Senin, 27 Desember 2021

MA'RIFATULLAH


Kata ma'rifatullah asal katanya a'rofa, ya'rifu yang artinya mengenal. Jadi ma'rifatullah adalah upaya manusia untuk mengenal Allah.

Ibnul qoyyim mengatakan bahwa semakin tinggi ma'rifat kita kepada Allah maka semakin tinggi ketaqwaan kita kepada Alloh SWT, semakin menghambakan diri dan bersifat ihsan, merasa bahwa Alloh SWT selalu mengawasinya.

Ma'rifatullah hanya bisa kita lakukan dengan menggabungkan panca indra, akal dan hati. Jika tidak maka akan menuju kesesatan. Apa sebab kafir quraysi tidak mengimani isra' dan mi'rajnya Rasulullah? Karena mereka hanya menggunakan akal dan tidak menggunakan hati mengimani Rasul yang dijalankan oleh Allah.karena jika hanya logika, maka Rasul berjalan dalam waktu 1 malam hanya menuju sidratul muntaha saja.

Ma'rifatullah adalah puncak kesadaran yang akan menentukan perjalanan hidup selanjutnya. Dengan ma'rifatullah manusia bisa mengetahui tujuan hidup yang sesungguhnya. Ketiadaan ma'rifatullah membuat orang hidup tanpa arah dan tujuan yang jelas, bahkan orang yang tidak mengenal Allah dengan benar akan menjalani hidupnya seperti binatang. (QS,47:12).

Surat Muhammad ayat 12

اِنَّ اللّٰهَ يُدْخِلُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ۗوَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا يَتَمَتَّعُوْنَ وَيَأْكُلُوْنَ كَمَا تَأْكُلُ الْاَنْعَامُ وَالنَّارُ مَثْوًى لَّهُمْ

Sungguh, Allah akan memasukkan orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Dan orang-orang yang kafir menikmati kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan; dan (kelak) nerakalah tempat tinggal bagi mereka.

Ma'rifatullah adalah asas perjalanan ruhiyah manusia secara keseluruhan. Orang yang mengenal Allah akan merasakan hidupnya tenang, lapang, dan dia hidup dalam rentangan panjang antara sabar dan syukur.

Dari ma'rifatullah ini manusia akan mengenali kehidupan di luar  alam materi, seperti malaikat, jin dan ruh.

Dengan ma'rifatullah seorang muslim akan senantiasa menjaga dirinya dari melanggar aturan-aturan Allah SWT sehingga hidupnya di penuhi dengan rahmat dan ridho Allah.

Banyak jalan untuk mendekatkan diri kepada Alloh SWT, diantaranya adalah dengan memahami asma-asma-Nya. Pengetahuan dan keyakinan akan asma Allah akan menambah keimanan sesorang.

“bahwa Allah lah yang menciptakan yang ada di langit dan di bumi, dan Allah lah yang memberi rezeki jutaan makhluk yang ada di jagat raya ini”. (QS 40:62).

Melalui akal dan asma-Nya seseorang dituntun untuk mengenal siapa Allah. Ketika rasa Ma’rifatullah itu telah tumbuh subur, ketika itu pula ia bisa memahami hakikat kehidupan yang dijalaninya. Itulah saat-saat seorang manusia merasakan kelapangan hidup, keindahan hidup yang hanya bisa dicapai oleh orang-orang yang mengenal penciptanya.


Sabtu, 25 Desember 2021

BELAJAR ILMU AGAMA HARUS LEWAT GURU LANGSUNG YG BERSANAD

Nabi Muhammad saw.

Dari Abdullah ibn Mas'ud ra., Rasulullah saw bersabda: “Sebaik-baik manusia (yang hidup) di zamanku, kemudian orang-orang setelahnya, kemudian orang-orang setelahnya”. (HR. Bukhari, No. 2652, Muslim, No. 6635).
Rasulullah saw. menerjemahkan, “Barangsiapa menguraikan Al Qur'an dengan akal pikirannya sendiri (tanpa guru) dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah melakukan kesalahan.”. (HR.Ahmad)

Dari Ibnu 'Abbas ra berkata Rasulullah saw bersabda, “Di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sebenarnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (HR. Ath Thabarani) Ibnul Mubarak berkata: ”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya.” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 No. 32 )

Dari Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw Bersabda: ”Barangsiapa yang mengatakan mengenai Al-Qur'an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempat yang tidak tersedia sendiri di neraka.”. (HR.At Tirmidzi)

Imam Malik ra. berkata: “Hendaklah menantang itu hafalannya (matan hadits dan ilmu) daripada ulama, bukan dari Suhuf (lembaran)”. (Al-Kifayah oleh Imam Al Khatib m/s 108)

Imam Asy Syafi'i ra. mengatakan: “Tiada ilmu tanpa sanad.”.

Imam Asy Syafi'i ra. juga berkata: “Barangsiapa yang bertafaqquh (coba memahami agama) melalui isi buku-buku, maka dia akan mensia-siakan hukum (kefahaman sebenar-benarnya)”. (Tazkirah As-Sami'e: 87)

Berkata Imam Asy Syafi'i ra.: “Orang yang belajar ilmu tanpa sanad guru bagaikan orang yang mengumpulkan kayu bakar digelapnya malam, ia mengikat kayu bakar yang terdapat ular berbisa dan ia tak tahu” (Faidhul Qadir juz 1 hal 433)

Berkata pula Imam Ats Tsauri ra.: “Sanad adalah senjata orang mukmin, maka bila kau tak punya senjata maka dengan apa kau akan menemukan?”, berkata pula Imam Ibnul Mubarak: “Pelajar ilmu yang tak punya sanad bagaikan penaik atap namun tak punya tangganya , sungguh Allah muliakan ummat ini dengan sanad.”. (Faidhul Qadir juz 1 hal 433).

Al-Hafidh Imam Ats Tsauri ra. mengatakan: “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga.”.

Bahkan Al Imam Abu Yazid Al Bustamiy ra. berkata: “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi akan gurunya syetan.”. (Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203)

Asy Syeikh As Sayyid Yusuf Bakhour Al Hasani menambahkan bahwa: “Maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan aplikasi untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang mengambil sanad daripadanya, dan yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga ke kamu meneladani Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur'an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan.“.

Syekh Ibnu Jama'ah berkata: "Sebesar-besar musibah adalah dengan bergurukan sahifah (lembaran-lembaran atau buku)". (Ibn Al-Jama'ah: 87 dan dinukilkan dalam Muqoddimah Syarh Al-Maqawif 1/90)

Imam Badruddin ibn Jama'ah: “Hendaklah seseorang pelamar ilmu itu berusaha mendapatkan Syeikh yang mana dia seorang yang menguasai ilmu-ilmu Syariah secara sempurna, yang mana dia melazimi para syeikh yang terpercaya di zamannya yang banyak mengkaji dan dia lama bersahabat dengan para ulama' , bukan berguru dengan orang yang mengambil ilmu hanya dari lembar kertas dan tidak bersahabat dengan para syeikh (ulama') yang agung.”. (Tazkirah As-Sami' wa Al-Mutakallim 1/38)

Dan Nabi juga memerintahkan agar berpegang pada tegung pada jamaah yang mayoritas,

Dari Anas bin Malik ra berkata: “Aku mendengar Rasulullah saw. berkata : “Sesungguhnya umatku tidak akan bersepakat pada kesesatan, oleh karena itu, jika melihat kejadian, maka ikutilah kelompok utama.” (HR. Ibnu Majah No. 3950, Abd bin Humaid dalam Musnad-nya (1220) dan Ath Thabarani dalam Musnad Al Syamiyyin (2069).

Kesimpulan :
1. Belajar ilmu Agama harus lewat syech atau Guru yg benar-benar BERSANAD sampai pada Baginda Nabi SAW.
2. Belajar Agama lewat Lembaran buku-buku jelas tidak BERSANAD karena tidak ada Guru pembimbing yg mengarahkan ilmunya dan cenderung membaca buku akan melahirkan pemahaman sendiri dan jelas SYETAN turut serta didalamnya.
3. Belajarlah lewat Guru atau syech, kiyai, ustad pembimbing langsung yg dia bisa menafsirkan Buku2 tersebut dengan ilmu yg diampu dari Ponpes atau study2 Keagamaan lainnya, lewat para Masyayikh yg BERSANAD.

Wallahu a'lm bishshowab

Selasa, 14 Desember 2021

SHOLAT YG BENAR AKAN BERDAMPAK PADA HATI

Ketika salat seseorang benar, ia secara tidak langsung akan berdampak pada banyak hal. Selain berdampak pada prilaku, hal itu juga akan berdampak pada hatinya.

Salat adalah ibadah yang paling mulia di sisi Allah SWT. Bagaimanapun keadaannya, salat tidak boleh ditinggalkan. Bahkan dalam keadaan darurat sekalipun. Semua orang yang bernyawa harus melaksanakannya. Selain mengerjakannya secara rutin, pentingnya juga berusaha agar salah seseorang benar, baik secara niat maupun tatacaranya.

Ada sekian banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjadi dasar kewajiban salat, salah satunya adalah:

وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ وَارْكَعُوْا مَعَ الرَّاكِعِيْنَ

“Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (QS. al-Baqarah [2]: 43)

Karena begitu penting dan mulianya salat, Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah salatnya. Maka, jika salatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika salatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi.” (HR. Tirmidzi)

Yang harus dicatat, dalam pelaksanaannya, salat hendaknya tidak saja dilakukan secara lahir, namun juga batin. Sehingga selain “menggerakkan lisan (merapal bacaan tertentu) dan badan”, seseorang juga harus “menggerakkan hati” juga ketika salat. Ini adalah makna salat seseorang benar dalam aspek yang lebih hakiki.

Dengan demikian, ketika salat seseorang benar, maka ia akan berdampak pada akhlak dan perilaku pengamalnya, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, “…Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar…” (QS. al-Ankabut [29]: 45)

Hal ini karena ketika melaksanakan salat secara zahir batin itu, seseorang akan menyadari tentang keagungan dan ke-Mahabesar-an Allah. Sehingga tidak mungkin ia akan durhaka kepada-Nya.

Tanpa bermaksud mengesampingkan hal-hal terkait “menggerakkan badan dan lisan”, agaknya “menggerakkan hati” lebih urgen untuk diketahui. Pertanyannya, bagaimana caranya? 

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa caranya adalah dengan memahami dan menghayati hakikat segala apa yang dibaca dan dikerjakan dalam salat. 

Untuk yang pertama, tentu tidak ada cara yang bisa ditempuh kecuali memahami makna bacaan tersebut, baik secara global, lebih-lebih secara terperinci. Atau jika hal tersebut sukar dilakukan, agaknya terjemahan dari bacaan-bacaan itu bisa menjadi solusi (meskipun harus diakui, terjemah tidak bisa menjelaskan makna secara utuh). 

Sedangkan untuk yang kedua, seseorang bisa melakukannya dengan ‘begitu mudah’, yakni menggunakan akalnya. 

Ia mengatakan bahwa ketika salat, seseorang akan meletakkan kepalanya di bawah (maaf) bokong/pantatnya. Ini menegaskan bahwa sejatinya, ketika di hadapan Allah, kecerdasan setinggi apapun tak akan ada gunanya. 

“Maka orang-orang ini dihina orang tidak akan marah. Kenapa? Dia sendiri telah menghinakan dirinya di hadapan Allah Ta’ala,” 

Ketika melaksanakan salat berjemaah, dan ia berada di shaf (barisan) nomor dua, maka sejatinya ia sedang dibelakangi oleh orang yang berada di shaf depannya. Hal demikian bermakna, ia sudah menghina dirinya sendiri. Sehingga tidak wajar bila ia mudah tersinggung bila ada yang mengusiknya. 

“Tapi kenapa kemudian jika disinggung orang sedikit ngamuk. Ini (ada) yang tidak wajar di qalbu. Berarti belum shalih (baik). Qalbunya belum shalih.” 

Walhasil, salat adalah ibadah yang wajib bagi seluruh umat Islam. Agar memiliki dampak bagi kehidupan pelakunya, maka ia harus dikerjakan dengan segenap kesadaran dan pemaknaan yang tepat. 

Wallau a’lam.

Senin, 13 Desember 2021

1. Wajib

Pernikahan dapat menjadi wajib hukumnya jika seseorang telah memiliki kemampuan untuk berumah tangga, baik secara fisik maupun finansial, serta sulit baginya untuk menghindari zina. Orang tersebut diwajibkan menikah karena dikhawatirkan jika tidak, maka ia bisa melakukan perbuatan zina yang dilarang dalam Islam.

2. Sunah

Dasar hukum nikah menjadi sunah jika seseorang sudah mampu dan siap membangun rumah tangga, tapi dia dapat menahan diri dari segala perbuatan yang menjerumuskannya pada zina. Meskipun demikian, Islam selalu menganjurkan umatnya untuk menikah jika sudah memiliki kemampuan sebab pernikahan merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allah.

3. Mubah

Hukum nikah juga bisa menjadi mubah atau boleh dilakukan. Dikatakan mubah jika ia menikah hanya untuk memenuhi syahwatnya saja dan bukan bertujuan untuk membina rumah tangga sesuai syariat Islam, tapi dia juga tidak dikhawatirkan akan menelantarkan istrinya.

4. Makruh

Selanjutnya ialah hukum nikah makruh. Hal ini terjadi jika seseorang memang tidak menginginkan untuk menikah karena faktor penyakit ataupun wataknya. Dia juga tidak memiliki kemampuan untuk menafkahi istri dan keluarganya sehingga jika dipaksakan menikah, dikhawatirkan orang tersebut tak bisa memenuhi hak dan kewajibannya dalam rumah tangga.

5. Haram

Hukum nikah juga bisa menjadi haram jika seseorang tidak memiliki kemampuan atau tanggung jawab untuk membangun rumah tangga. Misalnya, tidak mampu berhubungan seksual atau tak memiliki penghasilan sehingga besar kemungkinannya dia tidak bisa menafkahi keluarganya kelak. Selain itu, hukum nikah jadi haram jika pernikahan itu dilakukan dengan maksud untuk menganiaya, menyakiti, dan menelantarkan pasangannya.

Pernikahan bisa menjadi haram jika syarat sah dan kewajiban tidak terpenuhi bahkan dilanggar. Beberapa contoh ernikahan yang diharamkan dalam Islam seperti kawin kontrak, pernikahan sedarah, pernikahan sejenis, atau pernikahan beda agama antara perempuan muslim  dengan laki-laki non-Muslim.

Nah, itu dia hukum nikah dalam Islam yang perlu kamu tahu. Kamu sendiri apakah sudah siap untuk menikah, Bela?


Selasa, 16 November 2021

Lima Penyebab Malas Melakukan Ibadah

Lima Penyebab Malas Melakukan Ibadah 

==================================

Manusia ditakdirkan untuk beribadah kepada Allah SWT. Selain akan mendapatkan pahala, melaksanakan ibadah atas dari mengharap keridhaan Allah menjadi salah satu jalan untuk meraih surga-Nya saat di akhirat kelak.

Oleh karena itu, banyak kaum muslim yang berlomba-lomba dalam melaksanakan ibadah agar mendapatkan perlindungan dari panasnya api neraka. Namun, tidak dapat dipungkiri masih banyak saja manusia yang engan melakukan ibadah epada Allah SWT karena adanya perasaan malas.

Perasaan malas dalam beribadah terssebut bisa ditimbulkan karena diri sendiri ataupun orang lain. Ternyata ada lima penyebab utama seseorang malas melakukan ibadah. Apa saja? Berikut informasi selengkapnya:

1.Bergelimang dengan perbuatan dosa dan maksiat. 

Penyebab utama seseorang malas dalam beribadah adalah karena orang tersebut bergelimang dengan perbuatan dosa dan maksiat. Terkhusus dosa kecil yang sering diremehkan dan dilupakan kebanyakan manusia. Padahal salah satu sebab lesu, malas, dan meremehkan ibadah dan ketaatan. Orang yang terus menerus hidup dalam kebiasaan seperti inibakan mendapatkan murka dari Allah SWT. Salah satu bentuk murka Allah tersebut adalah dengan dilenyapkannya manisnya iman dan Allah tidak akan mengkaruniakan kepadanya kelezatan dalam ketaatan. Inilah murka Allah yang akan menimpa orang yang bergelimang perbuatan dosa dan maksiaat. Selanjutnya orang tersebut tidak mampu untuk mengerjakan ketaatan dan ibadah, padahal sebenarnya semua itu menjadi jalan untuk mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Allah SWT berfirman : "Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri." (QS, Asy-Syura:30) Oleh sebab itu, sudah seharusnya sebagai kaum muslim kita menjauhi perbuatan maksiat dan dosa-dosa kecil sering dianggap remeh.

2.Tidak Pernah Paham Tentang Urgensi Ibadah. 

Penyebab orang malas untuk beribadah yang kedua adalah karena mereka meluakan urgensi ibadah. Di antara bentuk kelalaian seseorang karena ia lupa bahwa ia adalah seorang makhluk yang lemah. Padahal sebenarnya hanya Allah-lah yang membuat ia menjadi kuat dan bisa mengerjakan ibadah.  Sebagai seorang muslim, dia seharusnya mengetahui serta memahami bahwa beribadah kepada Allah menjadi inti untuk mendapatkan bantuan dan pertolongan dari Allah SWT. Allah Ta’ala berfirman yang artinya : "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaannya) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik." (QS, Al-Ankbut:69)

3.Melupakan Kematian. 

Melupakan kematian adalah salah satu penyebab seseorang malas melakukan ibadah. Oleh karena itu, kita dianjurkan untuk memperbanyak mengingat kematian agar lebih rajin dalam beribadah. Allah berfirman : "Tiap-tiap berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu." (QS. Ali Imran:185). Kematian menjadi salah satu obat bagi orang yang panjang angan-angan, orang yang keras hatinya dan mereka yang banyak dosa. Oleh sebab itu Rasulullah SAW. Bersabda "perbanyaklah mengingan penghancur kenikmatan"

4.Tidak tahu besarnya pahala suatu ibadah. 

Penyebab lainnya seseorang malas melakukan ibadah adalah karena mereka tidak mengetahui besarnya pahala yang akan diperoleh karena suatu ibadah. Ketidaktahuan inilah yang membuat orang tersebut malas dalam beribadah. Sebaliknya, apabila ia mengetahui pahala besar di balik ibadah yang dilakukan maka ia akan semakin rajin dalam beribadah.

5.Berlebih-lebihan dalam hal yang mubah. 

Alasan terakhir seseorang malas melakukan ibadah adalah karena ia berlebih-lebihan dalam melakukan suatu mubah. Yaitu dalam hal makanan, minuman, pakaian, dan kendaraan serta yang lainnya. Hal yang demikian ini membuatnya malas untuk melakukan ibadah dan lebih berkeinginanuntuk istirahat dan tidur. Berlebih-lebihan dalam melakukan sesuatu yang mubah seperti makanan dan minuman bisa menjadi salah satu penyebab kerasnya hati. Dengan hati yang keras tersebut membuat manusia menjadi tidak ingat kepada sang penciptanya. Ibnu Al Qoyyim Rohimahullah berkata "banyak mengkonsumsi makanan adalah sebuah penyakit yang akan menimbulkan keburukan, banyak makan dapat menjerumuskan anggota badan untuk melakukan maksiat, dan berat untuk melakukan ketatan. Maka cermatilah keburukan ini"

Demikianlah informasi mengenai lima penyebab orang malas beribadah. Sebagai kaum muslim sudah sepantasnya kita meninggalkan lima faktor di atas agar Allah SWT senantiasa melindungi dan memberikan keberkahan untuk kehidupan kita dalam beribadah.

Minggu, 14 November 2021

DOSA TAKHBIB (MENGGODA PEREMPUAN YANG TELAH BERSUAMI)

DOSA TAKHBIB (MENGGODA PEREMPUAN YANG TELAH BERSUAMI) 
===============================

Di era digital semua serba mudah untuk melakukan sesuatu yang bernilai ibadah ataupun sebaliknya. 

Demikian halnya yang marak terjadi saat ini adalah trend selingkuh via medsos. Berawal dari komunikasi sederhana, dilanjut dengan saling curhat, hingga tertanam cinta karena syahwat. Lebih parah lagi, ketika kejadian itu dialami oleh mereka yang telah berkeluarga. Karena interaksi lawan jenis yang tidak halal, Allah cabut rasa cintanya terhadap keluarganya, digantikan dengan kehadiran orang baru dalam hatinya. Disadari maupun tidak, sejatinya itu merupakan hukuman bagi orang yang telah bisa menikmati segala yang haram, Allah hilangkan dari dirinya untuk bisa menikmati sesuatu yang halal. 

> Dosa Takhbib
Diantara dosa besar yang mungkin jarang diketahui oleh kaum muslimin adalah dosa takhbib. Menjadi penyebab percerian dan kerusakan rumah tangga. Karena kehadirannya, membuat seorang wanita menjadi benci suaminya dan meminta untuk berpisah dari suaminya. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

ﻟَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ ﻣَﻦْ ﺧَﺒَّﺐَ ﺍﻣﺮَﺃَﺓً ﻋَﻠَﻰ ﺯَﻭﺟِﻬَﺎ

”Bukan bagian dariku seseorang yang melakukan takhbib terhadap seorang wanita, sehingga dia melawan suaminya.” (HR. Abu Daud 2175) 

ﻭَﻣَﻦْ ﺃَﻓْﺴَﺪَ ﺍﻣْﺮَﺃَﺓً ﻋَﻠَﻰ ﺯَﻭْﺟِﻬَﺎ ﻓَﻠَﻴْﺲَ ﻣِﻨَّﺎ

”Siapa yang merusak hubungan seorang wanita dengan suaminya maka dia bukan bagian dariku.” (HR. Ahmad 9157). 

> Makna Takhbib
Takhbib secara bahasa artinya menipu dan merusak. Yaitu menyebut-nyebut kejelekan suami di hadapan istrinya atau kebaikan lelaki lain di depan wanita itu. (Aunul Ma’bud, 6/159). 

ﻣَﻦْ ﺧَﺒَّﺐ ﺯﻭﺟﺔ ﺍﻣﺮﺉ ﺃﻱ ﺧﺪﻋﻬﺎ ﻭﺃﻓﺴﺪﻫﺎ ﺃﻭ ﺣﺴﻦ ﺇﻟﻴﻬﺎ ﺍﻟﻄﻼﻕ ﻟﻴﺘﺰﻭﺟﻬﺎ ﺃﻭ ﻳﺰﻭﺟﻬﺎ ﻟﻐﻴﺮﻩ ﺃﻭ ﻏﻴﺮ ﺫﻟﻚ

‘Siapa yang melakukan takhbib terhadap istri seseorang’ maknanya adalah siapa yang menipu wanita itu, merusak keluarganya atau memotivasinya agar cerai dengan suaminya, agar dia bisa menikah dengannya atau menikah dengan lelaki lain atau cara yang lainnya. (Aunul Ma’bud, 14/52). 

> Teman Curhat, Bisa Jadi?
Yang juga termasuk takhbib adalah ketika seseorang memberikan perhatian, empati, menjadi teman curhat terhadap wanita yang sedang ada masalah dengan keluarganya. 

ﻭﺇﻓﺴﺎﺩ ﺍﻟﺰﻭﺟﺔ ﻋﻠﻰ ﺯﻭﺟﻬﺎ ﻟﻴﺲ ﻓﻘﻂ ﺑﺄﻥ ﺗﻄﻠﺐ ﻣﻨﻬﺎ ﺍﻟﻄﻼﻕ ، ﺑﻞ ﺇﻥ ﻣﺤﺎﻭﻟﺔ ﻣﻼﻣﺴﺔ ﺍﻟﻌﻮﺍﻃﻒ ﻭﺍﻟﻤﺸﺎﻋﺮ ، ﻭﺍﻟﺘﺴﺒﺐ ﻓﻲ ﺗﻌﻠﻴﻘﻬﺎ ﺑﻚ ﺃﻋﻈﻢ ﺇﻓﺴﺎﺩ ، ﻭﺃﺷﻨﻊ ﻣﺴﻌﻰ ﻳﻤﻜﻦ ﺃﻥ ﻳﺴﻌﻰ ﺑﻪ ﺑﻴﻦ ﺍﻟﻨﺎﺱ .

Merusak hubungan istri dengan suaminya, tidak hanya dalam bentuk memotivasi dia untuk menggugat cerai. Bahkan semata upaya memberikan empati, belas kasihan, berbagi rasa, dan segala sebab yang membuat si wanita menjadi jatuh cinta kepadamu, merupakan bentuk merusak (keluarga) yang serius, dan usaha paling licik yang mungkin bisa dilakukan seseorang.” (Fatwa Islam, no. 84849) 

Waspada bagi para lelaki, hati² jangan mudah menerima curhatan wanita tentang keluarganya. Bisa jadi ini langkah pembuka Iblis untuk semakin menjerumuskan anda. 
Merusak hubungan yang masih dalam status pinangan saja diharamkan, bagaimana dengan merusak hubungan yang telah berada dalam status pernikahan?

Selasa, 09 November 2021

THE POWER OF GRATITUDE

THE POWER OF GRATITUDE
=======================

Ada dua perasaan yang paling dahsyat Apresiasi dan syukur. 

Apresiasi dan syukur merupakan pola pikir yang dapat menarik apa yang anda inginkan. 

Kuncinya adalah mencari – cari segala sesuatu untuk diapresiasi dalam hidup anda.

Apresiasilah aspek positif pada semua orang yang anda temui.

 dengan fokus pada hal baik tentang mereka, (daripada kesalahan mereka)

Anda akan takjub melihat perubahan dalam hubungan dengan orang-orang disekitar anda..!! 

Semangat pagi...pagi..pagi
Jangan lupa senyum sepuluh detik.


Jumat, 15 Oktober 2021

NABI MUHAMMAD SAW SEBAGAI USWATUN HASANAH

Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun hasanah
Assalamu`alaikum Wr. Wb

اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِىْ اَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدىْ وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْكَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ،  أَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى خَاتَمِ اْلاَنْبِيَآءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ مُحَمَّدٍ وَّعَلى الِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ فَيَا عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Saudaraku sekalian jama'ah Jumat Rohimakumulloh...
Marilah kita memuji dan bersyukur kepada Alloh Swt, yang  telah memberikan nikmat dan karuniaNya. Rohmat salam semoga terlimpah kepada junjunan kita, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, sahabatnya dan segenap umat yang taat mengikuti ajaranya.

Muslim yang taat, wajib mengikuti uswatun hasanah (suri tauladan terbaik) yang dilaksanakan oleh Nabi Muhammad SAW. Allah Swt berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللّٰهِ اُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللّٰهَ وَالْيَوْمَ الْاٰخِرَ وَذَكَرَ اللّٰهَ كَثِيْرًاۗ

Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengingat Allah. (QS. Al-Ahzab :21)

Saudaraku sekalian jama'ah Jumat Rohimakumulloh..
Diantara uswatun hasanah (suri tauladan terbaik) Nabi Muhammad SAW. yang di contohkannya dalam kehidupan sehari-hari, yaitu:

Pertama, ramah dalam pergaulan;  Beliau sangat ramah terhadap siapa pun,  berbicara sangat serius mendengarkannya, biarpun orang itu lemah dan miskin, tetap menghormatinya tanpa merendahkan sedikitpun, tidak banyak berbiacara, mencela dan tidak pernah memotong pembicaraan seseorang kecuali ia berbicara kebatilan. 
Firman Alloh Swt

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sungguh, kamu (Muhammad) mempunyai akhlak yang agung” (QS Al-Qalam : 4)

Kedua, rendah hati dalam bermasyarakat; Nabi Muhammad memiliki posisi tinggi di sisi Allah dan manusia, akan tetapi beliau tidak mengagungkan dirinya, malah merendahkan diri tanpa harus merasa terhina. Perendahan diri yang disenangi oleh sahabat-sahabatnya, sebagaimana mereka cinta pada keluarga dan putra-putranya. Beliau memperlakukan masyarakat dengan santun dan menghormarinya. Sabda Rosululloh SAW

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {مَنْ تَوَاضَعَ لِلهِ رَفَعَهُ اللهُ وَمَنْ تَكَّبَرَ وَضَعَهُ اللهُ}.

Nabi SAW bersabda, “Siapa yang tawadhu’ (rendah hati) karena Allah, maka Allah akan mengangkat (derajat) nya (di dunia dan akhirat), dan siapa yang sombong maka Allah akan merendahkannya.” Hadis ini diriwayatkan oleh imam Ibnu Mandah dan imam Abu Nu’aim dari sahabat Aus bin Khauli ra.
Sabda Rosululloh SAW

كُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا فِي غَيْرِ إِسْرَافٍ وَلاَ مَخِيلَةٍ
 
“Makanlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah, dengan tidak berlebihan dan tidak angkuh.” (HR.an-Nasa'i, Ibnu Majah dan Ahmad).

Ketiga, senang bermusyawarah; Nabi Muhammad SAW selalu mengajak para sahabatnya untuk bermusyawarah dalam memutuskan suatu masalah. Apabila para sahabatnya telah memberikan pertimbangan kepadanya, maka beliau mengambil pendapat yang dinilainya paling tepat, sambil memuji kepada orang yang mengemukakan pendapat tersebut, sebagai dorongan agar dia lebih bersemangat, juga sebagai bentuk penghargaan kepadanya. Sabda Rosululloh SAW

إِذَا اسْتَشَا أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيَسَرَّ عَلَيْهِ (ابن ماجه) 

Apabila salah seorang kamu meminta bermusyawarah dengan saudaranya, maka penuhilah. (HR. Ibnu Majah)

Keempat, uswatun hasanah dalam beribadah
Nabi Muhammad SAW adalah sosok manusia paling sempurna (insan kamil), selalu menjaga kewajibannya sebagai hamba Allah, yaitu beribadah kepada Allah Swt. Meskipun beliau sudah dijamin oleh Allah Swt masuk surga, beliau tetap beribadah kepada Allah dengan sangat tekun. Dalam satu riwayat dari Aisyah ra disebutkan bahwa Melihat Nabi Muhammad SAW. demikian tekun melakukan shalat Aisyah bertanya: “Wahai Rasulullah! bukankah dosamu yang tedahulu dan yang akan datang telah diampuni Allah ? Nabi Muhammad SAW menjawab: aku ingin menjadi hamba yang banyak bersyukur”. (HR Bukhari dan Muslim).

Nabi Muhammad SAW banyak berdzikir. Ia berkata: “Sesungguhnya saya meminta ampun kepada Allah dan taubah kepadaNya setiap hari 70 kali.” (HR Tabrani). 

Saudaraku sekalian jama'ah Jumat rohimakumulloh
Kelima, uswatun hasanah dalam berakhlak
Dalam diri Nabi Muhammad SAW terkumpul sifat utama, yaitu rendah hati, lembut, jujur, sabar, santun, tidak mabuk pujian dan tidak pernah berputus asa dalam usaha. Ketika Aisyah ditanya tentang akhlak Nabi Muhammad SAW, ia menjawab: “akhlaknya adalah Al-Qur’an” (HR Ahmad dan Muslim)..

Sejak masa muda, Nabi Muhammad SAW telah dikenal dengan kejujuran, amanat, kesabaran, ketegaran, dan kedermawanan. Dalam kesabaran dan kerendahan diri beliau dan dalam keagungan akhlak beliau tak tertandingi. Dalam memaafkan, beliau tidak ada bandingannya. Ketika mendapatkan gangguan dan cemoohan masyarakatnya, beliau hanya berkata “Ya Allah, ampunilah kaumku, karena mereka tidak mengetahui.” Beliau selalu mengharapkan kebaikan seluruh umat manusia, penyayang dan belas-kasih terhadap mereka.

Keenam, uswatun hasanah dalam mensyiarkan Islam
Sebagai seorang da’i (pendakwah), metode dakwah Nabi Muhammad SAW yaitu bersifat bijaksana, toleransi dan penyayang. 

Rahasia besar kesuksesanya dalam berdakwah adalah menyampaikan dakwah melalui amal perbuatan dan dengan cara yang hikmah, yaitu penyampaian dakwah secara bijaksana, penuh dengan kebaikan, kemudahan dan tidak menimbulkan permasalahan. Dakwahnya disampaikan dengan nasihat yang baik (Mau’idzah Hasanah), 

Sehingga dakwahnya menyentuh jiwa sesuai dengan pengetahuan para pendengarnya. Penyampaiannya disertai dengan pengamalan dan contoh dari Nabi Muhammad SAW.
Firman Alloh Swt

اُدْعُ اِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ اَحْسَنُۗ اِنَّ رَبَّكَ هُوَ اَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيْلِهٖ وَهُوَ اَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِيْنَ 

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.(QS.An-Nahl : 125)

Ketujuh, uswatun hasanah dalam kepemimpinan
Sebagai seorang pemimpin Nabi Muhammad SAW itu jujur, terpercaya, cerdas dalam menyelasaikan permasalahan, adil terhadap rakyatnya, pemberani dan penyayang.

Demikianlah semoga bermanfaat, mohon maaf atas segala kekurangannya.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Rabu, 07 Juli 2021

KHUTBAH SINGKAT IDUL ADHA MASA PANDEMI DIRUMAH

KHUTBAH SINGKAT IDUL ADHA  PANDEMI CORONA



الحمد لله .....و
الله اكبر (٣) الله اكبر (٣)    الله اكبر (٣)  ولله الحمده حمدا كثيرا  طيبا مبا ر كا  فيه.    والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه اجمعين امابعد....... فيا عبا دالله
اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون
قَالَ اللهُ تَعَالىَ فِي اْلقُرْانِ اْلكَرِيمْ: أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الَّشيْطَانِ الرَّجِيْم، بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Hasyr : 18).

Saudaraku dan keluargaku...
- Tujuan utama perintah berhaji,  adalah agar kita menjadi orang2 yg bertaqwa, dan ikhlas dalam beramal.
- Dalam kondisi apapun, senang maupun susah, lapang maupun sempit, kita wajib berusaha menjadi orang yg bertaqwa.
- Walaupun dalam kondisi karantina yg sudah berjalan 2 tahun ini mari kita terus meningkatkan ketaqwaan dan kesabaran.
- ketaqwaan dan kesabaran adalah merupakan modal utama   untuk menghadapi Pandemi saat ini.
- Taqwa adalah Istiqomah menjalankan perintah Alloh dan menjauhi Larangan-Nya.
- Alloh berjanji barangsiapa bertaqwa pasti akan diberikan solusi dan jalan keluar atas segala persoalan kehidupan, termasuk Pandemi Virus 19 ini.
- Kesabaran perlu kita pupuk, karena Ujian akan berakhir dengan kemulyaan jika diiringi dengan nilai2 kesabaan.
- Para kekasih Alloh yaitu para Nabi, dan Orang2 sholeh banyak menghadapi ujian berat, dengan kesabaran yg kuat ahirnya mereka mendapat kemuliaan disisi Alloh SWT.
- Misalnya :
- NABI IBROHIM AS, diperintahkan oleh Alloh SWT, untuk menyembelih anaknya sendiri yg masih lucu2nya Tapi karena perintah Alloh SWT beliau laksanakan, Dan anaknyapun iklhas, ahirnya Alloh Ganti kedukaan dengan kegembiraan mereka menjadi Hamba Alloh yg ikhlas Muhlisina lahuddin...
- NABI YUNUS AS dikarantina didalam perut ikan karena sabar ahirnya mendapati ummatnya bertobat.
- NABI YUSUF AS, dikarantina dipenjara oleh Fir'aun, karena sabar  ahirnya keluar dan menjadi perdana Mentri dikerajaan Fir'aun.
- Nabi Muhammad SAW, dikarantina diGua Hiro selama 40 hari karena sabar ahirnya diwahyukan surat Al-'Alaq  yg bisa membawa cahaya dan Rahmat bagi seluruh alam.
- Bercermin dari para kekasih Alloh tersebut, kita harus bersabar dan selalu memohon pertolongan dan Perlindungan Alloh SWT.

- Demikianlah Hutbah idul Adha ini 
Mudah2an kita mendapat ampunan dan kemuliaan dari Alloh SWT setelah Pandemi Covid 19 ini.

بر ك الله لى ولكم.......

DUDUK HUTBAH

lanjut khutbah 2 

الله اكبر (٣) الله اكبر (٣)  
اللهُ اكبَرْ  كبيْرًا والحَمدُ للهِ كثِيرًا وَسُبحَانَ اللهِ بُكرَةً واَصِيلا, لااله اِلااللهُ ولانعْبدُ الاإيّاه, مُخلِصِينَ لَه الدّ يْن, وَلَو كَرِهَ الكَا فِرُون, وَلَو كرِهَ المُنَافِقوْن, وَلَوكرِهَ المُشْرِكوْن, لاالهَ اِلا اللهَ وَحدَه, صَدَق ُوَعْدَه, وَنَصَرَ عبْدَه, وَأعَزّجُندَهُ وَهَزَمَ الاحْزَابَ وَاحْدَه, لاالٰهَ اِلاالله وَاللهُ اكبَرُ الله اكبَرُ  وَِللهِ الحَمد

الحمد لله رب العامين     والصلاة والسلام على سيدنا محمد وعلى آله واصحابه اجمعين اما بعد
فيا ايهاالناس 
اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وانتم مسلمون

إِنَّ ٱللَّهَ وَمَلَٰٓئِكَتَهُۥ يُصَلُّونَ عَلَى ٱلنَّبِىِّ ۚ يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ صَلُّوا۟ عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا۟ تَسْلِيمً

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ.

dan seterusnya lanjut doa memohon wabah covid 19 agar tidak menyerang kita dan keluarga, memohon supaya keluarga kita dikuatkan fisiknya sehingga tidak terserang wabah...

ditutup....salam



Senin, 21 Juni 2021

KEISTIMEWAAN ORANG MUKMIN YANG SAKIT

KEISTIMEWAAN ORANG MUKMIN YANG SAKIT 
==============================
Tidak selamanya orang diberi kesehatan oleh Allah subhânahu wa ta’ala, Orang paling taat atau bahkan Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pun pernah merasakan sakit. Setiap orang, entah berkelakuan baik ataupun buruk, akan menyandang sehat dan sakit. 

Tentu saja sakitnya orang yang beriman tidak sama dengan orang yang tidak beriman kepada Allah subhânahu wa ta’ala. 

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Umamah al-Bâhiliy, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:  

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ أَوْحَى اللَّهُ إِلَى مَلَكِهِ أَنِ اكْتُبْ لِعَبْدِي أَجْرَ مَا كَانَ يَعْمَلُ فِي الصِّحَّةِ وَالرَّخَاءِ إِذْ شَغَلْتُهُ، فَيَكْتُبُ لَهُ 

Artinya: “Jika ada hamba beriman yang sakit, Allah memberikan wahyu kepada malaikat-Nya ‘tulislah untuk hambaku pahala sebagaimana pahala atas amal yang ia kerjakan saat sehat sejahtera ketika aku membuat dia sibuk.’ Lalu malaikat kemudian mencatatnya.” (At-Targhîb fî Fadlâilil A’mâl: 397).  

Di hadits lain dikisahkan, ketika ada orang mukmin sakit, sebelum ia menderita atas sakit yang datang menimpa, Allah sudah menyuruh empat malaikat terlebih dahulu mendatangi hamba yang akan sakit tersebut.  

Allah menugaskan satu malaikat untuk menyedot kekuatan tubuh seseorang sehingga ia berubah menjadi lemah. 

Malaikat kedua diperintah untuk menyedot perasaan lezat di mulut seseorang sehingga ia tiba-tiba menjadi tidak enak saat makan apa pun.  

Malaikat ketiga ditugaskan untuk mengambil cahaya wajah seseorang tersebut. Maka orang yang dicabut nur wajahnya, mukanya menjadi pucat pasi. 

Dan yang keempat, Allah mengutus malaikat yang satunya untuk mengambil dosa-dosa orang yang sakit sehingga ia tidak lagi memiliki dosa.  

Pada saat Allah menghendaki seorang hamba yang sakit tersebut untuk kembali sehat, Allah menyuruh ketiga malaikat mengembalikan hal-hal yang sebelumnya ia ambil. Hanya saja, Allah tidak mengutus malaikat yang mengambil dosa untuk mengembalikannya.  

Malaikat pengambil dosa kemudian bersujud seraya melapor kepada Allah. “Ya Allah, Engkau telah mengutus empat malaikat. 

Engkau suruh mereka untuk mengembalikan atas apa yang sebelumnya mereka ambil. Namun mengapa Engkau tidak menyuruh hamba-Mu ini untuk turut serta mengembalikan?” Allah subhanahu wa taala kemudian menjawab, “Atas kemurahan dan kemuliaan-Ku, Aku tidak mau mengembalikan dosa kepada ia setelah Aku membikin ia kepayahan.” “Terus apa yang harus kami lakukan, Ya Allah?” tanya malaikat. Allah lalu memerintahkan “Pergilah kamu dan buanglah dosa-dosa dia ke lautan.”  

Malaikat pun menjalankan perintah Allah. Dan kesalahan-kesalahan itu berubah wujud menjadi aligator. Andai saja orang tersebut meninggal dunia saat itu, ia akan keluar dari dunia tanpa dosa sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam: 

حمى يوم كفارة سنة 

Artinya: “Sakit sehari sama dengan melebur dosa setahun.” (HR Al Qadla’i, dalam Ihya’ Ulumuddin, juz 4, halaman 288). 

Wallahu a’lam. 

Kamis, 17 Juni 2021

PERBEDAAN IBADAH MAHDHAH DAN GHAIRU MAHDHAH

PERBEDAAN IBADAH MAHDHAH DAN GHAIRU MAHDHAH  
==============================



Jenis ibadah sejatinya terbagi menjadi berbagai macam pembagian yang variatif, tergantung dari aspek apa kita menilainya. Ada sebagian pandangan yang mengelompokkan ibadah berdasarkan bentuknya dalam dua kategori, yakni ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah.   Arti kata mahdhah sendiri adalah murni atau tak bercampur. Sedangkan ghairu mahdhah berarti tidak murni atau bercampur hal lain. Lantas sebenarnya apakah perbedaan di antara keduanya dalam tinjauan fiqih? Sudah benarkah pembagian ibadah dalam dua kategori tersebut? 

Dalam literatur kitab salaf, khususnya dalam mazhab syafi’i, pembagian ibadah dari aspek bolehnya diwakilkan pada orang lain atau tidak, terbagi menjadi tiga macam. 

Pertama, ibadah badaniyah mahdhah, maksudnya adalah ibadah yang murni berupa gerakan fisik, tanpa dicampuri dengan komponen lainnya, seperti shalat dan puasa. Maka jenis ibadah demikian, tidak boleh untuk diwakilkan pada orang lain kecuali dalam satu permasalahan, yakni shalat sunnah thawaf, yang boleh diwakilkan pada orang lain, atas jalan mengikut (tab’an) pada ibadah haji, yang boleh diwakilkan.   


Kedua, ibadah maliyah mahdhah. Maksudnya adalah Ibadah yang murni hanya menyangkut urusan harta, seperti sedekah dan zakat. Dalam ibadah jenis ini, para ulama menghukumi boleh mewakilkan pada orang lain dalam pelaksanaannya.  

Ketiga, ibadah maliyah ghairu mahdhah, maksudnya adalah Ibadah-ibadah yang terdapat kaitannya dengan harta, namun juga terkandung gerakan-gerakan fisik (badaniyah) di dalamnya.   
Contoh ibadah jenis ketiga ini seperti haji dan umrah, yang dalam pelaksanaannya membutuhkan biaya dan terdapat ketentuan-ketentuan khusus yang melibatkan gerakan fisik dalam melakukannya. 
Ibadah jenis ketiga ini boleh untuk diwakilkan, namun dengan syarat-syarat tertentu yang dijelaskan dalam literatur fiqih, seperti tidak mampu melaksanakan haji karena lumpuh, orang yang diwakili sudah pernah melakukan haji dan syarat-syarat lainnya. Maka ibadah jenis ketiga ini tidak seluas dan sebebas ibadah jenis kedua dalam hal bolehnya mewakilkan pada orang lain.   

Pembagian ibadah dalam tiga kelompok ini, tercantum dalam Kitab Hasyiyah ‘Ianatut Thalibin berikut:   

 والحاصل أن العبادة على ثلاثة أقسام إما أن تكون بدنية محضة فيمتنع التوكيل فيها إلا ركعتي الطواف تبعا وإما أن تكون مالية محضة فيجوز التوكيل فيها مطلقا وإما أن تكون مالية غير محضة كنسك فيجوز التوكيل فيها بالشرط المار   

Artinya, “Simpulannya, ibadah terbagi atas tiga macam, ada kalanya berupa ibadah badaniyah mahdhah, maka jenis ibadah demikian tidak bisa diwakilkan pada orang lain, kecuali shalat sunnah tawaf dengan cara mewakilkan pula pelaksanaan tawaf. 

Ada kalanya ibadah maliyah mahdhah, ibadah jenis ini boleh untuk diwakilkan pada orang lain secara mutlak. Ada kalanya ibadah maliyah ghairu mahdhah, seperti ibadah haji, maka ibadah jenis ini boleh untuk diwakilkan pada orang lain dengan syarat-syarat yang telah dijelaskan,” (Lihat Syekh Abu Bakar Muhammad Syatha, Hasyiyah ‘Ianatut Thalibin, juz III, halaman 87).   

Meski begitu, sebenarnya pembagian ibadah dalam tiga kategori di atas dapat dikerucutkan menjadi dua kategori yakni ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah yang secara umum tidak dapat diwakilkan, dalam hal ini adalah ibadah badaniyah mahdhah. 

Adapun ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang secara umum dapat diwakilkan oleh orang lain, yang meliputi ibadah maliyah mahdhah dan ibadah maliyah ghairu mahdhah.   

Ibnu Rusydi, Ulama kenamaan mazhab Maliki, memiliki sudut pandang lain dalam menilai ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah. Menurutnya, ibadah mahdhah adalah ibadah yang maksud penerapannya tidak dapat dijangkau oleh akal manusia, misalnya seperti shalat.   

Bagi Ibnu Rusyd, manusia tidak dapat memahami maksud di balik kewajiban melaksanakan ibadah shalat oleh syariat. Maka dari itu, pensyariatan shalat dimaksudkan murni untuk mendekatkan diri (qurbah) pada Allah subhanahu wa wa’ala. Selain dikenal dengan ibadah mahdhah, ibadah yang masuk dalam kategori ini dikenal pula dengan nama ta’abbudi. Ibadah mahdhah ini, menurut Ibnu Rusydi pasti membutuhkan niat dalam pelaksanaannya.   

Sedangkan ibadah ghairu mahdhah, adalah ibadah yang maksud penerapannya dapat dijangkau oleh akal. Seperti mensucikan sesuatu yang terkena najis sebelum melaksanakan ibadah shalat, tujuan diwajibkannya hal tersebut dapat dijangkau oleh akal manusia. Sebab menghadap pada manusia saja alangkah baiknya jika berada dalam kondisi yang bersih dan suci tubuh dan pakaiannya, termasuk dari kotoran najis. 

Terlebih ketika menghadap pada Allah SWT saat melaksanakan ibadah shalat. Ibadah jenis ini juga dikenal dengan sebutan ta’aqquli atau ma’qulatul ma’na.   Ibadah ghairu mahdhah ini, tidak membutuhkan niat dalam pelaksanaanya, cukup dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah digariskan oleh syariat.   

Selain dua pembagian di atas, Ibnu Rusydi juga menyelipkan satu jenis ibadah lain, yakni ibadah yang memiliki keserupaan dengan ibadah mahdhah dan Ibadah ghairu mahdhah. Ibadah yang termasuk dari kategori ini adalah wudhu. 
Dalam wudhu terdapat keserupaan apakah lebih dominan nilai ibadah saja sehingga termasuk ibadah mahdhah atau justru dalam wudhu lebih dominan nilai membersihkan sebagian anggota tubuh, sehingga termasuk ibadah ghairu mahdhah.  

Karena keserupaan inilah, menurut Ibnu Rusyd, ulama madzahibul arba’ah berbeda pendapat terkait wajibnya melakukan niat dalam melaksanakan wudhu.   Pandangan Ibnu Rusyd di atas dijelaskan dalam salah satu karyanya, Bidayatul Mujtahid:  

 وسبب اختلافهم تردد الوضوء بين أن يكون عبادة محضة: أعني غير معقولة المعنى وإنما يقصد بها القربة له فقط كالصلاة وغيرها وبين أن يكون عبادة معقولة المعنى كغسل النجاسة فإنهم لا يختلفون أن العبادة المحضة مفتقرة إلى النية والعبادة المفهومة المعنى غير مفتقرة إلى النية والوضوء فيه شبه من العبادتين ولذلك وقع الخلاف فيه وذلك أنه يجمع عبادة ونظافة والفقه أن ينظر بأيهما هو أقوى شبها فيلحق به   

Artinya, “Sebab perbedaan para ulama (Perihal niat dalam wudhu) adalah terkait kebimbangan menstatuskan wudhu sebagai ibadah mahdhah, yakni ibadah yang tidak dijangkau maksudnya oleh akal. Ibadah mahdhah ini hanya ditujukan untuk mendekatkan diri pada Allah, seperti shalat dan ibadah lainnya. Atau distatuskan sebagai ibadah ma’qulatul ma’na (Ibadah yang dapat dijangkau akal maksud pensyariatannya) seperti menghilangkan najis.   Mereka (para ulama) tidak berbeda pendapat bahwa ibadah mahdhah ini butuh terhadap niat dan Ibadah yang al-mafhumatul ma’na tidak butuh terhadap niat. 

Sedangkan wudhu terdapat keserupaan diantara dua jenis ibadah tersebut. Atas dasar inilah ulama’ berbeda pendapat dalam hal wajib tidaknya niat dalam wudhu. Hal ini dikarenakan di dalam wudhu sejatinya terkumpul makna ibadah dan makna membersihkan (tubuh), sedangkan fiqih lebih memandang makna mana yang lebih kuat di antara keduanya, lalu wudhu disamakan dengan makna tersebut,” (Lihat Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, juz I, halaman 8).   

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam menjelaskan perbedaan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah, sebagian ulama (Syafi’iyah) mengarahkan pada bentuk pelaksanaan ibadahnya. Jika bentuk ibadah hubungannya hanya dengan gerakan tubuh tanpa ada kaitannya dengan harta benda, maka disebut ibadah mahdhah. Jika terdapat kaitannya dengan harta benda maka disebut ibadah ghairu mahdhah.   

Adapun Ibnu Rusyd lebih mengarahkan perbedaan antara ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah pada aspek dapat dijangkau oleh akal atau tidak maksud pensyariatan suatu ibadah. Jika tidak dapat dijangkau oleh akal, maka disebut ibadah mahdhah. Sedangkan jika dapat dijangkau oleh akal, maka disebut ibadah ghairu mahdhah. 

Wallahu a’lam


Sabtu, 22 Mei 2021

DOA MOHON DIAMPUNI DARI DOSA DAN PERMOHONAN DIKABULKAN

DOA MOHON DIAMPUNI DARI DOSA DAN PERMOHONAN DIKABULKAN

==============================

Sejumlah doa memiliki keistimewaan tersendiri. Salah satunya adalah doa yang dapat menjadi pembuka atas pengabulan doa-doa lain yang diharapkan oleh seorang hamba-Nya. Berikut ini adalah doa salah seorang sahabat yang diakui sebagai doa pembuka yang baik oleh Rasulullah SAW.

Sabtu, 15 Mei 2021

PERINTAH, HUKUM, DZIKIR TAKBIR SETELAH SHOLAT FARDHU DI HARI RAYA

PERINTAH,HUKUM, DZIKIR TAKBIR SETELAH SHOLAT FARDHU DI HARI RAYA  
=============================
Pada dasarnya membaca takbir adalah sebagian dari dzikir. Karena dengan bertakbir itu seseorang akan ingat kepada keagungan Allah Sang Pencipta. 

Oleh karena itu tidak ada larangan dalam bertakbir selama masih dalam batas kewajaran.   

akan tetapi sesuai petunjuk aturan pembacaan takbir, pembacaan takbir itu  terbagi dua macam takbir : 1.MURSAL dan 
2. TAKBIR MUQAYYAD. 

1. TAKBIR MURSAL adalah pembacaan takbir yang tidak terikat waktu, karena dianjurkan sepanjang malam, Seperti takbir di malam Idul Fitri dan Idul Adha, takbir ini dibaca sepanjang malam hari raya..

2. TAKBIR MUQAYYAD adalah takbiran yang terbatas pada waktu, seperti pembacaan takbir setiap selesai shalat lima waktu selama hari raya Idul Adha dan hari tasyrik, 11.12 dan 13 Dzulhijjah, sedangkan untuk Hari raya idul fitri para Ulama dan kebiasaan Ummat Islam khususnya Ahlussunnah waljama'ah dzikir takbir setelah sholat fardhu dilaksanakan pada tgl 30 Ramadhan waktu ashar sampai dengan 1 syawal waktu ashar, setelah itu dzikir sholat biasa, hal ini karena Bulan syawal tidak terdapat hari Tasrik, hari tasrik adanya dibulan Dzulhijjah.

Anjuran pembacaan takbir ini berlandaskan pada Surat al-Baqarah ayat 185:  

 وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ    

"Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur."   Begitu juga anjuran Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam dalam haditsnya yang berbunyi:  

 زينوا اعيادكم بالتكبير 

"Hiasilah hari raya kalian dengan memperbanyak membaca takbir." 

Anjuran memperbanyak takbir ini sepadan dengan imbalan yang dijanjikan karena sabda Rasulullah:  

 اكثروا من التكبير ليلة العيدين فانهم يهدم الذنوب هدما 

"Perbanyaklah membaca takbiran pada malam hari raya (fitri dan adha) karena hal dapat melebur dosa-dosa."   

Dari berbagai dalil di atas para faqih menghukumi pembacaan takbir sebagai sebuah kesunnahan. Sebagaimana yang ditrangkan dalam kitab Fathul Qarib: 

  ويكبر ندبا كل من ذكر وانثى وحاضر ومسافر فى المنازل والطرق والمساجد والاسواق من غروب ليلة العيد (اي عيد الفطر) الى ان يدخل الامام فى الصلاة 

"Disunnahkan membaca takbir bagi lagi-laki dan perempuan, di rumah maupun di perjalanan, di mana saja, di jalanan, di masjid juga di pasar-pasar mulai dari terbenarmnya matahari malam Idul Fitri hingga Imam melakukan shalat id." Adapun bacaan takbir secara lengkap adalah:

   اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالحَمْدُ لِلّٰهِ كَثِـيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلًا لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الكَافِرُوْنَ، لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ، لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ 

"Allah Maha Besar dengan segala kebesaran, segala puji bagi Allah dengan sebanyak-sebanyak puji, dan Maha suci Allah sepanjang pagi dan sore, tiada Tuhan(yang wajib disembah) kecuali Allah dan kami tidak menyembah selain kepada-Nya, dengan memurnikan agama Islam, meskipun orang-orang kafir, orang-orang munafiq, orang-orang musyrik membencinya. 

Tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dengan keesaan-Nya, Dia dzat yang menepati janji, dzat yang menolong hamba-Nya dan memuliakan bala tentaraNya dan menyiksa musuh dengan keesaan-Nya. 

tiada Tuhan (yang wajib disembah) kecuali Allah dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar dan segala puji hanya untuk Allah."   Namun sering juga pembacaan takbir secara singkat dan lebih umum.   

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلٰهَ إِلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَلِلّٰهِ الْحَمْدُ   

Waallohua'lam 

Jumat, 14 Mei 2021

MEMETIK HIKMAH DARI KISAH ABU BIN HASYIM

MEMETIK HIKMAH DARI KISAH ABU BIN HASYIM
==============================
Pengalaman adalah guru sekaligus pengingat terbaik dalam hidup. Pengalaman adalah ilmu yang tidak sekadar teori. Tapi realita dari sebuah peristiwa yang terjadi dalam perjalanan hidup kita.

orang yg berpengalaman adalah orang yg mampu mengamalkan pengalamannya disampaikan kepada orang lain untuk diambil suatu manfaat bagi kehidupan.

Puasa sesungguhnya adalah pengalaman ril dalam membangun solidarity’s dan rasa simpati kepada mereka yang terpaksa atau dipaksa untuk mengalami pahit getirnya hidup ini.

Salah satunya adalah kemiskinan yang masih menghimpit sebagian saudara-saudara sesama manusia di sekitar kita.

Bayangkan suatu saat Anda bangun di pagi hari, dan dalam keadaan lapar anda tidak memiliki sesuap nasi atau segelas air bersih untuk sekedar diminum. Atau di malam hari anda terpaksa tidur di bawah langit, dalam keadaan basah kuyup kehujanan. Bagaimana perasaan ketika itu saat itu?

Kita yang mungkin berada di posisi yang menguntungkan (fortunate) belum merasakan itu. 

Walaupun tahu penderitaan orang lain, tapi karena belum merasakan,kita mungkin tidak membangun rasa simpati dan solidaritas itu. Apalagi bergerak untuk melakukan aksi agar Saudara kita itu bisa terlepas dari himpitan kesulitannya.

Puasa yang kita lakukan ini hendaknya melatih rasa kemanusiaan itu, dan menumbuhkan tenggang rasa atau solidaritas terhadap mereka yang kesulitan. 

Puasa yang tidak melahirkan rasa kasih dan tenggang rasa terhadap sesama boleh jadi puasa yang masih sebatas melakukan kewajiban. Tapi tidak membawa manfaat besar bagi kehidupan kemanusiaan kita. Puasa dan ibadah yang tidak membawa manfaat secara sosial ini boleh jadi juga tidak bernilai di sisi Allah Yang Maha Rahman.

Sebuah cerita disebutkan dalam kitab Mukasyafatul Qulub karya Al Imam Qhozali RAH, bahwa pada zaman dahulu ada seorang ahli ibadah bernama Abu bin Hasyim, yang hebat dalam melakukan salat tahajjud.

Bertahun-tahun syeikh itu tidak pernah meninggalkan salat tahajud maupun ibadah-ibadah lainnya. Konsisten dalam melakukannya dan sungguh-sungguh.

Hingga pada suatu malam ketika hendak mengambil air wudhu untuk salat malam atau tahajjud, beliau dikejutkan oleh kehadiran satu makhluk yang duduk di tepi sumurnya.

Beliau menegur dan bertanya, “Wahai hamba Allah, siapakah Engkau?” Sambil tersenyum, makhluk itu berkata; “Aku Malaikat utusan Allah".

Abu Bin Hasyim terkejut sekaligus bangga karena telah didatangi oleh malaikat yang mulia. Beliau lalu bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini?”

Malaikat itu menjawab, “Aku disuruh mencari hamba pencinta Allah.” Melihat Malaikat itu memegang sebuah kitab tebal, beliau lalu bertanya: “Wahai Malaikat, buku apakah yang engkau bawa?”

Malaikat menjawab; “Di dalamnya terdapat kumpulan nama hamba-hamba pencinta Allah.”

Mendengar jawaban Malaikat itu, Abu bin Hasyim berharap dalam hati semogaa namanya ada dalam list nama-nama yang dicatat sebagai pecinta Allah itu.

Maka ditanyalah kepada Malaikat. “Wahai Malaikat, adakah namaku di situ ?” Sang Syeikh sangat yakin jika namanya namanya ada di dalam buku itu. Tentu karena amalan ibadahnya yang selama ini tidak putus-putus dalam mengerjakan solat tahajud setiap malam, berdoa dan juga bermunajat kepada Allah SWT di sepertiga malam, setiap hari.

“Baiklah, aku carikan namanya,” kata Malaikat sambil membuka kitab besarnya. Dan, ternyata sang Malaikat itu tidak menemukan nama Abu bin Hasyim di buku tersebut.

Tidak percaya, Syeikh meminta Malaikat mencari namanya sekali lagi. “Betul. Namamu tidak ada di dalam buku ini!” kata Malaikat.

Abu bin Hasyim pun gementar dan jatuh tersungkur di depan Malaikat, menangis sekerasnya. “Rugi sekali diriku yang selalu tegak berdiri di setiap malam dalam tahajud dan munajat, tetapi namaku tidak masuk dalam golongan para hamba pencinta Allah,” ratapnya.

Melihat itu, Malaikat berkata, “Wahai Abu bin Hasyim! Bukan aku tidak tahu engkau bangun setiap malam ketika yang lain tidur, engkau mengambil air wudhu dan menahan kedinginan ketika orang lain terlelap dalam kehangatan buaian malam. Tapi tanganku dilarang Allah menuliskan namamu.”

“Apakah gerangan penyebab sehingga engkau dilarang oleh Allah menuliskan namaku?” tanya Abu bin Hasyim.

Malaikat kemudian menatapnya dan berkata: “Engkau memang bermunajat kepada Allah, tapi engkau pamerkan dengan rasa bangga ke mana-mana.

Engkau asyik beribadah memikirkan diri sendiri. Sedang di kanan kirimu ada orang sakit, ada orang lapar, ada orang sedang sedih, tidak engkau tengok dan ziarahi. Mereka itu mungkin ibumu, mungkin adikmu, mungkin sahabatmu, malah mungkin juga cuma saudara seagama denganmu, atau mungkin cuma sekadar mereka menjadi tetanggamu. Tapi kenapa engkau tak peduli pada mereka, kenapa?

Bagaimana mungkin engkau dapat menjadi hamba pencinta Allah jika engkau sendiri tidak pernah mencintai hamba-hamba yang diciptakan Allah?” kata Malaikat itu.

Mendegar itu Abu bin Hasyim seperti disambar petir di siang hari. Dia tersadar kini jika ibadah manusia tidaklah hanya kepada Allah semata (hablumminAllah), tetapi juga kepada sesama manusia (hablumminannas) dan juga kepada alam. (Mukasyafatul Qulub Karya Imam Al Ghazali).

Intinya adalah bahwa puasa yang kita lakukan itu tidak saja mampu membangun relasi vertikal dengan Allah. Tapi juga mampu membangun rasa simpati dan solidaritas dengan sesama manusia, khususnya mereka yang belum beruntung (unfortunate) dan tidak berpunya (the have nots).

Al qhasas 77

وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِ ۗاِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ

Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan.


Waallohu'alam

Selasa, 11 Mei 2021

KHUTBAH IDUL FITRI 2021: IDUL FITRI DAN TRADISI MASYARAKAT ISLAM

KHUTBAH IDUL FITRI 2021: IDUL FITRI DAN TRADISI MASYARAKAT ISLAM
============================

Khutbah Pertama

الله أكبر (9×) الحمد لله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ,أشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده ، الصلاة والسلام على رسول الله سيدنا ومولانا محمد ابن عبد الله رسول الله وعلى آله وأصحابه ومن واله ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الساعة ، الله أكبر (3×) { أما بعد} فيا أيها المسلمون اتقواالله حق تقاته فإن التقوى رأس كل سعاده كما أن اتباع الهوى مدار كل شقاوة ، واعلموا أن يومَكم هذا يومُ خروجِ الأمة من شهرٍ كريْمٍ إلى يوم السرور والهناء تقبل الله منا ومنكم تقبــل يا كريم.

Kaum Muslimin muslimat, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah


Kumandang takbir bergema dimulai sejak magrib kemarin, dari pelosok-pelosok desa sampai sudut-sudut kota, dari perumahan-perumahan elit sampai kawasan kumuh, dari gang-gang sempit sampai pasar-pasar semua sama mengumndangkan takbir, sebagai tanda berakhirnya Ramadhan yang mulia.

Perintah bertakbir mengagungkan Allah tertuang dalam QS. Al Baqarah: 185

وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

Idul Fitri secara etimologis bermakna hari raya makan dan minum, sebab pada hari itu Allah mengharamkan hambanya untuk berpuasa. Pada hari itu kita diperintahkan oleh Allah untuk bergembira dan bersukacita, Ied artinya hari raya, dan fitri artinya berbuka/makan dan minum. Kata fitri ini diambil dari sabda Rasulullah saw,

صوموا لرؤيته وافطروا لرؤيته فان غمي عليكم فاكملوا العدد

Makna fitri juga sama dengan pengertian zakat firah. Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Asqolani menukil pendapat Ulama ahli hadis Abu Nu’aim Al Asbihani mengatakan: “Disandarkan shodaqoh kepada fithr (berbuka) disebabkan karena wajibnya untuk berbuka dari bulan Ramadhan”.

Hari raya idul fitri dirayakan oleh segenap umat Islam di seluruh dunia, dengan berbagai macam ekspresi dan tradisi. Tradisi umat Islam di berbagai belahan dunia dalam merayakan hari raya idul berbeda-beda, baik dari segi kuliner maupun budayanya. Tak terkecuali tradisi masyarakat Islam yang berada di Nusantara.

Kaum Muslimin muslimat, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Lalu, bagaimana Islam memandang tradisi?
Wali Songo adalah para ulama yang membawa ajaran ahlussunah Wal jama’ah ke Nusantara. Proses islamisasi yang dilakukan oleh Wali Songo berjalan secara soft dan natural, sesuai dengan karakter ajaran Aswaja itu sendiri yang mengakomodir kebudayaan lokal.
Wali Songo berhasil mendialogkan ajaran Islam yang berasal dari Arab dengan tradisi masyarakat Nusantara. Mereka tidak merubah tradisi masyarakat yang sudah ada dan berlangsung, tetapi mewarnai sehingga melahirkan tradisi baru keislaman masyarakat nusantara.

Islam adalah agama yang menerima tradisi atau budaya. Hal ini dibuktikan salah satunya oleh ayat Al Quran. Allah SWT berfirman:

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”. (QS. Al Hujurat: 13)

Konsep kebudayaan dalam Qaidah Fiqh dituangkan dalam kaidah fiqh yang menyatakan:

اَلْعَادَةُ مُحَكَّمَةٌ

“’Adah (adat) itu bisa dijadikan patokan hukum”

Secara bahasa, al-‘adah diambil dari kata al-‘awud ( العود ) atau al-mu’awadah ( المؤدة) yang artinya berulang ( التكرار ). Oleh karena itu, tiap-tiap sesuatu yang sudah terbiasa dilakukan tanpa diusahakan dikatakan sebagai adat. Dengan demikian sesuatu yang baru dilakukan satu kali belum dinamakan adat.

Adapun definisi al-‘adah menurut Ibnu Nuzhaim adalah :

عبا رة عما يستقر فى النفوس من العمور المتكررالمقبولة عند الطباع السليمة

“Sesuatu ungkapan dari apa yang terpendam dalam diri, perkara yang berulang-ulang yang bisa diterima oleh tabiat (perangai) yang sehat”.

Dalam pengertian dan subtansi yang sama, terdapat istilah lain dari al-‘adah, yaitu al-‘urf, yang secara bahasa berarti suatu keadaan, ucapan, perbuatan, atau ketentuan yang dikenal manusia dan telah menjadi tradisi untuk melaksanakannya atau meninggalkannya. Sedangkan al-‘urf secara istilah yaitu:

العرف هو ما تعا رف عليه الناس واعتده فى اقوالهم وافعالهم حتى صار ذالك مطردا اوغا لبا

‘Urf adalah apa yang dikenal oleh manusia dan mengulang-ngulangnya dalam ucapannya dan perbuatannya sampai hal tersebut menjadi biasa dan berlaku umum”.

Sedangkan arti “muhakkamah” adalah putusan hakim dalam pengadilan dalam menyelesaikan senketa, artinya adat juga bisa menjadi rujukan hakim dalam memutus persoalan sengketa yang diajukan ke meja hijau. Jadi maksud kaidah ini bahwa sebuah tradisi baik umum atau yang khusus itu dapat menjadi sebuah hukum untuk menetapkan hukum syariat islam (hujjah) terutama oleh seorang hakim dalam sebuah pengadilan, selama tidak atau belum ditemukan dalil nash yang secara khusus melarang adat itu, atau mungkin ditemukan dalil nash tetapi dalil itu terlalu umum, sehingga tidak bisa mematahkan sebuah adat.

Namun bukan berarti setiap adat kebiasaan dapat diterima begitu saja, karena suatu adat bisa diterima jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak bertentangan dengan syari’at.
2. Tidak menyebabkan kemafsadatan dan tidak menghilangkan kemashlahatan.
3. Telah berlaku pada umumnya orang muslim.
4. Tidak berlaku dalam ibadah mahdah
5. Urf tersebut sudah memasyarakat ketika akan ditetapkan hukumnya.

Kaum Muslimin muslimat, Jamaah Shalat Idul Fitri yang Dimuliakan Allah
Tradisi Masyarakat Islam Nusantara dalam Merayakan Idul Fitri
Banyak sekali tradisi Masyarakat Islam Nusantara terkait dengan Idul Fitri. Namun dari sekian banyak tradisi dan budaya tersebut ada dua tradisi yang hampir seluruh umat Islam Nusantara melaksanakannya, dan tradisi ini hanya ada di Nusantara, yaitu:

1. Ketupat
Selama Idul Fitri, ketupat bukan hanya menu khas yang ditawarkan kepada pengunjung tetapi juga memiliki makna yang mendalam, tidak hanya dalam hal agama tetapi juga melampurkan makna budaya pada perayaan tersebut.
Ketupat melambangkan permintaan maaf dan berkah. Bahan utama ketupat adalah beras dan daun kelapa muda yang memiliki arti khusus. Beras dianggap sebagai simbol nafsu, sedangkan daun adalah singkatan dari “jatining nur” (cahaya sejati) dalam bahasa Jawa, yang berarti hati nurani. Ketupat digambarkan sebagai simbol nafsu hati nurani, yaitu manusia harus mampu menahan nafsu dunia dengan nurani mereka.

Dalam bahasa Sunda, ketupat, juga disebut “kupat” yang berarti bahwa manusia tidak diizinkan untuk “ngupat” yang berbicara tentang hal-hal buruk kepada orang lain.
Orang-orang Jawa menyebut ketupat dengan “Kupat”, ini merupakan akronim dari ngaku lepat, yaitu mengakui kesalahan. Semua manusia pasti punya kesalahan dan sebaik-baiknya orang adalah mereka yang mau mengakui kesalahannya.
Adalah Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan Istilah Kupatan, sebagai bentuk hari raya untuk orang-orang yang melaksanakan puasa Syawal selama enam hari. Seperti kebudayaan-kebudayaan Jawa Islam lain, kupatan memiliki nilai-nilai filosofis.

2. Tradisi Saling Memaafkan (Halal Bihalal)
Istilah Halal Bihalal tak kita temukan dalam bahasa Arab. Istilah ini adalah khas Indonesia. Di Indonesia, ucapan selamat Hari raya Idul Fitri biasanya diiringi dengan ucapan “Mohon Maaf Lahir dan Batin”. Ungkapan tersebut tak kita temukan dalam tradisi Idul Fitri orang-orang Arab, bahkan pada masyarakat Islam di belahan dunia manapun.

Tradisi Halal Bihalal bahkan telah resmi menjadi agenda Negara setelah hari raya Idul Fitri. Presiden beserta seluruh cabinet dan pimpinan lembaga tinggi Negara setiap tahun mengadakan Halal Bihalal di Istana Negara.

Istilah Halal Bihalal pertama kali dicetuskan oleh KH. Wahab Hasbullah, salah seroang pendiri Nahdlatul Ulama. Ceritanya berawal pada pertengahan Ramadhan 1948. Bung Karno dan Kiyai Wahab keduanya berembuk untuk mencari solusi ancaman disintegrasi bangsa oleh kelompok DI/TII dan PKI. Kiai Wahab mengusulkan silaturahmi nasional. Bung Karno menganggap ide itu bagus, namun istilahnya harus dimodifikasi. Lalu Kiai Wahab mengusulkan istilah ‘halalbihalal’.

Maksud dan arti yang ingin dirujuk adalah masing-masing pribadi ialah saling memberikan kehalalan atas kesalahan-kesalahan yang terlanjur sudah diperbuat. Sang Proklamator lalu mengundang semua tokoh politik ke Istana Negara untuk menghadiri silaturahmi bertajuk ‘Halal Bihalal’.

Dari situ kemudian para elit politik dapat kembali berkumpul dan duduk dalam satu meja untuk kembali menyusun kekuatan dan persatuan bangsa. Kemudian instansi-instansi pemerintah menyelenggarakan Halal Bihalal yang kemudian diikuti oleh warga masyarakat secara luas. Dan sampai sekarang Halal Bihalal terus digalakkan setiap Lebaran.

Menutup Khutbah ini, saya ingin menyampaikan sebuah maqalah dari Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, mengatakan: “Islam bukan hanya tentang akidah dan syari’ah, tapi lebih dari itu, Islam adalah agama budaya, peradaban, sekaligus kemanusiaan. Islam dan kebudayaan saling mendukung. Agama memperkuat budaya dan budaya memajukan agama.”

أللهم اجعلنا من العائدين والفائزين بكرمك يا أكرم الأكرمين

Khutbah Kedua

الله أكبر 7× ولله الحمد، الله أكبر كلما هَطَلَ الغَمَامُ ، وناح الْحَمَامُ ، وارتفعتِ الأعلامُ ، وأفطر الصُوَّامُ، الله أكبر كلما ارتقى فوق منبرِ إمامِ ، وكلما ختم بالأمس شهرُ الصِّيَامِ ومدّ يدى الإفتقار طالبا للعفو من ربه والغفران، الله أكبر لا إله إلا الله والله أكبر ولله الحمد. الحمد لله حق حمده ، نحمده ونستعينه ونستغفره ، ونعوذبالله من شرور أنفسنا ومن سيأت أعمالنا ، من يهدى الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له ، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له ، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله لا نبي بعده. فيا أيها الناس اتقواالله حق تقاته ،واعلموا أن الله أمركم بأمر بدأ بنفسه وثنى بملائكته المسبحة بقدسه وأيده باالمؤمنين من عباده ، فقال تعالى ولم يزل قائلا عليما إن الله وملائكته يصلون على النبي ياأيها الذين ءامنوا صلوا عليه وسلموا تسليما ، اللهم صل وسلم على سيدنا وحبيبنا وشفيعنا ومولانا محمد سيدالأولين والأخرين ، وعلى اله وأصحابه الطيبين الطاهرين خصوصا سادتنا أبى بكر وعمر وعثمان وعلي وعن بقية صحابة وقرابة رسول الله أجمعين وعلينا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.
اللهم اغفر وارحم للمسلمين والمسلملت والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات ، ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما رب اجعلني مقيم الصلاة ومن ذريتي ربنا وتقبل دعاء ، ربنا اغفر لنا ولإخواننا الذين سبقونا بالإيمان ولا تجعل في قلوبنا غلا للذين ءامنوا ربنا إنك رءوف رحيم، اللهم اجعلنا من العائدين والفائزين والمقبولين تقبل الله منا ومنكم تقبل يا كريم، ربنا ءاتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. عباد الله ! إن الله يأمر بالعدل والإحسان وإيتاء ذي القربى وينهى عن الفحشاء والمنكر والبغي يعظكم لعلكم تذكرون فاذكرواالله العظيم يذكركم واشكروا على نعمه يزدكم واسألوه من فضله يعطكم وادعوه يستجب لكم ولذكرالله أكبر


Senin, 10 Mei 2021

KESEPAKATAN ULAMA: TALFIQ TIDAK DIBENARKAN

KESEPAKATAN ULAMA: TALFIQ TIDAK DIBENARKAN
==============================


Secara bahasa talfiq berarti melipat. Sedangkan yang dimaksud dengan talfiq secara syar’i adalah mencampur-adukkan pendapat seorang ulama dengan pendapat ulama lain, sehingga tidak seorang pun dari mereka yang membenarkan perbuatan yang dilakukan tersebut Muhammad Amin al-Kurdi mengatakan:

 (الخامس) عدم التلفيق بأن لايلفق في قضية واحدة ابتداء ولادوامابين قولين يتولدمنهماحقيقة لايقول بهاصاحبهما (تنويرالقلوب , 397) 

“(syarat kelima dari taqlid) adalah tidak talfiq, yaitu tidak mencampur antara dua pendapat dalam satu qadliyah (masalah), baik sejak awal, pertengahan dan seterusnya, yang nantinya, dari dua pendapat itu akan menimbulkan satu amaliyah yang tak pernah dikatakan oleh orang bberpendapat.” (Tanwir al-Qulub, 397) 

Jelasnya, talfiq adalah melakukan suatu perbuatan atas dasar hukum yang merupakan gabungan dua madzhab atau lebih. Contohnya sebagai berikut: 

a.    Seseorang berwudlu menurut madzhab Syafi’I dengan mengusap sebagian (kurang dari seperempat) kepala. Kemudian dia menyentuh kulit wanita ajnabiyyah (bukan mahram-nya), dan langsung shalat dengan mengikuti madzhab Hanafi yang mengatakan bahwa menyentuh wanita ajnabiyyah tidak membatalkan wudlu. Perbuatan ini disebut talfiq, karena menggabungkan pendapatnya Imam Syafi’I dan Hanafi dalam masalah wudlu. Yang pada akhirnya, kedua Imam tersebut sama-sama tidak mengakui bahwa gabungan itu merupakan pendapatnya. Sebab, Imam Syafi’I membatalkan wudlu seseorang yang menyentuh kulit lain jenis. 

Sementara Imam Hanafi tidak mengesahkan wudlu seseorang yang hanya mengusap sebgaian kepala.

b.    Seseorang berwudlu dengan mengusap sebagian kepala, atau tidak menggosok anggota wudlu karena ikut madzhab imam Syafi’i. lalu dia menyentuh anjing, karena ikut madzhab Imam Malik yang mengatakan bahwa anjing adalah suci. Ketika dia shalat, maka kedua imam tersebut tentu sama-sama akan membatalkannya, Sebab, menurut Imam Malik wudlu itu harus dengan mengusap seluruh kepala dan juga dengan menggosok anggota wudlu. Wudlu ala Imam Syafi’I, menurut Imam Malik adalah tidak sah. 

Demikian juga anjing menurut Imam Syafi’i termasuk najis mughallazhah (najis yang berat). Maka ketika menyentuh anjing lalu shalat, shalatnya tidak sah. Sebab kedua imam itu tidak menganggap sah shalat yang dilakukan itu. Talfiq semacam itu dilarang agama. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab I’anah al-Thalibin: 

ويمتنع التلفيق في مسئلة كأن قلدمالكا في طهارة الكلب والشافعي في بعض الرأس في صلاة واحدة (اعانة الطالبين , ج 1 ص 17) 

“talfiq dalam satu masalah itu dilarang, seperti ikut pada Imam Malik dalam sucinya anjing dan ikut Imam Syafi’I dalam bolehnya mengusap sebagian kepala untuk mengerjakan shalat.” (I’anah al-Thalibin, juz 1, hal 17).

C. Dalam hal Zakat fitrah, Imam As-syafi'i harus Dengan qutil balad, makanan pokok, dan ukurannya 2,8 kg bukan 2,5 kg, akan tetapi menurut Mazhab Hanafi boleh dengan uang, tapi

Sedangkan tujuan pelarangan itu adalah agar tidak terjadi tatabbu’ al-rukhash (mencari yang mudah), tidak memanjakan umat Islam untuk mengambil yang ringan-ringan.

Sehingga tidak akan timbul tala’ub (main-main) di dalam hukum agama. Atas dasar ini maka sebenarnya talfiq yang dimunculkan bukan untuk mengekang kebebasan umat Islam untuk memilih madzhab. Bukan pula untuk melestarikan sikap pembelaan dan fanatisme terhadap madzhab tertentu. 

Sebab talfiq ini dimunculkan dalam rangka menjaga kebebasan bermadzhab agar tidak disalahpahami oleh sebagian orang. Untuk menghindari adanya talfiq yang dilarang ini, maka diperlukan adanya suatu penetapan hukum dengan memilih salah satu madzhab dari madzahib al-arba’ah yang relevan dengan kondisi dan situasi Indonesia. Misalnya, dalam persoalan shalat (mulai dari syarat, rukun dan batalnya) ikut madzhab Syafi’i. untuk persoalan sosial kemasyarakatan mengikuti madzhab Hanafi. Sebab, diakui atau tidak bahwa kondisi Indonesia mempunyai cirri khas tersendiri. 

Tuntutan kemashlahatan yang ada berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. 

HUKUM BERMAZHAB DALAM ISLAM

Sebelum kita menghukumi apakah mesti kita bermazhab atau tidak, alangkah lebih baik kita mesti mengetahui dahulu apakah yang dimaksud mazhab? berikut penjelasan sedikit mengenai hal itu.

Mazhab

Mazhab merupakan isem makan atau ism zaman yang datang dari kata :
ذهب – يذهب – ذهبا/ذهابا
yang bermakna pergi atau jalan, jadi dengan cara bhs makna mazhab yaitu tempat jalan/jalan atau saat berpergian. Pengertian mazhab dalam bingkai syari`at yaitu beberapa kumpulan pemikiran Imam Mujtahid di bagian hukum-hukum syari`at yang digali dengan memakai dalil-dalil dengan cara detail, serta kaedah-kaedah ushul. Jadi Mazhab yang kita maksudnya di sini yaitu mazhab fiqh. Sekarang ini mari kita gali dulu untuk mengetahui empat Mazhab dalam dunia islam berikut ini :


Mazhab Hanafi
Mazhab Hanafi dibentuk oleh seorang ulama besar kufah yang bernama lengkap, Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit bin Zuwatha al-Kufii. Beliau lahir pada th. 80 H serta meninggal dunia pada th. 150 H. beliau merupakan termasuk juga dalam atba’ al-tabi’in, serta ada ulama yang menyampaikan bahwa beliau termasuk dalam Tabi’in, yang hidup dalam dua daulah yakni daulah umayyah serta daulah ‘abbasiyyah, hingga beliau pernah berjumpa dengan Anas bin Malik serta meriwatkan hadits darinya. (1) Saat ini mazhab Hanafi adalah mazhab di Mesir, Turki, Syiria serta Libanon. Serta mazhab ini diyakini sebagian besar masyarakat Afganistan, Pakistan, Turkistan, Muslimin India serta Tiongkok.

Mazhab Maliki
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama besar madinah yang lahir pada th. 93 H/73 M, dari keluarga Arab terhormat, bernama lengkap Abu ‘Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi ‘Amir bin amr bin Haris bin Gaiman bin Kutail bin Amr bin Haris al-Ashbahi. Orangtua serta leluhurnya di kenal juga sebagai ulama hadits Madinah, kerena ini membuat imam Malik mulai sejak kecil menyukai pengetahuan hadits serta pengetahuan yang lain. Awal mula beliau menimba pengetahuan hadits pada bapak serta paman-pamannya. Lalu berguru pada ulama-ulama populer diantaranya, ‘Abd ar-Rahman bin Hurmuz serta Nafi’ Maula Ibn ‘Umar. Serta guru beliau di bagian fiqh adalah, Rabi’ah bin ‘Abd Ar-Rahman, serta imam Ja’far ash-Shadiq2.

Imam Malik sudah menguasai banyak pengetahuan hingga banyak ulama yang menimba pengetahuan padanya, termasuk juga salah satunya imam Syafi’i penegak pertama mazhab Syafi’i, Bahkan juga menurut satu kisah, murid populer imam Malik mencapai 1. 300 orang. Beberapa daerah yang Berpedoman Mazhab Maliki. sekarang ini ada di Marokko, Aljazair, Tunisi, Libia, Bahrain, serta Kuwait.


Mazhab Syafi’i
Mazhab ini didirikan oleh seorang ulama yang lahir pada th. 150 H, di Gazza sisi selatan dari Palestina. Bernama lengkap imam Abu ‘Abd al-llah Muhammad bin Idris bin ‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi’ bin Saib bin Abu Yazid bin Hasyim bin ‘Abd al-Muthallib al-Quraiyi al-Hasyimi, yang berjumpa dengan Rasulullah pada kakek beliau yang kesembilan. Sedang ibunya bernama Fathimah binti ‘Abdillah bin Hasan bin Husain bin ‘Ali Ra yang merupakan shahabat serta menantu Rasulullah SAW.

Sejak mulai masih umur Sembilan th., beliau telah hafal semua al-Qur’an, lalu dalam umur sepuluh th., beliau telah hafal kitab al-muwattha’ imam Malik yang berisi lima ribu hadits-hadits shahih. Banyaknya pengetahuan yang beliau punyai lantaran ketekunannya dalam mencari pengetahuan, nyaris tiap-tiap pusat pengetahuan berliau ziarahi seperti Mekkah, Madinah, Iraq, Kufah serta Mesir, di sana beliau berjumpa dengan ulama-ulama besar, seperti imam Malik, di mana imam Syafi’i senantiasa berbarengan beliau selama setahun. Serta Abu Yusuf, ashhab dari Abu Hanifah.

Pada th. 179 H, beliau di beri izin oleh imam Malik untuk berfatwa sendiri, tetapi beliau terus bertaqlid pada guru-gurunya, hingga pada th. 198 H, setelah umur beliau genap 48 th., mulai berfatwa sendiri dengan lisan ataupun dengan tulisan, pertama memberi fatwa di ‘Iraq yang diishtilahkan dengan al-Qaulul Qadim, lalu beralih ke Mesir serta fatwa beliau selama di sini diishtilahkan dengan al-Qaulul Jadid. Di kota inilah beliau menghadap Allah Swt setelah shalat maghrib malam Jum’at, akhir bln. Rajab pada th. 204 H, bertepatan dengan 28 Juni 819 M. Mazhab Syafi’i hingga saat ini diyakini oleh umat Islam di Libia, Mesir, Indonesia, Pilipina, Malaysia, Somalia, Arabia Selatan, Palestina, Yordania, Libanon, Siria, Irak, Hijaz, Pakistan, India, Jazirah Indo China, Sunni-Rusia serta Yaman.

Mazhab Hanbali
Mazhab ini didirikan oleh imam Abu ‘Abdillah Ahmad bin Hanbal bin Hilal bin Asada az-Zuhili asy-Syaibani, beliau lahir di pusat pengembangan islam Baghdad pada th. 164 H serta dikota ini juga banyak menggunakan waktu hidupnya untuk mengabdi pada pendidikan islam hingga meninggal dunia pada bln. Rabi’ul Awal th. 241 H, seperti ulama yang lain, beliau juga pindah kepusat-pusat ilmu dan pengetahuan yang lain seperti, kufah, Bashrah, Makkah, Madinah, Yaman, Syam, serta Jazirah.

Beliau merupakan seorang ulama hadits, serta fiqh yang banyak menghafal hadits dari guru-gurunya diantaranya Imam Syafi’i serta Hasyim bin Basyir bin Abi Khazim al-Bukhari hingga beliau membuat satu kitab yang berisi empat puluh ribu hadits. Banyak para ulama yang memberi kesaksian atas ketinggian ilmunya, diantaranya Ibrahim al-Harbi berkata “aku saksikan Ahmad bin Hanbal seakan-akan beliau sudah menghimpun pengetahuan ulama terdahulu serta selanjutnya”(3). saat ini Mazhab Hanbali jadi mazhab resmi pemerintahan Saudi Arabia serta memiliki penganut paling besar di semua Jazirah Arab, Palestina, Siria serta Irak.

Selain mazhab yang empat masih tetap ada mazhab lain, seperti Mazhab Al-Ibadhiyah yang didirikan oleh Jabir bin Zaid (meninggal dunia 93 H). Mazhab Azh-Zhahiriyah yang didirikan oleh Daud bin Ali Azh-Zhahiri (meninggal dunia 270 H), Mazhab Laist yang didirikan oleh imam al-Laits bin sa’ad bin’Abdur rahman al-Fahmi (94 H-175 H), Mazhab Tsaury didirikan oleh Imam Sufyan ibn Sa’id bin Masruq bin Habib bin Rafi’I, (97 H/715 M), Mazhab Auza`i didirikan oleh Abdurrahman Al Auza’i (meninggal dunia 113 H), Mazhab Ishaq ibn Rahawiyah, Mazhab Sufyan bin Uyainah, Mazhab Imam Hasan Basri.

Tetapi selain mazhab yang empat seluruhnya tak bertahan lama pengikutnya cuma ada ketika Imam mazhabnya masih hidup, sesudah beliau meninggal dunia tak ada lagi yang melanjutkan mazhabnya. Karenanya sangatlah susah untuk kita menelusuri mazhab selain empat di atas.

Kewajiban bermazhab

Biasanya, manusia di dunia terdiri pada dua golongan, yakni pintar (alim) serta awam. Yang disebut dengan orang pintar (alim) dalam diskursus pemahaman bermazhab yaitu beberapa orang yang sudah mempunyai kekuatan menggali hukum dari Al Quran serta Hadis yang diberi nama juga sebagai Mujtahid. 

Sedang orang yang awam yaitu beberapa orang yg tidak mempunyai kekuatan karenanya dikatakan sebagai Muqallid. Kondisi mereka mengikuti beberapa imam Mujtahid diberi nama dengan taqlid.

Kewajiban pada tiap-tiap muslim yaitu mempercayai serta mengamalkan apa yang sudah di sampaikan Rasulullah dalam al-Qur’an serta Sunnah dengan cara benar. Untuk beberapa mujtahid, dengan kapabilitas yang mereka punyai, mereka bisa menggali hukum sendiri dari Al-Quran serta Hadis bahkan juga untuk mereka tak bisa mengikuti pendapat orang lain. Sedang untuk orang awam begitu berat untuk mereka untuk mengerti serta mengambil hukum dari Al Quran serta Hadis. 

Jadi bermazhab yaitu semata-mata untuk mempermudah mereka mengikuti ajaran agama dengan benar, karena mereka tak perlu lagi mencari tiap-tiap persoalan dari sumber aslinya yakni al-Qur’an, Hadist, Ijma’ dan lain-lain, tetapi mereka cukup membaca ringkasan tata cara melaksanakan ibadah dari mazhab-mazhab itu. 

Dapat dipikirkan bagaimanakah sulitnya beragama untuk orang awam, apabila mesti mempelajari semua ajaran agamanya lewat al-Qur’an serta Hadist. Begitu beratnya beragama apabila kebanyakan orang mesti berijtihad. Serta banyak bidang yang menjadi kebutuhan manusia bakal tidak terurus bila seandainya tiap-tiap manusia berkewajiban untuk berijtihad, lantaran untuk memenuhi kriteria ijtihad itu pasti menggunakan waktu yang lama dalam mendalaminya.

Taqlid dalam perbandingan lain bisa kita ibaratkan dengan konsumsi makanan siap saji yang sudah di masak oleh ahlinya. Apabila kita mau memasaknya sendiri sudah pasti kita mesti terlebih dulu mempersiapkan beberapa bahan makanan itu serta mesti mempelajari beberapa cara memasaknya dan juga mesti memiliki pengalaman dalam memasak. 

Hal semacam ini sudah pasti memerlukan waktu bahkan juga terkadang hasil yang didapat tak memuaskan, tidak menjadi makanan yang lezat. Demikian pula dalam taqlid, sudah pasti ia mesti dulu kita pelajari serta menguasai kriteria ijtihad. Mungkin lantaran kapabilitas yang masih kurang, hukum yang dihasilkan juga adalah hukum yang fasid.

Ayat serta Hadits landasan Bertaqlid
Sesungguhnya banyak ayat-ayat Al Quran serta Hadis sebagai landasan kewajiban bertaqlid untuk manusia, diantaranya :

Surat Al Anbiya ayat 7

فسألوا أهل الذكر إن كنتم لا تعلمون

“maka tanyakanlah terhadap beberapa orang yang berilmu bila anda tidak ada mengetahui” (Qs. Al-anbia : 7)
Memang ayat di atas asbabun nuzulnya untuk menanggapi prediksi orang-orang musyrik yang menyebutkan Allah tidak akan mengutus rasul dari jenis manusia. Tetapi dalam undang-undang usul fiqh sebagai pertimbangan hukum serta titik tekan dalam sebuah ayat adalah keumuman (universal) lafadz ayat.

Dengan hal tersebut ayat di atas sesungguhnya memiliki kandungan perintah pada orang yg tidak mempunyai pengetahuan agama supaya menanyakan serta mengikuti pendapat orang yang pintar di antara mereka. Dengan cara tekstual, ayat di atas diisi perintah menanyakan pada orang yang pandai. Tak ada kabar perintah taklid, maka tdk bisa di jadikan dalil kewajiban taklid. Tetapi pemahaman sekian kurang pas, karena apabila di perhatikan lebih cermat, perintah di atas termasuk juga perintah mutlak serta umum. Tidak diketemukan kekhususan perintah menanyakan perihal dalil atau yang lain. Sehingga ayat itu bias menjadi dalil kewajiban taklid.

Surat An Nisa ayat 59

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ

Artinya : ’’hai orang-orang yang beriman! Turutilah Allah dan turutilah Rasul serta ulil amri dari kamu (An Nisa 59)

’’Ulil amri’’ dalam ayat di atas disimpulkan oleh beberapa mufassir dengan ‘’ulama-ulama’’. Di antara beberapa mufassir yang memiliki pendapat demikian yaitu ibnu Abbas, Jabir bin Abdullah, Hasan, `Atha` dan lain-lain. Jadi dalam ayat ini diperintahkan pada kaum muslim untuk mengikut para ulama yang tidak lain disebut dengan taqlid.

Surat As sajadah ayat 24

وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ

“dan kami jadikan diantara mereka itu pemimpin-pamimpin yang memberi petunjuk dengan perintah kami saat mereka bersabar, serta mereka meyakini ayat-ayat kami” (Qs. As-sajadah : 24)

Abu As-su’ud berkomentar, subtansi ayat diatas menuturkan perihal beberapa imam yang memberi panduan pada umat perihal hukum-hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an. Dengan hal tersebut wajib bagi umat untuk mengikuti panduan yang mereka tunjukkan.

Hadis riwayat Turmuzi dll

اِقْتَدُوا بِاَللَّذَيْنِ مِنْ بَعْدِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ ”  أَخْرَجَهُ التِّرْمِذِيُّ وَقَالَ حَسَنٌ وَأَخْرَجَهُ أَحْمَدُ وَابْنُ مَاجَهْ

“Ikutilah dua orang setelah saya, yakni Abu Bakar serta Umar“ (H. R. Turmuzi, Imam Ahmad, Ibnu Majah serta Ibnu Hibban)

Dalam hadis ini terang kita diperintah kita mengikuti dua Ulama yang juga shahabat Nabi yakni Abu bakar serta Umar Rda. Ini merupakan perintah untuk Taqlid.

Hadis riwayat Baihaqi

أصحابي كا لنجوم باءيهم اقبديتم اهتديتم (رواه البيهقي

“Sahabatku seperti bintang, siapapun yang anda ikuti jadi anda sudah memperoleh hidayat” (Kisah Imam Baihaqi).

Ini juga dalil yang meyuruh kita (yang bukan mujtahid) untuk mengikuti sahabat-sahabat nabi, mengikuti mereka itulah yang di katakan dengan TAQLID.

Semua hadits di atas menggambarkan bahwa beberapa sahabat serta ulama-ulama sesudah sahabat, adalah pelita untuk umat manusia, hingga Rasulullah menjadikan beberapa ulama juga sebagai pewaris para Anbiya’ dalam memberi arahan terhadap ummat. Mengikuti mujtahid pada hakikat yaitu mengikuti Allah serta RasulNya, dan lagi beberapa ulama sudah setuju bahwa ijtihad mereka bersumber pada Kitab Allah serta Sunnah Rasul dikarenakan silsilahnya (ikatan) dengan Rasulullah tak diragukan, jadi mengikuti mujtahid juga disebut mengikuti Rasulullah.


Jumat, 07 Mei 2021

IMAM SALAH BACA AL-QURAN, APAKAH SAH SHALAT JAMAAHNYA?

IMAM SALAH BACA AL-QURAN, APAKAH SAH SHALAT JAMAAHNYA?
=============================
 

Para ulama berbeda pendapat perihal status shalat berjamaah lantaran kesalahan bacaan surat oleh imam. Perbedaan pandangan ulama perihal ini akan dikemukakan sebagai berikut. 

Kesalahan bacaan surat Al-Quran dalam shalat dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan muridnya Syekh Muhammad berimplikasi pada keabsahan shalat. Menurut keduanya, kesalahan bacaan Al-Quran lalu kesalahan bacaan melahirkan makna yang jauh dapat membatalkan shalat. 

وتبطل أيضاً عند أبي حنيفة ومحمد بما له مثل في القرآن، والمعنى بعيد، ولم يكن متغيراً تغيراً فاحشاً. ولا تبطل عند أبي يوسف؛ لعموم البلوى 

Artinya, “Ibadah shalat menjadi batal menurut Imam Abu Hanifah dan Syekh Muhammad karena bacaan yang memiliki kemiripan dalam Al-Quran, sedangkan makna yang muncul karena salah bacaan tersebut cukup jauh meski tidak fatal. Tetapi ibadah shalat itu tidak batal menurut Syekh Abu Yusuf karena umumul balwa,” 
(Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 20).  

Adapun ulama madzhab Maliki menganggap kesalahan bacaan Al-Quran tanpa sengaja oleh seorang imam dalam shalat tidak mempengaruhi keabsahan shalat. Tetapi makmum yang mengikutinya berdosa bila ada orang lain yang masih layak menjadi imam. 

وَ) صَحَّتْ (بِلَحْنٍ) فِي الْقِرَاءَةِ (وَلَوْ بِالْفَاتِحَةِ) إنْ لَمْ يَتَعَمَّدْ، (وَأَثِمَ) الْمُقْتَدِي بِهِ (إنْ وَجَدَ غَيْرَهُ) مِمَّنْ يُحْسِنُ الْقِرَاءَةَ وَإِلَّا فَلَا 

Artinya, “Shalat (dengan) bacaan (salah meski itu adalah Al-Fatihah) tetap sah jika dilakukan secara tidak sengaja. Makmum yang mengikuti imam yang salah baca (berdosa jika mendapati imam lain) yang baik bacaannya. Tetapi jika tidak ada imam lain yang baik bacaannya, maka makmum tidak berdosa,” 
(Lihat Syekh Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Hasyiatus Shawi alas Syarhis Shaghir, juz II, halaman 230). 

Pandangan mazhab Syafi’i berbeda lagi. Menurut mazhab ini, kesalahan bacaan Al-Quran selain Al-Fatihah yang tidak mengubah makna tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah. 

Tetapi kesalahan bacaan Al-Quran yang mengubah makna bila dilakukan karena lupa juga tidak membatalkan shalat dan tidak merusak status shalat berjamaah meskipun makruh.

 وأما السورة فإن كان اللحن لا يغير المعنى صحت صلاته والقدوة به لكنه مع التعمد والعلم حرام وإن كان يغير المعنى فإن عجز عن التعلم أو كان ناسيا أو جاهلا صحت صلاته والقدوة به مطلقا مع الكراهة 

Artinya, “Adapun surat [selain Al-Fatihah], jika kesalahan itu tidak mengubah makna, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya. Tetapi jika kesalahan itu dilakukan dengan sengaja dan sadar [akan larangan demikian], maka haram. 

Sementara jika seseorang tidak sanggup belajar, lupa atau tidak tahu, maka sah lah shalatnya dan sah juga bermakmum kepadanya secara mutlak meski makruh,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Nihayatuz Zein, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 2002 M/1422 H] cetakan pertama, halaman 126). 

Adapun Mazhab Hanbali berpendapat bahwa kesalahan bacaan surat Al-Quran selain Al-Fatihah tanpa sengaja di dalam shalat berjamaah tidak masalah. Tetapi jika kesalahan bacaan terjadi pada surat Al-Fatihah dalam shalat, itu menjadi masalah.

 وقال الحنابلة : إن أحال اللحان المعنى في غير الفاتحة لم يمنع صحة الصلاة ولا الائتمام به إلا أن يتعمده، فتبطل صلاتهما. أما إن أحال المعنى في الفاتحة فتبطل الصلاة مطلقاً 

Artinya, “Mazhab Hanbali mengatakan bahwa jika imam yang salah itu mengubah makna pada surat selain Al-Fatihah, maka [kesalahan] itu tidak mencegah keabsahan shalat dan keabsahan bermakmum kepadanya kecuali jika dilakukan dengan sengaja sehingga [dengan sengaja] batal shalat keduanya. Adapun jika ia mengubah makna pada surat Al-Fatihah, maka batal shalatnya secara mutlak,” (Lihat Syekh Wahbah Az-Zuhayli, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr: 1985 M/1405 H], cetakan kedua,  juz II, halaman 22).

Kesalahan bacaan karena lupa sebaiknya tidak perlu menjadi masalah publik karena tiada satu pun imam yang menginginkan demikian.

Tetapi kami menyarankan agar pihak masjid atau pihak mana pun yang ingin menyelenggarakan shalat berjamaah untuk memilih imam yang fasih membaca Alquran dan  memang terbiasa mengimami makmum dalam sholat berjama'ah
Dan seharusnya kalau belum fasih dalam membaca Alquran maka jangan jadi imam, karena diantara makmum ada yg Qori, maka yg Qori yg seharusnya berhak jadi Imam, kasihan Makmum yg Qori sholatnya jadi Mufarriqoh, Jadilah Imam yg bijak karena itu semua akan dimintakan pertanggung jawabannya dihadapan Alloh SWT.

Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka dalam menerima kritik dan saran dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwathih thariq, Wassalamu ’alaikum wr. wb. (Sanhaji).