoa minta ilmu tapi tidak mau belajar, berdoa minta anak shalih tapi tidak mencontohkan keshalihan dan tidak mendidik mereka, berdoa minta sehat tapi mengonsumsi sesuatu yang mendatangkan penyakit, berdoa minta rizki tapi tidak mau berusaha meraih yang halal, begitulah seterusnya. Ini yang kita maksud dengan mengkhianati doa sendiri.

Kadang ada orang salah paham, dia tidak mau berusaha karena katanya “rizki kan di tangan Tuhan.” Kalimat itu tidak salah, yang banyak orang salah adalah memahaminya; seolah-olah rizki itu akan kita dapat secara otomatis, mereka berkata: “sekalipun usaha, kalau bukan rizki kita tetap saja tidak dapat.” Padahal Allah SWT memang sudah menyediakan rizki buat kita, bahkan tidak ada makhluk di muka bumi ini, kecuali sudah ada rizkinya. Karena sudah ada dan disediakan, maka kita tinggal mengambilnya, bukan berpangku tangan. Kambing itu bisa menjadi rizki kita, tapi kitapun harus berusaha dengan menyembelihnya secara benar, membersihkannya, memasaknya untuk selanjutnya memakannya, baru jadi rizki kita. Apa yang sudah di depan mata, kita masih harus berusaha agar menjadi rizki kita, apalagi rizki yang Allah sediakan di laut, di gunung hingga di pulau lain dan di belahan bumi yang lain.

Siti Hajar telah mencontohkan kepada kita bahwa meskipun ia berbaik sangka kepada Allah SWT Yang Maha Pemberi Rizki, tapi ia tetap berusaha untuk mencari rizki,  namun ketika mencari rizki, perhatian dan tanggung jawab utama kepada pendidikan anak tetap dilaksanakan hingga Ismail menjadi anak yang shalih dan selalu menunjukkan ketaatan yang luar biasa kepada Allah SWT dan orang tuanya. Bangunan berupa pilar setengah lingkaran di dekat Ka’bah merupakan monumen bersejarah yang disebut dengan hijr Ismail (pangkuan Ismail), di situlah dulu Ismail diasuh oleh ibunya.

Karena itu, berjalan dalam rangka berusaha mencari rizki secara halal untuk bisa menafkahi diri dan keluarga termasuk berada di jalan Allah SWT, Rasulullah SAW bersabda:

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ الْمُحْتَرِفَ، وَمَنْ كَدَّ عَلَى عِيَالِهِ كَانَ كَاالْمُجَاهِدِ فِى سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ.

Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barang siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah azza wa jalla (HR. Ahmad).

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Jamaah Shalat Id Yang Dirahmati Allah.

Prinsip hidup Ketiga yang harus kita wujudkan sebagaimana telah dimiliki oleh Nabi Ibrahim AS dan keluarganya adalah memiliki hati yang bersih dan tajam. Seperti halnya badan dan benda-benda, hati bisa mengalami kekotoran, namun kotornya hati bukanlah dengan debu, hati menjadi kotor bila padanya ada sifat-sifat yang menunjukkan kesukaannya kepada hal-hal yang bernilai dosa, padahal dosa seharusnya dibenci. Oleh karena itu, bila dosa kita sukai apalagi sampai kita lakukan, maka jalan terbaik adalah bertaubat sehingga ia menjadi bersih kembali, Rasulullah SAW bersabda:

التاَّ ئِبُ مِنَ الذَنْبِ كَمَنْ لاَ ذَنْبَ لَهُ

Orang yang bertaubat dari dosanya seperti orang yang tidak menyandang dosa (HR. Thabrani).

Hati yang bersih akan membuat seseorang menjadi sangat sensitif terhadap dosa, karena dosa adalah kekotoran yang sangat merusak jiwa. Karena itu, Nabi Ibrahim AS sampai berdoa agar jangan sampai hatinya kotor, karena hal itu hanya akan membuatnya menjadi terhina, apalagi pada hari kiamat:

وَلا تُخْزِنِي يَوْمَ يُبْعَثُونَ. يَوْمَ لا يَنْفَعُ مَالٌ وَلا بَنُونَ. إِلا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ

Dan janganlah engkau hinakan aku pada hari mereka dibangkitkan, (yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (QS Asy Syu’araa [26]:87-89).

Setelah hati bersih, maka hatipun menjadi tajam sehingga orang yang hatinya tajam amat mudah membedakan mana yang benar dan mana yang salah, mana yang diperintah dan mana yang dilarang. Karena itu, Nabi Ibrahim AS dan anaknya Nabi Ismail cepat paham dan nyambung terhadap perintah Allah SWT untuk menyembelih Ismail meskipun hanya dengan isyarat mimpi. Dalam kehidupan sekarang, banyak orang yang hatinya tumpul karena sudah berkarat dengan dosa, sehingga jangankan bahasa isyarat, bahasa yang terang, jelas dan tegas saja bahwa hal itu diperintah atau dilarang tetap saja tidak paham atau tidak mau dipahami.

Allahu Akbar 3x Walillahilhamdu.

Jamaah Shalat Id Yang Berbahagia.

Keempat yang merupakan prinsip hidup yang kita ambil dari Nabi Ibrahim AS dan keluarganya adalah Tidak Menyombongkan diri atas kebaikan yang dilakukannya. Dalam kehidupan manusia, banyak orang baik merasa paling baik, bahkan merasa sebagai satu-satunya orang atau kelompok yang baik. Begitu pula ada orang yang berusaha menjadi orang yang benar tapi merasa sebagai orang yang paling benar atau satu-satunya yang benar. Ini merupakan kesombongan atas kebaikan dan kebenaran yang dipegangnya. Sikap seperti ini merupakan sesuatu yang tidak baik sekaligus menunjukkan bahwa dia orang yang tidak memahami sejarah. Karena itu, Nabi Ismail AS menegaskan kepada ayahnya Nabi Ibrahim AS ketika diceritakan mimpi ayahnya dengan mengatakan:

فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ

Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS Ash Shaffat [37]:102).

Apa yang dikemukakan Nabi Ismail AS menunjukkan ia seorang remaja dengan kepribadian yang matang. Ia langsung menangkap perintah Allah SWT dari cerita mimpi ayahnya, bahkan ia siap melaksanakannya dengan segala konsekuensinya. Yang amat mengagumkan adalah ia mengatakan insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar. Itu artinya ia memang siap menunjukkan kesabaran, tapi ia tidak mengklaim sebagai anak yang paling sabar apalagi mengklaim sebagai satu-satunya orang yang sabar, karena ia tahu bahwa dahulu banyak orang yang sabar, bahkan mereka jauh lebih sabar dari dirinya. Ini berarti, Ismail bukan hanya punya pemahaman sejarah bahwa dulu banyak orang yang sabar, tapi juga begitu tawadhu atau rendah hati dengan mengatakan termasuk orang yang sabar.

Karena itu, ibadah haji yang sedang dilaksanakan oleh kaum muslimin dari seluruh dunia mengisyaratkan bahwa kita tidak pantas berlaku sombong, termasuk sombong atas kebaikan yang kita lakukan, ini diisyaratkan dengan pakaian ihram yang dikenakan, kain yang sama ketika dikenakan saat membungkus tubuh kita menjelang dikuburkan.

Demikian khutbah Idul Adha kita pada hari ini, semoga menjadi poin-poin penting dalam upaya memperbaiki kualitas hidup kita masing-masing, baik sebagai pribadi, anggota keluarga maupun masyarakat dan bangsa. Akhirnya marilah kita sudahi ibadah shalat Id kita pagi ini dengan sama-sama berdoa:

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

Ya Allah, tolonglah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pertolongan. Menangkanlah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi kemenangan. Ampunilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi pemberi ampun. Rahmatilah kami, sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rahmat. Berilah kami rizki sesungguhnya Engkau adalah sebaik-baik pemberi rizki. Tunjukilah kami dan lindungilah kami dari kaum yang zhalim dan kafir.

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَناَ الَّذِى هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَ الَّتِى فِيْهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِى فِيْهَا مَعَادُنَا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِى كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شرٍّ

Ya Allah, perbaikilah agama kami untuk kami, karena ia merupakan benteng bagi urusan kami. Perbaiki dunia kami untuk kami yang ia menjadi tempat hidup kami. Perbaikilah akhirat kami yang menjadi tempat kembali kami. Jadikanlah kehidupan ini sebagai tambahan bagi kami dalam setiap kebaikan dan jadikan kematian kami sebagai kebebasan bagi kami dari segala kejahatan.

اَللَّهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَاتَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعْصِيَتِكَ وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَابِهِ جَنَّتَكَ وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَاتُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مَصَائِبَ الدُّنْيَا. اَللَّهُمَّ مَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِنَّا وَاجْعَلْهُ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ عَاداَنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيْبَتَنَا فِى دِيْنِنَاوَلاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ مَبْلَغَ عِلْمِنَا وَلاَ تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لاَ يَرْحَمُنَا

Ya Allah, anugerahkan kepada kami rasa takut kepada-Mu yang membatasi antara kami dengan perbuatan maksiat kepadamu dan berikan ketaatan kepada-Mu yang mengantarkan kami ke surga-Mu dan anugerahkan pula keyakinan yang akan menyebabkan ringan bagi kami segala musibah di dunia ini. Ya Allah, anugerahkan kepada kami kenikmatan melalui pendengaran, penglihatan dan kekuatan selama kami masih hidup dan jadikanlah ia warisan bagi kami. Dan jangan Engkau jadikan musibah atas kami dalam urusan agama kami dan janganlah Engkau jadikan dunia ini cita-cita kami terbesar dan puncak dari ilmu kami dan jangan jadikan berkuasa atas kami orang-orang yang tidak mengasihi kami.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

Ya Allah, ampunilah dosa kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Dekat dan Mengabulkan doa.

اَللَّهُمَّ اجْعَلْهُمْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَسَعْيًا مَّشْكُوْرًا وَذَنْبًا مَغْفُوْرًا وَتِجَارَةً لَنْ تَبُوْرًا

Ya Allah, jadikanlah mereka (para jamaah haji) haji yang mabrur, sa’i yang diterima, dosa yang diampuni, perdagangan yang tidak akan mengalami kerugian

رَبَّنَا اَتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Ya Allah, anugerahkanlah kepada kami kehidupan yang baik di dunia, kehidupan yang baik di akhirat dan hindarkanlah kami dari azab neraka.

Kamis, 24 Agustus 2017

Hukum Oral Seks di Bagian Kewanitaan


Hukum Oral Seks di Bagian Kewanitaan

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Kami pasangan suami-isteri yang sudah menikah kurang lebih setahun. Dalam soal hubungan seks tidak ada masalah. Kami biasa melakukan pemanasan terlebih dahulu. Namun ada hal yang menganjal dalam benak saya, bagaimana sebenarnya hukum menjilati klitoris istri? Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Nama dirahasiakan)

Jawaban
Wa'alaikumsalam wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Sebelum menjawab pertanyaan di atas, hal pertama yang harus dipahami dalam hal ini adalah bahwa seorang suami boleh melakukan aktivitas seks dengan istrinya kapan saja dan dengan gaya apa saja, kecuali yang dilarang oleh syara’, seperti menyetubuhi isteri melalui anus.

نِسَاؤُكُمْ حَرْثٌ لَكُمْ فَأْتُوا حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُوا لِأَنْفُسِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ مُلَاقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِين

Artinya, “Isteri-isterimu adalah ladangmu, maka datangilah ladangmu kapan saja dengan cara yang kamu sukai. Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman,” (QS. Al-Baqarah [2]: 223)

Masalah agama yang berkaitan dengan aktivitas seksual tidak perlu ditutup-tutupi. Untuk kepentingan hukum, Rasulullah SAW tidak segan-segan menerangkannya seperti hadits berikut ini.

إنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَحْيِ مِنْ الْحَقِّ لَا تَأْتُوا النِّسَاءَ فِي أَدْبَارِهِنَّ (رَوَاهُ الشَّافِعِيُّ)

Artinya, “Sungguh Allah tidak malu dalam hal kebenaran. Jangan kalian mendatangi isteri-isteri melalui anus mereka,” (HR Imam Syafi’i).

Atas dasar ini kemudian dikatakan bahwa suami boleh menikmati semua kenikmatan dengan isteri kecuali lingkaran di sekitar anusnya atau melakukan hubungan seks melalui dubur.

يَجُوزُ لِلزَّوْجِ كُلُّ تَمَتُّعٍ مِنْهَابِمَا سِوَىَ حَلْقَةِ دُبُرِهَا وَلَوْ بِمَصِّ بَظْرِهَا 

Artinya, “Diperbolehkan bagi seorang suami untuk bersenang-senang dengan isteri dengan semua model kesenangan (melakukan semua jenis aktivitas seksual) kecuali lingkaran di sekitar anusnya, walaupun dengan menghisap klitorisnya,” (Lihat Zainudin Al-Malibari, Fathul Mu’in, Jakarta-Dar al-Kutub al-Islamiyyah, cet ke-1, 1431 H/2010 M, halaman 217).

Pandangan serupa juga dikemukakan oleh Asbagh, salah seorang ulama dari kalangan madzhab Maliki yang menyatakan bahwa suami boleh menjilati kemaluan isterinya. Hal ini sebagaimana dikemukakan al-Qurthubi dalam tafsirnya.

وَقَدْ قَالَ أَصْبَغُ مِنْ عُلَمَائِنَا: يَجُوزُ لَهُ أَنْ يَلْحَسَهُ بِلِسَانِهِ

Artinya, “Ashbagh salah satu ulama dari kalangan kami (Madzhab Maliki) telah berpendapat, boleh bagi seorang suami untuk menjilati kemaluan isteri dengan lidahnya,” (Lihat al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkamil Qur`an, Kairo-Darul Hadits, 1431 H/2010 M, juz XII, halaman 512).

Namun menurut Qadli Abu Ya’la salah seorang ulama garda terdepan di kalangan madzhab Hanbali berpandangan bahwa aktivitas tersebut sebaiknya dilakukan sebelum melakukan hubungan badan (jima’). Demikian sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab Kasyful Mukhdirat war Riyadlul Muzhhirat li Syarhi Akhsaril Mukhtasharat yang ditulis oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ba’ali.

وَقَالَ ( القَاضِي ) : يَجُوزُ تَقْبِيلُ الْفَرْجِ قَبْلَ الْجِمَاعِ وَيُكْرَهُ بَعْدَهُ

Artinya, “Al-Qadli Abu Ya’la al-Kabir berkata, boleh mencium vagina isteri sebelum melakukan hubungan badan dan dimakruhkan setelahnya,” (Lihat Abdurrahman bin Abdullah al-Ba’li al-Hanbali, Kasyful Mukhdirat, Bairut-Dar al-Basya`ir al-Islamiyyah, 1423 H/2002 M, juz II, halaman 623).

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Bagi para suami, gaulilah isteri dengan baik dan bersikaplah lembut kepadanya, niscaya isteri akan tambah sayang kepada suami. Demikian sebaliknya. Para istri juga boleh menikmati hubungan seksual dengan suaminya di bagian manapun dengan catatan tidak melanggar ketentuan di atas. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu’alaikum wr. wb

BAROKAH

BAROKAH

Bismillaahirrokhmaan nirrokhiim...

Barokah adalah kata yang diinginkan oleh hampir semua hamba yang beriman, karenanya orang akan mendapat limpahan kebaikan dalam hidup.

Barokah bukanlah cukup dan mencukupi saja, tapi barokah ialah bertambahnya ketaatanmu kepada الله dengan segala keadaan yang ada, baik berlimpah atau sebaliknya.

Barokah itu: "Albarokatu tuziidukum fi thoah" Barokah menambah taatmu kepada الله

Hidup yang barokah bukan hanya sehat, tapi kadang sakit itu justru barokah sebagaimana Nabi Ayyub عليه السلام, sakitnya menambah taatnya kepada الله

Barokah itu tak selalu panjang umur, ada yang umurnya pendek tapi dahsyat taatnya layaknya Musab ibn Umair.

Tanah yang barokah itu bukan karena subur dan panoramanya indah, karena tanah yang tandus seperti Makkah punya keutamaan di hadapan الله tiada yang menandingi.

Makanan barokah itu bukan yang komposisi gizinya lengkap, tapi makanan itu mampu mendorong pemakannya menjadi lebih taat setelah makan.

Ilmu yang barokah itu bukan yang banyak riwayat dan catatan kakinya, tapi yang barokah ialah yang mampu menjadikan seorang meneteskan keringat dan darahnya dalam beramal dan berjuang untuk agama الله

Penghasilan barokah juga bukan gaji yang besar dan bertambah, tapi sejauh mana ia bisa jadi jalan rizqi bagi yang lainnya dan semakin banyak orang yang terbantu dengan penghasilan tersebut.

Anak-anak yang barokah bukanlah saat kecil mereka lucu dan imut atau setelah dewasa mereka sukses bergelar dan mempunyai pekerjaan dan jabatan hebat, tapi anak yang barokah ialah yang senantiasa taat kepada Rabb-Nya dan kelak di antara mereka ada yang lebih shalih dan tak henti-hentinya mendo'akan kedua Orang tuanya.


Semoga segala aktifitas kita hari ini barokah.. Aamiin

"Barang siapa yang mengajarkan satu ilmu dan orang tsb mengamalkannya maka pahala bagi orang yang memberikan ilmu tsb tanpa mengurangi pahala orang yang mengamalkan ilmu tsb."

(HR. Bukhori Muslim)

By. Shonhaji