Selasa, 31 Maret 2020

CIRI KHAS ULAMA DAN PENGIKUT MUJASIMAH SALAFI/WAHABI

CIRI KHAS ULAMA DAN PENGIKUT MUJASIMAH SALAFI/WAHABI

Ada beberapa ciri-ciri yang mudah yang dapat kita lihat untuk
mengetahui bahwa seseorang tersebut menjadi pengikut mujasimah
Salafi/Wahabi.
Perlunya deteksi sejak dini terhadap kelompok mujasimah ini agar kita
sodara teman sanak kita tidak mudah terpapar
penyimpangan ajaran mereka ini.
Dan berikut ini karakter ciri khas para pengikut dan penganut ajaran
mujasimah Salafi/Wahabi.
1. Kata kunci atau tema yang biasa diulang-ulang dan dibahas oleh
ulama berfaham mujasimah Salafi/Wahabi berkisar pada kata bid'ah,
syirik, kufur, syiah rafidhah yang ditujukan kepada kelompok Islam yang
tidak sepemikiran dengan mereka. Kita akan sangat sering menemukan
salah satu dari empat kata tersebut dari setiap kajian atau fatwva
mereka.
2. Dalam memberi fatwa, ulama Salafi/Wahabi cenderung akan
berijtihad sendiri dengan mengutip ayat dan hadits yang mendukung.
Atau kalau pun mengutip pendapat ulama, mereka cenderung mengutip
pendapat lbnu Taimiyah dan Ibnu Qoyyim AI Jauziyah. Selanjutnya
mereka akan membuat fatwa sendiri yang kemudian akan menjadi dalil
para pengikut Wahabi/Salafi. Dengan kata lain, sejatinya para pengikut
Wahabi/Salafi bertaqlid buta pada ulama Wahabi/Salafi.
3. Kalangan ulama Salafi/Wahabi sangat jarang mengutip pendapat
ulama Salaf seperti ulama 4 madzhab dan yang lain kecuali madzhab
Hanbali yang merupakan tempat rujukan asal mereka dalam bidang
fiqih,walaupun tidak mereka akui secara jelas. Hanya pendapat Ibnu
Taimiyah dan lbnu Qoyyim Al Jauziyah yang mereka kutip, khususnya
dalam bidang aqidah mereka akan mengutip pendapat Muhammad bin
Abdul Wahhab pendiri madzhab Wahabi dari Najed itu.
4. Apabila mereka mengutip hadits, mereka cenderung menambahkan
kalimat, "dishahihkan oleh Albani" setelah menyebutkan riwayat hadits
tersebut. Siapa albani? Sebenarnya dia bukan muhadist, akan tetapi
tukang service jam, dan kebetulan dia mempelajari dan membaca kitab-
kitab hadist di perpustakaan dan itu pun tanpa guru, berarti sanad keilmuanya terputus dong, tidak sampai Rosullullah SAW.
5. Di mata ulama Salafi/Wahabi, perayaan Islam yang boleh dilakukan
hanya Idhul Fitri dan Idhul Adha, sedangkan perayaan lain seperti
perayaan Maulid Nabi SAW, perayaan Isra Miraj dan sebgainya
dianggap haram dan bid ah, sesat dan masuk neraka katanya.
6. Gerakan atau organisasi lslam di luar ideologi mujasimah
Salafi/Wahabi yang tidak segaris dengan mereka akan dianggap syirik,
kufur, atau bid'ah bahkan hahal untuk memeranginya. Oleh sebab itu
kita tidak perlu heran, banyak tukang fatwa wahabi di sosmed yang
gemar menyerang urusan amaliyah-amaliyah yang sudah berlaku di
tengah-tengah umat islam dengan terang-terangan, seperti ziarah kubur,
yasinan, zikir, tahlilan, sholawatan dan sebagianya, mereka sesat
sesatkan.
7. Pengikut Salafi/Wahabi tidak mau bertaqlid pada ulama salaf (klasik)
dan khalaf (kontemporer), tapi dengan senang hati bertaqlid pada
pendapat dan fatwa ulama-ulama Wahabi/Salafi yang dikeluarkan oleh
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts Wal lfta' dan lembaga ulama-ulama
yang menjadi anggota Harah Kibaril Ulama yang nama lengkapnya
adalah Risalah al Ammah lil Buhuts Wal Afta, yang kemudian diluaskan
melaui buku, majalah atau situs mereka.
8. Pengikut Salafi/Wahabi sangat menghormati ulama-ulama mereka
dan selalu menyebut ulama Salafi/Wahabi dengan sebutan Syekh dan
diakhiri dengan rahimahullah atau hafidzahullah. Seperti Syekh
Utsaimin, Syekh Bin Baz, Syekh Albani dil. Tapi menyebut ulama lain
cukup menyebut namanya saja.
9. Apa bila di dunia nyata mereka akan cendrung menyendiri (tidak ada
istilah sosialisasi terhadap sesama manusia) sebab doktrin ngulama
majhul mujasimahnya selalu berfatwa jangan bergaul dengan ahlul
bid'ah. Meskipun bid'ah versi pemikiran mereka sendiri.
Maka dari itu sebenarnya ketika kita membaca buku atau artikel di
internet, tidak terlalu sulit membedakan apakah tulisan itu bernafaskan
Salafi/Wahabi atau tidak. Karena secara garis besar cir-ciri mereka
tidak jauh dari poin-poin di atas.
Namun sangat disayangkan ketidaktahuan ini sering menjadi penyebab
seseorang yang sebenarnya Ahlusunnah Wal Jama'ah kemudian tanpa
sadar ia mengutip fatwa-fatwa Salafi/Wahabi. Hal ini banyak sekali
terjadi di tengah-tengah masyarakat kita.
Intinya cara termudah mengetahui seorang ulama atau ustadz atau
aktivis apakah dia Salafi/Wahabi adalah bisa dilihat dari latar belakang
pendidikannya, buku atau kitab yang selalu dikutip dan cara dia
menyebut ulama Salafi/Wahabi dan ulama non Salafi/Wahabi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar