Ketika wahab penyakit terbesar di mana-mana, dianjurkan untuk shalat di rumah, tapi adzan tetap dikumandangkan, bagaimana lafal adzannya?

Ketika wabah sudah terjadi dan berlangsung dalam kondisi yang sedemikian rupa, dan adzan tetap harus dikumandangkan, serta adanya tujuan agar masyarakat yang mendengar tidak datang ke masjid karena menyangka bahwa di Masjid telah didirikan shalat berjamaah, maka ada tuntunan mengenai lafadz adzan yang boleh disampaikan.
Dalam kitab hadis Shahih Bukhari, Nomor 666, dan Shahih Muslim, nomor 697, yang diriwayatkan dengan sanad yang disandarkan pada Nafiโ, disebutkan:
ุฃูุฐูููู ุงุจููู ุนูู ูุฑู ููู ููููููุฉู ุจูุงุฑูุฏูุฉู ุจูุถูุฌูููุงูู ุ ุซูู ูู ููุงูู : ุตูููููุง ููู ุฑูุญูุงููููู ู ุ ููุฃูุฎูุจูุฑูููุง ุฃูููู ุฑูุณูููู ุงูููููู ุตููููู ุงูููู ุนููููููู ููุณููููู ู ููุงูู ููุฃูู ูุฑู ู ูุคูุฐููููุง ููุคูุฐูููู ุ ุซูู ูู ููููููู ุนูููู ุฅูุซูุฑููู : โ ุฃููุงู ุตูููููุง ููู ุงูุฑููุญูุงูู โ ููู ุงููููููููุฉู ุงูุจูุงุฑูุฏูุฉู ุ ุฃููู ุงูู ูุทููุฑูุฉู ุ ููู ุงูุณููููุฑู
โSahabat Ibnu Umar suatu ketika melakukan adzan pada malam hari di musim dingin di tanah Dajhnan, dan beliau menyerukan: โShallu fi rihalikum (Shalatlah kalian dengan kelompok rombongan kalian!).โ Kemudian kami diberitahunya, sesungguhnya Rasulullah shallallahu โalaihi wasallam suatu ketika memerintahkan seorang muadzin agar menyerukan adzan. Lalu ia berkata setelahnya: โIngatlah! Shalatlah kalian dengan kelompok rombongan kalian!). Adzan seperti ini dikumandangkan ketika malam hari di musim dingin, atau musim penghujan, saat perjalanan safar.โ (HR. BukhariโMuslim)
Al-Hafidz Ibnu Hajar al-โAsyqalani mengomentari hadis ini sebagai:
ุตุฑูุญ ูู ุฃู ุงูููู ุงูู ุฐููุฑ ูุงู ุจุนุฏ ูุฑุงุบ ุงูุฃุฐุงู
โMelihat lafadznya hadis โIngatlah! Shalatlah kalian bersama kelompok rombongan kalian!โ menandakan secara jelas bahwa lafadz seruan ini disampaikan setelah lafadh adzan selesai.โ (Fathu al-Bari, Juz 2, halaman 113).
Masih dari Kitab Hadiss yang sama, dalam riwayat yang lain disebutkan:
ุนููู ุนูุจูุฏู ุงูููููู ุจููู ุงูุญูุงุฑูุซูุ ุนููู ุนูุจูุฏู ุงูููู ุจููู ุนูุจููุงุณูุ ุฃูููููู ููุงูู ููู ูุคูุฐูููููู ููู ููููู ู ู ูุทููุฑู : โ ุฅูุฐูุง ููููุชู : ุฃูุดูููุฏู ุฃููู ููุง ุฅููููู ุฅููููุง ุงูููู ุ ุฃูุดูููุฏู ุฃูููู ู ูุญูู ููุฏูุง ุฑูุณูููู ุงูููู ุ ููููุง ุชููููู : ุญูููู ุนูููู ุงูุตููููุงุฉู ุ ูููู : ุตูููููุง ููู ุจููููุชูููู ู โ ุ ููุงูู : ููููุฃูููู ุงููููุงุณู ุงุณูุชูููููุฑููุง ุฐูุงูู ุ ููููุงูู: โ ุฃูุชูุนูุฌูุจูููู ู ููู ุฐูุง ุ! ุ ููุฏู ููุนููู ุฐูุง ู ููู ูููู ุฎูููุฑู ู ูููููุ ุฅูููู ุงููุฌูู ูุนูุฉู ุนูุฒูู ูุฉูุ ููุฅููููู ููุฑูููุชู ุฃููู ุฃูุญูุฑูุฌูููู ูุ ููุชูู ูุดููุง ููู ุงูุทููููู ููุงูุฏููุญูุถูุฒ
Dari Abdullah ibn Harits, dari Abdullah ibn Abbas radliyallahu โanhum, beliau bercerita, bahwa sesungguhnya Baginda Nabi telah memerintahkan kepada Muadzinnya di musim penghujan: โKetika kamu selesai menyeru: Asyhadu an La ilaha illa allah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah, maka jangan menyeru: โHayya โala al-shalah.โ Tapi serukanlah: โShallu fi buyutikumโ (Shalatlah kalian di rumah-rumah kalian!)โ Demi mendengar keterangan dari Ibnu Abbas itu, Ibnu Haris berkata: โHari itu, seolah-olah para sahabat mengingkari semua penjelasan Ibnu Abbas.โ Sampai, Ibnu Abbas balik bertanya: โApakah kalian heran dengan keterangan ini!? Pribadi yang jauh lebih baik dari aku, benar-benar telah melakukan itu semua. Sesungguhnya shalat jumโatan itu adalah โAzmah (perintah yang tak bisa ditolak). Tapi aku tidak menghendaki kalian keluar dari rumah kalian, lalu berjalan di atas lumpur dengan kesulitan/kepayahan.โ (Hadis Riwayat Bukhari dengan Nomor Hadits 668, dan Imam Muslim, dengan Nomor Hadits 699)
Abdul Rahim ibnu Zain al-โIraqy memberikan komentar:
ููุฐุง ุงูุญุฏูุซ ุตุฑูุญ ูู ุฃู ููู: โุตููุง ูู ุงูุฑุญุงูโ ููุงู ุจุฏูุง ู ู โุญู ุนูู ุงูุตูุงุฉ
โHadis di atas secara sharih menyebutkan bahwa lafadz โShallu fi al-rihalโ diucapkan sebagai ganti dari โHayya โala al-shalahโ.โ (Al-Hafidh al-Iraqy, Tharhu al-Tatsrib fi Syarhi al-Taqrib, Kairo: Ihya al-Turats al-โAraby, 2008, Juz 2, halaman 320)
Di dalam Kitabnya, al-โIraqy menjelaskan lebih jauh mengenai lafadhnya muadzin: โShallu fi rihalikumโ. Mengapa tidak menggunakan lafadh โhayyaโ sebagaimana โHayya โala al-shalahโ. Ia menyampaikan:
ูุจุฃููู ูููููููู ุตูููููุง ููู ุฑูุญูุงููููู ูุ ููุฎูุงูููู ูููููููู ุญูููู ุนูููู ุงูุตููููุงุฉูุ ููููุง ููุญูุณููู ุฃููู ููููููู ุงููู ูุคูุฐูููู ุชูุนูุงููููุงุ ุซูู ูู ููููููู : ููุง ุชูุฌููุฆููุง
โSesungguhnya alasan seruan muadzin dalam menggunakan lafadz shollu fi rihalikum, berbeda dengan โhayya โala al-shalahโ adalah disebabkan karena โtidak elok jika seorang muadzin menyeru โtaโalauโ (Mari melaksanakan shalat!) kemudian setelah itu diserukan โTapi jangan datang kemari (melainkan shalatlah dirumah)โ. (Al-Hafidh al-Iraqy, Tharhu al-Tatsrib fi Syarhi al-Taqrib, Kairo: Ihya al-Turats al-โAraby, 2008, Juz 2, halaman 320)
Ada dua keterangan menarik dari Al-Hafidz Ibnu Hajar al-โAsyqalany mengenai dialektika penggunaan lafadz shallu fi rihalikum sebagai ganti dari hayyaโalah dalam adzan.
Pertama, dengan menukil dari Ibnu Khuzaimah rahimahullah, Al-Hafidh Ibnu Hajar menjelaskan mengenai maksud ucapan Ibnu Abbas radliyallahu โanhuma bahwa:
ูุฃู ู ุนูู ุญู ุนูู ุงูุตูุงุฉ : ููู ูุง ุฅูููุงุ ูู ุนูู ุงูุตูุงุฉ ูู ุงูุฑุญุงู : ุชุฃุฎุฑูุง ุนู ุงูู ุฌูุกุ ููุง ููุงุณุจ ุฅูุฑุงุฏ ุงูููุธูู ู ุนุงุ ูุฃู ุฃุญุฏูู ุง ูููุถ ุงูุขุฎุฑ
โLafadz hayya โala al-shalah lebih menunjukkan pada nuansa makna โBerlalulah kalian menuju ke melaksanakan shalat!โ Adapun makna al-shalatu fi al-rihal, adalah menunjukkan kesan agar menunda keberangkatan menuju tempat panggilan. Oleh karena itu, tidak cocok bila kedua lafadz yang berbeda nuansa itu disejajarkan penggunaannya. Karena satu sama lain dari kedua lafadz menunjukkan kesan pertentangan.โ (Fathu al-Bari, Juz 2, halaman 113)
Kedua, meski demikian, Al-Hafidz Ibnu Hajar al-โAsyqalani tetap memberikan ruang bagi kemungkinan penyandingan dua lafadh di atas, yakni:
ุจุฃู ูููู ู ุนูู ุงูุตูุงุฉ ูู ุงูุฑุญุงู : ุฑุฎุตุฉ ูู ู ุฃุฑุงุฏ ุฃู ูุชุฑุฎุต ุ ูู ุนูู ููู ูุง ุฅูู ุงูุตูุงุฉ: ูุฏุจ ูู ู ุฃุฑุงุฏ ุฃู ูุณุชูู ู ุงููุถููุฉ ุ ููู ุชุญู ู ุงูู ุดูุฉ
โAda kemungkinan mengumpulkan dua lafadz tersebut dalam satu adzan, yaitu dengan menjadikan makna โAl-shalatu fi al-rihalโ sebagai keringanan bagi orang yang menghendaki rukhshah. Sementara itu, maka โTerus berlalulah kalian menuju shalatโ disejajarkan dengan makna sunnah bagi orang yang ingin menyempurnakan fadlilah / keutamaan sholat, kendati harus menanggung beban kesulitan.โ (Fathu al-Bari, Juz 2, halaman 113)
Imam Nawawi dalam kitab Syarah Shahih Muslim-nya, menyampaikan sebuah ulasan:
ูู ุญุฏูุซ ุงุจู ุนุจุงุณ ุฑุถู ุงููู ุนูู ุฃู ูููู : ุฃูุง ุตููุง ูู ุฑุญุงููู . ูู ููุณ ุงูุฃุฐุงู ุ ููู ุญุฏูุซ ุงุจู ุนู ุฑ ุฃูู ูุงู ูู ุขุฎุฑ ูุฏุงุฆู
โDi dalam hadis riwayat Ibnu Abbas, lafadz โAla shallu fi rihalikumโ adalah disampaikan di dalam adzan (menggantikan hayyaโalah). Sementara di dalam hadis Ibnu Umar radliyallahu โanhu, lafadz itu disampaikan di akhir adzan.โ (Syarah Shahih Muslim, Juz 5, halaman 207).
Walhasil kedua model penggunaan sebagaimana yang disampaikan oleh Ibnu Hajar al-Asyqalani adalah sama-sama bolehnya. Namun, beda tata cara mengumandangkan sebagaimana yang Imam Nawawi rahimahullah sampaikan dalam kitabnya. Ibnu Muflih dalam kitabnya โAl-Furuโโ Juz 3, halaman 3, beristidlal dengan haditsnya Ibnu Umar dengan menyampaikan, โsusunan itu bisa dipraktikkan sesuka muadzin.โ
Walloohu a'lam Bisshowab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar