Bermakmum pada Imam yang Rusak Bacaannya
Bermakmum pada Imam yang Rusak Bacaannya
Assalamualaikum wr wb Ustadz yg saya Hormati saya pernah berkunjung dirumahnya seorang Kiyai Guru Ngaji disebuah Pesantren ternama dan Beliau adalah Guru besar dipondok tersebut, namun ada pertanyaan yg mengganjal dihati ketika itu waktunya sholat Dzuhur, kemudian saya ijin untuk sholat dan kiyai tadi mengijinkannya, kata beliau oh iya silahkan...!! Saya juga Mau sholat.... dikira saya Beliau juga mau sholat berjamaah dimasjid tapi ternyata saya tunggu-tunggu Beliau ga keluar rumahnya sampai sholat jama'ah selesai, perlu ustadz ketahui Imam sholat jama'ahnya adalah Santri junior diponpes tersebut yang Bacaannya Al-Qurannya masih belajar, terkadang santri senior terkadang pula Kiyai tersebut yang mengimaminya......pertanyaan saya mengapa seorang kiyai tidak melaksanakan sholat berjamaah padahal dia tahu hukum sholat berjamaah dan pahalanya, saya sering melihat seorang yang 'Alim dalam Ilmu Agamanya , dia makmum tidak jadi imam, dan imamnya tidak fasikhat baca Qur'annya, ketika sholat jama'ah selesai, kemudian dia mengulangi sholatnya sendiri Apakah sholat Jama'ah nya tidak sah sehingga harus diulangi sendiri secara Munfarid?....trimakasih (Anang)
Wa'alaikumsalam wr wb Saudara Anang Yang kami hormati.
Shalat berjama'ah merupakan anjuran yang sangat ditekankan oleh Rasulullah. Dalam madzhab syafi'i dinyatakan sebagai sunnah muakkadah. Namun yang harus diketahui dalam sholat jama'ah meniscayakan adanya imam dan makmum serta ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan oleh imam dan makmum.
Diantara ketentuan tersebut adalah tidak sah shalatnya makmum yang baik bacaan fatihahnya (qari') mengikuti (bermakmum) dengan orang yang bacaan fatihahnya cacat, yang dimaksud fatihah disini bukan hanya surat fatihah saja akan tetapi surat yang lainnya artinya adalah tidak fasikhat dalam membaca Alqurannya.
Dengan demikian, ketika si makmum mengetahui bahwa bacaan fatihah atau Al-Qurannya imam cacat, maka ia harus mufaraqah (niat keluar dari jama'ah dan tidak mengikuti shalat imam lagi). Hal ini banyak dibicarakan dalam kitab-kitab fiqih madzhab Syafi'i seperti Fathul Qarib, Fathul Mu'in, Asnal Mathalib dan lain-lain. Dalam Asnal-Mathalib disebutkan:
وَلَا) قُدْوَةَ (بِمَنْ يَعْجِزُ) بِكَسْرِ الْجِيمِ أَفْصَحُ مِنْ فَتْحِهَا (عَنْ الْفَاتِحَةِ، أَوْ عَنْ إخْرَاجِ حَرْفٍ) مِنْهَا (مِنْ مَخْرَجِهِ، أَوْ عَنْ تَشْدِيدٍ) مِنْهَا (لِرَخَاوَةِ لِسَانِهِ) وَلَوْ فِي السِّرِّيَّةِ؛ لِأَنَّ الْإِمَامَ بِصَدَدِ تَحَمُّلِ الْقِرَاءَةِ، وَهَذَا لَا يَصْلُحُ لِلتَّحَمُّلِ
Artinya: Dan tidak (sah) bermakmum dengan orang yang tidak dapat membaca surat Al-Fatihah sesuai dengan mahraj atau tasydidnya karena mengendornya lidahnya, meskipun dalam shalat yang imam tidak dianjurkan mengeraskan suara karena sesungguhnya imam menjadi penanggung jawab fatihah makmum, sementara orang ini (yang tidak mampu membaca fatihah dengan baik) tidak layak untuk itu.
dengan demikian tidaklah sah imamnya seorang yang ummi (tidak bisa baca Al Qur’an) terhadap orang yang bisa membacanya, tidaklah sah imamnya seorang yang bisu terhadap orang yang bisa membaca Al Qur’an atau terhadap orang yang ummi karena membaca adalah salah satu rukun didalam shalat. Tidaklah sah makmumnya seorang yang pandai membaca Al Qur’an dibelakang orang yang tidak pandai membacanya karena imam adalah penjamin dan yang bertanggungjawab terhadap bacaan makmumnya dan ini tidaklah mungkin terdapat didalam diri orang yang ummi.
Adapun imamnya seorang yang ummi untuk orang yang ummi juga atau bisu maka diperbolehkan, ini merupakan kesepakatan para fuqaha. Kemudian imamnya seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang melantunkan dengan suatu lantunan yang tidak merubah arti maka ia makruh menurut para ulama madzhab Syafi’i dan Hambali. Sedangkan menurut para ulama Hanafi bahwa seorang yang selalu mengulang huruf fa’ atau ta’ atau yang mengucapkan huruf siin menjadi tsa atau ro’ menjadi ghoin atau sejenisnya maka ia dilarang untuk menjadi imam.
dan bagi makmum yg baik dan Bagus bacaan Alqurannya selayaknya dia jadi Imam, dan kalau tidak jadi Imam maka sholat Jama'ahnya tidak sah dan harus mengulangi sholatnya sendiri tanpa jama'ah, kalau ada lagi orang/makmum yg mau sholat jama'ah maka Ia lakukan sholat Jama'ahnya dengan syarat dia yang jadi Imam/ yg paling Bagus dan bisa baca dengan Fasikhat,
Ataupun kalau enggan untuk mengulangi sholatnya maka dia ketika Niat sholat berjamaah diniatkan sholatnya Mufarroqoh (memisahkan diri dari jama'ah sholat).
Cara mufaraqah yang baik dan tidak membuat gejolak dalam shalat jama'ah menurut hemat kami adalah dengan tetap menjaga dan mengatur ritme shalat seperti ritme imamnya, agar nantinya gerak gerik dan bacaan tetap bersamaan dengan imam sampai selesai shalat, namun yang perlu diperhatikan disini adalah jangan sampai ada jeda waktu kosong makmum yang mufaraqah dari aktivitas-aktivitas yang ditentukan dalam shalat biar tidak ada kesan menunggu imam (intidhar).
kemudian timbul pertanyaan apakah dia dapat fahala sholat jama'ah maka jawabannya tidak ada keterangan yang menerangkan tentang fahala jama'ah bagi makmum yang Fasikhat bacaan Alqurannya, akan tetapi kalau kita lihat kembali dari syarat tersebut diatas maka kalau tak sah tentunya tak ada fahalanya baginya, maka lebih baik sholatnya munfarid/ Mufarroqoh tadi.
Jawaban ini mudah-mudahan bermanfaat bagi kita, sehingga dapat melaksanakan shalat jama'ah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar