Kamis, 16 Januari 2020

Kiai Hamid yang Menciptakan Kalimat “Wabillahi Taufiq Wal Hidayah” Khusus NU

Kiai Hamid yang Menciptakan Kalimat “Wabillahi Taufiq Wal Hidayah” Khusus NU


Pada umumnya umat Islam mengakhiri ceramah atau
surat-menyurat keagamaan dengan kalimat “Billahit taufiq wal-hidayah”
atau “Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq
” yang diucapkan atau
ditulis sebelum salam penutup. Tetapi tahukah mereka siapa pencipta ke dua
kalimat tersebut?


Pencipta kedua kalimat itu adalah K.H. Ahmad Abdul Hamid yang lebih dikenal
dengan nama K.H. Achmad Abdul Hamid Kendal. Beliau adalah salah satu ulama
kharismatik di Jawa Tengah, pengasuh Ponpes Al-Hidayah Kendal Kota dan Imam
Masjid Besar Kendal. Karena peran dan ketokohan beliau, masyarakat Kendal
menyebut beliau sebagai “Bapak Kabupaten Kendal”.


KH. Achmad Abdul Hamid Kendal lahir di Kendal Tahun 1915. Ayahandanya bernama
KH. Abdul Hamid. Beliau dilahirkan pada saat di negeri ini sedang marak berdiri
berbagai pergerekan dan organisasi keagamaan, sosial, ekonomi, politik dan
lain-lain. Seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan pada tahun 1905
lalu pada tahun 1906 berubah menjadi Sarikat Islam, Muhammadiyah berdiri pada
tahun 1912. 

Pada tahun 1918 lahir Nahdlatul Tujjar sebagai cikal bakal Nahdatul Ulama (NU).
Kemudian pada 31 Januari 1926 berdirilah NU, tahun 1928 terjadi Sumpah Pemuda
dan lain-lain.

Mulanya kalimat “Billahit Taufiq wal Hidayah”  beliau ciptakan
sebagai ciri khas warga NU untuk mengakhiri ceramah, pidato dan surat menyurat.
Pertama kali beliau mengucapkan kalimat itu di Magelang yang selanjutkan
diikuti oleh para Ulama NU dan seluruh warga Nahdliyin. Namun kalimat itu
akhirnya ditiru dan digunakan oleh hampir semua kalangan umat Islam dari
berbagai organisasi dan pergerakan. Kekhasan untuk warga NU pun sudah tidak ada
lagi. 

Untuk itu beliau menciptakan kalimat baru  “Wallahul Muwaffiq
ila Aqwamith Thariq” yang dirasa cukup sulit ditirukan oleh warga non-NU.
Sehingga sejak itu warga Nahdliyyin menggunakan kalimat :  “Wallahul
Muwaffiq Ila Aqwamit Thari
q” dalam mengakhiri ceramah, pidato dan surat
menyurat sebelum salam penutup, meski yang tetap terbiasa menggunakan
:”Billahit Taufiq wal Hidayah” juga masih banyak.

Khidmah Kiai
Ahmad (demikian panggilannya sehari-hari) di NU dimulai dari tingkat cabang
sampai PBNU. Banyak tugas penting di NU yang pernah diembannya seperti Rais
Syuriyah PCNU Kabupaten Kendal, Wakil Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah, Rais
Syuriyah PWNU Jawa Tengah (dengan Katib KH Sahal Mahfudz), dan terakhir sebagai
Mustasyar PBNU dan MUI Jawa Tengah. Beliau juga tercatat sebagai kontributor
dan distributor majalah Berita NO, yang terbit tahun 1930an.

Dalam sebuah tulisan, Kiai Sahal Mahfudz menyebutkan bahwa Kiai Ahmad menyimpan
dokumen-dokumen jurnalistik NU seperti Buletin LINO (Lailatul Ijtima’
Nadhlatoel Oelama).

Kiai Ahmad cukup produktif menulis dan menerjemahkan kitab-kitab. Salah satu
tulisannya yang cukup fenomenal adalah terjemahan al-Qanun al-Asasi Hadlratusy
Syaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ke dalam bahasa Indonesia yang beliau
terjemahkan atas permintaan Sekretaris Jenderal PBNU Prof. KH Saifudin Zuhri.
Penerjemahan tersebut telah dimulai oleh KH Mahfud Sidiq, tetapi belum selesai
sehingga PBNU meminta Kiai Ahmad untuk menyelesaikannya. Terjemahan itu oleh
Kiai Ahmad dinamakan “Ihyau Amalil Fudlala’ Fi Tarjamati Muqaddimatil
Qanunil Asasi li-Jam’iyati Nahdlatil Ulama”.

KH Ahmad Abdul Hamid wafat pada 14 Februari 1998 bertepatan dengan 16 Syawal
1418 H. Semoga Allah menerima seluruh amal kebaikannya. Amin.

بالله التوفيق والهداية


Billahit Taufiq Wal Hidayah

والله الموفق إلى أقوم الطريق


Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq

Tidak ada komentar:

Posting Komentar