Minggu, 31 Desember 2017

Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi

Perbedaan Mani, Madzi dan Wadi

Pertanyaan

Bagaimana hukumnya apabila seseorang sering atau mudah sekali mengeluarkan cairan dari kemaluan disebabkan melihat atau memikirkan hal-hal yang porno? Disebabkan dari ini pula kemungkinan orang tersebut mengalami buang air kecil (kencing) tidak tuntas sehingga setiap mau shalat ada perasaan keluar sisa air kencing tadi, bagaimana hukumnya? <>

Mohon penjelasannya yang sejelas-jelasnya. Jazakumullah khairon semoga Allah membalas berlipat kali atas kebaikannya.  (Hasibullah -- Pamekasan Madura)

 

Jawaban

Penanya yang budiman, semoga selalu mendapatkan rahmat Allah SWT. Setelah memperhatikan pertanyaan di atas, maka kami menyimpulkan bahwa ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama, mengenai hukum melihat dan membayangkan hal yang porno dalam kasus ini jelas tidak diperbolehkan karena termasuk zina mata dan zina pikiran. Zina yang seperti ini masuk dalam kategori sebagai zina majazi. Sedang zina hakiki adalah memasukkan kemaluan ke dalam kemaluan lain yang diharamkan.

Kedua, mengenai hukum cairan yang keluar dari kemaluan. Untuk menjawab pertanyaan tersebut setidaknya ada beberapa hal yang akan kami jelaskan, yaitu, mani, madzi, dan wadi. Sedangkan air kencing hemat kami itu sudah maklum. Dan setidaknya dari penjelasan kami nanti penanya bisa menyimpulkan sendiri mengenai cairan yang keluar dari kemaluan tersebut.  

Mani atau sperma itu tidak najis, tetapi seseorang yang mengeluarkannya wajib mandi besar. Menurut para ulama, setidaknya ada tiga hal yang membedakan antara mani dengan madzi dan wadi. Pertama, baunya ketika basah seperti bau adonan roti dan tepung, sedang ketika sudah mengering seperti bau telor. Kedua, keluarnya memuncrat. Ketiga, berasa nikmat ketika keluar dan setelah itu melemahlah dzakar dan syahwat.

Menurut para ulama jika salah satu dari ketiga hal tersebut terpenuhi maka sudah bisa dihukumi mani. Sedangkan menurut pendapat yang kuat (rajih) mani perempuan sama dengan mani laki-laki, tetapi menurut Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab Syarah Muslimnya mengatakan bahwa untuk mani perempuan tidak disyaratkan muncrat. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah.  Hal ini sebagaiman dikemukakan dalam kitab Kifayatul Akhyar.    

وَلَا يُشْتَرَطُ اجْتِمَاعِ الْخَوَّاصِ بَلْ تَكْفِي وَاحِدُهُ فيِ كَوْنِهِ مَنِياً بِلَا خِلَافٍ وَالْمَرْأَةُ كَالرَّجُلِ فِي ذَلِكَ عَلَى الرَّاجِحِ وَالرَّوْضَةِ وَقَالَ فِي شَرْحِ مُسْلِمٍ لَا يُشْتَرَطُ التَّدَفُّقُ فِي حَقِّهَا وَتَبِعَ فِيهِ ابْنُ الصَّلَاحِ

“Tidak disyaratkan berkumpulnya (ketiga hal) yang menjadi ciri-ciri khusus mani, tetapi cukup satu saja untuk bisa ditetapkan sebagai mani, hal ini tidak ada perbedaan dikalangan para ulama. Sedang mani perempuan itu seperti mani laki-laki menurut pendapat yang rajih dan pendapat Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi dalam kitab ar-Raudlah. Sedangkan beliau (Imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi) berpendapat dalam kitab Syarh Shahih Muslim-nya: ‘Bahwa mani perempuan tidak disyaratkan muncrat’. Pendapat ini kemudian diikuti oleh Ibnus Shalah” (Abu Bakr bin Muhammad al-Husaini al-Hushni asy-Syafi’i, Kifayah al-Akhyar fi Halli Ghayah al-Ikhtishar, Damaskus-Dar al-Khair, cet ke-1, 1994 H, h. 41)

Sedangkan madzi adalah cairan putih-bening-lengket yang keluar ketika dalam kondisi syahwat, tidak muncrat, dan setelah keluar tidak menyebabkan lemas. Keluarnya madzi tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi perempuan juga mengalaminya. Kadang-kadang keluarnya madzi tidak terasa. Menururut Imam al-Haraiman—sebagaimana dikemukakan oleh imam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi—umumnya perempuan yang terangsang akan mengeluarkan madzi, jika dibandingkan dengan laki-laki.

قَالَ إمَامُ الْحَرَمَيْنِ وَإِذَا هَاجَتِ الْمَرْأَةُ خَرَجَ مِنْهَا الْمَذْيُ قَالَ وَهُوَ أُغْلَبُ فِيهِنَّ مِنْهُ فِي الرِّجَالِ

“Imamul Haraiman berpendapat: ketika seorang perempuan terangsang maka ia akan mengeluarkan madzi. Beliau (juga) berkata: perempuan lebih umum mengeluarkan madzi dibanding dengan laki-laki”. (Lihat dalam Muhyiddin Syaraf an-Nawawi, al-Majmu` Syarh al-Muhadzdzab, Bairut-Dar al-Fikr, tt, juz, II, h. 141 H) 

Selanjutnya adalah wadi. Wadi adalah cairan putih-kental-keruh yang tidak berbau. Wadi dari sisi kekentalannya mirip mani, tapi dari sisi kekeruhannya berbeda dengan mani. Biasanya wadi keluar setelah kencing atau setelah mengangkat beban yang berat. Dan keluarnya bisa setetes atau dua tetes, bahkan bisa saja lebih.   

Berangkat dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan jika yang keluar dari kemaluannya adalah mani maka hukumnya adalah wajib mandi. Sedangkan jika yang keluar adalah madzi atau wadi maka menurut ijma` para ulama tidak mengharuskan mandi, tetapi harus dibersihkan karena keduanya adalah najis, baru kemudian melakukan wudlu jika ingin mengerjakan shalat.

Sedang dalam kasus yang ditanyakan di atas di mana penanya tidak menjelaskan ciri-ciri cairan yang keluar, maka menurut kami kemungkinan besar yang keluar dari kemaluannya adalah madzi yang hukumnya najis. Dan ketika mau mengerjakan shalat maka harus dibersihkan terlebih dahulu baru kemudian wudlu.  

Sebagai langkah yang baik, hindarilah untuk melihat hal-hal yang porno dan membayangkannya. Dan ketika terlitas dalam pikiran maka segeralah beralih ke hal lain yang positif, lalu mengambil air wudlu dan membaca Al-Qur`an.

Wassalam.

Dzikir-Doa Bersama setelah sholat,Apakah Bid'ah?

Dzikir-Doa Bersama Setelah Shalat, Apakah Bid'ah?


Pertanyaan

Sejak dahulu kalau saya mengimami shalat pasti saya tutup dengan doa bersama. Saya memang belum tahu hadits berkenaan dengan doa bersama setelah shalat. Tetapi karena sedari dulu amaliyah orang NU ya seperti itu, maka saya ikuti saja dan saya yakin itu benar. Belakangan amaliyah saya ini dipermasalahkan. Kata mereka Nabi SAW tak pernah melakukan doa bersama setiap selesai shalat fardlu. Mohon penjelasannya.

Jawaban

Penanya yang budiman, semoga dirahmati Allah swt. Sebelum masuk pada pembasan doa bersama, maka kami akan mengetengahkan secara singkat  mengenai dzikir bersama, dimana sebenarnya masalah ini sudah dibahas para ulama terdahulu. Sebagaimana yang kita ketuahi bahwa bahwa berdzikir bisa dilakukan dengan sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Dalam shalat berjamaah sebaiknya dilakukan bersama-sama. Imam membaca dzikir dengan keras dan makmum mengikutinya. Hal ini didasarkan keumuman hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم

 “Dari Abi Hurairah ra dan Abi Said al-Khudri ra bahwa keduanya telah menyaksikan Nabi saw beliau bersabda: ‘Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan hati turun kepada mereka, dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya” (H.R. Muslim)

Di sisi lain memang beberapa hadits shahih yang tampak memiliki maksud berbeda. Di satu sisi terdapat hadits yang menunjukkan bahwa membaca dzikir dengan suara keras setelah sahalat fardlu sudah dilakukan para sahabat pada masa Nabi saw. Hal ini sebagaiman dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ، كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم

“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi saw” (H.R. Bukhari-Muslim)
 
Namun terdapat juga hadits lain yang berkebalikan, yang menunjukkan adanya anjuran untuk memelankan suara ketika berdzikir, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا (رواه البخاري

“Ringankanlan atas diri kalian (jangan mengerasakan suara secara berlebihan) karena susunggunya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, akan tetapi kalian berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat” (H.R. Bukhari)

Dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir dan memelannkannya sama-sama memiliki landasan yang shahih. Maka dalam konteks ini Imam an-Nawawi berusaha untuk menjembatani keduanya dengan cara memberikan anjuran kepada orang yang berdzikir untuk menyesuakan dengan situasi dan kondisi. Berikut ini adalah penjelasan Imam an-Nawawi yang dikemukan oleh penulis kitab Ruh al-Bayan.

 وَقَدْ جَمَعَ النَّوَوِيُّ بَيْنَ الْأَحَادِيثِ الوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الجَهْرِ بِالذِّكْرِ وَالوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الإِسْرَارِ بِهِ بِأَنَّ الْإِخْفَاءَ أَفْضَلُ حَيْثُ خَافَ الرِّيَاءَ أَوْ تَأَذَّى المُصَلُّونَ أَوْ النَّائِمُونَ وَالْجَهْرُ أَفْضَلُ فِى غَيْرِ ذَلِكَ لِأَنَّ الْعَمَلَ فِيهِ أَكْثَرُ وَلِأَنَ فَائِدَتَهُ تَتَعَدَّى إِلَى السَّامِعِينَ وَلِأَنَّهُ يُوقِظُ قَلْبَ الذَّاكِرِ وَيَجْمَعُ هَمَّهُ إِلَى الفِكْرِ وَيَصْرِفُ سَمْعَهُ إِلَيْهِ وَيَطْرِدُ النَّوْمَ وَيَزِيدَ فِى النَّشَاطِ (أبو الفداء إسماعيل حقي، روح البيان، بيروت-دار الفكر، ج، 3، ص. 306

“Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab) mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang menganjurkan memelankan suara dalam berdzikir; bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih utama sekiranya dapat menutupi riya dan mengganggu orang yang shalat atau orang yang sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua kondisi tersebut karena: pebuatan yang dilakukan lebih banyak, faidah dari berdzikir dengan suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada pendengarnya, bisa mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan perenungan terhadap dzikir tersebut, mengarahkan pendenganrannya kepada dzikir terebut, menghilankan kantuk dan menambah semangatnya”. (Abu al-Fida` Ismail Haqqi, Ruh al-Bayan, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 3, h. 306)

Sedang mengenai doa bersama, yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah setelah imam selesai shalat bersama-sama dengan makmum melakukan dzikir kemudian imam melakukan doa yang diamini oleh makmunya. Hal ini jelas diperbolehkan, dan di antara dalil yang memperbolehkannya adalah hadits berikut ini:

عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ فَيَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. رواه الطبراني

Dari Habib bin Maslamah al-Fihri ra –ia adalah seorang yang dikabulkan doanya-, berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Tidaklah berkumpul suatu kaum muslim yang sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengamininya, kecuali Allah mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabarani)

Menjernihkan Fatwa Hukum Tahun Baru

Menjernihkan Fatwa Hukum Tahun Baru

Ilustrasi: Masyarakat sambut tahun baru dengan dzikir

Polemik tahunan kembali beredar di detik-detik menuju pergantian tahun baru 2018 Masehi. Muara polemik adalah fatwa hukum yang simpang-siur antara kubu yang mengharamkan dengan yang membolehkan peringatan tahun baru Masehi. Sebagai pertimbangan sebelum memilih fatwa hukum, perlu diurai tiga 'benang kusut' yang tampaknya menjadi penyebab pro-kontra fatwa.  

Benang kusut pertama adalah asosiasi kata 'Masehi' dengan Yesus, sehingga tahun Masehi dipandang sebagai tahun Kristen. Apalagi didukung bukti historis bahwa kelahiran Yesus dijadikan landasan penetapan tahun 1 Masehi, yang pertama kali dirayakan pada 1 Januari 45 SM. Asosiasi ini identik dengan asosiasi pohon cemara sebagai pohon natal.

Implikasinya, ketika asosiasi Yesus melekat pada kata 'Masehi', maka fatwa hukum yang dikeluarkan adalah haram merayakan tahun baru Masehi, karena dinilaitasyabbuh (menyerupai) agama lain.

Sebaliknya, jika asosiasi tersebut dihilangkan sebagaimana kasus pohon cemara bukanlah pohon natal, meskipun digunakan sebagai pohon natal, maka fatwa hukum yang dikeluarkan adalah boleh merayakan tahun baru Masehi. 

Persoalannya sederhana, perhitungan tahun hanya ada dua model. Pertama, Kalender Matahari yang didasarkan peredaran bumi mengelilingi matahari (revolusi bumi). Kedua, Kalender Bulan yang didasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi (revolusi bulan). Kalender Matahari dianut Tahun Masehi, sedangkan Kalender Bulan dianut Tahun Hijriah.

Namun, Kalender Matahari dan Bulan tidak bisa diklaim sebagai 'milik pribadi' suatu agama, entah Kristen maupun Islam. Keduanya adalah Kalender 'milik bersama', karena digunakan sebagai standar penanggalan di seluruh dunia, seperti Penanggalan Tionghoa dan Saka.  

Secara implisit, Surat Yunus [10]: 5 membenarkan dua model Kalender di atas. Ayat lain yang mendukung adalah Surat al-Kahfi [18]: 25 tentang kisah Ashhabul Kahfi yang tertidur selama 300 tahun menurut Kalender Matahari, atau 309 tahun menurut Kalender Bulan; karena selisih antara Kalender Matahari dengan Kalender Bulan adalah 9 tahun untuk setiap 300 tahun.

Ringkasnya, penyematan kata 'Masehi' pada Kalender Matahari, bukan berarti tahun Masehi sama dengan tahun Kristen, sehingga tidak secara otomatis membuatnya dihukumi haram, hanya gara-gara didasarkan penamaan non-Islami. Seandainya penggagasnya dulu adalah Muslim, tentu Kalender Matahari tidak akan disebut Tahun Masehi, bisa jadi Tahun Aljabar.    

Benang kusut kedua, pola pikir idealis versus realistis. Pola berpikir idealis mengandaikan kehidupan khayali di tengah kehidupan realistis. Pola pikir idealis menuntut umat manusia sebersih malaikat. Implikasinya, pola pikir idealis tidak mau menerima kenyataan berupa dilema antara dua hal negatif. Misalnya, jika ada pasien yang harus memilih antara amputasi ataukah penyakitnya menjalar ke seluruh tubuh, maka pola pikir idealis akan menuntut dokter agar menyembuhkan penyakit tersebut tanpa amputasi.

Sama halnya ketika melihat fenomena perayaan tahun baru yang hampir tidak bisa dibendung, maka pola pikir idealis akan mengeluarkan fatwa haram terhadap aktivitas apa pun yang menyangkut tahun baru Masehi, sekalipun berupa aktivitas dzikir dan doa bersama. Alasannya jelas, tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sehingga dinilai bid’ah dhalalahatau inovasi agama yang tersesat. 

Sebaliknya, pola pikir realistis berusaha menemukan alternatif terbaik di antara kondisi yang serba negatif. Apakah membiarkan umat Islam merayakan tahun baru Masehi di tempat-tempat umum yang berpotensi terjadi kemaksiatan, setidaknya berupa ikhtilath(percampuran lawan jenis non-mahram), ataukah menyediakan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, seperti dzikir dan doa bersama di masjid, mushalla atau sekolah?

Tentu alternatif kedua lebih baik daripada alternatif pertama. Oleh sebab itu, fatwa yang berasal dari pola pikir realistis adalah membolehkan peringatan tahun baru Masehi, asalkan tidak diisi kemaksiatan. Misalnya, pendapat Abu al-Hasan al-Maqdisi yang dikutip dalam al-Hawi karya Imam al-Suyuthi. 

Tampaknya, pola pikir realistis lebih relevan dengan redaksi yang digunakan oleh Rasulullah SAW dalam menyikapi kemunkaran, yaitu “fal-yughayyirhu” yang berarti “maka ubahlah.” Artinya, penanganan kemungkaran tidak melulu melalui prosedur larangan(nahi munkar); dapat juga melalui prosedur perubahan(transformasi). Inilah yang diteladankan Walisongo ketika mengubah cerita wayang yang biasanya didasarkan epos Ramayana dan Mahabarata yang bersifat politeisme, menjadi kisah-kisah Islami yang bersifat monoteisme (tauhid), seperti Kalimasada.

Jadi, daripada melarang Muslim merayakan tahun baru Masehi, namun realitanya pasti banyak yang ikut merayakannya; lebih baik menyediakan kegiatan-kegiatan yang terpuji di malam tahun baru Masehi, seperti mengadakan dzikir dan doa bersama.

Benang kusut ketiga adalah pemberlakuan hukum itu bersifat kaku ataukah luwes? Bagi ulama yang memandang bahwa hukum harus diberlakukan secara kaku, tanpa memedulikan situasi dan kondisi, maka hanya ada satu hukum untuk satu kasus. Misalnya, hanya ada satu hukum terkait ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru, yaitu haram tanpa terkecuali.

Sebaliknya, bagi ulama yang memandang bahwa hukum harus diberlakukan secara luwes, sesuai situasi dan kondisi, maka banyak hukum untuk satu kasus. Misalnya, banyak hukum terkait ucapan Selamat Natal dan Tahun Baru. Bagi pihak yang berkepentingan, seperti pejabat yang mengayomi warga non-Muslim, maka hukum mengucapkannya adalah boleh (mubah). Demikian halnya seorang Muslim boleh mengucapkan Selamat Natal dan Tahun Baru kepada tetangganya yang beragama Kristen, semata-mata demi memperkuat hubungan harmonis antartetangga. Contoh ulama yang membolehkan adalah Yusuf al-Qaradhawi, Musthafa al-Zarqa, Ali Jumah dan Quraish Shihab. 

Senin, 11 Desember 2017

Memilih Ustadz-Ustadzah di Zaman Now


Memilih Ustadz-Ustadzah di Zaman Now

Maraknya para "pengaku pakar" ilmu agama dewasa ini menjadi kegelisahan tersendiri. Saya sebut "pengaku pakar" sebab mereka ditahbiskan sebagai ustadz-ustadzah oleh media yang merajai zaman milenial. Ironisnya profesi tersebut tidak sebanding lurus dengan apa yang disampaikan. 

Hate speech, caci maki yang seharusnya tidak etis dilontarkan seorang ustadz, seolah itu syarat sah menjadi ustadz. Semakin garang dan ngeri makiannya, semakin mendapat aplaus dari "penganutnya". 

Apa sebab? Tidak lain itu bermula dari umpatan yang disebarluaskan di Youtube, di lapangan, di tengah masyarakat. Masih hangat dalam ingatan kita sosok yang dihormati secara "genetika", namun ironisnya ia suka umbar caci-maki. Sehingga makian itu otomatis menjadi "tutorial" cara mengumpat yang syar'i. Atau mungkin dalam benaknya bahwa misuh itu berpahala asal dilanjutkan takbir. 

Kejadian serupa yang lagi hangat dibicarakan adalah tulisan ayat alquran yang acak-adut dalam tayangan televisi nasional. Sosok yang disebut ustadzah itu pun dengan enjoy menjelaskan ayat per-ayat sesuai yang terpampang dalam papan tulis digital. Dia tidak merasa gelisah, risau dengan kekeliruan tersebut. Seakan tulisan ayat Al-Qur'an yang tidak karuan itu adalah sesuatu yang wajar.

Persoalan-persoalan ini memaksa kita untuk selektif dalam memilih ustadz- ustadzah di zaman now. Sebab ustadz adalah penyeru kebaikan, kebijakan. Darinya pula seseorang bisa menimba tuntunan mulia. 

Hijrahnya para politisi, artis, musisi, pelawak, mantan preman menjadi sosok ustadz merupakan fenomena yang tidak bisa dihindari. Dengan modal sudah terkenal dan bekal  agama yang pas-pasan, mereka dengan mudah menarik animo masyarakat. Memang perpindahan profesi tidak dilarang, akan tetapi ada syarat yang harus dipenuhi, yaitu harus kompenten di bidang agama. Bukan cuma pandai berceramah banyolan saja.

Kesemua ini merupakan tantangan ustadz-ustadzah yang memang kompeten di bidang agama. Hanya saja diakui atau tidak ustadz yang asli pakar agama kecolongan strategi dakwah. Tengok saja, dalam Google maupun Youtube bertebaran ustadz-ustadzah abal-abal. Seakan-akan dunia maya adalah penentu kealiman dan tidaknya seseorang. Parahnya lagi semua itu ditentukan rating dan follower. Padahal seorang ustadz-ustadzah berperan penting untuk mengawal membimbing membentuk pribadi masyarakat.

Sangat tepat dawuh "laula murabbi ma 'araftu rabbi" (jikalau tanpa ada pembimbing/ustadz, aku takkan mengenal tuhanku). Permasalahannya adalah bagaimana cara memilih ustadz-ustadzah yang pantas dijadikan panutan? Apakah mereka yang suka mencaci maki? Ataukah yang mengajak memberontak? Atau yang sering tampil di dunia maya?

Gus Mus pernah dawuh "seseorang yang berdakwah harus memiliki ruh dakwah", artinya seorang ustadz, guru, muballigh, kiai harus berpijak pada ruh/inti dakwah yang bersendikan akhlaqul karimah. Apa jadinya generasi masa depan jika seluruh podium (baik nyata maupun maya) dikuasai ustadz-ustadz yang tidak menguasai kitab, tidak becus ngajinya, (bahkan baca terjemahan pun masih belepotan), suka berucap kotor, dan berperilaku amoral. 

Dengan demikian, sudah sewajibnya para ustadz-ustadzah yang berdakwah dengan bernafaskan kelembutan sekaligus mengabdikan diri untuk masyarakatnya kudu dipopulerkan, diviralkan, diyoutubekan sebagai ustadz-ustadzah yang bisa diteladani, dicontoh tindak tanduknya. Tapi kesemua itu kembali kepada masyarakat zaman now. Masihkah tertarik untuk menyerap kebaikan dan bertutur kata yang halus ataukah tidak. 

Silakan memilih!


Minggu, 10 Desember 2017

Ustad abal-abal tak bisa nulis Arab


Ada Dai Salah Baca Tulis Al-Qur’an di Televisi, Ini Kata JQHNU Jatim


Belakangan ini banyak para dai yang tampil di televisi kerap membuat kesalahan. Fatalnya, kesalahan itu hampir dipastikan dalam pembacaan ayat Al-Qur'an serta penulisan yang salah. Minggu lalu, salah satu stasiun televisi swasta menayangkan dai yang salah dalam menulis ayat 45 surat Al-Ankabut dan ayat 21 surat Al-Ahzab.

Melihat kasus yang sempat viral di media sosial itu, Pimpinan Wilayah Jamiyatul Qurra wal Huffazh (JQH) NU Jawa Timur menyatakan siap apabila diajak kerja sama dalam mendidik dan membina bacaan Al-Qur'an secara khusus kepada para dai yang akan tampil di TV. 

"Kami siap merekomendasi dai yang kompeten di bidang Al-Quran," kata H M Zainul Arifin, Ketua PW JQH NU Jatim dalam jumpa persnya di gedung PWNU Jatim ini, Sabtu, (9/12). 

Menurutnya, JQH ini badan otonom NU yang fokus pada pembaca dan penghafal Al-Qur'an. Lebih spesifik fokus pada pemberdayaan qori' dan tahfidzul Qur'an. Maka dari itu, JQH NU Jatim memiliki banyak pakar di bidang qiroah, tahfidz, tafsir Al-Qur'an, tartila, dan tilawah. 

"Kami ingin memanfaatkan mereka untuk mewarnai dan mengembangkan Al-Qur'an, memasyarakatkan Al-Qur’an dan mengal-qur'ankan masyarakat," tegas mantan Ketua JQHNU Kabupaten Sidoarjo itu.

Zainul yang didampingi sejumlah pengurus ini menambahkan, seorang ustadz maupun penceramah idealnya harus memiliki kompetensi serta berhati-hati dalam menyampaiakan ayat Al-Qur'an, baik dari segi bacaan tafsir maupun dalam penulisaanya, karena salah menulis kalimat bisa mengubah maknanya.

"Seharusnya para dai diberi pembinaan sebelum berdakwah di televisi," pungkas Zainul.

Jumat, 08 Desember 2017

7 Kitab Dasar yang Diajarkan di Pesantren


7 Kitab Dasar yang Diajarkan di Pesantren

Dalam dunia pesantren khususnya pesantren salaf, kitab kuning menjadi rujukan utama. Yang menarik, kitab kuning yang diajarkan telah memiliki umur yang cukup lama, hingga ratusan tahun tetap terjaga keasliannya. Berikut akan kami share tujuh kitab dasar yang dipelajari di pesantren salaf dari berbagai macam cabang ilmu agama.

1. Kitab Al-Ajurumiyah

Salah satu kitab dasar yang mempelajari ilmu nahwu. Setiap santri yang menginginkan belajar kitab kuning wajib belajar dan memahami kitab ini terlebih dahulu. Karena tidak mungkin bisa membaca kitab kuning tanpa belajar kitab Jurumiyah, p
pedoman dasar dalam ilmu nahwu. Adapun tingkatan selanjutnya setelah Jurumiyah adalah Imrithi, Mutamimah, dan yang paling tinggi adalah Alfiyah. Al-Jurumiyah dikarang oleh Syekh Imam Sanhaji dengan memaparkan berbagai bagian di dalamnya yang sistematis dan mudah dipahami.

2. Kitab  Amtsilah At-Tashrifiyah

Jika nahwu adalah bapaknya, maka shorof ibunya. Begitulah hubungan kesinambungan antara dua jenis ilmu itu. Keduanya tak bisa dipisahkan satu sama yang lainnya dalam mempelajari kitab kuning. Salah satu kitab yang paling dasar dalam mempelajari ilmu shorof adalah Kitab Amtsilah Tashrifiyah yang dikarang salah satu ulama Indonesia, beliau KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. Kitab tersebut sangat mudah dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah.

3. Kitab Mushtholah Al-hadits 

Kitab dasar selanjutnya adalah Kitab Mushtholah Al-Hadits yang mempelajari ilmu mengenai seluk beluk ilmu hadits. Mulai dari macam-macam hadits, kriteria hadits, syarat orang yang berhak meriwayatkan hadits dan lain-lain dapat dijadikan bukti kevalidan suatu matan hadits. Kitab ini dikarang oleh al-Qodhi abu Muhammad ar-Romahurmuzi yang mendapatkan perintah dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz karena pada waktu itu banyak orang yang meriwayatkan hadist-hadist palsu.

4. Kitab Arba’in Nawawi

Pada kitab yang telah disebutkan di atas merupakan kitab dasar dalam menspesifikasikan kedudukan hadits. Berbeda lagi dengan kitab matan hadits yang harus dipelajari di dunia pesantren, yaitu Kitab Arba’in Nawawi karangan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri Al Nizami An-Nawawi yang berisi 42 matan hadits. Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab antara lain Riyadhus Sholihin,  Al-Adzkar, Minhajut Tholibin, Syarh Muslim, dan lain-lain. Muatan tema yang dihimpun dalam kitab ini meliputi dasar-dasar agama, hukum, muamalah, dan akhlak

5. Kitab At-Taqrib

Fiqh merupakan hasil turunan dari Al-Quran dan Al-Hadist setelah melalui berbagai paduan dalam ushul fiqh. Kitab Taqrib yang dikarang oleh Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy adalah kitab fiqh yang menjadi rujukan dasar dalam mempelajari ilmu fiqh. Di atas Kitab Taqrib ada Kitab Fathul Qorib, Tausyaikh, Fathul Mu’in, dan semuanya itu syarah atau penjelasan dari At-Taqrib.

6. Kitab Aqidatul Awam

Hal mendasar dalam agama adalah kepercayaan atau aqidah. Apabila aqidah sudah mantap, kuat dan benar maka dalam menjalani syariat agama tidak akan menyeleweng dari aturan syariat yang telah ditentukan. Kitab dasar aqidah yang dipelajari dipesantren adalah kitab Aqidatul Awam karangan Syaikh Ahmad Marzuqi Al-Maliki berisi 57 bait nadzom. Kitab ini dikarang atas perintah Rasulullah yang mendatangi sang pengarang melalui mimpinya. Hingga beliau mampu menyelesaikan kitab tersebut sebagai acuan sumber literasi ilmu Aqidah di berbagai tempat.

7. Kitab Ta’limul Muta’alim

Sepandai apapun manusia serta sebanyak apapun ilmu yang dikuasainya, semuanya tidak akan bisa menghasilkan sarinya ilmu tanpa adanya akhlaq. Hal dasar bagi para pencari ilmu agar ilmunya manfaat dan barokah adalah harus mengutamakan akhlaq. Kitab dasar yang menerangkan mengenai akhlaq di dunia pesantren adalah kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji. Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti mempelajari kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengan Ta’limul Muta’alim, seperti kitab Adabul ‘alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia, Pahlawan Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kedua kitab ini pun juga menjadi kurikulum wajib bagi pesantren yang ada di Indonesia bahkan hingga luar negeri.

Sungguh kaya khazanah ilmu pengetahuan Islam yang ada di dunia pesantren. Ada sekitar 200 judul kitab dipelajari di pesantren menurut data yang pernah dikemukakan oleh Gus Dur. Kalangan pesantren terus berupaya agar kebudayaan pesantren ini dapat eksis di tengah perubahan zaman dan globalisasi. Literasi kebudayaan salaf ini mampu menunjukkan kiprah para ulama sebagai warotsatul ambiya’ (pewaris para Nabi).

Wallahua’lam bishshowab.

Penulis sanhaji Dkm Masjid AL-Muhajirin
 

Kamis, 07 Desember 2017

Pandangan Ulama terkait Kualitas Hadits Bendera Rasulullah


Pandangan Ulama terkait Kualitas Hadits Bendera Rasulullah

Bendera hitam atau putih bertuliskan kalimat tauhid selalu diidentikkan oleh sebagian kelompok sebagai bendera Islam atau bendera Rasulullah. Dengan anggapan ini, kalau ada bendera lain yang tidak serupa dengan bendera Rasulullah, dianggap bukan Islam dan tidak sesuai dengan tuntunan Rasulullah.

Kelompok yang mengindetikkan bendera hitam atau putih bertulis kalimat tauhid ini sebagai bendera Rasulullah merujuk pada hadits riwayat Ibnu Abbas yang terdapat dalam beberapa kitab hadits. Ibnu Abbas berkata.

كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ مَكْتُوْبٌ عَلَيْهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

Artinya, “Bendera (pasukan) Rasulullah itu hitam dan panjinya itu putih yang bertuliskan di atasnya ‘La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah,’”(HR At-Thabarani).

Merujuk pada penelitian yang dilakukan tim el-Bukhari Institute dalam buku Meluruskan Pemahaman Hadits Kaum Jihadis, hadits tentang bendera Rasulullah di atas terdapat dalam beberapa kitab, di antaranya, Mu’jamul Awsath karya At-Thabarani dan Akhlaqun Nabi wa Adabuhu karya Abus Syekh Al-Ashbihani.

Secara umum, kualitas hadits bendera hitam bertulis "La Ilaha Illallah Muhammad Rasulullah" adalah dhaif (lemah), baik riwayat At-Thabarani ataupun Abu Syekh. Hadits bendera hitam juga dikategorikan dhaif oleh Ibn ‘Adi dan termasuk salah satu dari sekian banyak hadits dhaif yang terdapat dalam kitab Al-Kamil fi Dhu’afa’ir Rijal.

Riwayat At-Thabarani dihukumi lemah karena di dalam rangkaian sanadnya terdapat rawi bermasalah, yaitu Ahmad Ibn Risydin. Menurut An-Nasa’i, Ibn Risydin adalah seorang pembohong kadzdzab (pembohong). Adz-Dzahabi menyebut Ibn Risydin sebagai pemalsu hadits (muttaham bil wadh’i). Ibn ‘Adi mengakui bahwa Ibn Risydin salah satu orang yang paling banyak meriwayatkan hadits, namun sangat disayangkan kebanyakan periwayatannya munkar dan palsu. Sementara menurut Ibnu Yunus, Ibnu ‘Asakir, dan Ibnul Qaththan, dan Ibnul Qasim, Ibn Risydin diterima haditsnya karena dia kredibel (tsiqah) dan penghafal hadits (huffazhul hadits).

Ketika dihadapkan pada dua simpulan yang bertolak-belakang ini, maka penilaian negatif (jarh) lebih diprioritaskan daripada penilaian positif (ta’dil). Simpulan ini merujuk pada kaidah umum dalam jarh wa al-ta’dil, “Apabila bertentangan antara jarh dan ta’dil, maka jarh lebih didahulukan bila dijelaskan argumentasinya secara spesifik.” Dengan demikian, riwayat Ibn Risydin tidak dapat diterima karena pembohong (muttaham bil kidzbi) dan dianggap pemalsu hadits (muttaham bil wadh’i) meskipun riwayat dan haditsnya banyak didokumentasikan.

Adapun riwayat Abu Syekh berasal ari dua jalur, yaitu Abu Hurairah dan Ibnu Abbas. Riwayat yang bersumber dari Abu Hurairah dihukumi lemah karena ada Muhammad Ibn Abu Humaid dalam silsilah sanadnya. Sebagian besar kritikus hadits berpendapat bahwa Abu Humaid adalah dhaif dan termasuk munkarul hadits. Sedangkan riwayat Abu Syekh yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas dihukumi hasan dan tidak sampai pada tingkatan shahih.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa kualitas hadits bendera hitam yang diriwayatkan oleh At-Thabarani dan riwayat Abu Syekh yang bersumber dari Abu Hurairah adalah lemah atau dapat disebut juga hadits munkar. Sementara riwayat Abu Syekh yang berasal dari Ibnu Abbas termasuk hadits hasan dan tidak mencapai derajat shahih.

Bagaimana Pengamalannya?
Setelah mengetahui kualitas hadits, pertanyaan berikutnya adalah bagaimana pengamalannya, apakah hadits tersebut wajib diamalkan atau tidak. Dalam bahasa lain, apakah hadits bendera Rasulullah itu bermuatan syariat atau tidak. Kalau dipahami sebagai bagian dari syariat berarti wajib diamalkan. Sementara kalau bukan bagian dari syariat, tidak wajib diamalkan.

Menurut KH Ali Mustafa Yaqub, ada dua indikator yang dapat digunakan untuk membedakan syariat dan bukan syariat, atau budaya, di dalam memahami hadits Nabi. Pertama, apabila amalan tersebut hanya dilakukan oleh umat Islam dan tidak dilakukan agama lain berarti amalan itu bagian dari syariat. Kedua, jika sebuah perbuatan dikerjakan oleh semua orang, baik Muslim maupun non-Muslim, dan sudah ada sejak sebelum kedatangan Islam, maka perbuatan tersebut bukan syariat dan termasuk budaya.

Berdasarkan dua indikator ini dan sekaligus merujuk pada fakta sejarah, bendera bukanlah bagian dari syariat karena sudah ada sebelum kedatangan Islam dan digunakan oleh semua pasukan perang baik Muslim ataupun non-Muslim. Bahkan dalam pandangan Ibnu Khaldun, memperbanyak bendera, memberi warna dan memanjangkannya, hanya semata-mata untuk menakuti musuh dan kepentingan politik suatu pemerintahan.

Kendati Rasulullah menggunakan warna dan bentuk bendera tertentu, bukan berati model bendera Rasulullah ini mesti diikuti oleh setiap umat Islam sehingga negara yang tidak sesuai warna benderanya dengan bendera Rasulullah dianggap tidak mengikuti sunah Nabi. Karena pada hakikatnya, persoalan warna dan bentuk bendera bukan bagian dari agama yang bersifat ibadah (ta’abbudi), seperti halnya shalat, puasa, dan ibadah mahdhah lainnya, tetapi termasuk urusan muamalah yang identik dengan perubahan dan perkembangan. 


Wallahu a’lam.

Selasa, 05 Desember 2017

KEBIJAKAN

KEBIJAKAN

kebijakan adalah Rangkaian konsep dan azas yg menjadi garis besar dan dasar rencana dlm pelaksanaan suatu pekerjaan bagi pimpinan dan cara bertindak (ttg pemerintah,Organisasi dsb..) pernyataan Visi,prinsip atau maksud sebagai garis pedoman untuk manajemen dlm usaha mencapai target SECARA ARIF DAN BIJAK SANA...dengan demikian kebijakan harus bertopang pada kearifan dan kebijaksanaan lalu Apa itu Arif ? dan Apa itu bijak?...
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,kata arif memiliki arti yakni bijaksana,cerdik dan berilmu.Selain itu juga memiliki arti:paham atau mengerti.Arif berarti orang tersebut mengetahui suasana,tempat/kondisi,situasi dan bisa berlaku semestinya dengan semua yang dihadapi.
Orang yang arif ialah orang yang tidak membanggakan amal ibadahnya.
Orang yang arif selalu memperhatikan dirinya dan mengkuatirkan amalnya,dapat menempatkan diri mereka dengan jiwa yang waspada dan tenang.

Sedangkan bijaksana
Menurut kamus besar bahasa indonesia,kata bijaksana memiliki arti yakni selalu menggunakan akal budinya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya,memiliki ketajaman pemikiran,pandai dan hati-hati(cermat dan teliti) jika menghadapi kesulitan.
Orang yang bijak dapat berbuat semestinya sesuai dengan kebajikan, bijaksana selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan ilmu pengetahuannya) ; tajam pikiran pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dsb.) apabila menghadapi kesulitan dsb.: contoh "Dengan bijaksana ia menjawab pertanyaan yang bersifat menjerat"....
SCR Etimologi sikap bijaksana adalah sikap tepat dalam menyikapi setiap keadaan dan peristiwa sehingga memancarlah keadilan, ketawadluan dan kebeningan hati.

Sehingga dengan demikian, kata Arif dan bijaksana adalah keduanya kata sifat yg menunjukan kata kerja dengan menonjolkan sifat kepandaiannya, kepintarannya, kecerdikannya, kehati-hatian, kecermatannya, dalam bertindak sehingga menghasilkan keputusan yg adil, bijak dan arif, dan itulah KEBIJAKAN....
Jadi jangan gampang mengeluarkan kata kebijakan kalau keputusannya tidak adil dan dengan menonjolkan Egositasnya saja....
(penulis Sanhaji).

Senin, 04 Desember 2017

Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari dan Muslim?


Kenapa Imam Mazhab Tidak Pakai Hadits Bukhari dan Muslim?

Kenapa para Imam Mazhab seperti Imam Malik tidak memakai hadits Sahih Bukhari dan Sahih Muslim yang katanya merupakan 2 kitab hadits tersahih? Untuk tahu jawabannya, kita harus paham sejarah. Paham biografi tokoh2 tsb.

Imam Malik lahir tahun 93 Hijriyah. Sementara Imam Bukhari lahir tahun 196 H dan Imam Muslim lahir tahun 204 H. Artinya Imam Malik sudah ada 103 tahun sebelum Imam Bukhari lahir. Paham?

Apakah hadits para Imam Mazhab lebih lemah dari Sahih Bukhari dan Sahih Muslim?

Justru sebaliknya. Lebih kuat karena mereka lebih awal lahir daripada Imam Hadits tsb.

Rasulullah SAW bersabda :

خَيْرُ النَّاس
ِ قَرْنِيْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia adalah pada kurunku (Sahabat), kemudian yang sesudahnya (Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in).”[HR. Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 2533 ]

Siapakah pengikut ulama SALAF sebenarnya?

1) Imam Hanafi lahir:80 hijrah

2) Imam Maliki lahir: 93 hijrah

3) Imam Syafie lahir:150 hijrah

4) Imam Hanbali lahir:164 hijrah

Jadi kalau ada manusia akhir zaman yang berlagak jadi ahli hadits dgn menghakimi pendapat Imam Mazhab dgn Sahih Bukhari dan Sahih Muslim, ya keblinger. Hasil “ijtihad” mereka pun berbeda-beda satu sama lain…

Biar kata misalnya menurut Sahih Bukhari misalnya sholat Nabi begini2 dan beda dgn sholat Imam Mazhab, namun para Imam Mazhab seperti Imam Malik MELIHAT LANGSUNG cara sholat puluhan ribu anak2 sahabat Nabi di Madinah. Anak2 sahabat ini belajar langsung ke para Sahabat Nabi yang jadi bapak mereka. Jadi lebih kuat ketimbang 2-3 hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari 100 tahun kemudian.

Imam Bukhari dan Imam Muslim pun meski termasuk pakar hadits paling top, tetap bermazhab. Mereka mengikuti mazhab Imam Syafi’ie.
Berikut inii adalah para Imam Hadits yang mengikuti Mazhab Syafi’ie:
Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Nasa’i, Imam Baihaqi, Imam Turmudzi, Imam Ibnu Majah, Imam Tabari, Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Abu Daud, Imam Nawawi, Imam as-Suyuti, Imam Ibnu Katsir, Imam adz-Dzahabi, Imam al-Hakim.

Minggu, 03 Desember 2017

Menyiram Air dan Karangan Bunga di Kuburan


Menyiram Air dan Karangan Bunga di Kuburan

Banyak sekali ragam tradisi yang berhubungan dengan ziarah kubur. Mulai dari mengaji al-Qur’an, tahlil, yasinan hingga menyirami pusara dengan air. Tentang dasar hukum berbagai tradisi tersebut telah sering disebutkan dalam tulisan yg terdahulu.  Kali ini kami akan menerangkan dasar hukum menyiram kuburan dengan air dingin atupun air wewangian.Imam Nawawi al-Bantani dalam Nihayatuz Zain menerangkan bahwa hukum menyiram kuburan dengan air dingin adalah sunnah. Tindakan ini merupakan sebuah pengharapan –tafaul- agar kondisi mereka yang dalam kuburan tetap dingin.

وَيُنْدَبُ رَشُّ الْقَبْرِ بِمَاءٍ باَرِدٍ تَفاَؤُلاً بِبُرُوْدَةِ الْمَضْجِعِ وَلاَ بَأْسَ بِقَلِيْلٍ مِنْ مَّاءِ الْوَرْدِ ِلأَنَّ الْمَلاَ ئِكَةَ تُحِبُّ الرَّائِحَةَ الطِّيْبِ (نهاية الزين 154)

Disunnahkan untuk menyirami kuburan dengan air yang dingin. Perbuatan ini dilakukan sebagai pengharapan dengan dinginnya tempat kembali (kuburan) dan juga tidak apa-apa menyiram kuburan dengan air mawar meskipun sedikit, karena malaikat senang pada aroma yang harum. 
Begitu pula yang termaktub dalam al-Bajuri

...ويندب أن يرش القبر بماء والأولى أن يكون طاهرا باردا لأنه صلى الله عليه وسلم فعله بقبرولده إبراهم وخرج بالماء ماء الورد فيكره الرش به لأنه إضاعة مال لغرض حصول رائحته فلاينافى أن إضاعة المال حرام وقال السبكى لا بأس باليسير منه إن قصد به حضور الملائكة فإنها تحب الرائحة الطيبة...

Disunnahkan menyiram kubur dengan air, terutama air dingin sebagaimana pernah dilakukan rasulullah saw terhadap pusara anyaknya, Ibrahim. Hanya saja hukumnya menjadi makruh apabila menyiraminya menggunakan air mawar dengan alasan menyia-nyiakan (barang berharga). Meski demikian menurut Imam Subuki tidak mengapa kalau memang penyiraman air mawar itu mengharapkan kehadiran malaikat yang menyukai bau wangi.

Hal ini sebenarnya pernah pula dilakukan oleh Rasulullah saw

” أن النبي ( صلى الله عليه وسلم ) رش على قبر ابراهيم ابنه ووضع عليه حصباء ”

Artinya: “Sesungguhnya Nabi Muhammad ShallaAllahu alaihi wa sallam menyiram [air] di atas kubur Ibrahim, anaknya dan meletakkan kerikil diatasnya.”

Begitu juga dengan meletakkan karangan bunga ataupun bunga telaseh yang biasanya diletakkan di atas pusara ketika menjelang lebaran. Hal ini dilakukan dalam rangka Itba’ sunnah Rasulullah saw. sebagaimana diterangkan dalam hadits 

حَدثَناَ يَحْيَ : حَدَثَناَ أَبُوْ مُعَاوِيَةَ عَنِ الأعمش عَنْ مُجَاهِدٍ عَنْ طاووس عن ابن عباس رضي الله عنهما عَنِ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ مَرَّ بِقَبْرَيْنِ يُعَذِّباَنِ فَقاَلَ: إِنَّهُمَا لَـيُعَذِّباَنِ وَماَ يُعَذِّباَنِ فِيْ كَبِيْرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لاَ يَسْتَتِرُ مِنَ البَوْلِِ وَأَمَّا اْلآخَرُ فَكَانَ يَمْشِيْ باِلنَّمِيْمَةِ . ثُمَّ أَخُذِ جَرِيْدَةً رَطْبَةً فَشْقِهَا بِنَصْفَيْنِ، ثُمَّ غُرِزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةٍ، فَقَالُوْا: ياَ رَسُوْلَ اللهِ لِمَ صَنَعْتَ هٰذَا ؟ فقاَلَ: ( لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَالَمْ يَيْـبِسَا)

Dari Ibnu Umar ia berkata; Suatu ketika Nabi melewati sebuah kebun di Makkah dan Madinah lalu Nabi mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Nabi bersabda kepada para sahabat “Kedua orang (yang ada dalam kubur ini) sedang disiksa. Yang satu disiksa karena tidak memakai penutup ketika kencing sedang yang lainnya lagi karena sering mengadu domba”. Kemudian Rasulullah menyuruh sahabat untuk mengambil pelepah kurma, kemudian membelahnya menjadi dua bagian dan meletakkannya pada masing-masing kuburan tersebut. Para sahabat lalu bertanya, kenapa engkau melakukan hal ini ya Rasul?. Rasulullah menjawab: Semoga Allah meringankan siksa kedua orang tersebut selama dua pelepah kurma ini belum kering. (Sahih al-Bukhari, [1361])

Lebih ditegaskan lagi dalam I’anah al-Thalibin;

يُسَنُّ وَضْعُ جَرِيْدَةٍ خَضْرَاءَ عَلَى الْقَبْرِ لِلْإ تِّباَعِ وَلِأَنَّهُ يُخَفِّفُ عَنْهُ بِبَرَكَةِ تَسْبِيْحِهَا وَقيِْسَ بِهَا مَا اعْتِيْدَ مِنْ طَرْحِ نَحْوِ الرَّيْحَانِ الرَّطْبِ

Disunnahkan meletakkan pelepah kurma yang masih hijau di atas kuburan, karena hal ini adalah sunnah Nabi Muhammad Saw. dan dapat meringankan beban si mayat karena barokahnya bacaan tasbihnya bunga yang ditaburkan dan hal ini disamakan dengan sebagaimana adat kebiasaan, yaitu menaburi bunga yang harum dan basah atau yang masih segar.

Wirid Ba'da sholat Fardhu

Berikut ini adalah bacaan wiridan ba’da sholat fardhu berdasarkan pada hadits Rasulullah SAW. 

1. اَسْتَغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْمَ لِى وَالِوَلِدَيَّ وَلِاَصْحَابِ اْلحُقُوْقِ اْلوَاجِبَةِ عَلَيَّ وَلِمَشَايِخِنَا وَلِاِخْوَانِنَا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ اَلْاَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمَوَاتِ وَاَتُوْبُ اِلَيْهِ....3x 2. لاَاِلٰهَ اِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ... 3x 3. اَللّهُمَّ اَجِرْنَا مِنَ النَّارِ ...3x 4. اَللّهُمَّ اَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلاَمُ وَاِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلاَمُ فَحَيِّنَا رَبَّنَا بِالسَّلاَمِ وَاَدْخِلْنَا اْلجَنَّةَ دَارَالسَّلاَمِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَاذَاْلجَلاَلِ وَاْلاِكْرَامِ 5. اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا اَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا رَادَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَاْلجَدِّ مِنْكَ اْلجَدُّ 6. سُوْرَةُ اْلفَاتِحَةِ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ ﴿١﴾ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ ﴿٢﴾ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ ﴿٣﴾ مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ ﴿٤﴾ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ﴿٥﴾ اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ ﴿٦﴾ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ ﴿٧﴾. أمِيْن 7. سُوْرَةُ اْلاِخْلاَصِ ...3x بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ اللَّهُ الصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ ﴿٤﴾ ... (3) 8. سُوْرَةُ اْلفَلَقْ ...1x بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴿١﴾ مِن شَرِّ مَا خَلَقَ ﴿٢﴾ وَمِن شَرِّ غَاسِقٍ إِذَا وَقَبَ ﴿٣﴾ وَمِن شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ ﴿٤﴾ وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ ﴿٥﴾ 9. سُوْرَةُ النَّاسِ ...1x بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴿١﴾ مَلِكِ النَّاسِ ﴿٢﴾ إِلَـٰهِ النَّاسِ ﴿٣﴾ مِن شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ ﴿٤﴾ الَّذِي يُوَسْوِسُ فِي صُدُورِ النَّاسِ ﴿٥﴾ مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ ﴿٦﴾ 10. اٰيَةُ اْلكُرْسِى...1x وَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَاحِدْ ، لاَاِلٰهَ اِلاَّ هُوَ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْم ، اَللهُ لاَاِلٰهَ اِلاَّ هُوَ الْحَيُّ اْلقَيُّوْمُ ، لاَتَأْخُذُهُ سِّنَةُ وَلاَ نَوْمُ ، لَهُ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلاَرْض ، مَنْ ذَاالَّذِى يَشْفَعُ عِنْدَهُ اِلاَّ بِاِذْنِهِ ، يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ، وَلاَ يُحِيْطُوْنَ بِشَيْئٍ مِنْ عِلْمِهِ اِلاَّ بِمَاشَاءَ ، وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوَاتِ وَاْلاَرْضََ ، وَلاَ يَؤُدُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ اْلعَلِيُّ اْلعَظِيْمُ . للهِ مَا فِى السَّمٰوَاتِ وَمَا فِى اْلاَرْضِِ، وَاِنْ تُبْدُوْا مَا فِى اَنْفُسِكُمْ اَوْتُخْفُوْهُ يُحَاسِبْكُمْ بِهِ الله ، فَيَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ ، وَاللهُ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْر. أٰمَنَ الرَّسُوْلُ بِمَا اُنْزِلَ اِلَيْهِ مِنْ رَبِّهِ وَاْلمُؤْمِنُوْنَ ، كُلٌّ أٰمَنَ بِااللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، لاَ نُفَرِّقُ بَيْنَ اَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ ، وَقَالُوْا سَمِعْنَا وَاَطَعْنَا غُفْرَانَكَ رَبَّنَا وَاِلَيْكَ اْلمَصِيْرُ ، لاَيُكَلِّفُ اللهُ نَفْسًا اِلاَّ وُسْعَهَا ، لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَااْكتَسَبَتْ ، رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَا اِنْ نَسِيْنَا اَوْ اَخْطَأْنَا ، رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا اِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا ، رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَا لاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ . 11. شَهِدَ اللهُ اَنَّهُ لاَاِلٰهَ اِلاَّهُوَ وَاْلمَلاَئِكَةُ وَاُوْلُواْلعِلْمِ قَائِمًا بِااْلقِسْطِ لاَاِلٰهَ اِلاَّهُوَ اْلعَزِيْزُ اْلحَكِيْمُ ، اِنَّ الدِّيْنَ عِنْدَاللهِ اْلاِسْلاَمُ قُلِ اللّهُمَّ مَالِكَ اْلمُلْكِ تُؤْتِى اْلمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزَعُ اْلمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ اْلخَيْرُ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ، تُوْلِجُ اللَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَتُوْلِجُ النَّهَارَ فِى اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ اْلحَيَّ مِنَ اْلمَيِّتِ وَتُخْرِجُ اْلمَيِّتَ مِنَ اْلحَيِّ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابْ. 12. اِلٰهَنَا يَا رَبَّنَا اَنْتَ مَوْلاَنَا – سُبْحَانَ الله – 33x، سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ دَائِمًا اَبَدًا 13. اْلحَمْدُ لله ... 33x ، اْلحَمْدُ لله رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ عَلٰى كُلِّ حَالٍ وَنِعْمَةٍ 14. اَللهُ اَكْبَرُ ... 33x ، اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ للهِ كَشِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلاً ، لاَاِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمُلْكُ وَلَهُ اْلحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَقُوَّةَ اِلاَّ بِااللهِ اْلعَلِيِّ اْلعَظِيْمِ 15. اَسْتًغْفِرُاللهَ اْلعَظِيْم 33x 16. اَفْضَلُ الذِّكْرِ فَاعْلَمْ اَنَّهُ – لاَاِلٰهَ اِلاَّ اللهُ –33x 17. لاَاِلٰهَ اِلاَّ اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، كَلِمَةُ اْلحَقُِّ عَلَيْهَا نَحْيٰ وَعَلَيْهَا نَمُوْتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ اِنْ شَاءَاللهُ تَعَالٰى مِنَ اْلاٰمِنِيْنَ بِرَحْمَةِ اللهِ وَكَرَمِهِ ، جَزَ اللهُ عَنَّا سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَاهُوَ اَهْلُهُ 

Setelah berdzikir dianjurkan untuk berdoa sesuai dengan kepentingan masing-masing. 

Sabtu, 02 Desember 2017

Kumpulan Sholawat Nabi SAW

Kumpulan Sholawat Nabi Bacaan Sholawat nabi memiliki banyak redaksi, ulama - ulama besar tidak terkecuali para sahabat menggubah doa sholawat untuk nabi Muhammad SAW sebagai bentuk cinta kepada junjungan imam para rasul. Semisal adalah Ali Bin Abi Thalib yang terdapat dalam satu hadits.

عَنْ سَلاَمَةَ الْكِنْدِيِّ قَالَ: كَانَ عَلِيٌّ رَضِِيَ اللهُ عَنْهُ يُعَلّمُ النَّاسَ الصَّلاَةَ عَلَى النَّبِّيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ : اَللَّهُمَّ دَاحِىَ الْمَدْحُوَّاتِ, وَبَارِئَ الْمَسْمُوْكَاتِ, وَجَبَّارَ الْقُلُوْبِ عَلَى فِطْرَتِهَا شَقِيِّهَا وَسَعِيْدِ هَا,اجْعَلْ شَرَائِفَ صَلَوَاتِكَ وَنَوَاميَ بَرَكَاتِكَ وَرَأْفَةَ تَحَنُّنِكَ , عَلَى مُحَمَّدٍ عَبْدِ كَ وَرَسُوْلِكَ, الْفَاتِحِ لِمَا أُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ وَالْمُعْلِنِ الْحَقَّ بِالْحَقِّ وَالدَّامِغِ لِجَيْشْاتِ اْلاَبَاطيِْ كَمَا حُمِّلَ ,فَاضْطَلَعَ بِأَمْرِكَ بِطَاعَتِكَ ,مُسْتَوْفِزًا فِى مَرْضَاتِكَ,بَغَيْرِ نَكْلٍ فِى قَدَمٍ وَلاَوَهْيٍ فِى عَزْمٍ ,وَاعِيًا لِوَحْيِكَ ,حَافِظًا لِعَهْدِ كَ ,مَاضِيًّا عَلَى نَفَاذِ أَمْرِكَ ,حَتَّى أَوْرَ ى قَبَسًا لِقَابِسٍ , آلا ءَ اللهِ تَصِلُ بِهِ أَسْبَابَهُ ,بِهِ هُدِيَتِ اْلقُلُوْبُ بَعْدَ حَوْضاتِ الْفِتَنِ وَاْلاِثْمِ ,وَأَبْهَجَ مُوْ ضِحَاتِ اْلاَعْلاَمِ وَنَائِرَاتِ اْلاَحْكاَمِ وَمُنِيْرَاتِ اْلاِسْلاَمِ,فَهُوَ أَمِيْنُكَ الْمَأْمُوْنُ وَخَازِنُ عِلْمِكَ الْمَخْزُوْنِ وَشَهِيْدُكَ يَوْمَ الدِّيْنِ وَبَعِيْثُكَ نِعْمَةً وَرَسُوْلُكَ بِالْحَقِّ رَحْمَةً.َ اَللَّهُمَّ افْسَحْ لَهُ فِى عَدْنِكَ وَاجْزِهِ مُضَا عَفَاتِ الْخَيْرِ مِنْ فَضْلِكَ لَهُ مُهَنّئَاتٍ غَيْرَ مُكَدَّرَاتٍ مِنْ فَوْزِ ثَوَابِكَ الْمَحْلٌوْلِ وَجَزِيْلِ عَطَائِكَ الْمَعْلُوْلِ . اَللَّهُمَّ أَعْلِ عَلَى بِنَاءِ النَّاسِّ بِنَاءَهُ وَأَكْرِمْ مَثْوَاهُ لَدَيْكَ وَنُزُلَهُ وَأَتْمِمْ لَهُ نُوْرَهُ وَاجْزِهِ مِنِ ابْتِعَاثِكَ لَهُ مَقْبُوْلَ الشَّهَادَةِ وَمَرْضِيَّ اْلمَقَالةِ ذَا مَنْطِقٍ عَدْلٍ وَخُطَّةٍ فَصْلٍ وَبُرْهَانٍ عَظِيْمٍ “

Salamah al Kindi berkata,” Ali bin Abi Thalib r.a mengajarkan kami cara bershalawat kepada Nabi SAW dengan berkata:” Ya Alloh, pencipta bumi yang menghampar, pencipta langit yang tingi, dan penuntun hati yang celaka dan yang bahagia pada ketetapanya, jadikanlah shalawat –Mu yang mulia, berkah-Mu yang tidak terbatas dan kasih saying-Mu yang lebut pada Muhammad hamba dan utusan-Mu, pembuka segala hal yang tertutup, pamungkas yang terdahulu, penolong agama yang benar dengan kebenaran,dan penkluk bala tentara kebatilan seperti yang dibebankan padanya, sehingga ia bangkit membawa perintah-Mu dengan tunduk kepada-Mu, siap menjalankan ridha-Mu, tanpa gentar dalam semangat dan tanpa kelemahan dalam kemauan, sang penjaga wahyu-Mu, pemelihara janji-Mu, dan pelaksana perintah-Mu sehingga ia nyalakan cahaya kebenaran pada yang mencarinya, jalan – jalan nikmat Alloh terus mengalir pada ahlinya dengan Muhammad hati yang tersesat memperoleh petunjuk setelah menyelami kekufuran dan kemaksiatan, ia ( Muhammad ) telah memperindah rambu – rambu yang terang, hukum – hukum yang bercahaya, dan cahaya – cahaya Islam yang menerangi, dialah ( Muhammad )orang yang jujur yang dipercayai oleh-Mu dan penyimpan ilmu-Mu yang tersembunyi, saksi-Mu di hari kiamat, utusan-Mu yang membawa nikmat, rasul-Mu yang membawa rahmat dengan kebenaran. Ya Alloh, luaskanlah surga-Mu baginya, balaslah dengan kebaikan yang berlipat ganda dari anugerah-Mu baginya, yaitu kelipatan yang mudah dan bersih, dari pahala-Mu yang dpat diraih dan anugerah-Mu yang agung dan tidak pernah terputus . Ya Alloh, berilah ia derajat tertinggi diantara manusia, muliakanlah tempat tinggal dan jamuannya di surga-Mu, sempurnakanlah cahayanya, balaslah jasanya sebagai utusan-Mu dengan kesaksian yang diterima, ucapan yang diridhai, pemilik ucapan yang lurus, jalan pemisah antara yang benar dan yang bathil dan hujjah yang kuat. Hadits ini diriwayatkan oleh beberapa muhaditsin diantaranya adalah Sa’id bin Manshur, Ibn Jarir (224- 310 H/839-923 M) dalam Tahdzib alAtsar, Ibn Abi Ashim, Ya’qub bin Syaibah dalam Akhbar ‘Ali, Ibn Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (29520), al-Thabarani dalam al-Mu’jam al-Ausath (9089) dan lain-lain. Selain itu Hadits ini juga dikutip oleh ahli hadits sesudah mereka seperti al-Hafizh al- Qadhi Iyadh dalam al-Syifa, al-Hafizh al-Sakhawi dalam al-Qaul al- Badi’, Ibn Hajar al-Haitami dalam al-Durr al-Mandhud, al-Hafizh al- Ghummari dalam Itqan alShan’ah dan lain-lain. Menunit al-Hafizh Ibn Katsir, redaksi shalawat ini popular dari Ali bin Abi Thalib. Assalamu'alaikum wr wb ayo saudara-saudari sekalian mari kita kumpulkan berbagai Sholawat Rasul disini...Insya Allah akan menambah manfaat bagi kita semua...

Sholawat Nariyah

اللهم صل صلاة كاملة، وسلم سلاما تاما على سيدنا محمد الذى تنحل به العقد، وتنفرج به الكرب، وتقضى به الحوائج، وتنال به الرغائب، وحسن الخواتم وسيتشقى الغمام بوجهه الكريم، وعلى أله وصحبه فى كل لمحة ونفس بعدد كل معلوم لك Allohumma sholli ‘sholaatan kaamilatan wa sallim salaaman taaamman ‘ala sayyidina Muhammadinilladzi tanhallu bihil ‘uqodu wa tanfariju bihil qurobu wa tuqdho bihil hawaaiju wa tunalu bihir roghooibu wa husnul khowaatimu wa yustasqol ghomamu biwajhihil kariem wa ‘ala aalihi wa shohbihi fie kulli lamhatin wa nafasim bi’adadi kulli ma’lumin laka Artinya : Ya Alloh berilah sholawat dengan sholawat yang sempurna dan berilah salam dengan salam yang sempurna atas penghulu kami Muhammad yang dengannya terlepas segala ikatan, lenyap segala kesedihan, terpenuhi segala kebutuhan, tercapai segala kesenangan, semua diakhiri dengan kebaikan, hujan diturunkan, berkat dirinya yang pemurah, juga atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dalam setiap kedipan mata dan hembusan nafas sebanyak hitungan segala yang ada dalam pengetahuanMU Sholawat ini pernah diijazahkan oleh ustadz Mawardi, salah seorang muthowwif jamaah hajji Tazkia yang sudah menetap lama di Saudi. Sholawat ini hendaknya dibaca 11 kali setelah sholat fardhu. Sholawat ini banyak faedahnya Belakangan setelah beberapa waktu berlalu saya membaca kitab terjemahan Afdhal al Salawat ‘ala Sayyid as Sadat karangan Yusuf bin Ismail an Nabhani (diterjemahkan oleh Muzammal Noer dengan judul Bershalawat untuk mendapat keberkahan hidup, dengan penerbit Mitra Pustaka, Cetakan I Desember 2003 hal 302) Imam Ad Dinawari berkata : Siapa saja membaca shalawat setiap selesai sholat sebanyak 11 kali dan ia menjadikannya sebagai bacaan rutin maka rizkinya tidak akan pernah putus dan ia mendapatkan derajat yang tinggi… SHALAWAT IBRAHIMIYAH Sholawat ini terdapat dalam bacaan tasyahud akhir shalat. Imam Nawawi berkata: Bahwa Sholawat ini dinamakan sholawat Ibrahimiyah karena sholawat tersebut merupakan bentuk sholawat yang paling utama, banyak menimbulkan pengaruh yang besar sekali apabila dibaca tiap-tiap hari secara istiqomah, terutama, bagi yang mempunyai keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji, maka perbanyaklah membaca sholawat ini secara istiqomah, karena sholawat ini diajarkan oleh Rasuluuah saw.
Adapun kalimatnya yaitu :

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALA
SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIMA WA’ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAHIIA WABAARIK ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALAA SAYYIDINAA ’ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIMA WA ‘ALAA AALI SAYYIDINA IBRAAHIMA, FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN.

Artinya : Ya Allah , berilah kasih saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. SHALAWAT NURIL ANWAR Allahumma shalli 'alaa nuuril anwaari wasirril asraari, watiryaaqil aghyaari wamiftaahi baabil yasaari, sayyidinaa wamaulaana Muhammadinil muhtaari wa aalihil ath haari wa ash haabihil ahyaari 'adada ni'amillaahi wa ifdhaalih. Artinya : Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada cahaya dari segala cahaya, rahasia dari segenap rahasia, penawar duka dan kebingungan, pembuka pintu kemudahan, yakni junjungan kami, Nabi Muhammad saw yang terpilih, keluarganya yang suci dan para sahabatnya yang mulia sebanyak hitungan nikmat Allah SWT dan karunia Nya Keutamaan dan khasiat sholawat Nurul anwar : Sholawat ini bersumber dari wali quthub Sayyid Ahmad al Badawi ra. menurutnya, keutamaan dan kegunaannya sholawat ini adalah : Jika dibaca setiap selesai shalat fardhu, maka akan terhindar dari segala mara bahaya dan memperoleh rizki dengan mudah Jika dibaca 7 kali sebelum tidur, insya Allah akan terhindar dari sihir yang dilakukan orang jahat Jika dibaca 100 kali sehari semalam, akan memperoleh cahaya Illahi, menolak bencana, mendapat rizki lahir batin.

KEUTAMAAN SHOLAWAT MUNJIYAT

Artinya: "Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas junjunan kami, Muhammad,dengan suatu shalawat yang menye-babkan kami selamat dari semua ketakutan dan malapetaka, yang menyebabkan Engkau menunaikan semua hajat kami, yang menyebabkan Engkau me-nyucikan kami dari semua kejahatan,yang menyebabkan Engkau mengangkat kami ke derajat yang tinggi di sisi-Mu, dan yang menyebabkan Engkau menyampaian semua cita-cita kami berupa kebaikan-kebaikan dunia dan akhirat." Penjelasan: Shalawat di atas disebutkan di dalam kitab Dalâ'il. Dalam syarah kitab tersebut disebutkan riwayat dari Hasan bin 'Ali Al-Aswânî. Ia berkata,"Barangsiapa yang membaca shalawat ini dalarn setiap perkara penting atau bencana sebanyak seribu kali, niscaya Allah akan melepaskan bencana itu darinya, dan menyampaikan apa yang diinginkannya." Komentar oleh Asy-Syeikh Yusuf Isma’il An-Nabhani : Telah dikutip dari Al-Hasan bin ‘Ali Al-Aswani di dalam komentar Ad-Dalail (penjelasan atau komentar dalam kandungan kitab kumpulan solawat yang berjudul Dalailul Khairat), bahwa beliau telah berkata, "Siapa yang membaca solawat ini sebanyak seribu kali ketika tertimpa kesulitan dan musibah, Allah akan melapangkan [perkara itu] darinya dan akan menyampaikan hajatnya." Dan telah diriwayatkan dari Ibn Al-Fakihani , dari Asy-Syaikh As-Solih Musa Ad-Darir , dan beliau telah berkata: Aku pernah berlayar di sebuah laut. Tiba-tiba angin (angin taufan) telah melanda atas kami. Sedikit manusia yang dapat selamat dari tenggelam dan banyak orang telah menjerit-jerit didalam ketakutan. Tiba-tiba aku merasa mengantuk dan aku telah tertidur. Aku telah melihat An-Nabi di dalam mimpi dan Baginda telah berkata, "Katakanlah kepada para penumpang kapal ini agar mereka mengucapkan sebanyak seribu kali, "Wahai Allah, limpahkanlah solawat ke atas penghulu kami Muhammad, dan juga ke atas keluarga penghulu kami Muhammad, solawat yang dengannya kami diselamatkan . . . sehingga . . . setelah kami mati. " Setelah terjaga dari tidur dan aku memberitahu para penumpang tentang mimpiku itu, dan kami pun bersolawat dengannya (dengan ungkapan solawat yang telah diterima di dalam mimpi itu) lebih kurang tiga ratus kali. Allah melapangkan kami daripada keadaan yangmencemaskan itu. Dan telah berkata As-Saiyid Muhammad Afandi `Abidin di dalam catatan beliau (penjelasannya) bahawa Al-`Allamah Al-Musnid Ahmad Al-‘Attor telah menyebutnya sebagai Solawat Al-Munjiyyah, dan beliau telah berkata pada bagian akhirnya: Telah menambah Al-`Arif Al-Akbar dengan kata-kata: Wahai Yang Paling Penyayang daripada segala yang bersifat penyayang, wahai Allah. Beliau telah berkata: Telah berkata sebagian masyayikh: Siapa yang mengucapkannya sebanyak seribu kali ketika ada kesulitan atau ketika turunnya musibah, Allah akan melapangkan perkara itu darinya dan akan rnenyampaikan hajatnya. Dan siapa yang memperbanyak membacanya pada waktu datang penyakit ta'un [sedang menular],akan diamankan darinya. Dan siapa yang memperbanyak membacanya ketika berlayar dilaut, akan diamankan dari tenggelam. Dan siapa yang membacanya sebanyak lima ratus kali, akan disampaikan apa yang dia inginkan di dalam hal menarik rezeki dan kekayaan, insya - Allah Ta’ala, dan ia adalah sesuatu yang benar-benar mujarab pada semua perkara itu. Dan Allah Ta’ala jua yang lebih mengetahui. Dan telah menyebut Asy-Syaikh As-Sowi kurang lebih sama di dalam komentar mengenai Wird Ad-Dardir (wirid-wirid yang telah digubah oleh Asy-syaikh Ahmad seorang guru bagi At-Toriqah Al-Khalwatiyyah, yang amat terkenal di negara Mesir pada zamannya) yang telah mengutip dari As-Samhudi dan Al-Malawi . Dan telah berkata Asy-Syaikh Al-‘Arif Muhammad Haqqi Afandi An-Nazili di dalam kitabnya Khazinah Al-Asror : Ketahuilah bahwa solawat-solawat itu dibahagikan kepada empat ribu jenis, dan pada satu riwayat yang lain, dua belas ribu. Setiap satu darinya telah dipilih oleh satu jamaah dari ahli Timur dan Barat, sesuai dengan apa yang telah mereka temui di dalam menjalin ikatan rohani di antara mereka dengan Baginda dan dari apa yang mereka fahami padanya dari hal keistimewaan-keistimewaan dan manfaat-manfaat, dan apa yang telah mereka temui padanya dari hal rahasia-rahasia, yang setengahnya telah menjadi masyhur melalui ujikaji dan melalui penyaksian di dalam mendapatkan kelepasan daripada segala kesempitan dan pencapaian hasrat, seperti Solawat Al-Munjiyyah ini. Dan beliau telah menyebutkan bentuk ungkapan itu. Kemudian, beliau telah berkata: Dan yang lebih utama ialah dia mengucapkan, "Wahai Allah, limpahkanlah solawat atas penghulu kami Muhammad dan atas keluarga penghulu kami Muhammad. Solawat yang dengannya kami diselamatkan . . ." sehingga ke akhirnya, kerana apa yang telah dikatakan oleh Baginda , "Apabila engkau sekalian bersolawat ke atasku, jadikanlah ia umum (tidak dikhaskan untuk diri Baginda seorang, tetapi juga mencakupi ahli keluarga Baginda ). Dan kesannya, dengan diikut sertakan keluarga Baginda itu, adalah lebih lengkap, dan lebih umum, dan lebih banyak pahala dan manfaatnya dan lebih cepat untuk dimakbulkan. Begitulah yang telah diwasiatkan kepadaku dan yang telah diijazahkan kepadaku oleh sesetengah masyaikh. Dan Asy-Syaikh al-Akhbar juga telah menyebutnya dengan disertakan sebutan ahli keluarga Baginda itu, dan beliau telah berkata bahwa ia adalah satu perbendaharaan dari segala perbendaharaan Al-'Arsy (singgahsana Allah). Sesungguhnya, siapa yang berdoa dengannya sebanyak seribu kali pada tengah malam untuk hajat, hajat dunia atau hajat akhirat, Allah Ta`ala akan menunaikan hajatnya. Sesungguhnya Ia (pengabulan bagi solawat ini) adalah lebih cepat daripada kilauan kilat, dan ia adalah eliksir yang agung dan penawar yang besar (sangat mujarab). Dan tiada dapat tiada, hendaklah ia disembunyikan dan ditutupkan daripada yang bukan ahlinya. Demikianlah sebagaimana ia telah disebutkan di dalam Sirr Al-Asror, dan demikianlah juga sebagaimana yang telah disebutkan oleh Asy-Syaikh Al-Buni dan Al-Imam Al-Jazuli mengenai keistimewaan-keistimewaan Solawat Al- Munjiyyah dan juga penerangan rahasia-rahasianya. Dan hendaklah engkau meninggalkannya (tidak menceritakan keistimewaan-keistimewaan dan rahasia-rahasia ini kepada orang-orang yang fasik) agar tidak terjatuh ke tangan orang-orang yang jahil. Dan semoga isyarat ini sudah mencukupi untukmu. (Sumber kitab Afdholus Sholawatu 'ala sayyida saddah karangan Asy-Syeikh Yusuf ibn Isma’il An-Nabhani).

SHALAWAT AT TAAJJIYYAH

اَللَهُمَّ صَلِّ وَسَّلِمْ وَبَارِكْ وَكَرِّمْ . بِقُدْرِعَظَمَةِ ذَاتِكَ الْعَلِيَّةِ . فِى كُلِّ وَقـْتٍ وَحِيْنٍ اَبَدًا . عَدَدَمَاعَلِمْتَ وَزِنَةَ مَاعَلِمْتَ وَمِلْءَ مَاعَلِمْتَ . عَلىَ سَيـِّدِنَاوَمَوْ لاَنَامُحَمَّدٍ . وَعَلَى آلِ سَيـِّدِنَاوَمَوْ لاَنَامُحَمَّدٍ . صَاحِبِ التَّاجِ وَالْمِعْرَاجِ وَالْبُرَاقِ وَالْعَلَمِ . وَدَافِعِ الْبَلاَءِ وَالْوَبَاءِ وَالْمَرَضِ وَاْلاَ لَمِ . جِسْمُهُ مُطَهَّرٌ مُعَطَّرٌ مُنَوَّرٌ . مَنِ اسْمُهُ مَـْكتُوْبٌ مَرْفُوْعٌ مَوْضُوْعٌ عَلَى اللَّوْحِ وَالْقَلَمِ . شَمْسِ الضُّحَى بَدْرِالدُّجَى نُوْرِالْهُدَى مِصْبَاحِ الظُّـلَمِ . اَبِى اْلقَاسِمِ سَيِّدِ اْلكَوْ نَيْنِ وَشَفِيْعِ اْلثَّّـقَلَيْنِ . اَبِى اْلقَاسِمِ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِاللهِ سَيِّدِاْلعَرَبِ وَاْلعَجَمِ . نَبِيِّ اْلحَرَمَيْنِ مَحْبُوْبٌ عِنْدَرَبِّ اْلمَشْرِقـَيْنِ وَاْلمَغْرِبَيْنِ . يَاأََيـُّهَااْلمُشْـتَاقـُوْنَ لِنُوْرِجَمَالِه صَلـُّـْواعَلَيْهِ وَسَـلِّمُوْاتَسْلِيْمًا

Allahumma sholli wassalim wabarik wa kariim. Biqudri’adzamati zatikal ‘aliyyah. Fiikulli waqtiwahiinin abadan. ‘adada ‘alimta wazinata ma’alimta wamil ‘amaa ‘alimta. ‘alaa sayyidinaa wamaulaanaa muhammadi. Wa’alaa ali sayyidinaa wamaulanaa muhammadi. Sohibittajiwal mi’raaji walburaaqi wal’alam. Wadaafi’il bala’I wal waba’I walmaradhi wal alam. Jismuhu muthohharun munawwarun. Manismuhu maktuubumar fuu’umau dhuu’un ‘alaallau hi walqalam. Syamsidhuhaa badriddujaa nuuril hudaa mishbaa hizhzhulam. Abilqoosimi sayyidil kaunayni wa syafii’sysyaqolayn. Abiil qasimi sayyidinaa muhammadibni ‘abdillahi sayyidil ‘arabi wal’ajam. Nabiyyal haramayni mahbuubun ‘indarabbil masyriqoyni wal maghribayn. Yaa ‘ayyuhal musytaquuna linuuri jamalih sholluu ‘alayhi wasallamuutasliima. (Ya Allah, Limpahkanlah Shalawat dan salam, berikanlah keberkatan dan kemuliaan, sebesar keagungan Dzat-Mu Yang Maha Tinggi, di setiap waktu dan kesempatan, selama-lamanya, sebanyak bilangan yang Engkau ketahui, sebesar bilangan segala yang Engkau ketahui, dan sepenuh bilangan segala yang Engkau ketahui, kepada junjungan dan pemimpin kami Muhammad saw, pemilik mahkota, Nabi yang (diistimewakan dengan) Mi’raj, kendaraan Buraq dan dengan bendera (Liwa’ al-Hamd). Nabi yang jasadnya suci dan disucikan, beraroma harum semerbak dan bercahaya. Nabi yang namanya ditinggalkan dan terpampang di Lauh al-Mahfuz dan Qalam. Matahari diwaktu Dhuha, purnama dikegelapan malam, cahaya petunjuk, pelita kegelapan, Abi al-Qasim, pemimpin dua alam dan pemberi syafaat bagi jin dan manusia. Nabi dari dua tanah haram, yang dicintai Tuhan penguasa Masyriq dan Maghrib. Wahai siapa yang merindukan (untuk melihat) cahaya keindahannya, ucapkanlah shalawat dan salam kalian kepadanya).

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ بِجَمِيْعِ الصَّلَوَاتِ كُلِّهَاعَدَدَمَافِى عِلْمِ اللهِ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَالِه وَمَنْ وَالاَهُ فِى كُلِّ لَحْظَةٍ اَبَدًا بِكُلِّ لِسَانٍ لاِ َهْلِ اْلمَعْرِفَةِ بِالله (ثَلاَ ثًا) عَدَدَ خَـْلقِكَ وَرِضَى نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ.

Allahumma sholly wasallim bijamii’isholawati kullihaa ‘adada mafii ‘ilmillahi ‘alaa sayyidinaa muhammadin waalihi waman walahufikulli lahzhotin abadan bikulli lisanin li ahlil ma’rifatibillah….(3x). ‘adada kholqika wa ridho nafsika wa zinata ‘arsyika wamidaa dakalimatika (Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam, dengan segenap shalawat yang ada didalam ilmu Allah, atas junjungan kami Muhammad saw dan keluarganya serta orang-orang yang mengikutinya. Dalam setiap waktu, selam-lamanya, dengan segala bentuk ungkapan orang-orang yang telah mengenal Allah swt (ahli ma’rifah) (3 kali), sebanyak bilangan makhluk-Nya, Keridhoan diri-Nya sebesar keagungan arsy-Nya dan sebanyak bilangan tinta kalimat-Nya.)

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَعَلَى الِـ سَيِّدِنَامُحَمَّدٍ وَاْلاَصْحَابِ صَلاَ ةً وَسَلاَمًا تَرْفَعُ بِهِمَا بَيْنِيْ وَبَيْنَهُ الْحِجَابُ وَتُدْ خِلَنِىْ بِهِمَاعَلَيْهِ مِنْ اَوْسَعِ بَابٍ وَتَسْقِيْنِيْ بِهِمَا بِيَدِهِ الشَّرِْيفَةِ اَعْذَبَ اْلكُؤُ ْوسِ مِنْ أَحْلَى شَرَابٍ ( ثَلاَ ثَ ) عَدَدَ خَـْلقِكَ وَرِضَى نَفْسِكَ وَزِنَةَ عَرْشِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ..

Allahuma sholly wasallim ‘alaa sayyidinaa muhammadin wa’alaa ali sayyidinaa muhammadin wal ashhabisholaatan wasalaaman tarfa’u bihimaa bainii wabainahul hijabu watud khilanii bihimaa ‘alayhi min awsa’i baabiwa tasqiinii bihimaa biadihishsharii fati a’dzobal ku’uusi min ‘ahla syaraabi ...3x ‘adada kholqika wa ridho nafsika wa zinata ‘arsyika wamidaa dakalimatika (Ya Allah, Limpahkanlah shalawat dan salam kepada junjungan kami Muhammad dan keluarganya serta para sahabatnya. Shalawat dan salam yang dengannya Engkau angkat hijab yang mendidindingi diriku dengannya, kau masukan aku kedalam pintu yang paling lebar, dan kau tuangi aku dengan tangan yang mulia dan dari cawan yang terindah, semurni-murni dan serta semanis-manis minuman, sebanyak bilangan makhluk-Nya, keridhan dari-Nya, sebesar keagungan arsy-Nya dan sebanyak bilangan tinta kalimat-Nya.)

Shalawat Syifa (Obat) Fadlilahnya : Agar kita benar-benar dapat memperoleh kesehatan jasmani dan rohani, maka perbanyaklah dan biasakanlah membaca shalawat berikut.Ini shalawatnya :

أَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الأَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الأَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلَى آَلِهِ وَصَحْبِهِ وَبَارِكْ وَسَلِّمْ.

“Ya Allah limpahkanlah kesejahteraan atas baginda kami Nabi Muhammad yang merupakan obat dan penyembuhan hati kami, penyehat dan penyelamat badan, yang merupakan cahaya dan sinar penglihatan dan yang merupakan penjamin kesehatan jasmani dan rohani akan kebutuhan makanan dan juga tumpahkan kesejahteraan itu atas keluarga dan sahabat-sahabatnya dan berilah keselamatan

“ Shalawat Fatih "

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِنِ الْفَاتِحِ لِمَا اُغْلِقَ وَالْخَاتِمِ لِمَا سَبَقَ نَاصِرِ الْحَقِّ ‍ بِالْحَقِّ وَالْهَادِى اِلى صِرَاطِك َالْمُسْتَقِيْم وَعَلى الِهِ حَقَّ قَدْرِهِ وَمِقْدَارِهِ الْعَظِيْمِ "

Ya Allah, Limpahilah Rahmat ke atas Junjungan Muhammad, yang membukakan apa yang tertutup, yang menamatkan apa yang terdahulu, yang membela kebenaran dengan kebenaran, yang memberi petunjuk kepada jalan-Mu yang lurus. Dan ke atas keluarganya bersesuaian dengan pangkat dan kedudukannya yang tinggi." Sholawat al-Fatih memiliki 8 martabat keutamaan, dibawah ini hanya keutamaan pada martabat yang pertama saja, sedangkan yang lainnya dirahasiakan oleh Allah SWT, diantaranya adalah :

1. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari di jamin hidup bahagia dunia dan akhirat

2. Membaca sholawat al-Fatih 1x menghapus semua dosa

3. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala ibadah semua mahluk di alam semesta ini 6000x lipat

4. Membaca sholawat al-Fatih 1x menyamai pahala sholawat yang dibaca oleh seluruh mahluk dari awal di ciptakan sampai sekarang 600x lipat

5. Membaca sholawat al-Fatih 1x setiap hari, di jamin mati membawa iman ( husnul khotimah ).

6. Membaca sholawat al-Fatih 10x di malam jum’at lebih besar pahalanya dari pada ibadah seorang wali yang tidak membaca sholawat al-Fatih selama 1 juta tahun.

7. Pahala sholawat al-Fatih dapat menutupi dan mengganti kesalahan yang pernah ia lakukan terhadap orang lain, sehingga ia dapat mengganti tuntutannya di hari kiamat.

8. Membaca sholawat al-Fatih 100x di malam jum’at menghapus dosa 400 tahun.

9. Syekh Ahmad at-Tijany r.a berkata :”Keistimewaan sholawat al-Fatih sangat sulit di terima oleh akal, karena ia merupakan rahasia Allah SWT yang tersembunyi. Seandainya ada 100,000 bangsa, yang setiap bangsa itu terdiri dari 100,000 kaum, dan setiap kaum terdiri dari 100,000 orang, dan setiap orang diberi umur panjang oleh Allah SWT sampai 100,000 tahun, dan setiap orang bersholawat kepada nabi setiap hari 100,000 x, semua pahala itu belum dapat menandingi pahala membaca sholawat al-Fatih 1x. ( al-Fathur Robbany karya Sayyid Muhammad bin Abdillah as-Syafi`ie at-Thoshfaawy at-Tijany hal 99-100 ) mari kita mengamalkan, insya Allah akan mendapatkan barokah dan syafaat dari baginda Nabi SAW, amin..

Assalamualaikum.... Apa yang harus saya baca setelah selesai sholat fardhu maupun sunnah,agar Allah mau mengampuni saya dan membebaskan saya dari himpitan masalah yang sangat berat ini? Hutang makin menumpuk Dan hidup selalu dalam kesempitan....trm-ksh,Wassalamualikum.Wr.Wb

MAULIDAN

MAULIDAN =BID'AH ** benarkah **ORANG WAHABY MELAPOR KE POLISI*

*WAHABY=* Pak polisi ditempat saya ada acara maulidan, tolong dibubarkan

*POLISI=* Apakah disana terjadi perkelahian

*WAHABY=* enggak pak

*POLISI=*apakah disana terjadi pembunuhan

*WAHABY=* enggak pak

*POLISI=* apakah disana terjadi perjudian

*WAHABY=* enggak pak

*POLISI=*apakah disana terjadi pencurian

*WAHABY=* enggak pak

*POLISI=*kalo disana tdk terjadi apa apa. Lalu atas dasar apa saya harus membubarkan maulidan.

*WAHABY=* masalahnya maulidan itu tidak ada perintah dari nabi.

*POLISI=*oh gitu ya,. apakah nabi memerintahkan kalian untuk membubarkan maulidan.

*WAHABY=* enggak pak.

*POLISI=* lalu kalian mau membubarkan maulidan atas perintah siapa.

*WAHABY=* kata pak ustad saya maulidan itu bid'ah pak krn tdk ada perintahnya dari nabi.

*POLISI =*kalo begitu kamu juga bid'ah dong krn membubarkan maulid kan juga tidak ada perintah dari nabi.

*WAHABY=* saya ini anti bid'ah pak. Jadi gak mungkin saya melakukan bid'ah.

*POLISI=*lha tadi katanya kalo tdk ada perintah dari nabi berarti bid'ah. Nah membubarkan maulid kan tidak ada perintahnya dari nabi,berarti kan bid'ah. Emangnya apa sih isi didalam acara maulidan. Kok kalian minta dibubarkan. Kalian kan org islam.

*WAHABY=* iya dong kami orang islam sejati penegak sunah pembasmi bid'ah. Diacara maulid itu isinya macam-macam, ada membaca sholawat. Membaca alqur'an. Mendengarkan tausiyah, Mendengarkan kisah nabi, Dan makan bersama.

*POLISI=* Loh membaca sholawat kan ada perintahnya. Membaca alqur'an kan ada perintahnya. Mendengarkan tausyiah kan ada perintahnya. Mendengarkan kisah nabi kan baik untuk pengetahuan sejarah islam. Makan bersama juga baik untk ukhuwah islamiyah. Lalu apanya yg salah dan harus dibubarkan.

*WAHABY=*masalahnya mereka itu berisik sekali pak. Telinga saya panas.

*POLISI=* Kamu ini ada ada aja. Masa ngaku islam penegak sunah dengar baca'an sholawat, Alqur'an, sejarah nabi, tausyiah kok merasa terganggu dan kepanasan. Aneh sekali kamu.

*WAHABY=* Tapi pak.

*POLISI=* udah gak usah pake tapi-tapian. Daritadi kamu berisik terus. Ntar kamu sendiri yang tak bubarin....

*Silahkan SHARE !!! BEN PODO MIKIRE......*