Kebanyakan ulama berpendapat, termasuk ulama Syafiiyah, bahwa telur hewan yang tidak halal dimakan dihukumi suci dan halal dimakan. Misalnya, telur burung elang atau buaya, meski burung elang dan buaya tidak halal dimakan namun telur dari dua hewan tersebut dihukumi suci dan halal dimakan. Selama telur tersebut tidak berbahaya bagi kesehatan, maka diperbolehkan untuk dikonsumsi. Namun jika membahayakan seperti telur ular, maka tidak boleh dikonsumsi.

Hal ini sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Nihayatu al-Zain berikut;

فائدة: إذا فسد البـيض بحيث لا يصلح للتخلق فهو نجس، وكذا بـيض الميتة وما عدا ذلك طاهر مأكول ولو من حيوان غير مأكول كالحدأة والغراب والعقاب والبومة والتمساح والسلحفاة ونحوها إلا بـيض الحيات

“Faidah; ketika telur telah rusak, hingga tidak bisa berkembang untuk jadi piyik, maka hukumnya najis. Demikian pula telur hewan yang telah mati (telur bangkai). Dan selain itu, semua dihukumi suci dan bisa dimakan meskipun dari hewan yang tidak bisa dimakan seperti rajawali, gagak, elang, burung hantu, buaya, kura-kura dan semisalnya kecuali telur dari golongan ular.”

Dalam kitab I’antut Thalibin juga ditegaskan bahwa menurut pendapat yang paling sahih, telur dari hewan yang tidak halal dimakan hukumnya suci dan boleh dimakan selama telur tersebut tidak berbahaya. Syaikh Abu Bakar Syatha berkata;

وكذا بيض غير مأكول ويحل أكله على الأصح ، (قوله ويحل أكله) قال فى التحفة مالم يعلم ضرره

“Begitu juga dihukumi suci telur hewan yang tidak boleh dimakan dan halal memakannya menurut pendapat yang paling sahih. Perkatan mushannif, ‘Halal memakannya,’ Imam Ibnu Hajar dalam kitab Tuhfah menambahkan, ‘Selama telur tersebut tidak diketahui mengandung bahaya.”

Dengan demikian, semua jenis telur dihukumi suci dan halal dimakan selama tidak mengandung bahaya, baik telur hewan yang halal dimakan atau tidak. Namun jika mengandung bahaya, seperti telur ular, maka tidak boleh dikonsumsi.

Wallohu'alam