Minggu, 30 Desember 2018

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008


PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PENGAWASAN, PENGENDALIAN, DAN PENGAMANAN BAHAN PELEDAK KOMERSIAL
(WASDAL PAMDAK).

Bunga Api adalah benda-benda bunga api tunggal atau tersusun atau yang semacamnya yang dapat menyala berwarna warni dengan disertai letusan maupun tidak.

Pasal 10

(1) Bunga api yang dilarang adalah :

a. Bunga api yang berisi :

1) bahan-bahan peledak seperti yang ditetapkan dalam Pasal 1 Undang- Undang No. 9 Mei Tahun 1931 (STBL 1931 No. 168);

2) Penggalak, Detonator, Sumber Detonator dan bahan-bahan dengan sifat bekerja yang sesuai;

3) bahan-bahan dan misiu yang dengan sendirinya atau dengan sebab kecil dapat terbakar atau meledak;

4) bahan-bahan keras yang pada waktu ledakan bunga api dapat terpelanting;

b. bunga api dengan bermacam-macam ledakan yang beratnya misiu yang berada di dalamnya lebih besar daripada beratnya 1/3 bagian satuan bunga api (bunga api yang berukuran diatas 8 inchi).

(2) Bunga api berbahaya yang diizinkan adalah bunga api yang isian misiunya lebih dari 20 gram dengan ukuran 2 inchi sampai dengan 8 inchi.

(3) Misiu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), adalah bahan-bahan atau campuran yang dapat menyebabkan ledakan/letusan.

(4) Misiu yang terkandung dalam bunga api sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang dapat menimbulkam ledakan/letusan, yaitu:

a. campuran belerang, sendawa, arang kayu;

b. campuran berupa serbuk dari sendawa, belerang, antimon belerang, dan

(5) Bunga api yang digunakan oleh masyarakat yaitu :

a. bunga api mainan berukuran kurang dari 2 inchi (tidak menggunakan izin pembelian dan penggunaan);

b. bunga api untuk pertunjukan (show) berukuran dari 2 (dua) inchi sampai dengan 8 (delapan) inchi.

(6) Penggunaan dan pembelian bunga api sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, harus izin dari Kapolri C.q. Kabaintelkam Polri.

Persyaratan Badan Usaha

Pasal 16

(2) Produsen dan Distributor Bunga Api dalam menjalankan usaha atau kegiatannya wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. berbentuk badan hukum;

b. surat keterangan sebagai importir atau produsen bunga api;

c. perizinan gudang bunga api;

d. perizinan pemilikan, penguasaan dan penyimpanan bunga api;

e. perizinan memasukan (impor) bunga api; 

f. perizinan pendistribusian bunga api;

g. perizinan produksi bunga api.

Pasal 24

(1) Produsen dan Distributor Bunga Api dalam melakukan kegiatan usahanya dapat diberikan izin: 

a. sebagai importir atau distributor;

b. gudang;

c. pemilikan, penguasaan dan penyimpanan;

d. Impor;

e. pendistribusian ;

f. produksi.

(2) Izin sebagai importir atau distributor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berupa surat keterangan sebagai importir atau distributor.

Pasal 29

(1) Prosedur pengajuan surat keterangan sebagai importir atau produsen bunga api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), permohonan diajukan kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

a. data perusahaan;

b. memiliki Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP);

c. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

d. memiliki Tanda Daftar Perusahaan (TDP);

e. memiliki Surat Registrasi Pabean (SRP);

f. memiliki Angka Pengenal Importir Umum (API-U);

g. memiliki data tenaga ahli;

h. memiliki surat keterangan domisili perusahaan;

i. memiliki merk produk yang terdaftar pada Direktur Jenderal Hak Cipta, Merk dan Paten Departemen Hukum dan HAM RI.

(6) Prosedur perizinan produksi bunga api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf f, sebagai berikut:

a. mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda;

b. mengajukan permohonan izin kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri dengan dilengkapi:

1. rekomendasi Kapolda;

2. data perusahaan;

3. rencana pendistribusian dan jumlah bunga api yang akan didistribusikan;

4. melampirkan jenis dan jumlah Bunga Api yang akan diproduksi;

5. contoh gambar bunga api yang dimohon dan spesifikasi dan teknis (spektek) meliputi ukuran dan berat bunga api;

6. Berita Acara Pemeriksaan Gudang;

7. surat izin/keterangan produksi bunga api dari Pemda setempat;

8. surat izin gudang bunga api;

9. surat izin pemilikan, penguasaan dan penyimpanan bunga api;

10. data tenaga ahli.

Pasal 30

Prosedur perizinan pembelian dan penggunaan bunga api yang mempunyai efek ledakan yang berisi lebih dari 20 (dua puluh) gram mesiu atau berdiameter lebih dari 2 (dua) inchi oleh badan usaha yang profesional di bidang bunga api adalah sebagai berikut:

a. mengajukan permohonan rekomendasi kepada Kapolda u.p. Dirintelkam Polda;

b. mengajukan permohonan izin kepada Kapolri u.p. Kabaintelkam Polri dengan dilengkapi:

1. rekomendasi Kapolda;

2. data perusahaan;

3. melampirkan jenis dan jumlah Bunga Api yang akan digunakan;

4. data persediaan stock bunga api yang dimiliki;

5. asal usul pembelian bunga api;

6. data tenaga ahli;

7. surat izin keramaian dari Polda setempat;

8. laporan pelaksanaan kegiatan selama 6 (enam) bulan terakhir. 

Pasal 43

(1) Surat keterangan sebagai importir atau produsen bunga api dan izin yang dimiliki oleh Badan Usaha Swasta yang bergerak di bidang bunga api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2), masa berlaku diberikan selama 1 (satu) tahun.

(2) Surat keterangan sebagai importir atau produsen bunga api dan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan mengajukan permohonan satu bulan sebelum berakhir masa berlakunya.

Berikut ketentuan kembang api berdasarkan UU Bunga Api Tahun 1932 dan Perkap Nomor 2 Tahun 2008 tanggal 29 April 2008 tentang pengawasan pengendalian dan pengamanan bahan peledak komersil:

Berikut kembang api yang diizinkan:

Bunga api mainan berukuran kurang dari dua inci atau kandungan mesiu kurang dari 20 gram tidak menggunakan izin pembelian dan penggunaan. Sementara, bunga api untuk pertunjukan (show) berukuran dua sampai dengan delapan inci atau kandungan mesiu lebih dari 20 gram.

Untuk pembelian dan penggunaannya harus ada izin dari Baintelkam Mabes Polri dengan rekomendasi Kapolda Up Dirintelkam.

Kembang api yang dilarang:

1. Bunga api yang berisi bahan peledak seperti tertera dalam Pasal 1 UU No 9/1931,

2. Penggalak, deto, sumber deto, dan bahan-bahan dengan sifat bekerja yang sesuai,

3. Bahan-bahan dan mesiu yang dengan sendirinya atau dengan sebab kecil dapat terbakar atau meledak,

4. Bahan-bahan keras yang pada waktu ledakan bunga api dapat terpelanting,

5. Bunga api dengan bermacam-macam ledakan yang berat mesiu di dalamnya lebih besar dari pada beratnya sepertiga bagian satuan bunga api (bunga api yang berukuran di atas delapan inci).

Kembang api yang bisa dijual bebas:

1. Kembang api kawat atau sejenisnya,

2. Kembang api air mancur,

3. Kembang api yang dapat terbang, seperti kupu-kupu, tawon yang pada umumnya tidak mengeluarkan bunyi,

4. Kembang api yang di darat (ground spinner) seperti gasing yang berputar,

5. Kembang api berupa bola-bola atau roman candle. Ada yang tidak berbunyi tetapi hanya berupa bola-bola api kecil warna-warni saja. Ada yang mengeluarkan suara pretekan (crackling) dan ada yang mengeluarkan suara “tar” (bukan dor seperti petasan).

6. Kembang api berupa roket yang meluncur ke atas dengan gagang bambu atau kayu berbagai ukuran.

7. Kembang api berupa ‘cakes’, kumpulan tabung-tabung kecil dengan jumlah tembakan bervariasi dari 10,25 lebih tembakan. Efek tembakan berupa bunga chrydsantemum atau kelapa. Bunga brocade, untuk ‘consumer cakes’ diameter tube kecil, yakni satu sampai 1,5 sentimeter, tapi untuk profesional tubenya lebih besar.

8. Shells, terdiri dari bermacam-bermacam ukuran, berbentuk bola dengan ukuran antara satu dan 1,5 inci, sedangkan untuk profesional dengan bantuan alat peluncur berukuran lebih besar tiga sampai delapan inci.

PERATURAN-PERATURAN UNTUK PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG BUNGA-API 1932

(L.N. 1933 No. 10, diubah dengan L.N. 1940 No. 4)

Tentang Bunga-Api Yang Dilarang

Ketentuan-Ketentuan Pidana

Pasal 12.

(1) Impor dan pembuatan serta perdagangan buga api ayng tidak memenuhi pada syarat-ayarata yang ditetapkan dalam ayat (1) dan(2) pasal 2 , perdagangan bunga-api yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam ayat (3) pasal atau , demikian pula pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dalam pasal-pasal 7 s./d 9 , dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 3 bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 7.500,00 

(2) Dengan pidana kurungan selama-lamanya 2 bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 4.500,00 dipidana waktu tidakmemenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan pada ijin untuk pembuatan dan perdagangan bunga-api, demikian pula untuk memasang bunga api berbahaya masing-masing sesuai dengan ayat ( 6 ) pasal 4 ayat ( 3 ) pasal 6, demikian pula memasang bunga api berbahya yang lebih atau yang lain dari pada , atau memasang bunga api demikian itu pada waktu lain atau disuatu tempat atau tempat-tempat lain dari pada, yang telah disebutkan didalam ijin-ijin yang bersangkutan. 

(3) Pelanggaran terhadap peraturan-peraturan yang termuat dalam ayat ( 9 ) pasal 4, demikian pula dalam ayat (1) dan ( 2 ) pasal 5, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 1 bulan atau pidana denda setinggi-tingginya Rp 1.500,00 

(4) Memasang bunga api lain dari pada bunga api berbahaya tanpa ijin yang diperlukan dipidana dengan pidana kurungan selama- lamanya 8 hari dan pidana denda setinggi-tingginya Rp 375,-.

(5) Perampasan dapat dijatuhkan terhadap bunga api yang telah digunakan berbuat pelangaran-pelangaran yang tersebut dalam pasal ini , sejauh bunga api itu milik si terpidana.

Pasal 13

Jikalau untuk menentukan sifat suatu bunga api dianggap perlu diadakan pemeriksaan oleh lembaga pemerintah, demikian pula jikalau bunga api harus ditunjuk dan simpan, maka hal ini harus dilakukan atas

Pasal14

(1 ) Pembesar yang dimaksutkan dalam pasal 4 ayat (2 ) didalam resort badan pemerintah Otonomi yang telahdiadakan berdasarkan pasal-pasal 121 atau 123 “Indische Startrengeling” dimana untuk semacam itu yang lain terletak badan-badan pemeriksa adalah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat didalam resort itu resort badan-badan pemerintah otonomi itu, Ketua Dewan Perwakilan Rakyatnya, dan diluar resort badan-badan pemerintah otonomi itu, adalah kepala pemerintah setempat , denganpengertian, bahwa diluar resort badan-badan pemerintah otonomi sebagai mana yang dimaksut diatas, kepala pemerintah daerah buat seluruhnya atau sebagian dapat menyerahkan kekeuasaan yang dimaksudkan diatas itu, kepada pembesar-

(2 ) Peraturan ini mulai berlaku pada 1 April 1933 . 

SEMOGA BERMANFAAT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar