Kamis, 30 Juli 2020

SYARIAT QURBAN

SYARIAT QURBAN

"Dari Qabil dan Habil hingga Ibrahim dan Ismail, Syariat Berkurban Itu Sampai Kepada Kita"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)." (QS. Al Hajj:34)

Ayat ini merupakan landasan disyariatkannya menyembelih hewan kurban. Dari ayat ini pula Allah secara harfiah mengatakan, pada setiap ummat telah disyariatkan untuk berkurban. Dengan tujuan untuk mengingat akan segala nikmat dan rezeki yang telah Allah berikan pada ummat Nya.

Selama ini, kita memahami syariat menyembelih hewan kurban merupakan sebuah napak tilas dan meneladani perjalanan hidup Nabi Ibrahim As. Teladan atas kesabaran Nabi Ibrahim, dan ketaatan sang putra Nabi Ismail.

Suatu ketika, Allah memerintahkan keduanya untuk berkurban.

"Ceritakanlah (Muhammad) kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa". (QS. Al Maidah: 27)

Saat diperintahkan berkurban, Qabil merasa sayang dengan hasil perkebunannya. Karena itu, dia berkurban dengan hasil panen buah-buahan yang busuk. Sementara Habil, berkurban dengan penuh keikhlasan menyembelih hewan terbaik yang dimilikinya.  Keikhlasan Habil, dilandasi oleh ketundukan dan ketakwaan perintah Allah membuat kurbannya diterima.

Syariat Berkurban Disempurnakan oleh Nabi Ibrahim

Syariat berkurban kemudian disempurnakan pada masa Nabi Ibrahim As. Suatu ketika, Khalilullah Ibrahim As menyembelih qurban sejumlah 1000 ekor domba, 300 sapi dan 100 ekor onta. Orang-orang pun bertanya, untuk apa kurban sebanyak itu.  Beliau menjawab bahwa itu semua tak seberapa. Bahkan seandainya Allah menginginkan anaknya pun dia bersedia berkurban.

Allah pun menguji niat Nabi Ibrahim tersebut. Dikabulkanlah do'a Nabi Ibrahim yang meminta anak sholeh. Dari istrinya Hajar, Nabi Ibrahim beroleh seorang putra, Ismail. Saat Ismail sedang dalam masa pertumbuhan, dari balita menjadi anak yang lucu, menggemaskan, menjadi buah hati orang tuanya, Allah seakan menagih janji Ibrahim. Bahwa demi Allah, anaknya pun bersedia dikurbankan.

Ibrahim pun mendapat perintah untuk mengurbankan Ismail. Pada perintah pertama yang datang melalui mimpinya tersebut, hati Ibrahim masih bimbang. Setan pun menggodanya, mengajaknya untuk mengabaikan perintah Allah tersebut.

Pada malam berikutnya, kembali Ibrahim bermimpi mendapat perintah untuk mengurbankan Ismail. Kali ini Ibrahim sudah semakin condong untuk percaya bahwa mimpi tersebut memang sebuah perintah yang datang dari Allah. Namun setan menggodanya semakin kuat.

Ditunjukkanlah pada Ibrahim bagaimana lucu dan menggemaskannya Ismail. Setan pun berbisik, apakah rela Ibrahim mengorbankan putra satu-satunya. Yang baru ia peroleh setelah berusia senja? Hati Ibrahim sedikit goyah.

Namun, ketika pada malam ketiga Ibrahim kembali bermimpi mendapat perintah untuk mengorbankan Ismail, kali ini hatinya sudah tekad dan bulat. Ini adalah perintah Allah. Tak mungkin ia mengabaikan lagi perintah yang datang dari Tuhannya. Meskipun untuk itu ia harus mengorbankan putra kesayangannya.

Dipanggillah Ismail. Kepada putranya Ibrahim berkata, "Ananda, sesungguhnya ayahmu ini bermimpi selama 3 malam di Mina, bahwa ayahmu ini diperintahkan Allah untuk mengurbankan dirimu".

Ismail pun menjawab, "Jika itu perintah dari Allah, maka lakukanlah ayah".

Ibrahim kemudian membaringkan Ismail. Pedang di tangannya siap menetak ke leher sang putra. "Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar. Laa ilaha illallohu waallohu akbar".

Ibrahim bertakbir dan bertahlil, disambut oleh takbir dan tahmid dari Ismail, "Allohu akbar wa lillahilhamdu".

Demi Allah melihat kesetiaan dan ketakwaan hamba Nya tersebut, digantilah Ismail dengan seekor domba. Inilah syariat berkurban yang akhirnya sampai kepada kita sekarang ini.

Hakekat Berkurban Adalah Menyembelih nafsu binatang

Berkurban, hukumnya sunnah muakkad bagi setiap muslim yang mampu. Menyembelih hewan kurban, baik itu kambing, sapi, onta maupun kerbau merupakan  i'tibar, pembelajaran bagi kita untuk menyembelih hawa nafsu binatang yang ada pada hati setiap manusia.

Berkurban hakekatnya adalah menyembelih nafsu kalbiyah yaitu sifat anjing yang suka mencela dan menghina orang lain. Saat kita berkurban, kita hilangkan pula nafsu himariyah: jiwa keledai yaitu sifat yang pintar bicara tetapi tidak memiliki ilmu alias bodoh.

Berkurban, juga bermakna menyembelih nafsu sabu'iyah: jiwa serigala yang suka menyakiti orang lain dengan fitnah dan adu domba. Saat berkurban kita niatkan menyembelih nafsu fa'riyah yaitu jiwa tikus yang suka korupsi dan menilep uang orang lain yang diamanahkan kepada diri kita.

Hakekat berkurban lainnya adalah menyembelih nafsu dzatis-suhumi wa hamati wal-hayati wal-aqrabi, yaitu jiwa binatang penyengat berbisa sebagai ular dan kalajengking. Senang menyindir-nyindir orang, menyakiti hati orang lain, dengki, dendam, dan semacamnya. Berkurban seyogyanya juga kita niatkan untuk menyembelih nafsu khinziriyah: sifat babi yang suka melakukan perbuatan dosa dna maksiat.

Saat kita berkurban, sudahkah kita niatkan untuk menyembelih nafsu thusiyah: nafsu burung merak, yaitu sifat yang suka menyombongkan diri, suka pamer, berlagak-lagu, busung dada? Sudah pulakah kita niatkan untuk menyembelih nafsu jamaliyah: nafsu unta yaitu sifat tidak mempunyai sopan santun, kasih sayang, tenggang rasa sosial, tak peduli kesusahan orang, yang penting dirinya selamat dan untung.

Ketika berkurban nanti, ingatkan diri untuk niat menyembelih nafsu dubbiyah: jiwa beruang, yang biarpun kuat dan gagah, tapi akalnya dungu. Dan yang terakhir, berkurbanlah dengan niat menyembelih nafsu qirdiyah: jiwa beruk alias munyuk atau monyet yang ketika diberi ia mengejek, tak dikasih ia mencibir, sinis, dan suka melecehkan/memandang enteng orang lain.

Itulah hakekat berkurban, yang sudah disyariatkan sejak jaman Nabi Adam, disempurnakan pada masa Nabi Ibrahim. Dan akhirnya sampai kepada kita di masa kini, hingga akhir jaman nanti.

Jika hawa nafsunya sudah dikalahkan, maka hatinya selalu diputari dan dikelilingi oleh Dzikrullah, baik dalam kondisi duduk, berdiri, bergerak dan bekerja. Mereka itulah orang-orang yang layak di lantik di hadapan Ka'bah dengan memakai baju ihram, pertanda mereka adalah orang-orang yang telah mensucikan jiwanya.

"Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik." (QS. Al-Hajj:37)

Selamat Idul Adha

Tidak ada komentar:

Posting Komentar