Sabtu, 25 Juli 2020

KETERANGAN TENTANG QUNUT SUBUH

KETERANGAN TENTANG QUNUT SUBUH

Doa qunut ada tiga macam antara lain :

Pertama, doa Qunut Nazilah, yaitu doa yang dibacakan setelah ruku’ (i’tidal) pada rakaat terakhir shalat. Hukumnya sunnah hai’ah (kalau lupa tertingal tidak disunatkan bersujud sahwi). Qunut Nazilah dilaksanakan karena ada peristiwa (mushibah) yang menimpa, seperti bencana alam, flu burung, Covid-19 dan lainnya. 

Qunut Nazilah ini mencontoh Rasulullah SAW Yang memanjatkan doa Qunut Nazilah selama satu bulan atas mushibah terbunuhnya qurra’ (para sahabat Nabi SAW yang hafal al Qur’an) di sumur Ma’unah. 

Juga diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. bahwa “Rasulullah SAW kalau hendak mendoakan untuk kebaikan seseorang atau doa atas kejahatan seseorang, maka beliau doa qunut setelah ruku’ 
(HR. Bukhori dan Ahmad).

Kedua, qunut shalat witir. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah (hanafiyah) qunut witir dilakukan dirakaat yang ketiga sebelum ruku’ pada setiap shalat sunnah. Menurut pengikut Imam Ahmad bin Hambal (hanabilah) qunut witir dilakukan setelah ruku’. Menurut Pengikut Imam Syafi’i (syafi’iyyah) qunut witir dilakukan pada akhir shalat witir setelah ruku’ pada separuh kedua bulan Ramadlan. Akan tetapi menurut pengikut Imam Malik qunut witir tidak disunnahkan. 

Ketiga, doa qunut pada raka’at kedua shalat Shubuh. Menurut pengikut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad doa qunut shalat Shubuh hukumnya tidak disunnahkan karena hadits Nabi SAW bahwa ia pernah melakukan doa qunut pada saat shalat Fajar selama sebulan telah dihapus (mansukh) dengan ijma’ sebagaiman diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud: 

رَوَى ابنُ مَسْعُوْدٍ: أَنَّهُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ قَنَتَ فِيْ صَلاَةِ الفَجْرِ شَهْراً ثُمَّ تَرَكَهُ 

“Diriwayatkan oleh Ibn Mas’ud: Bahwa Nabi SAW telah melakukan doa qunut selama satu bulan untuk mendoakan atas orang-orang Arab yang masih hidup, kemudian Nabi SAW meninggalkannya.” (HR. Muslim).

Menurut pengikut Imam Malik (Malikiyyah) doa qunut shalat Shubuh hukumnya sunnah tetapi disyaratkan pelan saja (sirr). Begitu juga menurut Syafi’iyyah hukumnya sunnah ab’adl (kalau lupa tertinggal disunatkan sujud sahwi) dilakukan pada raka’at yang kedua shalat Shubuh. 

Sebab Rasulullah SAW ketika mengangkat kepala dari ruku’ (i’tidal) pada rakaat kedua shalat Shubuh beliau membaca qunut. 

Dan demikian itu “Rasulullah SAW lakukan sampai meninggal dunia (wafat)”. 
(HR. Ahmad dan Abd Raziq) 

Imam Nawawi menerangkan dalam kitab Majmu’nya: 

مَذْهَبُنَا أَنَّهُ يُسْتَحَبُّ القَُنُوْتُ فِيْهَا سَوَاءٌ نَزَلَتْ نَازِلَةٌ أَمْ لَمْ تَنْزِلْ وَبِهَذَا قَالَ أَكْثَرُ السَّلَفِ 

“Dalam Madzhab kita (madzhab Syafi’i) disunnahkan membaca qunut dalam shalat Shubuh, baik karena ada mushibah maupun tidak. Inilah pendapat mayoritas ulma’ salaf”. (al-Majmu’, juz 1 : 504) 

Penulis berpendapat tentang bagaimana dua hadits tentang doa qunut pada shalat Shubuh yang tampa’ tidak sejalan. 
Cara kompromi untuk mendapat kesimpulan hukum (thariqatu al-jam’i wa al-taufiiq) dapat diuraikan, bahwa hadits Abu Mas’ud (dalil pendapat Hanafiyyah dan Hanabilah) menegaskan bahwa Nabi SAW telah melakukan qunut selama sebulan lalu meninggalkannya, ini tidak secara tegas bahwa hadits tersebut melarang qunut shalat Shubuh setelah itu. Hanya menurut interpretasi ulama yang menyimpulkan bahwa qunut shalat Shubut dihapus (mansukh) dan tidak perlu diamalkan oleh umat Muhammad SAW. 

Sedangkan hadits Anas bin Malik (dalil pendapat Malikiyyah dan Syafi’iyyah) menjelaskan bahwa Nabi SAW melakukan qunut shalat Shubuh dan terus melakukannya sampai beliau wafat. 

tentang derajat hadist tersebut diatas adalah Shohih.


عن أنس بن مالك قال: أن النبي صلى الله عليه وسلم قنت شهرا يدعو عليهم ثم تركه, فأما في الصبح فلم يزل يقنت حتى فارق الدنيا

Dari Anas bin Malik beliau berkata: Bahwasanya Rasulullah SAW membaca doa qunut selama sebulan mendoakan mereka, kemudian beliau meninggalkannya. Adapun pada salat Shubuh maka Nabi SAW senantiasa membaca doa Qunut sampai beliau meninggal dunia. 

Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Baihaqi, dari Muhammad bin Abdullah Al-Hafidz, dari Bakr bin Muhammad As-Shairafi, dari Ahmad bin Muhammad bin Isa, dari Abu Na'im, dari Abu Ja'far Ar-Razi, dari Rabi' bin Anas, dari Anas, dari Rasulullah SAW.

Adapun derajat hadis ini dinyatakan shahih menurut beberapa ulama hadits, di antaranya: Al-Hafidz Abu Abdillah Muhammad bin Ali Al-Balkhi bahwa sanad ini shahih dan para rawinya tsiqah. Dan juga Al-Hakim dalam kitab Al-Arbainnya berkata bahwa hadits ini shahih. Diriwayatkan juga oleh Ad-Daruquthni dengan sanad yang shahih. Dan tentunya Al-Imam Asy-Syafi’iy sebagai pendiri madzhab syafi'i sekaligus seorang ahli hadits terkemuka juga ikut menshohihkan hadits anas tersebut.

Meskipun ada juga ulama yang mendhaifkan hadits ini dengan alasan adanya Abu Ja'far Ar-Razi. Di antaranya adalah Ibnul Jauzi mendhaifkan hadits ini. Namun Al-Mulaqqan mengatakan bahwa pendhaifan ini tidak bisa diterima, karena menyendirinya Ibnul Jauzi dalam pentadh'ifan, artinya karena ada abu Ja'far  Ar-razi saja ini bukan suatu hambatan, bagaimana dengan yg lainya seperti :
Muhammad bin Abdullah Al-Hafidz, Bakr bin Muhammad As-Shairafi, Ahmad bin Muhammad bin Isa, Abu Na'im, Abu Ja'far Ar-Razi, Rabi' bin Anas, Anas, mereka adalah perawi yg Tsiqoh, Jujur, ingatannya kuat.

Syeikh Al-Albani juga mendhaifkan hadits ini dan mengatakan bahwa hadits itu termasuk hadits munkar, kita tau bersama siapa Al-albani, yg hanya Marbot masjid penjaga perpustakaan kitab belajar agama lewat baca buku tanpa guru kemudian berani memproklamirkan diri sebagai muhaditsin.

sudahlah jelas Al-Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa di dalam riwayat hadits Al-Baihaqi lebih jelas lagi disebutkan perbedaan antara doa Qunut dan doa keburukan kepada suatu kaum. Jelas sekali bahwa yang dimaksud bahwa Rasulullah SAW melakukannya selama sebulan kemudian beliau meninggalkannya dan itu bukan qunutnya, melainkan doa keburukan atas suatu kaum.

Kesimpulannya
Doa Qunut tetap dilakukan hingga Rasulullah SAW meninggal dunia, dan yang beliau tinggalkan itu hanyalah doa keburukan saja.

Kurang lebih itulah jawaban dari Al-Imam An-Nawawi yaitu bahwa hadis tentang Qunut Shubuhnya Rasulullah SAW adalah hadits yang sahih. Sanadnya tersambung sampai kepada Rasulullah SAW dan para perawinya adalah orang-orang yang terpercaya dan tsiqah.

Ketika interpretasi sebagian ulama bertentangan dengan pendapat ulama lainnya dan makna teks tersurat (dzahirun nashs) hadits, maka yang ditetapkan (taqrir) adalah hukum yang sesuai dengan pendapat ulama yang berdasrkan teks tersurat hadits shahih. Jadi, hukum doa qunut pada shalat Shubuh adalah sunnah ab’adl, yakni ibadah sunnah yang jika lupa tertinggal mengerjakannya disunatkan melakukan sujud sahwi.
setelah duduk dan membaca tahiyat akhir sebelum salam. 

Wallahu a’lam bi -shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar