Kamis, 28 Februari 2019

Khutbah Jum'at - Ketika Hatimu Keras dan Membatu


Khutbah Jum'at - Ketika Hatimu Keras dan Membatu

Dibuat Tanggal 28-02-2019

KETIKA HATIMU KERAS DAN MEMBATU

Oleh sanhaji
 

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ؛ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ بَلَّغَ الرِّسَالَةَ وَأَدَّى الأَمَانَةَ وَنَصَحَ الأُمَّةَ؛ فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلَامُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ .

أَمَّا بَعْدُ مَعَاشِرَ المُؤْمِنِيْنَ:

اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى؛ فَإِنَّ مَنِ اتَّقَى اللهَ وَقَاهُ وَأَرْشَدَهُ إِلَى خَيْرٍ أُمُوْرٍ دِيْنِهِ وَدُنْيَاهُ .

 

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.

Puji syukur pada Allah SWT. Shalawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Rasulallah SAW dan para ahli keluarganya yang suci dan mulia. Selaku khatib, saya berpesan pada diri sendiri dan jamaah sekalian: mari tingkatkan selalu ketakwaan kita kepada Allah SWT, agar kita mendapatkan kesuksesan hidup dunia dan akherat. Amin.

 
Pada kesempatan khutbah yang singkat ini saya ingin membahas hal yang ringan namun sering sekali terjadi pada diri kita, yaitu qaswatul qalb atau ketika hati keras dan membatu.

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.

Saudaraku, sekali waktu barangkali kita pernah merasakan sulit sekali bersyukur. Hidup terasa hampa. Banyak keinginan tak kunjung terpenuhi, Kesombongan menyelimuti kehidupan dari hari ke hari. Dan saat mendapat nasehat dari saudara, teman, atau kiai sekalipun, kita merasa digurui. Ketahuilah sesungguhnya kita tengah terjangkit penyakit “qaswatul qolb” atau hati yang membatu., hati terasa keras dan membatu. 

Semakin banyak kemaksiatan kita lakukan sesungguhnya semakin membuat hati kita mengeras dan membatu. Allah SWT berfirman,

"ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً وَإِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الأَنْهَارُ وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاء وَإِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللهِ وَمَا اللهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ

“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal di antara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai daripadanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya, dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh, karena takut kepada Alloh, dan Alloh sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan (QS. Al-Baqarah:74)

Ayat ini menjelaskan tentang keadaan Kaum Bani Israil, yang tak mau mendapatkan pelajaran atas kemampuannya, jadilah mereka sombong atas kemampuannya dan akhirnya Alloh SWT mengeraskan hati2 mereka seperti batu.

Maka, kata Ibnul Qayyim, : 

القَلْبُ المَيْتٌ القَاسِيُ كاَلشَجَرَةِ اليَابِسَةِ، لاَ يَصْلِحَانِ إِلَا النَار -  ابن القيم

Hati seseorang yang telah kering dan membatu, ia bagaikan pohon yang meranggas dan mati. Keduanya hanya pantas dilalap api. Naudzubillah.

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia.

Memang, ada banyak sebab kerasnya hati. Qadhi al-Fudail berkata, “Tiga peristiwa yang menyebabkan hati membatu; terlalu banyak makan, terlalu banyak tidur dan terlalu banyak berbicara”. Bahkan, makan yang berlebihan merusak kesehatan badan. Ibnu Sina, pakar kedokteran Islam generasi awal, berkata, “Perhatikanlah (konsumsi) perutmu sebab sebagian besar penyakit bermula dari makanan yang berlebih”.

 
Karena itulah, Ali bin Abi Thalib RA berkata,“Istirahatnya badan dengan mengurangi makan, istirahatnya lidah dengan mengurangi berbicara, dan istirahatnya hati dengan mengurangi keinginan.”

 
Untuk mengindari qaswatul qolb, Rasulallah SAW mengajarkan kepada kita, antara lain, untuk pandai-pandai bersyukur. 

Suatu hari, seorang sahabat datang kepada Rasulallah SAW dan bersabda 

ﻋَﻦْ ﺃَﺑِﻲْ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﺃَﻥَّ ﺭَﺟُﻠًﺎ ﺷَﻜَﺎ ﺇِﻟَﻰ ﺭَﺳُﻮْﻝِ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻗَﺴْﻮَﺓَ ﻗَﻠْﺒِﻪِ، ﻓَﻘَﺎﻝَ ﻟَﻪُ: ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺩْﺕَ ﺗَﻠْﻴِﻴْﻦَ ﻗَﻠْﺒِﻚَ ﻓَﺄَﻃْﻌِﻢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻣْﺴَﺢْ ﺭَﺃْﺱَ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴْﻢِ

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya ada seseorang yang mengeluhkan kerasnya hati kepada Rasulullah Saw,lalu beliau berkata padanya : "jika Engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim-piatu ( HR. Ahmad)


Maka, ketika kita menjamu yatim, menawarkan mereka makanan terbaik yang kita miliki bukan saja ia melembutkan hati, namun mengantarkan kita pada hadits Rasulallah SAW lainnya, “Aku dan orang-orang yang mengurus anak yatim kelak akan berdampingan seperti dua jari di surga.”

Hadirin kaum Muslimin jamaah shalat Jum'at yang mulia. 

Cara lainnya adalah sering-seringlah berziarah kubur, tentu dengan niat yang benar. Rasulallah SAW berkata, “Aku pernah melarang kalian ziarah kubur. Sekarang berziarah. Sebab sesungguhnya ia akan melembutkan hati, melelehkan air mata, dan mengingatkan akherat.” (HR Al-Hakim).

Ziarah kubur dengan tujuan mengingat akherat adalah hal yang dianjurkan. Dengan mengingat kematian, tersadarlah kita bahwa tak ada yang pantas untuk kita sombongkan. Makanan terbaik kita adalah madu. Ia diproduksi oleh lebah. Pakaian terbaik adalah sutera. Sutera diproduksi oleh ulat. Hiasan terindah adalah mutiara. Mutiara diproduksi oleh kerang. Kesombongan macam apa yang pantas kita banggakan di hadapan Allah, Dzat yang menciptakan lebah, ulat dan kerang itu.

 
Allah SWT berfirman, 

        وَلَهُ الْكِبْرِيَاءُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۖوَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

 
“Dan bagi-Nya lah keagungan di langit dan bumi, Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS al-Jaatsiyah: 37)
 

Selain memperhatikan yatim dan berziarah kubur, Rasulallah SAW menganjurkan untuk bersegera dalam melakukan setiap kebaikan, hindari kemalasan. Bahkan, kata beliau SAW, “sebaik-baik shalat adalah di awal waku.” Rasulallah SAW kemudian mengajarkan kita untuk berdoa, “Ya Allah, aku berlindung padamu dari kelemahan dan rasa malas.” Pepatah berkata, pemalas selalu menanti hari mujur. Padahal, bagi seorang yang rajin, tiap hari adalah hari mujur!

 
Lalu, jika kita tetap merasa banyak keinginan hati yang belum terpenuhi, berbaik sangkalah pada Allah SWT. Barangkali, ada hak-hak orang lain yang belum kita tunaikan. Boleh jadi, ada makanan tidak halal yang kita konsumsi dalam keseharian. Belajarlah untuk beristighfar sebab azab terberat di dunia adalah ketika Allah telah mengunci lidahmu untuk berdzikir dan beristigfar kepada-Nya.

 
Bahkan, kata Ibnul Qayyim, :

 
إٍذَا طَالَ عَلَيْكَ وَقْتُ الْبَلاَءِ مَعَ اِسْتٍمْرَارٍكَ بِالدُعاَءِ فَاعْلَمْ أنَ اللهَ لَنْ يُرٍيْد إجَابَةَ دَعْوَتَكَ فَقَطْ ..!! بَلْ يُُرٍيْدُ أنْ يُعْطِيْكَ فَوْقَهَا عَطَايَا لَمْ تَطْلًبْهَا أنْتَ ..

Apabila musibah yang engkau dapatkan panjang sekali, padahal tak pernah berhenti engkau berdoa, yakinlah bahwa Allah tidak saja hendak menjawab doa-doamu itu. Tetapi, Allah hendak memberimu karunia lain yang bahkan engkau tak memintanya".

 
Semoga kita terhindar dari yang keras dan membatu.

 
أَقُوْلُ هَذَا القَوْلَ وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.

 

Minggu, 24 Februari 2019

Cara Membuat Asap Warna Warni ( smoke bomb

Cara Membuat Asap Warna Warni ( Smoke Bomb )

Asap warna warni atau yang sering disebut smoke bombbiasanya digunakan suporter bola untuk mendukung tim jagoannya, supaya suasanya menjadi ceria dan lebih meriah.
asap warna dipasaran di jual dengan harga yang cukup mahal. tidak ada salahnya kita membuat asap warna sendiri.
dengan bahan yang sederhana dan mudah didapatkan di pasaran.
Potassium nitrat merupakan bahan untuk pupuk, bahan tersebut bisa dibeli di toko pertanian. saat pembuatan jauhkan
dari bensin dan anak anak





bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan asap warna warni atau smoke bomb :
- soda kue bubuk
- 40 gram gula pasir
- 60 gram potasium nitrat / kalium ( KNO3 )
- pewarna yang tahan air ( lebih baik pewarna serbuk ) / organic powder dye
- kaleng bekas
- sumbu pemicu
- kapas

cara membuat asap warna warni atau smoke bomb:
- campurlah potasium nitrat dengan gula pasir di panci kecil dengan perbandingan 60 : 40
- masak dengan api kecil dan aduk terus ( agar tidak terbakar ) sampai campuran mengental dan berubah warna menjadi cokelat
- tambahkan 1 sendok makan soda bubuk
- masukkan 3 sendok makan pewarna
- aduk lagi sampai mengental
- masukkan campuran ke dalam kaleng tabung sampe 4/5 bagian
- tusuk bangian tengah dengan kayu / sumpit / bolpoint
- tunggu 1 jam lalu cabut
- masukkan sumbu pemicu ke lubang di tengah, sumbat dengan kapas ( ujung sumbu harus lebih tinggi dari kaleng )
- lapisi seluruh bagian kaleng dengan selotip tebal bisa menggunakan tap selotip yang berwarna hitam
- selesai

 

aseton ( aceton ) fungsi manfaat dan bahaya

aseton ( aceton ) Pengertian aseton Aseton, juga dikenal sebagai propanon, dimetil keton, 2-propanon, propan-2-on, dim...

Sabtu, 23 Februari 2019

Lima Waktu yang Diharamkan Shalat


Lima Waktu yang Diharamkan Shalat

Shalat—sebagaimana dituturkan oleh baginda Nabi Muhammad SAW—adalah tiang agama. Orang yang baik shalatnya akan baik pula agamanya. Orang yang sebaliknya maka akan berlaku sebaliknya pula.

Shalat juga merupakan sarana paling utama bagi seorang hamba dalam berkomunikasi dengan Allah SWT. Kapan pun dan di mana pun seseorang diperbolehkan melakukan shalat sebagai sarana mendekatkan diri kepada Tuhannya.

Namun demikian di dalam fiqih Islam ditentukan adanya beberapa waktu di mana seseorang tidak diperbolehkan melakukan shalat di dalamnya. Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safînatun Najâ menyebutkan adalah 5 (lima) waktu yang diharamkan untuk shalat. Sedangkan Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ menjelaskan kelima waktu tersebut sebagai berikut:

Pertama, ketika terbitnya matahari. 

Waktu haram shalat yang pertama ini dimulai sejak mulai terbitnya matahari sampai dengan meninggi sekira ukuran satu tombak. Dalam rentang waktu tersebut tidak diperbolehkan melakukan shalat. Namun bila posisi tinggi matahari sudah mencapai satu tombak maka sah melakukan shalat secara mutlak.

Kedua, ketika waktu istiwa sampai dengan tergelincirnya matahari selain pada hari Jum’at.

Waktu istiwa adalah waktu di mana posisi matahari tepat di atas kepala. Pada saat matahari berada pada posisi ini diharamkan melakukan shalat. Perlu diketahui bahwa waktu istiwa’ sangat sebentar sekali sampai-sampai hampir saja tidak bisa dirasakan sampai matahari tergelincir. 

Keharaman melakukan shalat di waktu ini tidak berlaku untuk hari Jum’at. Artinya shalat yang dilakukan pada hari Jum’at dan bertepatan dengan waktu istiwa’ diperbolehkan dan sah shalatnya.

Ketiga, ketika matahari berwarna kekuning-kuningan sampai dengan tenggelam.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim:

ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: «حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ

Artinya: “Ada tiga waktu di mana Rasulullah SAW melarang kita shalat dan mengubur jenezah di dalamnya: ketika matahari terbit sampai meninggi, ketika unta berdiri di tengah hari yang sangat panas sekali (waktu tengah hari) sampai matahri condong, dan ketika matahari condong menuju terbenam hingga terbenam.”

Keempat, setelah melakukan shalat subuh sampai dengan terbitnya matahari.

Keharaman shalat pada waktu ini berlaku bagi orang yang melakukan shalat subuh secara adâan atau pada waktunya. 

Gambaran contoh kasusnya sebagai berikut, anggaplah waktu shalat subuh dimulai dari jam 4 pagi dan pada jam 5 matahari telah terbit yang juga berarti habisnya waktu subuh. Ketika seseorang melakukan shalat subuh pada jam 4.15 menit umpamanya, atau pada jam berapapun ia melakukannya, maka setelah selesai shalat subuh ia tidak diperbolehkan lagi melakukan shalat sunah sampai dengan terbitnya matahari dan bahkan sampai matahari meninggi kira-kira satu tombak. Karena saat terbitnya matahari sampai dengan meninggi satu tombak juga merupakan waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sebagaimana telah dijelaskan di atas. Sebaliknya, dalam rentang waktu jam 4 sampai jam 5 pagi selagi ia belum melakukan shalat subuh maka ia diperbolehkan melakukan shalat apapun. 

Adapun orang yang melakukan shalat subuh secara qadlâan pada waktu shalat subuh maka ia diperbolehkan melakukan shalat lain setelahnya. Sebagai contoh kasus, seumpama seseorang pada hari kemarin karena suatu alasan belum melakukan shalat subuh lalu mengqadlanya pada waktu subuh hari ini. Setelah ia melakukan shalat subuh qadla tersebut ia tidak dilarang melakukan shalat lainnya.

Kelima, setelah melakukan shalat ashar sampai dengan tenggelamnya matahari.

Sebagaimana diharamkan melakukan shalat setelah shalat subuh di atas juga diharamkan melakukan shalat bagi orang yang telah melakukan shalat ashar secara adâan atau pada waktunya. 

Sebagaimana contoh kasus di atas, juga bagi orang yang pada waktu shalat ashar melakukan shalat ashar qadla sebagai pengganti shalat ashar yang belum dilakukan pada hari sebelumnya, maka ia diperbolehkan melakukan shalat lainnya.

Keharaman melakukan shalat setelah melakukan shalat ashar ini terus berlaku sampai dengan tenggelamnya matahari.

Rasulullah SAW bersabda:

لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ

Artinya: “Tak ada shalat setelah shalat subuh sampai matahari meninggi dan tak ada shalat setelah shalat ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Imam Bukhari).

Pertanyaan berikutnya adalah shalat apa yang haram dilakukan pada kelima waktu tersebut? Apakah apapun shalatnya tidak boleh dilakukan pada kelima waktu haram tersebut?

Syekh Muhammad Nawawi Tanara Banten dalam kitabnya tersebut menuturkan bahwa shalat yang diharamkan dilakukan pada kelima waktu itu adalah shalat sunah yang tidak memiliki sebab yang mendahului dan tidak memiliki sebab yang membarengi. Sebagai contoh adalah shalat tahiyatul masjid. Ini adalah shalat sunah yang dilakukan karena adanya sebab yang mendahului shalatnya, yakni masuknya seseorang ke dalam masjid. Kapanpun seseorang masuk masjid ia disunahkan melakukan shalat tahiyatul masjid meskipun pada salah satu dari lima waktu yang terlarang untuk shalat.

Sedangkan contoh shalat sunah yang memiliki sebab yang membarengi adalah shalat gerhana bulan dan matahari. Shalat sunah ini mesti dilakukan berbarengan dengan waktunya bulan dan matahari mengalami gerhana, tidak bisa dilakukan sebelum atau sesudah gerhananya usai. Maka semisal terjadi gerhana pada waktu yang diharamkan untuk shalat maka tidak haram hukumnya melakukan shalat sunah gerhana pada waktu tersebut.

Dengan kata lain shalat yang dilarang dilakukan pada lima waktu tersebut adalah shalat sunah mutlak atau shalat sunah yang memiliki sebab yang terjadi setelah shalatnya dilakukan. 

Shalat sunah mutlak adalah shalat sunah yang tidak terikat dengan apapun. Ia dilakukan begitu saja tanpa adanya sebab tertentu. Sebagai contoh, ketika Anda memiliki waktu luang dan ingin mengisinya dengan ibadah kepada Allah maka Anda bisa melakukan shalat dua rokaat atau lebih. Shalat seperti ini disebut shalat sunah mutlak. Kapanpun dan di manapun Anda bisa melakukannya, hanya saja dilarang dilakukan pada kelima waktu tersebut di atas.

Adapun shalat sunah yang memiliki sebab yang terjadi setelah dilakukannya shalat sebagai contohnya adalah shalat sunah safar, yakni shalat sunah yang dilakukan ketika seseorang hendak melakukan satu perjalanan. Sebab dilakukannya shalat sunah ini adalah adanya perjalanan yang akan dilakukan. Karena perjalanannya—sebagai sebab—baru akan dilakukan setelah dilakukannya shalat maka shalat sunah safar tidak diperbolehkan dilakukan pada kelima waktu yang dilarang.

Perlu diketahui juga bahwa keharaman melakukan shalat di lima waktu tersebut tidak berlaku di tanah suci Makah. Artinya, di tanah suci Makah seseorang diperbolehkan melakukan shalat apapun di waktu kapanpun yang ia mau, termasuk di salah satu dari lima waktu yang diharamkan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

لَا تَمْنَعُوا أَحَدًا طَافَ بِهَذَا الْبَيْتِ وَصَلَّى أَيَّةَ سَاعَةٍ شَاءَ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ

Artinya: “Jangan kalian larang seseorang berthawaf dan shalat di rumah ini (ka’bah) kapanpun ia mau baik siang malam maupun siang.” (HR. An-Nasai)

Adapun di Madinah berlaku hukum sebagaimana umumnya tempat, tidak seperti di Kota Makkah. 

(Sanhaji)


Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi Tanara


Kiai Nawawi Kisahkan Karomah Syekh Nawawi

Syekh Nawawi Al-Bantani dikenal sebagai ulama Nusantara yang diakui dunia karena karya-karyanya serta keluasan ilmu di bidang fiqh, tafsir, aqidah, tasawuf dan ilmu keislaman lainnya. Karena kealiman dan keluhuran akhlaknya, Allah SWT memberikan karomah kepadanya.

Karomah Syekh Nawawi tersebut disampaikan Mustasyar PCNU Kabupaten Subang KH Nawawi saat berkunjung ke Pesantren Al-Mukhtariyyah, Kalijati, Subang, Jawa Barat pada Ahad (10/1).

"Suatu hari ketika dalam perjalanan, Syekh Nawawi mampir istirahat di sebuah tempat. Kemudian dia adzan karena akan shalat. Setelah adzan, ternyata tidak ada orang yang datang, akhirnya ia qamat lalu shalat sendirian," ungkapnya di depan puluhan santri.

Usai shalat, lanjut dia, Syekh Nawawi kembali melanjutkan perjalanan, tapi ketika menengok ke belakang, ternyata ada seekor ular raksasa dan mulutnya sedang menganga. "Akhirnya diketahui ternyata tadi Syekh Nawawi shalat di dalam mulut ular yang sangat besar itu," ujarnya.

Ia menambahkan, karomah Syekh Nawawi yang lain adalah ketika makamnya di Ma'la, Arab Saudi, akan dibongkar untuk kepentingan pelebaran jalan, alat berat yang digunakan untuk membongkar makamnya tersebut malah rusak.

Ketika dipaksa dibongkar, lanjut kiai yang sudah 5 kali ke Makkah ini, para pekerja kaget karena ternyata di dalam makam tersebut ada orang yang sedang sujud. Akhirnya makam dia tidak jadi dibongkar, dan dibuatlah jalan layang. 

Mantan Rais PCNU Subang itu menceritakan, perpustakaan sebuah kampus di Mesir pernah terbakar. Kitab-kitab yang ada di situ hangus, kecuali satu, yaitu Marah Labid atau Tafsir Munir karya Syekh Nawawi Al-Bantani.

Menurut dia, karomah tersebut diberikan Allah SWT karena kealiman dan kesaolihan Syekh Nawawi. Orang yang alim dan saleh akan disayangi Allah SWT.

Kiai Nawawi mendorong kepada para santri agar menjadi anak yang alim dan saleh karena alim tanpa saleh atau pun sebaliknya, tidak cukup, keduanya harus menjadi sebuah kesatuan.

(Sanhaji)

Jumat, 22 Februari 2019

Nasihat Penuh Makna Imam al-Ghazali

6 Nasihat Penuh Makna Imam al-Ghazali

IMAM al-Ghazali pernah memberi nasehat kepada murid beliau tentang apa yang paling dekat, paling jauh, paling berat, paling besar, paling ringan, dan paling tajam.

Jika kita renungkan, nasehat tersebut adalah nasehat yang sangat sarat makna. Jika seorang muslim menyadari apa yang disampaikan oleh Imam al-Ghazali, Insya Allah ia akan menjadi muslim yang baik di dunia dan akhirat.

Berikut Nasehat Penuh Makna Imam al-Ghazali :

Pertama, Yang Paling Dekat Ialah Mati

Imam al-Ghazali pernah bertanya kepada murid-murid beliau tentang apa yang paling dekat dengan kita dalam kehidupan ini. Diantara murid – murid beliau ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam al-Ghazali kemudian menjelaskan bahwa yang paling dekat dengan adalah “Mati”, karena mati itu Janji Allah yang pasti akan menimpa semua insan bernyawa.

Kedua, Yang Paling Jauh Adalah Masa Lalu

Imam al-Ghazali menjelaskan yang paling jauh adalah masa lalu, karena bagaimanapun caranya kita tidak bisa kembali ke masa lalu, karena itu jangan membanggakan kebaikan di masa lalu. Teruslah meningkatkan kebaikan untuk hari ini dan esok hari.

Ketiga, Yang Paling Besar Adalah Nafsu

Masalah paling besar yang harus kita hadapi ialah Nafsu. Acapkali Nafsu menjerumuskan manusia ke jurang nista hingga kehidupannya di dunia hancur, dan azab menunggu setelah kematian.

Keempat, Yang Paling Berat Adalah Menanggung Amanah

Loading...

Tumbuh – tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mau menerima ketika Allah Swt. meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) didunia ini, tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah Swt., sehingga menyebabkan manusia banyak masuk neraka karena tidak sanggup menanggung Amanah.

Kelima, Yang Paling Ringan Ialah Meninggalkan Shalat

Hanya karena kesibukan kecil, manusia rela meninggalkan shalat. Padalah shalat adalah tiang agama. Jika manusia hanya hidup untuk mencari makan dan kesenangan maka tidak ada bedanya manusia dengan binatang

Keenam, Yang Paling Tajam Ialah Lidah

Dengan Lidah manusia menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya. Kita sering mendengar pepatah bijak mengenai bahaya lidah, yaitu: “Kalau pedang melukai tubuh ada harapan akan sembuh, tapi kalau lidah melukai hati kemana obat hendak di cari”

Semoga bermanfaat.

Jumat, 15 Februari 2019

APAKAH IMAN KITA SUDAH BERKUALITAS ?


APAKAH IMAN KITA SUDAH BERKUALITAS ?

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Beberapa puluh tahun ke belakang kita sudah berjanji kepada Allah Yang Maha Suci, kita sudah berikrar dihadapan Allah Yang Maha Besar “ASY-HADU ’AN LA ‘ILAHA ‘ILLALLAHU, WA SH-HADU ‘ANNA MUHAMMAD AR RASULULLAHA” Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Inilah janji yang pernah kita ucapkan, sudah kita ikrarkan dua puluh, tiga puluh, empat puluh, lima puluh, enam puluh, tujuh puluh tahun kebelakang.

Apakah janji ini sudah kita wujudkan dalam kehidupan ? Apakah ikrar ini sudah kita laksanakan dalam kenyataan ?  Melalui pengabdian, peribadahan yang tulus, ikhlas, sungguh-sungguh, hanya mengabdi, berbakti, beserah diri, menghambakan diri, mengabdikan diri, hanya kepada Allah SWT. Ataukah janji ini hanya kata-kata belaka yang tak bermakna, yang hanya diucapkan di mulut saja, diikrarkan dibibir saja ? Kalau ini kita lakukan berarti kita tidak menepati janji, kita ingkar janji, kita munafik. Padahal janji, ikrar ini merupakan pernyataan keimanan, keyakinan kita kepada Allah SWT.

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Apakah janji yang merupakan pernyataan keimanan kepada Allah SWT sudah kita buktikan melalui iman yang berkualitas ? Apakah keyakinan kita kepada Allah SWT sudah benar-benar ? Iman yang hak.

Untuk menjawab pertanyaan ini marilah kita renungkan ciri-ciri orang yang beriman yang tersirat dan tersurat dalam ayat suci Al Qur’an surat Al Anfaal (8) ayat 2-4, antara lain:

Gemetar hatinya apabila disebut Nama Allah

إِنَّمَا ٱلۡمُؤۡمِنُونَ ٱلَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ ٱللَّهُ وَجِلَتۡ قُلُوبُہُمۡ

Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka bila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka

Bergetar hatinya mengandung arti semakin cinta (Mahabatullah) kepada Allah, terdengar panggilan adzan,  segera melaksanakan  sholat. Kecintaannya kepada Allah lebih dari segalanya. Cinta kepada harta, tahta, kekayaan, pangkat, jabatan, istri, anak tidak meng halangi, tidak mengurangi, tidak melemahkan, tidak melalaikan  kecintaannya kepada Allah.

Bergetar hatinya juga mengandung arti semakin takut (khauf) kepada Allah ; takut suka meninggalkan sholat, takut banyak melakukan maksiat, takut senang mengumbar syahwat, takut bangga  membuka aurat, takut melupakan taubat, takut melupakan akhirat.

Takut terhadap siksa api neraka yang menyala-nyala, panas neraka yang mengahanguskan, siksa neraka yang mengerikan, azab neraka yang mengahancurkan . Terbayangkan dosa dan kebodohan yang telah dilakukan. .

Gemetar hatinya juga  bisa disebabkan karena kagum, tunduk dan takluk pada Kebesaran Allah, Kemuliaan Allah, Keagungan Allah, Kasih sayang Allah dan Pengampunan Allah.

Bertambah imannya apabila dibacakan ayat-ayat Allah

وَإِذَا تُلِيَتۡ عَلَيۡہِمۡ ءَايَـٰتُهُ ۥ زَادَتۡہُمۡ إِيمَـٰنً۬ا

dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya),

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang tersurat dan tersirat dalam  Al Quran (Quraniyah) yang menyebutkan tentang janji-janji Allah,  keimanannya bertambah, semangat hidupnya makin membara dan semakin giat beramal shalih. Rajin mengaji dan mengakaji Al Quran. Ayat demi ayat Al Quran yang kita baca adalah berkah, hidayah,  maghfirah, ma’rifatullah.

Diharapkan kita juga rajin membaca ayat-ayat yang tertulis dan terlukis di alam semesta (Kauniyah) ; memikirkan, memperhatikan, merenungkan, mendzikirkan, bagaimana manusia diciptakan, gunung ditegakkan, bumi dihamparkan, lautan dibentangkan, angin ditiupkan, matahari dipanaskan, langit ditinggikan tanpa tiang, tinggi menjualang, dihiasi bintang gemintang. Tatkala memikirkan itu terucap dari bibir kita Subhanallah, Allahu Akbar, bertambah imannya

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Bertawakkal hanya kepada Allah

وَعَلَىٰ رَبِّهِمۡ يَتَوَكَّلُونَ (٢

dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal

Bagi orang yang imannya Haq, tidak pernah ada rasa takut dan gentar menghadapi pernak-pernik dan badai di dalam kehidupan dunia. Ketergantungannya kepada Allah dan keyakinan bahwa Allah selalu menuntun dan melindunginya menjadikan langkahnya pasti menapaki roda kehidupan.

Apabila mendapat masalah, ditimpa musibah, kesulitan, kerumitan, ujian dan cobaan. Dia selalu tawakal, pasrah, sumerah diri kepada Allah, sabar menghadapinya, sadar menerimanya, tegar menjalaninya dan ikhtiar untuk mengatasinya.

Mendirikan Shalat

ٱلَّذِينَ يُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ

(yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat

Diharapkan kita  jangan hanya sekedar melakukan shalat tapi mendirikannya. Menjaga rukun-rukunnya, waktunya, sunnah-sunnahnya dan juga kekhusyuannya. Shalat merupakan saat-saat yang indah bermunajat kepada Allah, mengadukan beban hidup, memohonkan kemudahan hidup di dunia dan juga kemuliaan hidup di akhirat.

Shalat yang kita dirikan adalah sebagai perisai, sebagai tameng dan penghalang dari perbuatan  maksiat dan mungkar. Semakin baik mutu shalat maka semakin tinggilah akhlak seseorang

Menafkahkan sebagian rezekinya

وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ (٣

dan yang menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka.

Apakah kita sudah rajin bersedekah, membelanjakan harta kita dijalan Allah. Harta yang dikaruniakan Allah kepada kita,  didalamnya ada hak fakir miskin. Sedekah adalah tanda syukur kepada Allah kerena diberi kelapangan, keluasan dalam harta.

Maka bersedekahlah, baik dalam keadaan senang ataupun sulit, ketika lapang ataupun sempit , karena Allah akan membukakan pintu rejeki dari arah yang tidak di duga-duga, tidak disangka-sangka. Kita jangan terikat, terpedaya harta,  oleh karena itu letakan harta di tangan bukan di hati

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Apabila kita beriman, sesuai dengan ciri-ciri tersebut diatas :

bergetar hatinya apabila disebut nama Allahbertambah imannya apabila dibacakan ayat-ayat Allahbertawakal kepada Allahmendirikan sholatmenafkahkan sebagian rejeki di jalan Allah

Pasti Allah, akan mengakat derajat kita, mengampuni dosa kita dan memberikan rejeki yang mulia, yang halal, yang berkah, yang melimpah kepada kita

   أُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ حَقًّ۬ا‌ۚ لَّهُمۡ دَرَجَـٰتٌ عِندَ رَبِّهِمۡ وَمَغۡفِرَةٌ۬ وَرِزۡقٌ۬ ڪَرِيمٌ۬ (٤

Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezki (nikmat) yang mulia.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَلَّ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.

Baca surat An-nas sebelum sholat.


Hukum Baca Surat An-Nas Sesaat Sebelum Shalat

Sanhaji NU Online | Sabtu, 16 Februari 2019 08:00

Assalamu ’alaikum wr. wb.
Ustadz Sanhaji NU Online yang kami hormati, sebelumnya saya mohon maaf. Kami akan menanyakan tentang apa yang dilakukan oleh imam dan makmum. Ketika berdiri hendak melaksanakan shalat sebelum niat pada takbiratul ihram mereka selalu membaca surat An-Nas. Adakah para ulama dari kalangan Ahlissunah menjelasakan soal ini? Terima kasih atas penjelasannya. Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Wahid/buah batu)

Jawaban
Assalamu ’alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah SWT. Di kalangan masyarakat Muslim Indonesia memang sering kita menjumpai imam atau makmum sebelum mengerjakan shalat atau memulai takbiratul ihram membaca Surat An-Nas. Apa yang dilakukan imam atau makmum tersebut tidak dengan serta kita memberikan vonis keliru.

Shalat merupakah salah satu media komunikasi antara hamba dan Allah SWT. Di dalam shalat diperlukan kekhusyukan dan ketundukan kepada-Nya. Kebersihan hati dari hal-hal tidak baik, bisikan-bisikan setan, dan rasa was-was. Singkatnya ketika mulai melakukan menjalankan shalat, maka hati kita sudah sepatutnya hadir tertuju kepada Allah SWT.

Lantas apa hubungannya dengan membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat? Sebelum menjawab pertanyaan ini, ada baiknya kita melihat kembali kandungan Surat An-Nas. Hal ini sangat penting sebagai pintu masuk untuk memahami kenapa imam atau makmum sebelum menjalankan shalat membaca Surat An-Nas.

Di antara salah kandungannya adalah perintah Allah kepada manusia untuk berlindung dari segala macam godaan yang masuk ke dalam jiwa manusia baik dari setan maupun dari manusia. Sebab, setan acap kali membisikkan keraguan dengan cara yang sangat halus. Dalam konteks shalat, bujukan dan rasa was-was tersebut jelas akan mengganggu sehingga mesti disingkirkan jauh-jauh dari jiwanya.

Abu Hamid Al-Ghazali seorang ulama besar dari kalangan Ahlissunah dalam kitab Bidayatul Hidayahmenyinggung soal membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat dalam Bab Etika Shalat.

Menurut Al-Ghazali, pembacaan Surat An-Nas dilakukan dalam rangka untuk berlindung dari bisikan setan dengan surat tersebut. Karena itu ia menganjurkan untuk membacanya ketika berdiri sebelum menjalankan shalat.

فَإِذَا فَرَغْتَ مِنْ طَهَارَةِ الْخَبَثِ وَطَهَارَةِ الْبَدَنِ وَالثِّيَابِ وَالْمَكَانِ وَمِنْ سَتْرِ الْعَوْرَةِ مِنَ السُّرَةِ إِلَى الرُّكْبَةِ فَاسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ قَائِمًا مُزَاوِجًا بَيْنَ قَدَمَيْكَ بِحَيْثُ لَا تَضُمُّهُمَا وَاسْتَوِ قَائِمًا ثُمْ اقْرَأْ: "قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ..."تَحَصُّنًا بِهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ. وَاحْضُرْ قَلْبَكْ مَا أَنْتَ فِيهِ وَفَرِّغْهُ مِنَ الْوَسْوَاسِ...."

Artinya, “Apabila telah selesai membersihkan kotoran dan najis yang ada di badan, pakaian, dan tempat shalat, dan telah menutup aurat dari pusar sampai dengkul, maka menghadap kiblat dengan berdiri dengan kaki yang lurus tetapi tidak dirapatkan sedangkan engkau berada dalam posisi tegak. Lalu bacalah Surat An-Nas untuk berlindung dari setan yang terkutuk. Hadirkan hatimu ketika itu. Kosongkan pula hatimu dari bisikan dan rasa was-was,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, cetakan keempat, 2006 M, halaman 46).

Berangkat dari penjelasan singkat ini, maka dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya ketika imam atau makmum berdiri hendak menjalankan shalat membaca Surat An-Nas titik tekannya adalah dalam rangka untuk berlindung dari bisikan setan dengan surat tersebut, agar ketika menjalankan shalat diharapkan bisa khusyuk dan tenang.

Hal penting lain yang harus digarisbawahi di sini adalah bahwa pembacaan tersebut dilakukan di luar shalat, dan bukan juga termasuk syarat sahnya shalat. Di samping tidak ada larangan yang secara tegas baik dari Al-Qur`an maupun hadits untuk membaca Surat An-Nas ketika hendak menjalankan shalat.

Demikian jawaban singkat yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu ’alaikum wr. wb.

(Sanhaji)

Dalil lengkap selamatan kehamilan 4 - 7 bulanan


Bantahan kepada Wahabi, ini Dalil Lengkap Selamatan Kehamilan 4 Bulan dan 7 Bulanan

 Sabtu, 16 Februari 2019 

Ngerujak atau rujakan  adalah upacara selamatan ketika kehamilan menginjak pada usia 4 bulan. Sedangkan metoni atau tingkepan (melet kandung) adalah upacara selamatan ketika kandungan berusia 7 bulan. Upacara selamatan tersebut dilakukan dengan tujuan agar janin yang ada dalam kandungan nantinya lahir dalam keadaan sehat, wal afiyat serta menjadi anak yang saleh. Penentuan bulan keempat tersebut, mengingat pada saat itu adalah waktu ditiupnya ruh oleh Malaikat kepada si janin di dalam kandungan, sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih. Sedangkan penetapan bulan ketujuh sebagai selamatan kedua, karena pada masa tersebut si janin telah memasuki masa-masa siap untuk dilahirkan. Dalam al-Qur’anulKarim difirmankan:

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا فَلَمَّا تَغَشَّاهَا حَمَلَتْ حَمْلا خَفِيفًا فَمَرَّتْ بِهِ فَلَمَّا أَثْقَلَتْ دَعَوَا اللَّهَ رَبَّهُمَا لَئِنْ آتَيْتَنَا صَالِحًا لَنَكُونَنَّ مِنَ الشَّاكِرِينَ
Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah dicampurinya, istrinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata: "Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang sempurna, tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur". (QS al-A’raf : 189).

Dalam ayat di atas, diisyaratkan tentang pentingnya berdoa ketika janin telah memasuki masa-masa memberatkan kepada seorang ibu.

Al-Qur’anulKarim menganjurkan kita agar selalu mendoakan anak cucu kita, kendatipun mereka belum lahir. Dalam al-Qur’an dikisahkan tentang Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang mendoakan anak cucunya yang masih belum lahir:

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُسْلِمَةً لَكَ. (البقرة: ١٢٨)
“Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau.” (QS. al-Baqarah : 128).

Al-Qur’an juga menganjurkan kita agar selalu berdoa:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا. (الفرقان: ٧٤)
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al-Furqan : 74).

Di sisi lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga mendoakan janin sebagian sahabat beliau. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadits shahih berikut ini:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رضي الله عنه قَالَ: كَانَ ابْنٌ لِأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ مَا فَعَلَ ابْنِي قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ هُوَ أَسْكَنُ مَا كَانَ فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ وَارُوا الصَّبِيَّ فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ أَعْرَسْتُمْ اللَّيْلَةَ قَالَ نَعَمْ قَالَ اللَّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا فَوَلَدَتْ غُلَامًا. (رواه البخاري ومسلم)
“Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Abu Tholhah memiliki seorang anak laki-laki yang sedang sakit. Kemudian ia pergi meninggalkan keluarganya. Kemudian anak kecil itu meninggal dunia. Setelah Abu Tholhah pulang, beliau bertanya kepada isterinya, Ummu Sulaim, “Bagaimana keadaan anak kita?” Ummu Sulaim menjawab, “Dia sekarang dalam kondisi tenang sekali.” Kemudian Ummu Sulaim menyiapkan makanan malam, sehingga Abu Tholhah pun makan malam. Selesai makan malam, keduanya melakukan hubungan layaknya suami isteri. Setelah selesai, Ummu Sulaim menyuruh orang-orang agar mengubur anak laki-lakinya itu. Pagi harinya, Abu Tholhah mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menceritakan kejadian malam harinya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Tadi malam kalian tidur bersama?” Abu Tholhah menjawab, “Ya.” Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa, “Ya Allah, berkahilah keduanya.” Lalu Ummu Sulaim melahirkan anak laki-laki.” (HR. al-Bukhari dan Muslim).

Di sisi lain, ketika seseorang di antara kita memiliki bayi dalam kandungan, tentu kita mendambakan agar buah hati kita lahir ke dunia dalam keadaan sempurna, selamat, sehat wal afiyat dan menjadi anak yang saleh sesuai dengan harapan keluarga dan agama. Para ulama menganjurkan agar kita selalu bersedekah ketika mempunyai hajat yang kita inginkan tercapai. Dalam hal ini al-Imam al-Hafizh al-Nawawi –seorang ulama ahli hadits dan fiqih madzhab al-Syafi’i-, berkata:

يُسْتَحَبُّ أَنْ يَتَصَدَّقَ بِشَيْءٍ أَمَامَ الْحَاجَاتِ مُطْلَقًا. (المجموع شرح المهذب ٤/٢٦٩). وَقَالَ أَصْحَابُنَا: يُسْتَحَبُّ اْلإِكْثَارُ مِنَ الصَّدَقَةِ عِنْدَ اْلأُمُوْرِ الْمُهِمَّةِ. (المجموع شرح المهذب ٦/٢٣٣).
“Disunnahkan bersedekah sekedarnya ketika mempunyai hajat apapun. (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 4, hal. 269). Para ulama kami berkata, “Disunnahkan memperbanyak sedekah ketika menghadapi urusan-urusan yang penting.” (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, juz 6, hal. 233).

Bersedekah pada masa-masa kehamilan, juga dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab al-Hanbali, yang diikuti oleh Syaikh Ibn Taimiyah dan menjadi madzhab resmi kaum Wahhabi di Saudi Arabia. Al-Imam al-Hafizh Ibn al-Jauzi al-Hanbali menyampaikan dalam kitabnya, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, riwayat berikut ini:

“Imam al-Khallal berkata, “Kami menerima kabar dari Muhammad bin Ali bin Bahar, berkata, “Aku mendengar Husnu, Ibu yang melahirkan anak-anak al-Imam Ahmad bin Hanbal, berkata, “Aku berkata kepada tuanku (Ahmad bin Hanbal), “Tuanku, bagaimana kalau gelang kaki satu-satunya milikku ini aku sedekahkan?” Ahmad menjawab, “Kamu rela melepasnya?” Aku menjawab, “Ya.” Ahmad berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah memberimu pertolongan untuk melakukannya.” Husnu berkata, “Lalu gelang kaki itu aku serahkan kepada Abu al-Hasan bin Shalih dan dijualnya seharga 8 dinar setengah. Lalu uang itu ia bagi-bagikan kepada orang-orang pada saat kehamilanku. Setelah aku melahirkan Hasan, tuanku memberi hadiah uang 1 Dirham kepada Karramah, wanita tua yang menjadi pelayan kami.” (al-Imam Ibn al-Jauzi, Manaqib al-Imam Ahmad bin Hanbal, hal. 406-407).

Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa upacara selamatan pada masa-masa kehamilan seperti ngapati ketika kandungan berusia 4 bulan atau tingkepan ketika kandungan berusia 7 bulan, tidak dilarang oleh agama, bahkan substansinya dianjurkan dan pernah dilakukan oleh keluarga al-Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri madzhab Hanbali, madzhab resmi kaum Wahhabi di Saudi Arabia.

TANGGAPAN TERHADAP WAHABI

Sekitar satu minggu yang lalu, ketika penulis selesai mengisi jadwal khutbah Jum'at di masjid saefulloh Sukajadi Bandung, ada seorang sahabat, dari Jakarta, meminta penulis memberikan tanggapan terhadap tulisan seorang Wahabi yang melarang acara selamatan 4 dan 7 bulanan kehamilan. Berikut tanggapan kami.

WAHABI: Tradisi 4 bulan, 7 bulan dan semisalnya ketika seorang istri sdg hamil yg biasa dilakukan oleh sbgn kaum muslimin adalah bukan termasuk ajaran Islam. Maka kita wajib meninggalkannya karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai imam dan panutan kita yg terbaik dan paling sempurna tidak pernah melakukan tradisi seperti itu ketika istri beliau Khodijah radhiyallahu ‘anha hamil 4 bulan atau 7 bulan sebanyak 7 kali kehamilan.

SUNNI: Pernyataan tersebut jelas keliru. Berikut tanggapan kami:

1) Tradisi yang tidak dilarang di dalam agama diakui di dalam al-Qur’an sebagai bagian dari ajaran agama. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ (الأعراف: 199)
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf (tradisi yang baik), serta berpalinglah daripada orang-orang yang bodoh.”. (QS. al-A’raf : 199).

Dalam ayat di atas Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar menyuruh umatnya mengerjakan yang ma’ruf. Maksud dari ‘urf dalam ayat di atas adalah tradisi yang baik. Al-Imam Abu al-Muzhaffar al-Sam’ani, seorang ulama Ahlussunnah terkemuka berkata:

والعرف ما يعرفه الناس ويتعارفونه فيما بينهم
Makna ‘uruf dalam ayat di atas adalah sesuatu yang dikenal oleh manusia dan mereka jadikan tradisi di antara mereka. (Qawathi’ al-Adillah, juz 1 hlm 29, Daral-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999).

Syaikh Wahbah al-Zuhaili berkata:

وَالْوَاقِعُ أَنَّ الْمُرَادَ بِالْعُرْفِ فِي اْلآَيَةِ هُوَ الْمَعْنَى اللُّغَوِيُّ وَهُوَ اْلأَمْرُ الْمُسْتَحْسَنُ الْمَعْرُوْفُ
“Yang realistis, maksud dari ‘uruf dalam ayat di atas adalah arti secara bahasa, yaitu tradisi baik yang telah dikenal masyarakat.” (Al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, 2/836).

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ الْمِسْوَرِ بْنِ مَخْرَمَةَ وَمَرْوَانَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ لاَ يَسْأَلُونِي خُطَّةً يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرُمَاتِ اللهِ إِلاَّ أَعْطَيْتُهُمْ إِيَّاهَا. رواه البخاري
“Dari Miswar bin Makhramah dan Marwan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Demi Tuhan yang jiwaku berada pada kekuasaan-Nya, mereka (kaum Musyrik) tidaklah meminta suatu kebiasaan (adat), dimana mereka mengagungkan hak-hak Allah, kecuali aku kabulkan permintaan mereka.” (HR. al-Bukhari [2581]).

Dalam riwayat lain disebutkan:

أَمَّا وَاللهِ لاَ يَدْعُونِي الْيَوْمَ إِلَى خُطَّةٍ ، يُعَظِّمُونَ فِيهَا حُرْمَةً ، وَلاَ يَدْعُونِي فِيهَا إِلَى صِلَةٍ إِلاَّ أَجَبْتُهُمْ إِلَيْهَا. رواه ابن أبي شيبة
“Ingatlah, demi Allah, mereka (orang-orang musyrik) tidak mengajakku pada hari ini terhadap suatu kebiasaan, dimana mereka mengagungkan hak-hak Allah, dan tidak mengajukku suatu hubungan, kecuali aku kabulkan ajakan mereka.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, [36855]).

Hadits di atas memberikan penegasan, bahwa Islam akan selalu menerima ajakan kaum Musrik pada suatu tradisi yang membawa pada pengagungan hak-hak Allah dan ikatan silaturrahmi. Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak anti tradisi.”

Perhatian Islam terhadap tradisi juga ditegaskan oleh para sahabat, antara lain Abdullah bin Mas’ud yang berkata:

قال عبد الله بن مسعود : مَا رَآَهُ الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ وَمَا رَآَهُ الْمُسْلِمُوْنَ سَيِّئاً فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّءٌ. رواه أحمد وأبو يعلى والحاكم
"Abdullah bin Mas’ud berkata: “Tradisi yang dianggap baik oleh umat Islam, adalah baik pula menurut Allah. Tradisi yang dianggap jelek oleh umat Islam, maka jelek pula menurut Allah.” (HR. Ahmad, Abu Ya’la dan al-Hakim).”

2) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah melarang selamatan dan doa bersama 4 dan 7 bulanan kehamilan. Sehingga melarang tradisi yang tidak dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan suatu kesalahan dan termasuk bid’ah dholalah.

WAHABI: Adapun amalan-amalan yg semestinya dikerjakan oleh wanita yg sdg hamil adalah sbgmn amalan para wanita muslimah pada umumnya, baik ketika hamil ataupun tidak hamil, yaitu:
»3. Memperbanyak dzikirullah dan amalan2 sunnah spt baca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, takbir, istighfar, sholat sunnah, dsb.
»4. Bersyukur kpd Allah atas nikmat-Nya yg dianugerahkan kpdanya berupa kehamilan anak yg akan menjadik keturunannya yg sholih n sholihah, in syaa Allah, yaitu dgn melaksanakan perintah2Nya dan menjauhi larangan2Nya.
»5. Memperbanyak doa kpd Allah agar diberi kesehatan, kekuatan n kemudahan dan keselamatan selama hamil hingga proses melahirkan kandungannya.

SUNNI: Anjuran melakukan kebajikan seperti beribadah dan bersedekah bagi seorang yang hamil dan tidak hamil, memang benar. Baik kebajikan tersebut dilakukan secara terus menerus, maupun dilakukan dalam waktu tertentu seperti ketika pada masa 4 dan 7 bulanan. Demikian ini didasarkan pada dalil berikut ini:

1) Hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:

عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِي مَسْجِدَ قُبَاءٍ كُلَّ سَبْتٍ مَاشِيًا وَرَاكِبًا وَكَانَ عَبْدُ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَفْعَلُهُ. رواه البخاري
“Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi Masjid Quba’ setap hari sabtu, dengan berjalan kaki dan berkendaraan.” Abdullah bin Umar juga selalu melakukannya. (HR. al-Bukhari, [1193]).

Hadits di atas menjadi dalil bolehnya menetapkan waktu-waktu tertentu secara rutin untuk melakukan ibadah dan kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menetapkan hari Sabtu sebagai hari kunjungan beliau ke Masjid Quba’. Beliau melakukan hal tersebut, bukan karena hari Sabtu memiliki keutamaan tertentu dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Berarti menetapkan waktu tertentu untuk kebaikan, hukumnya boleh berdasarkan hadits tersebut. Karena itu al-Hafizh Ibnu Hajar berkata:

وَفِيْ هَذَا الْحَدِيْثِ عَلىَ اخْتِلاَفِ طُرُقِهِ دَلاَلَةٌ عَلىَ جَوَازِ تَخْصِيْصِ بَعْضِ اْلأَيَّامِ بِبَعْضِ اْلأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ وَالْمُدَاوَمَةِ عَلىَ ذَلِكَ
“Hadits ini, dengan jalur-jalurnya yang berbeda, mengandung dalil bolehnya menentukan sebagian hari, dengan sebagian amal saleh dan melakukannya secara rutin.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 3 hlm 69).

2) Hadits Sayidina Bilal radhiyallahu ‘anhu

وَعَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لِبِلاَلٍ عِنْدَ صَلاَةِ الْفَجْرِ: «يَا بِلاَلُ حَدِّثْنِيْ بِأَرْجَى عَمَلٍ عَمِلْتَهُ فِي اْلإِسْلاَمِ فَإِنِّيْ سَمِعْتُ دُفَّ نَعْلَيْكَ فِي الْجَنَّةِ» قَالَ: مَا عَمِلْتُ عَمَلاً أَرْجَى عِنْدِيْ مِنْ أَنِّيْ لَمْ أَتَطَهَّرْ طَهُوْرًا فِيْ سَاعَةٍ مِنْ لَيْلٍ أَوْ نَهَارٍ إِلاَّ صَلَّيْتُ بِذَلِكَ الطَّهُوْرِ مَا كُتِبَ لِيْ. وَفِيْ رِوَايَةٍ : قَالَ لِبِلاَلٍ: «بِمَ سَبَقْتَنِيْ إِلَى الْجَنَّةِ؟ قَالَ: مَا أَذَّنْتُ قَطُّ إِلاَّ صَلَّيْتُ رَكْعَتَيْنِ وَمَا أَصَابَنِيْ حَدَثٌ قَطُّ إِلاَّ تَوَضَّأْتُ وَرَأَيْتُ أَنَّ للهِ عَلَيَّ رَكْعَتَيْنِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «بِهِمَا» أَيْ نِلْتَ تِلْكَ الْمَنْزِلَةَ». رواه البخاري ومسلم.
“Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada Bilal ketika shalat fajar: “Hai Bilal, kebaikan apa yang paling engkau harapkan pahalanya dalam Islam, karena aku telah mendengar suara kedua sandalmu di surga?”. Ia menjawab: “Kebaikan yang paling aku harapkan pahalanya adalah aku belum pernah berwudhu’, baik siang maupun malam, kecuali aku melanjutkannya dengan shalat sunat dua rakaat yang aku tentukan waktunya.” Dalam riwayat lain, beliau SAW berkata kepada Bilal: “Dengan apa kamu mendahuluiku ke surga?” Ia menjawab: “Aku belum pernah adzan kecuali aku shalat sunnat dua rakaat setelahnya. Dan aku belum pernah hadats, kecuali aku berwudhu setelahnya dan harus aku teruskan dengan shalat sunat dua rakaat karena Allah”. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Dengan dua kebaikan itu, kamu meraih derajat itu”.(HR. al-Bukhari (1149), Muslim (6274)).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam belum pernah menyuruh atau mengerjakan shalat dua rakaat setiap selesai berwudhu atau setiap selesai adzan, akan tetapi Bilal melakukannya atas ijtihadnya sendiri, tanpa dianjurkan dan tanpa bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.Ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkannya, bahkan memberinya kabar gembira tentang derajatnya di surga, sehingga shalat dua rakaat setiap selesai wudhu menjadi sunnat bagi seluruh umat. Dengan demikian, berarti menetapkan waktu ibadah berdasarkan ijtihad hukumnya boleh. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata ketika mengomentari hadits tersebut:

وَيُسْتَفَادُ مِنْهُ جَوَازُ اْلاِجْتِهَادِ فِيْ تَوْقِيْتِ الْعِبَادَةِ لأَنَّ بِلاَلاً تَوَصَّلَ إِلىَ مَا ذَكَرْنَا بِاْلاِسْتِنْبَاطِ فَصَوَّبَهُ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.
“Dari hadits tersebut dapat diambil faedah, bolehnya berijtihad dalam menetapkan waktu ibadah. Karena sahabat Bilal mencapai derajat yang telah disebutkan berdasarkan istinbath (ijtihad), lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membenarkannya.” (Al-Hafizh Ibnu Hajar, Fath al-Bari, juz 3 hlm 34).

3) Hadits Ziarah Tahunan

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيْمَ قَالَ: كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَأْتِيْ قُبُوْرَ الشُّهَدَاءِ عَلىَ رَأْسِ كُلِّ حَوْلٍ فَيَقُوْلُ:"اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ"، وَأَبُوْ بَكْرٍ وَعُمَرُ وَعُثْمَانُ. (رواه ابن جرير في تفسيره).
“Muhammad bin Ibrahim berkata: “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mendatangi makam para syuhada’ setiap tahun, lalu berkata: “Salam sejahtera semoga buat kalian sebab kesabaran kalian. Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” Hal ini juga dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman. (HR. al-Thabari dalam Tafsir-nya [20345], dan Ibnu Katsir dalam Tafsir-nya juz 4 hlm 453).

Hadits di atas juga disebutkan oleh Jalaluddin as-Suyuthi dalam Syarh al-Shudur hlm 185, dan ditentukan bahwa makam Syuhada yang diziarahi setiap tahun oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Syuhada peperangan Uhud. Hadits ini dapat dijadikan dalil, tentang tradisi haul kematian setiap tahun.

4) Atsar Sayyidah Fathimah radhiyallahu ‘anha

عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَلِيٍّ قَالَ كَانَتْ فَاطِمَةُ بِنْتُ رَسُوْلِ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُوْرُ قَبْرَ حَمْزَةَ كُلَّ جُمْعَةٍ. (رواه عبد الرزاق في المصنف).
“Muhammad bin Ali berkata: “Fathimah putri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam Hamzah setiap hari Jum’at.” (HR. Abdurrazzaq dalam al-Mushannaf [6713]).

عَنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ : أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ النَّبِيِّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَتْ تَزُوْرُ قَبْرَ عَمِّهَا حَمْزَةَ كُلَّ جُمْعَةٍ فَتُصَلِّي وَتَبْكِيْ عِنْدَهُ رواه الحاكم والبيهقي قال الحاكم هذا الحديث رواته عن آخرهم ثقات.
“Al-Husain bin Ali berkata: “Fathimah putri Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berziarah ke makam pamannya, Hamzah setiap hari Jum’at, lalu berdoa dan menangis di sampingnya.” (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak [4319], al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra [7000]. Al-Hakim berkata: “Semua perawi hadits tersebut dipercaya”.).

5) Atsar Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ حَدِّثْ النَّاسَ كُلَّ جُمُعَةٍ مَرَّةً فَإِنْ أَبَيْتَ فَمَرَّتَيْنِ فَإِنْ أَكْثَرْتَ فَثَلاَثَ مِرَارٍ وَلا تُمِلَّ النَّاسَ هَذَا الْقُرْآنَ. رواه البخاري.
Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata: "Sampaikanlah hadits kepada manusia setiap Jum’at sekali. Jika kamu tidak mau, maka lakukan dua kali. Jika masih kurang banyak, maka tiga kali. Jangan kamu buat orang-orang itu bosan kepada al-Qur’an ini. (HR. al-Bukhari [6337]).

6) Atsar Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu

عَنْ شَقِيقٍ أَبِى وَائِلٍ قَالَ كَانَ عَبْدُ اللهِ يُذَكِّرُنَا كُلَّ يَوْمِ خَمِيسٍ فَقَالَ لَهُ رَجُلٌ يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّا نُحِبُّ حَدِيثَكَ وَنَشْتَهِيهِ وَلَوَدِدْنَا أَنَّكَ حَدَّثْتَنَا كُلَّ يَوْمٍ. فَقَالَ مَا يَمْنَعُنِى أَنْ أُحَدِّثَكُمْ إِلاَّ كَرَاهِيَةُ أَنْ أُمِلَّكُمْ. إِنَّ رَسُولَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَتَخَوَّلُنَا بِالْمَوْعِظَةِ فِى الأَيَّامِ كَرَاهِيَةَ السَّآمَةِ عَلَيْنَا. رواه البخاري ومسلم
“Syaqiq Abu Wail berkata: “Abdullah bin Mas’ud memberikan ceramah kepada kami setiap hari Kamis. Lalu seorang laki-laki berkata kepada beliau: “Wahai Abu Abdirrahman, sesungguhnya kami senang dengan pembicaraanmu dan selalu menginginkannya. Alangkah senangnya kami jika engkau berbicara kepada kami setiap hari.” Ibnu Mas’ud menjawab: “Tidaklah mencegahku untuk berbicara kepada kalian, kecuali karena takut membuat kalian bosa. Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan nasehat kepada kami dalam hari-hari tertentu, khawatir membuat kami bosan.” (HR. al-Bukhari [70], dan Muslim [7305]).

Hadits-hadits di atas dapat dijadikan dalil bagi penentuan masa 4 dan 7 bulanan selamatan kehamilan, tentu bagi orang yang mau menggunakan akalnya dan memahami al-Qur’an dan hadits dengan mengikuti para ulama yang diakui keilmuannya.

WAHABI: Tidak Ada Amalan Khusus Yg Disyari’atkan dlm agama Islam ketika seorang Wanita Muslimah HamiL.

SUNNI: Ada isyarat amalan meminta doa kepada orang lain dan berdoa sendiri dalam dalil-dalil di atas. Tentu berdoa akan lebih bagus jika disertai sedekah dan doa bersama, bukankah begitu?”

Wallahu a’lam.

(Sanhaji)

Kamis, 14 Februari 2019

Cobaan Para Wali Allah, Memiliki Isteri Galak


Cobaan Para Wali Allah, Memiliki Isteri Galak

Tidak ada rumah tangga yang tidak pernah didera prahara. Semuanya pasti mengalami masalah-masalah entah kecil atau besar, atau juga masalah kecil yang dibuat besar. Rumah tangga para ulama pun demikian. Jangan dikira semua rumah tangga para ulama ataupun kiai pasti berjalan mulus tanpa halangan suatu apapun. Bahkan, rumah tangga Nabi saw. pun pernah diterpa prahara.

Banyak sekali cerita maupun kisah para ulama dan orang-orang saleh yang memiliki istri berperangai kurang baik—semoga Allah memberi kita pasangan yang bisa menenteramkan hati—yang bisa ditemui. Namun demikian, dalam menghadapi cobaan tersebut, mereka selalu mengedepankan kebijaksanaan. Meskipun emosi mereka setiap kali diuji baik ketika dalam keadaan berduaan maupun di hadapan khalayak.

Mereka tidak pernah naik darah dengan secara spontan melemparkan kata talak. Bahkan yang mereka tunjukkan adalah kebijaksanaan yang merupakan buah dari kedalaman ilmu. Mereka yakin bahwa semua itu adalah kesempatan untuk meraih ziyadah pahala dan ganjaran, pun untuk melebur segala kesalahan dan dosa. Bahkan, para ulama memandang bahwa cobaan semacam itu adalah salah satu tanda kewalian. Al-Ghazali dalam Ihya` Ulum al-Din berkata:

الصبر على لسان النساء مما يمتحن به الأولياء

“Bersabar dari kata-kata (menyakitkan) yang keluar dari mulut para istri adalah salah satu cobaan para wali.” (Ihya ‘Ulumu al-Din, 2:49)

Senada dengan Al-Ghazali, Syaikh Abd al-Wahhab Al-Sya’rani berkata dalam Lawaqih al-Anwar,

“Tuan guru saya ‘Ali Al-Khawwas pernah berkata: sedikit sekali ada auliya` kecuali ia memiliki istri yang senantiasa menyakiti dengan lisan maupun perbuatannya.” (Lawaqih al-Anwar: 261).

Bersabar dan mengalah kepada istri bukanlah hal yang merendahkan. Itu bukanlah tanda bahwa ia adalah lemah ataupun tanda ketidakjantanan, seperti yang disangka kebanyakan manusia. Namun hal tersebut merupakan akhlak orang-orang yang berilmu dan tanda kedalaman agama yang dimiliki. Kisah di bawah ini mungkin bisa menjadi percontohan.

Tuan Guru Besar Syaikh Muhammad Al-Rifa’I (lahir 500 H). Beliau adalah seorang ulama besar dan dikenal sebagai seorang wali yang namanya masyhur di segala penjuru. Seorang mursyid dan pendiri Tarekat Al-Rifa’iyyah yang sudah tidak asing. Biografi beliau banyak ditemui dalam banyak karangan ulama, seperti Al-Thabaqat Al-Kubra (juz 1 hlm 250) karangan Al-Sya’rani, Al-Kawakib (juz 2 hlm 29) karangan Al-Manawi, Syadzarat al-Dzahab (juz 6 hlm 327), dan seterusnya.

Suatu kali muridnya bermimpi bahwa sang Syaikh duduk di singgasana para shiddiqin, namun sang murid memendam dan tidak menceritakan mimpinya itu. Kebetulan Syaikh Al-Rifa’i itu memiliki istri yang kasar kata-katanya, sering berbuat jelek juga menyakiti beliau. Pada satu kesempatan, sang murid sowan ke rumah Syaikh dan melihat istri Syaikh sedang memegang kayu pengorek tungku masak.  Lalu istri tersebut memukul punggung Syaikh sampai baju beliau menjadi hitam terkena bekas arang dari tungku masak. Namun Syaikh hanya terdiam.

Tidak terima melihat gurunya diperlakukan semena-mena, ia memprovokasi teman-temannya. Ia berkata, “Wahai teman-teman, guru kita mendapat perlakuan yang demikian-demikian dari seorang wanita. Apa kalian akan diam saja?”

“Mahar dari isteri guru kita itu 500 dinar, sedangkan beliau itu fakir,” timpal yang lainnya.

Lalu ia pun mengumpulkan uang sebanyak itu demi membebaskan gurunya dari wanita itu. Lalu datanglah sang murid kepada Syaikh Al-Rifa’i dengan membawa 500 dinar dalam sebuah talam kecil. Syaikh berkata, “Apa ini?”

“Ganti untuk mahar untuk istri guru yang telah memperlakukan guru dengan tidak baik,” jawab murid.

Syaikh Al-Rifa’i tersenyum dan berkata, “Jika bukan karena kesabaranku dalam menghadapi pukulan atau kata-katanya, maka kamu tidak akan melihatku duduk di singgasana itu.”

Rabu, 13 Februari 2019

Macam-macam Thoriqoh yang boleh diikuti (di indonesia)


Macam-macam Thoriqoh yang boleh diikuti (di indonesia)

THARIQAH ALMU’TABARAH DI INDONESIA

            Thariqah yang diakui (mu’tabarah) di Indonesia berjumlah kurang-lebih 50 thariqah namun 4 diantaranya yang paling tersohor di Indonesia sebagai berikut:

1)      Naqsabandiyah

Sebuah thariqah yang diajarkan oleh Syekh Bahauddin Naqsaban Al-Bukhara, beliau lahir di kota yang sama dengan imam bukhari yaitu Bukhara, nama thariqah ini pun dinisbahkan kepada nama beliau.

thariqah naqsabandiyah muncul di akhir abad 14 M. di kota Bukhara, lalu berkembang di Negara india dan popular disana pada abad ke 18.

thariqah ini terus berkembang dan memiliki beberapa cabang dua diantaranya yang paling tersohor dan berada di Indonesia;

-          Naqsabandiyah Khalidiyah

khalidiyah dikembangkan oleh mursyid thariqah di india

-          Naqsabandiyah Qadiriyah

qadiriyah dikembangkan oleh syekh ahmad khotib as-sambasi (dari sambas), beliau termasuk guru syekh nawawi al-bantani

            ciri-ciri dari thariqah naqsabandiyah secara global:

-          ketat terhadap syari’at

thariqah ini sangat ketat/ berhati-hati terhadap syariat, yang bertujuan agar tidak mudah jatuh kepada kesalahan (dosa) dan menyepelekan agama, hal tersebut serupa dengan sikap/pendapat imam ibnu hajar.

oleh karena hal tersebut thariqah ini juga tidak menyukai musik-musik atau tarian bahkan pada ibadah-ibadah mereka sama halnya seperti imam ibnu hajar (لايقبل الغناء والرقص).

dalam naqsabandiyah qadiriyah hanya  ada dalam ajaran mereka musik dan tarian (hadrah, terbang, banjari, marawis, zafin, dan tarian sufi).

-          mereka memiliki andil dalam bidang politik, hanya saja mereka kerap tidak konsisten (tidak terlalu menggeluti), seperti halnya di india mereka memiliki andil dalam memerdekakan india dari penjajahan inggris.

2)      Syatariyah

thariqah ini muncul pertama kali di india pada abad ke 15 yang diajarkan oleh Syekh Abdullah As-syatar, yang masih keturunan dari Imam Syihabuddin Fakhrowardi beliau adalah salah satu pembela imam ghozali dan kitabnya al-ihya’ ulumuddin yang pada zaman beliau banyak yang menolak akan imam ghozali dan kitab-kitab beliau karena mereka beralasan bahwasannya hadis-hadis yang ada pada kitab beliau tidak tercantum dalam kitab-kitab hadis mereka.

namun sebenarnya Abu Zur’ah Al-‘Iraqi telah mengomentari alasan-alasan mereka dengan mengatakan, bahwa Sanad hadis beliau adalah Naumiysebagaimana yang telah masyhur, yakni sanad yang beliau dapatkan dalam mimpi bersama Rasulullah SAW. dan hal tersebut tidaklah masalah jika digunakan untuk Fadhailul A’mal dan penguat saja yang mana sebenarnya dalam kitab beliau adalah kandungan-kandungan dari akhlaq-akhlaq para salaf dan Rasulullah SAW sendiri.

Nama Syatariyah diambil dari kataSyatr (membagi/membelah dua), alasannya adalah karena sebenarnya thariqah ini adalah hasil dari pengembangan thariqah milik guru beliau.

Thariqah ini memiliki beberapa nama (seperti yang telah disebut bahwasannya thariqah sebenarnya adalah hasil pengembangan):

-          di Turki thariqah ini juga dikenal dengan nama Bustomiyah, yang dinisbahkan kepada Abu Yazid Al-Bustomi.

-          di Iran dan Asia Tengah thariqah  ini dikenal dengan nama Isqiyah yang dinisbahkan kepada Syekh Muhammad Arif Al-Isqi, dan beliau tinggal di iran

Syekh Abdullah adalah murid dari Syekh Muhammad Arif, dan ada kemungkinan bahwa Syekh Muhammad Arif mengambil thariqah tersebut dari gurunya Abu Yazid Al-Bustomi, karena antara Syatoriyah, Isqiyah dan Bustomiyah memiliki kemiripan yang kuat.

Sedangkan masuknya Thariqah Syathariyah itu sendiri ke Indonesia di bawa oleh Syekh Abdurra’uf As-Singkili (dari kota singkel aceh) pada abad ke 17.

namun sebenarnya sebelum beliau membawa ke Indonesia thariqah syathariyah telah dibawa Syekh Muhammad Fadhlullah Al-Burhanfuri (burhanfur nama sebuah desa di india), yang mana beliau adalah wakil musryid syekh Abdullah syathar, hanya saja pada saat itu beliau dan thariqah syathariyah tidaklah populer, beliau juga memiliki karang kitab yang ditulis ketika berada di Indonesia Tuhfatul Mursalat Ilaa Ruuhunnabi, sebuah manuskrip yang sampai saat ini sulit ditemukan walau ditulis di Indonesia.

kemudia thariqah ini juga disebarkan dan dikembangkan oleh Syekh Syamsuddin Sumatrhoni (Sumatra).

ciri-ciri dari thariqah syathariyah:

-             Thariqah memiliki kelebihan mampu beradaptasi dengan adat istiadat ditempat.

-             memiliki sifat Wijdatul Wujud, bagi beberapa pengikut yang benar-benar taat mereka miliki kedekatan tersendiri kepada Allah SWT hingga membuat mereka seakan-akan mabuk cinta kepada sang khaliq, seperti yang terjadi pada Ibnul Arabi dan Syekh Siti Jenar.

-             ada cirri khas terkadang yang serupa dengan orang-orang  Hijaz atau Maroko, karena syekh abdurra’uf belajar kepada Imam Kusasi dan Al-Qurani, dua ulama maroko yang pindah ke hijaz (makkah-madinah).

3)      Qadiriyyah

sebuah thariqah yang didirikan oleh seorang keturunan Rasulullah SAW. Syekh Muhyiddin Abu Muhammad Abdul Qadir Al-Jailaniy Al-Hasaniy, yang kita kenal dengan syekh abdul qadir aljailaniy.

thariqah ini pertama kali muncul di Irak dan berkembang disuria, dari kedua Negara tersebut kemudian mulai menyebar kesuluruh penjuru dunia pada abad ke 13 dan mulai populer pada abad ke 15, dan thariqah inilah yang saat ini paling pesat dan paling banyak diikuti oleh masyarakat Indonesia.

ciri-ciri dari thariqah qadariyah:

-          memiliki ketasawwufan yang sangat kental dibanding thariqah-thariqah yang lainnya.

-          mereka hidup lebih memikirkan kepada akhirat, dunia hanya sekedarnya.

4)      Syadziliyah

Pendiri thariqah syadziliyah juga seorang keturunan Rasulullah SAW. Al-Imam Taqiyuddin Abu Hasan Ali Syadzili bin Abdillah Abdul Jabar Al-Hasaniy, dan beliau lahir di Maroko.

Thariqah ini muncul pada abad 8 Hijriyah yang bertepatan pada abad ke 14 masehi, Syadzili sendiri adalah sebuah nisbah kepada desa yang berada di Tunisia.

Beliau dan Thariqah ini terbentuk dengan ikatan yang kuat dengan guru beliau yaitu Hujjatul Islam Al-Imam Ghozali.

(Sanhaji)

KH Maimoen Zubair: Santri Jangan Sampai Meninggalkan NU

KH Maimoen Zubair: Santri Jangan Sampai Meninggalkan NU

 Rabu, Februari 13, 2019 

Beberapa Poin Dawuh Mbah Moen dalam Resepsi Pernikahan Neng Miming (Sarang) dan Gus Aris (Lirboyo).

1. Sarang dan Lirboyo dari dulu hingga sekarang tidak putus. Dimana Mbah Mad dulu memondokkan putranya di Lirboyo. Kemudian disusul Mbah Moen dipondokkan Mbah Mad di sana. Sekarang Sarang dan Lirboyo besanan. Terhitung sudah ada 4 yang menjalin besanan. Sebagaimana dawuh:

الأرواح جنود مجندة. فما تعارف ائتلف وما تناكر اختلف.

2. Dalam Islam tidak ada perintah untuk "tashrihun bi ihsan". Tradisi tersebut hanya ada di kalangan sayyid. Karena antara nikah dan talaknya seorang sayyid itu sama-sama membawa berkah. Islam di Indonesia ini wa qila sudah ada sejak tahun 200 H. Tetapi Islam berkembang pesat setelah para wali songo berdakwah di sini. Dimana semua walisongo merupakan sayyid kecuali sunan Kalijogo, sunan Muria dan Raden Fattah. Tapi jangan lupa Raden Fattah adalah menantu dari Raden Rahmad Sunan Ampel. Sehingga keturunan Raden Fattah bisa dikatakan Durriyah Rasulullah SAW. Sampai sekarang mayoritas pondok yang besar di Indonesia ini masih ada jalur keturunan dengan Nabi Muhammad SAW.

3. Keturunan Rasulullah SAW ada 4 kategori: Alurrosul, Ahlul Bait, Dzurriyah dan Itroh.

a. Alurrosul mencakup semua keturunan Bani Hasyim dan Bani Muttholib.

b. Ahlul Bait mencakup Sayyidah Fathimah, Sayyidina Hasan dan Husain Radliyallahu 'anhum.

c. Dzurriyah: Keturunan Sayyidina Hasan dan Husain dari jalur laki-laki.

d. Itroh mencakup semua keturunan Nabi SAW yang alim. Seperti Sayyidina Ali, Sayyidina Husain, Sayyidina Ali Zainal Abidin, Sayyidina Ja'far Asshodiq Radliyallahu 'anhum dst.

4. Mbah Manaf kalau ngaji tidak ada maknanya, kamusnya, juga tidak ada marji' dlomirnya. Karena beliau memegang prinsip:

من تعلم ولم يعرف مرجع الضمير فليس له الضمير.

5. Di dunia ini tidak ada kata otomatis, karena semua adalah ciptaan Allah ta'ala. Allah ta'ala menciptakan semuanya ini berhubungan dengan perkara yang mungkin terjadi dan tidaknya. Dalam akidah Islam api tidak serta merta membakar sebagaimana api tidak bisa membakar jasadnya nabi Ibrohim AS. Hal ini berbeda dengan pemahaman mayoritas orang modern.

6. Walaupun kita sekarang hidup di jaman modern tetapi jangan sampai meninggalkan salafussholih, yaitu dengan mengaji kitab salaf. Karena kitab-kitab yang ada merupakan warisan ulama' sedangkan ulama adalah warosatul anbiya'. Begitu juga prosesi pembuatan Kiswah Ka'bah itu selama 1 tahun walaupun bisa dibuat dengan mesin selama 1 hari. Karena untuk menghindari produksi Kiswah dari mesin yang dibuat oleh orang kafir.

7. Santri jangan sampai meninggalkan NU. NU itu didirikan oleh Mbah Hasyim. Setelah zamannya Mbah Hasyim tidak ada pondok salaf yang besar kecuali para pendirinya merupakan santri dari mbah Hasyim. Seperti Sarang, Buntet, Lirboyo dst. Tetapi juga jangan hanya grudak gruduk di NU meninggalkan ngaji. Karena itu bisa menjadi musibah.

Demikian yang bisa saya simpulkan. Untuk selanjutnya monggo dikoreksi

 

Selasa, 12 Februari 2019

Bahasa Arab Ucapan Terima Kasih dan Jawabannya


Bahasa Arab Ucapan Terima Kasih dan Jawabannya

Ikhwatii fillah..Sebagai bentuk syukur dan penghargaan dari saya kepada Anda, maka pada kesempatan kali ini saya akan menulis tentang ucapan terima kasih dan jawabannya. Atau lebih tepatnya, kosakata bahasa Arab tentang ucapan terima kasih, disertai tulisan latinnya supaya memudahkan dibaca dan dipelajari. Selamat membaca.

Berterima kasih ( شَكَرَ - يَشْكُرُ ) / syakara - yasykuruTerima kasih ( شُكْرًا ) / syukran / syukronTerima kasih banyak ( شُكْرًا كَثِيْرًا ) / syukran katsiiranTerima kasih yang sebesar-besarnya ( شُكْرًا جَزِيْلًا ) / syukran jaziilanSama-sama / terima kasih kembali ( عَفْوًا ) / 'afwan(Update) Terima kasih kepada Allah ( الشُّكْرُ للهِ ) / asy-syukru lillahi(Update) Terima kasih ya Rabb ( شُكْرًا يَا رَبِّ ) / syukran ya rabbi(Update) Terima kasih untuk guru ( الشُّكْرُ لِلْمُدَرِّسِ ) / asy-syukru lil-mudarrisiTarima kasih untukmu (laki-laki) ( شُكْرًا لَكَ ) / syukran lakaTerima kasih untukmu (perempuan) ( شُكْرًا لكِ ) / syukran lakiTerima kasih atas doamu (lk) ( شُكْرًا عَلَى دُعَائِكَ ) / syukran 'alaa du'aa-ikaTerima kasih atas doamu (pr) ( شُكْرًا عَلَى دُعَائِكِ ) / syukran 'ala du'aa-ikiTerima kasih atas doanya ( lk ) ( شُكْرًا عَلَى دُعَائِهِ ) / syukran 'alaa du'aa-ihiTerima kasih atas doanya (pr) ( شُكْرًا عَلَى دُعَائِهَا ) / syukran 'alaa du'aa-ihiTerima kasih sayang (lk) ( شُكْرًا يَا حَبِيْبِي ) / syukran yaa habiibiiTerima kasih sayang (pr) ( شُكْرًا يَا حَبِيْبَتِي ) / syukran yaa habiibatiiYang banyak bersyukur/berterima kasih ( شَكُوْرٌ ) / syakuurAku berterima kasih atas pelayanan yang kamu berikan
أَشْكُرُكَ عَلَى مَا قَدَّمْتَ لِي مِنْ خِدْمَةٍ )Dia berterima kasih atas kebaikannya
شَكَرَهُ عَلَى مَعْرُوْفِهِ )Terima kasih atas perhatian kalian ( شُكْرًا عَلَى اهْتِمَامِكُمْ ) / syukran 'alaa ihtimaamikum.

Berikut ini ada beberapa potongan ayat Al-Quran yang menyebutkan kata-kata 'syukur':

Pertama, potongan ayat dari surat Ibrahim ayat 7:

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ )

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya aku akan menambah (nikmat) kepadamu."Kedua, potongan ayat dari surat Luqman ayat 12:

وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ )

"Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri."Ketiga, potongan ayat dari surat Saba' ayat 13:

وَقَلِيْلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُوْرُ )

"Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur."

Bahasa Arab Terima Kasih

Kata-kata di atas dan contoh-contohnya adalah cara mengungkapkan syukur dan terima kasih dalam bahasa Arab jika dilihat dari sisi linguistiknya saja. Pada dasarnya balasan kebaikan adalah kebaikan yang semisal, sebagaimana dikatakan dalam kaidah Arab:

الجَزَاءُ مِنْ جِنْسِ العَمَلِ )

"Balasan itu sesuai dengan amal".

Namun, jika seseorang tidak mampu membalas kebaikan seseorang dengan yang semisal, maka Rasulullah -shallallahu 'alaihi wa sallam- mengajarkan kepada umatnya bagaimana seharusnya seseorang berterima kasih kepada orang lain atas kebaikan yang ia terima dengan sabdanya:

مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوْفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ : جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِي الثَّنَاءِ )

“Barangsiapa diberikan kebaikan oleh orang lain, lalu ia mengatakan kepada pelakunya: ‘jazaakallahu khairan’ (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.” (HR. Tirmidzi)

Kata “jazaakallahu khairan” jika dilihat dari kacamata ilmu Nahwu, pada dasarnya hanya ditujukan kepada kata ganti (dhamir) tunggal untuk “kamu (laki-laki).

Lalu apa yang harus diucapkan jika yang diajak berbicara adalah kamu (perempuan) tunggal, atau kamu berdua (lk atau pr), atau kalian (lk atau pr), atau dia (lk/pr), atau mereka berdua (lk/pr), dan atau mereka jamak/plural (lk/pr)?

Bahasa Arab Sama-Sama

Simak contoh-contoh berikut:

Kamu (lk) ( جَزَاكَ اللهُ خَيْرًا ) / jazaakallahu khairan.Kamu (pr) ( جَزَاكِ اللهُ خَيْرًا ) / jazaakillahu khairan.Kamu berdua (lk/pr sama) ( جَزَاكُمَا اللهُ خَيْرًا ) / jazaakumallahu khairan.Kalian (lk) ( جَزَاكُمُ اللهُ خَيْرًا ) / jazaakumullahu khairan.Kalian (pr) ( جَزَاكُنَّ اللهُ خَيْرًا ) / jazaakunnallahu khairan.Dia (lk) ( جَزَاهُ اللهُ خَيْرًا ) / jazaahullahu khairan.Dia (pr) ( جَزَاهَا اللهُ خَيْرًا ) / jazaahallahu khairan.Mereka berdua (lk atau pr sama) (جَزَاهُمَا اللهُ خَيْرًا ) / jazaahumallahu khairan.Mereka (lk) ( جَزَاهُمُ اللهُ خَيْرًا ) / jazaahumullahu khairan.Mereka (pr) ( جَزَاهُنَّ اللهُ خَيْرًا ) / jazaahunnallahu khairan.

Bagaimana cara menjawab jika ada seseorang yang mengucapkan kalimat di atas kepada Anda?

Ada dua pilihan jawaban, pertama adalah dengan mengucapkan kata "aamiinwa iyyaak" (aamin, dan kamu juga), atau mengulangi doa tersebut tanpa tambahan atau ditambahi huruf waw ( وَ ) menjadi "wa jazaaka/killah khairan". Namun, yang lebih utama dan itu merupakan sunnah adalah yang kedua. Wallahu ta'ala a'lam..

Di bawah ini ada beberapa kata-kata bijak yang diwarisi orang-orang Arab dari pendahulu mereka:

شُكْرٌ وَإِنْ قَلَّ ، ثَمَنُ لِكُلِّ نَوَالٍ وَإِنْ جَلَّ )

syukrun wa in qalla, tsamanun likulli nawaalin wa in jalla

"Syukur walaupun ia sedikit, cukup sebagai balasan dari sebuah pemberian walaupun ia banyak/besar."

لَا تَثِقْ بِشُكْرِ مَنْ تُعْطِيْهِ حَتَّى تَمْنَعَهُ )

La tatsiq bisyukri man tu’thiihi hatta tamna’ahu

"Jangan kau mudah percaya dengan terima kasihnya orang yang kau beri, sampai (kau mengujinya) dengan tidak memberinya."

Demikian bahasa Arab ucapan terima kasih dan jawabannya, serta beberapa materi tambahan yang memiliki kaitan dengannya, seperti contoh penggunaan dalam kalimat, ayat-ayat yang berisi kata-kata ‘syukur’, dan kata-kata mutiara tentang syukur. Semoga tulisan singkat ini bisa bermanfaat.

Jika ada tanggapan, silahkan Anda tulis via kolom komentar di bawah ini. Jangan lupa beri "SUKA" dan share artikel ini. Kurang lebihnya mohon maaf, dan terima kasih atas kunjungannya, wa jazaakumullahu khairan

Susunan Bacaan Wirid Sesudah Shalat Lima Waktu


Susunan Bacaan Wirid Sesudah Shalat Lima Waktu


"Perumpamaan antara orang yang dzikir pada Tuhannya dan yang tidak, seperti antara orang yang hidup dan yang mati.” Demikian sabda Rasulullah sebagaimana diriwayatkan Imam Bukhari. Dzikir tentu bisa dilakukan kapan saja, baik dalam hati maupun lisan, salah satunya adalah dzikir setelah melaksanaan sembahyang fardhu.

Selepas menunaikan shalat fardhu lima waktu, seseorang dianjurkan meluangkan waktu sebentar untuk berdzikir. Amalan ini menjadi rutinitas (wirid) as-salafus shalih yang memiliki dasar yang kuat dari Sunnah Nabi.

Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar pada Bâbul Adzkâr ba‘dash Shalâh mengatakan bahwa ulama telah bersepakat (ijma’) tentang kesunnahan dzikir usai shalat yang ditopang oleh banyak hadits shahih dengan jenis bacaan yang amat beragam. 

Berikut ini adalah di antara rangkaian bacaan dzikir sesudah shalat maktubah yang disusun pengasuh Pondok Pesantren Al-falakh, KH Qori Ahmad Syahid Phd (rahimahullâh) sebagaimana dikutip dari Majmû‘ah Maqrûât Yaumiyah wa Usbû‘iyyah. Beliau mengutipnya antara lain dari hadits riwayat Muslim, Bukhari, Abu Dawud, serta kitab Bidâyatul Hidâyah dan lainnya.

1. Membaca Tahlil, alfatihah, alikhlas,alfalakh, An-Nas.

 لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ ..٣... لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ سيدنا مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .... الفاتحه

( Baca Surat Al-fatihah, Al- ikhlas, A-l Falakh, Al An-Nas, dan ayat qursy).

2. Membaca istighfar di bawah ini sebanyak tiga kali:

أَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِـيْمِ الَّذِيْ لَااِلَهَ اِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ ×٣


6. Dilanjutkan dengan membaca:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ.

(dibaca tiga kali tiap selesai shalat fardhu, khusus setelah maghrib dan shubuh sepuluh kali)

7. Memohon perlindungan dari ganasnya neraka:

اَللَّهُمَّ أَجِرْنِـى مِنَ النَّارِ

(tujuh kali bakda maghrib dan shubuh)

3. Memuji Allah dengan kalimat:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ وَمِنْكَ السَّلَامُ تَبَارَكْتَ يَا ذَاالْـجَلَالِ وَاْلإِكْرَام

Ini berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim. Dalam riwayat lain sebagaimana dikutip Bidâyatul Hidâyah:

اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، وَإِلَيْكَ يَعُوْدُ السَّلَامُ فَحَيِّنَارَبَّنَا بِالسَّلَامِ وَاَدْخِلْنَا الْـجَنَّةَ دَارَ السَّلَامِ تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ يَا ذَاالْـجَلَالِ وَاْلإِكْرَام. 

4. Lalu membaca:

اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَاالْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ .

Bacaan ini bisa kita temukan dalam riwayat Imam Muslim dan Imam Muslim (muttafaqun ‘alaih). Dalam Bidâyatul Hidâyah disebutkan:

اَللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا رَآدَّ لِمَا قَضَيْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَاالْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ .


11. Membaca tasbih, hamdala, dan takbir masing-masing sebanyak 33 kali:

اله يا رب انت مولانا....

سُبْحَانَ اللهِ ×٣٣ 
اَلْحَمْدُلِلهِ ×٣٣
اَللهُ اَكْبَرْ ×٣٣

13. Kemudian dilanjutkan dengan:

اَللهُ اَكْبَرْ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا، لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُيُحْيِيْ وَيُمِيْتُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْئٍ قَدِيْرٌ، وَلَاحَوْلَ وَلَاقُوَّةَ إِلَّابِا للهِ الْعَلِـىِّ الْعَظِيْمِ. أَفْضَلُ ذِكْرِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ

 لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ 

(Dibaca 300 kali bakda shubuh, 100 kali bakda isya, 50 kali bakda dhuhur, 50 kali bakda ashar, dan 100 kali bakda maghrib)

(dibaca bakda shubuh 300 atau 100 kali)

لَاإِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ.

14. Wirid kemudian ditutup dengan doa sesuai dengan harapan masing-masing.


5. Berdoa agar diberi kemampuan untuk mengingat (dzikir), bersyukur, dan beribadah secara baik kepada Allah:

اَللَّـهُمَّ اَعِنِّي عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ.

(HR Abu Dawud)


© 2019 shonhajifirst@gmail.com All rights reserved. Sanhaji lempuyang Tanara Serang Banten.