Selasa, 30 Oktober 2018

Larangan Homoseks dan Lesbian Dalam Al Quran dan Hadis


Larangan Homoseks dan Lesbian Dalam Al Quran dan Hadis

Pertanyaan:

Bagaimana hukumnya homoseks dan lesbian? Mohon diberi dalil haditsnya.

Jawaban:

Mengenai homoseks, hukumnya haram. Demikian pula lesbian. Homo dalam al-Qur’an disebut liwaath, sedang lesbi dalam kitab fiqih disebut sihaaq. Zina dilarang a.l. tsb pada ayat 32 surat al-Isra. Dalam ayat itu zina dinyatakan perbuatan keji (fakhsyaa). Demikian pula perbuatan liwaath (homoseks) yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth juga dikategorikan perbuatan yang keji (faakhisyah), seperti tsb pada ayat 80 dan 81 Surat al-A’raaf:

وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ, إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاءِ بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ مُّسْرِفُونَ. الاعرف: ۸۰-۸۱

Dan (Kani telah mengutus) Luth, ketika ia berkata kepada kaumnya: “mengapa kamu mengerjakan perbuatan faakhisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun sebelumnya. Sesungguhnya engkau mendatangi laki-laki untuk melepaskan nafsumu, bukan kepada wanita. Sungguh kamu ini kaum yang melampaui batas.”

Ayat senada disebutkan pula dalam Surat an-Nahl ayat 54 dan 55 yang ayat selanjutnya menerangkan bahwa Allah menyiksa kaum Luth atas perbuatan mereka itu.

Mengenai Lesbian, selai dikiaskan ayat di atas, juga di dasarkan Hadits riwayat Abu Ya’la yang dinyatakan perawi-perawinya kuat berbunyi:

سِحَاقٌ النَّسَا بَيْنَهُنَّ زِنَا. (رواه ابو يعلى)

            Melakukan sihaaq bagi wanita di antara mereka termasuk perbuatan zina.

Riwayat at-Thabaraniy dengan lafadh yang sedikit berbeda:

اَلسِّحَاقُ بَيْنَ النِّسَاءِ زِنَا بَيْنَهُنَّ. (رواه الطبرانى)

            perbuatan sihaaq (lesbi) antara wanita (hukumnya) zina di antara mereka.”(tersebut pada Majma ‘uzzawaid 6/256 dan pada al-Fiqhul Islamiy 6/24)

ada juga riwayat lain seperti dari Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Maajah, dan perawi lain, tetapi termasuk Hadits dha’if.

Senin, 29 Oktober 2018

Bacaan Sujud Tilawah Dan Cara Mengerjakan Sujud Tilawah


Bacaan Sujud Tilawah Dan Cara Mengerjakan Sujud Tilawah

Bacaan Sujud Tilawah- Sujud Tilawah adalah sujud yang dilakukan karena menemukan "Ayat Sajdah" di dalam Al Qur'an, baik ketika membacanya atau mendengarkannya, baik ketika membaca di dalam sholat maupun di luar sholat. Hukum sujud tilawah adalah sunah sebagaimana sabda Nabi Saw berikut.

عَنِ ابْنِ عُمَرَانْ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا اْلقُرْاَنَ فَاءِذَامَرَّ بِالسَّجْدَةِ كَبَّرَ وَسَجَدَ وَسَجَدْ نَامَعَهُ

Artinya :
"Dari Ibnu Umar, sesungguhnya Nabi Saw, pernah membaca Al Qur'an di depan kami, ketika beliau melalui (membaca) ayat sajdah beliau takbir, lalu sujud, dan kami pun sujud bersama-sama beliau" (H.R Tirmidzi)


Cara Mengerjakan Sujud Tilawah

1. Berdiri menghadap kiblat
2. Berniat melakukan sujud Tilawah.

Berikut adalah niat sujud Tilawah

نَوَيْتُ سُجُوْدَ التِّلاَوَةِ سُنَّةً ِلله تَعَالَ

Artinya:
"Aku niat sujud tilawah sunah karena Allah Ta'ala"
3. Takbiratul Ikhram dengan membaca "اَللهُ اَكْبَرُ ".(Allohu Akbar)
4. Sujud satu kali, dengan membaca bacaan sujud tilawah

Berikut ini adalah bacaan sujud tilawah dengan terjemahnya.

سَجَدَ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

Artinya:
"Aku bersujud kepada tuhan yang menjadikan diriku, tuhan yang membukakan pendengaran dan penglihatan dengan kuasa-Nya"

5. Duduk sejenak
6. Menoleh kekanan dan kekiri dengan membaca salam.

اَلسَّلَا مُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَ كَاتُهُ 

Rukun Sujud Tilawah

1. Niat
2. Takbaratul Ikhram
3. Sujud
4. Memberi salam sesudah duduk

Syarat-Syarat Sujud Tilawah

1. Suci dari hadast
2. Menghadap kiblat
3. Menutup aurat

Baca juga : Bacaan Niat sholat fardhu lengkap

Sebeb-Sebab Sujud Tilawah
Terdapat dua sebab dalam melekukan sujud tilawah , yaitu membaca ayat sajdah dan mendengar ayat sajdah dibaca.

Dalam Al Qur'an Ayat Sajdah ada 15 Yaitu:

1. Surat Al-A'raf ayat :206

وَلَهُ يَسْجُدُوْنَ

2. Surat Ar-Ra'd ayat :15

بِا لْغُدُوِّ وَالآصَالِ

3. Surat An-Nahl ayat :50

وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ

4. Surat Al Isra' ayat :109

وَيَزِ يْدُهُمْ خُشُوعًا

5. Surat Maryam ayat :58

خَرُّوْا سُجَّدًا وَبُكِيًّا

6. Surat Al-Hajj ayat :18

إِنَّ اللهَ يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ

7. Surat Al-Hajj ayat :77

لَعَلَكُمْ تُفْلِحُونَ

8. Surat Al-Furqan ayat :60

وَزَادَهُمْ نُفُوْرًا

9. Surat An-Naml ayat :26

رَبُّالعَرْشِ العَضِيمِ

10. Surat As-Sajdah ayat :15

وَهُمْ لاَ يَسْتَكْبِرُوْنَ

11. Surat As-Shad  ayat :24

وَخَرَّرَاكِعًا وَأَنَابَ

12. Surat Ha-Mim/Fushsilat ayat :38

وَهُمْا لاَ يَسْأَمُونَ

13. Surat An-Najm ayat :62

فَاسْجُدُوْ لِلهِ وَاعْبُدُوْا

14. Surat Al-Insyiqaq ayat :21

لاَ يَسْجُدُوْنَ

15. Surat Al-'Alaq ayat ke:19

وَاسْجُدْوَاقْتَرِبْ

Demikianlah mengenai bacaan sujud tilawah dan cara mengerjakan sujud tilawah. semoga bisa bermanfaat

Doa

Doa

Hadits Nasai 1110

أَخْبَرَنَا سُوَيْدُ بْنُ نَصْرٍ قَالَ أَنْبَأَنَا عَبْدُ اللَّهِ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ

Ya Allah, Maha Suci Engkau Rabb kami & kami memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku. Ini merupakan tafsiran dari Al Qur'an. [HR. Nasai No.1110].

Hadits Nasai No.1110 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Suwaid bin Nashr] dia berkata; telah memberitakan kepada kami ['Abdullah] dari [Sufyan] dari [Manshur] dari [Abu Adl Dluha] dari [Masruq] dari ['Aisyah] dia berkata; Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam saat ruku' dan sujud membaca doa -yang artinya-: "Ya Allah, Maha Suci Engkau Rabb kami dan kami memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku." Ini merupakan tafsiran dari Al Qur'an.]]]

Hadits Nasai 1111

أَخْبَرَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ قَالَ حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ أَبِي الضُّحَى عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ

Ya Allah, Maha Suci Engkau Rabb kami & kami memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku. Ini merupakan tafsiran dari Al Qur'an. [HR. Nasai No.1111].

Hadits Nasai No.1111 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Mahmud bin Ghalian] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Waki'] dari [Sufyan] dari [Manshur] dari [Abu Adl Dluhaa] dari [Masruq] dari ['Aisyah] dia berkata; bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam saat ruku' dan sujud membaca doa -yang artinya-: "Ya Allah, Maha Suci Engkau Rabb kami dan kami memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku." Ini merupakan tafsiran dari Al Qur'an.]]]

Hadits Nasai 1112

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ قُدَامَةَ قَالَ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ قَالَ قَالَتْ عَائِشَةُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَضْجَعِهِ فَجَعَلْتُ أَلْتَمِسُهُ وَظَنَنْتُ أَنَّهُ أَتَى بَعْضَ جَوَارِيهِ فَوَقَعَتْ يَدِي عَلَيْهِ وَهُوَ سَاجِدٌ وَهُوَ يَقُولُ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ

Ya Allah, ampunilah aku dari apa yg aku perlihatkan & yg aku sembunyikan. [HR. Nasai No.1112].

Hadits Nasai No.1112 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Qudamah] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Jarir] dari [Manshur] dari [Hilal bin Yasaf] dia berkata; ['Aisyah] berkata; "Aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dari tempat tidurnya, maka aku mencarinya dan kukira beliau telah mendatangi sebagian istrinya yang lain. Kemudian aku meraba dan (tiba-tiba) tanganku menyentuh beliau yang sedang sujud. Beliau Shallallahu'alaihiwasallam mengucapkan doa -yang artinya-: "Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang aku perlihatkan dan yang aku sembunyikan."]]]

Hadits Nasai 1113

أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ مَنْصُورٍ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَظَنَنْتُ أَنَّهُ أَتَى بَعْضَ جَوَارِيهِ فَطَلَبْتُهُ فَإِذَا هُوَ سَاجِدٌ يَقُولُ رَبِّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ

Ya Allah, ampunilah aku dari apa yg aku perlihatkan & yg aku sembunyikan. [HR. Nasai No.1113].

Hadits Nasai No.1113 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Muhammad bin Al Mutsanna] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Muhammad] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Manshur] dari [Hilal bin Yasaf] dari ['Aisyah] Radliyallahu'anha dia berkata; "Aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, dan kukira beliau telah mendatangi sebagian istrinya yang lain. Aku mencarinya dan ternyata beliau sedang sujud. Beliau Shallallahu'alaihiwasallam mengucapkan doa -yang artinya-: "Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang aku perlihatkan dan yang aku sembunyikan."]]]

Hadits Nasai 1114

أَخْبَرَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ هُوَ ابْنُ مَهْدِيٍّ قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ قَالَ حَدَّثَنِي عَمِّي الْمَاجِشُونُ بْنُ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِي رَافِعٍ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا سَجَدَ يَقُولُ اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ فَأَحْسَنَ صُورَتَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku pasrah, & kepada-Mu aku beriman. Wajahku sujud kepada Dzat yg telah menciptakannya & membentuknya serta membuat bentuknya dgn sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran & penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-sebaik pencipta. [HR. Nasai No.1114].

Hadits Nasai No.1114 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami ['Amr bin 'Ali] dia berkata; telah menceritakan kepada kami ['Abdurrahman bin Mahdi] dia berkata; telah menceritakan kepada kami ['Abdul 'Aziz bin Abu Salamah] dia berkata; telah menceritakan kepadaku pamanku [Al Majisyun bin Abu Salamah] dari ['Abdurrahman Al A'raj] dari ['Ubaidullah bin Abu Rafi'] dari ['Ali] bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bila sujud mengucapkan doa, Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku pasrah, dan kepada-Mu aku beriman. Wajahku sujud kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya serta membuat bentuknya dengan sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-sebaik pencipta.]]]

Hadits Nasai 1115

أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ قَالَ أَنْبَأَنَا أَبُو حَيْوَةَ قَالَ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي سُجُودِهِ اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ وَأَنْتَ رَبِّي سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, & kepada-Mu aku pasrah. Engkau Rabbku, wajahku sujud kepada Dzat yg telah menciptakannya & membentuknya, serta membuat bentuknya dgn sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran & penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. [HR. Nasai No.1115].

Hadits Nasai No.1115 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin 'Utsman] dia berkata; telah memberitakan kepada kami [Abu Haiwah] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Syu'aib bin Abu Hamzah] dari [Muhammad bin Al Munkadir] dari [Jabir bin 'Abdullah] dari Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, beliau Shallallahu'alaihiwasallam dalam' sujudnya mengucapkan doa: Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku pasrah. Engkau Rabbku, wajahku sujud kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya, serta membuat bentuknya dengan sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta."]]]

Hadits Nasai 1116

أَخْبَرَنَا يَحْيَى بْنُ عُثْمَانَ قَالَ أَنْبَأَنَا ابْنُ حِمْيَرٍ قَالَ حَدَّثَنَا شُعَيْبُ بْنُ أَبِي حَمْزَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ الْمُنْكَدِرِ وَذَكَرَ آخَرَ قَبْلَهُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ هُرْمُزَ الْأَعْرَجِ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ مَسْلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَامَ مِنْ اللَّيْلِ يُصَلِّي تَطَوُّعًا قَالَ إِذَا سَجَدَ اللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَلَكَ أَسْلَمْتُ اللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّي سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ

Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, & kepada-Mu aku pasrah. Engkau Rabbku, wajahku sujud kepada Dzat yg telah menciptakannya & membentuknya, serta membuat bentuknya dgn sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran & penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta. [HR. Nasai No.1116].

Hadits Nasai No.1116 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Yahya bin 'Utsman] dia berkata; telah memberitakan kepada kami [Ibnu Himyar] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Syu'aib bin Abu Hamzah] dari [Muhamamad bin Al Munkadir] dan sebelumnya menyebutkan pula yang lainnya dari ['Abdurrahman bin Hurmuz Al A'raj] dari [Muhammad bin Maslamah] bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam bila bangun pada malam hari untuk shalat sunnah maka beliau Shallallahu'alaihiwasallam dalam sujudnya mengucapkan, "Ya Allah, kepada-Mu aku sujud, kepada-Mu aku beriman, dan kepada-Mu aku pasrah. Engkau Rabbku, wajahku sujud kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya, serta membuat bentuknya dengan sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran dan penglihatannya. Maha Suci Allah sebaik-baik pencipta."]]]

Hadits Nasai 1117

أَخْبَرَنَا سَوَّارُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سَوَّارٍ الْقَاضِي وَمُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ عَنْ عَبْدِ الْوَهَّابِ قَالَ حَدَّثَنَا خَالِدٌ عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُولُ فِي سُجُودِ الْقُرْآنِ بِاللَّيْلِ سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ

Wajahku sujud kepada Dzat yg telah menciptakannya & membentuknya, serta membuat bentuknya dgn sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran & penglihatannya dgn segala daya & kekuatan-Nya. [HR. Nasai No.1117].

Hadits Nasai No.1117 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Sawwar bin 'Abdullah bin Sawwar Al Qadli] dan [Muhammad bin Basysyar] dari ['Abdul Wahhab] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Khalid] dari [Abul 'Aliyah] dari ['Aisyah] bahwa Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam pada suatu malam saat sujud (tilawah/ayat alquran yang terdapat ayat sajdah) mengucapkan doa, "Wajahku sujud kepada Dzat yang telah menciptakannya dan membentuknya, serta membuat bentuknya dengan sangat bagus, lalu la menciptakan pendengaran dan penglihatannya dengan segala daya dan kekuatan-Nya."]]]

Hadits Nasai 1118

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا جَرِيرٌ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَوَجَدْتُهُ وَهُوَ سَاجِدٌ وَصُدُورُ قَدَمَيْهِ نَحْوَ الْقِبْلَةِ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ أَعُوذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ وَأَعُوذُ بِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوبَتِكَ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْكَ لَا أُحْصِي ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنَتْ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ

Ya Allah, aku berlindung dgn keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu & dgn kemurahan-Mu dari siksa-Mu. Aku (berlindung) kepada-Mu dari adzab-Mu, aku tak bisa menghitung pujian kepada-Mu, Engkau sebagaimana yg Engkau memuji diri-Mu sendiri . [HR. Nasai No.1118].

Hadits Nasai No.1118 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] dia berkata; telah memberitakan kepada kami [Jarir] dari [Yahya bin Sa'id] dari [Muhammad bin Ibrahim] dari ['Aisyah] dia berkata; "Suatu malam aku kehilangan Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam dan aku menyentuh beliau yang sedang sujud, sedangkan kedua telapak kakinya tegak menghadap kiblat. Beliau mengucapkan doa, 'Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemurkaan-Mu dan dengan kemurahan-Mu dari siksa-Mu. Aku (berlindung) kepada-Mu dari adzab-Mu, aku tidak bisa menghitung pujian kepada-Mu, Engkau sebagaimana yang Engkau memuji diri-Mu sendiri."]]]

Hadits Nasai 1119

أَخْبَرَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْحَسَنِ الْمِصِّيصِيُّ الْمِقْسَمِيُّ قَالَ حَدَّثَنَا حَجَّاجٌ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ عَطَاءٍ قَالَ أَخْبَرَنِي ابْنُ أَبِي مُلَيْكَةَ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ فَقَدْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَظَنَنْتُ أَنَّهُ ذَهَبَ إِلَى بَعْضِ نِسَائِهِ فَتَحَسَّسْتُهُ فَإِذَا هُوَ رَاكِعٌ أَوْ سَاجِدٌ يَقُولُ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ فَقَالَتْ بِأَبِي أَنْتَ وَأُمِّي إِنِّي لَفِي شَأْنٍ وَإِنَّكَ لَفِي آخَرَ

Ya Allah, Maha Suci Engkau & aku memuji-Mu yg tiada Dzat yg berhak disembah selain Engkau . Lalu Aisyah berkata; Ayah ibuku jadi jaminan! Sungguh keadaanku seperti ini, sebaliknya engkau pada keadaan yg lain! [HR. Nasai No.1119].

Hadits Nasai No.1119 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Ibrahim bin Al Hasan Al Mishshishi Al Miqsami] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Hajjaj] dari [Ibnu Juraij] dari ['Atha] dia berkata; Telah mengabarkan kepada kami [Ibnu Abu Mulaikah] dari ['Aisyah] dia berkata; "Aku pernah kehilangan Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam, dan kukira beliau mendatangi sebagian istrinya yang lain. Aku lalu meraba -mencarinya- dan ternyata beliau sedang sujud. Beliau Shallallahu'alaihiwasallam mengucapkan doa: "Ya Allah, Maha Suci Engkau dan aku memuji-Mu yang tiada Dzat yang berhak disembah selain Engkau." Lalu Aisyah berkata; "Ayah ibuku jadi jaminan! Sungguh keadaanku seperti ini, sebaliknya engkau pada keadaan yang lain!"]]]

Hadits Nasai 1120

أَخْبَرَنِي هَارُونُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سَوَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا لَيْثُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ صَالِحٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ قَيْسٍ الْكِنْدِيِّ أَنَّهُ سَمِعَ عَاصِمَ بْنَ حُمَيْدٍ يَقُولُ سَمِعْتُ عَوْفَ بْنَ مَالِكٍ يَقُولُ قُمْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَبَدَأَ فَاسْتَاكَ وَتَوَضَّأَ ثُمَّ قَامَ فَصَلَّى فَبَدَأَ فَاسْتَفْتَحَ مِنْ الْبَقَرَةِ لَا يَمُرُّ بِآيَةِ رَحْمَةٍ إِلَّا وَقَفَ وَسَأَلَ وَلَا يَمُرُّ بِآيَةِ عَذَابٍ إِلَّا وَقَفَ يَتَعَوَّذُ ثُمَّ رَكَعَ فَمَكَثَ رَاكِعًا بِقَدْرِ قِيَامِهِ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوتِ وَالْمَلَكُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ ثُمَّ سَجَدَ بِقَدْرِ رُكُوعِهِ يَقُولُ فِي سُجُودِهِ سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوتِ وَالْمَلَكُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ ثُمَّ قَرَأَ آلَ عِمْرَانَ ثُمَّ سُورَةً ثُمَّ سُورَةً فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ

Subhana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaai wal 'adzamati (Maha Suci Dzat yg mempunyai hak memaksa & kekuasaan, serta yg memiliki kesombongan & keagungan)' saat ruku'. Lantas beliau sujud seukuran ruku'nya tadi dgn membaca: 'Subhana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaai wal 'adzamati'. Kemudian beliau membaca surat Ali 'Imran, kemudian surat lainnya, & beliau juga melakukan hal yg sama - di rekaat berikutnya - . [HR. Nasai No.1120].

Hadits Nasai No.1120 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Harun bin 'Abdullah] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Al Hasan bin Sawwar] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Laits bin Sa'ad] dari [Mu'awiyah bin Shalih] dari ['Amr bin Qais Al Kindi] bahwasanya dia mendengan ['Ashim bin Humaid] berkata; aku mendengar ['Auf bin Malik] berkata; "Aku pernah bangun bersama Nabi Shallallahu'alaihi wasallam, lalu beliau mulai bersiwak dan berwudhu. Kemudian beliau berdiri dan shalat. Beliau mengawali shalatnya dengan membaca surat Al Baqarah. Beliau tidak melewati ayat tentang rahmat kecuali beliau berhenti dan memohon (rahmat). Beliau juga tidak melewati ayat tentang adzab kecuali beliau berhenti dan berlindung darinya. Kemudian beliau ruku' hingga ia tenang dalam keadaan ruku' seukuran berdirinya, sambil membaca: 'Subhana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaai wal 'adzamati (Maha Suci Dzat yang mempunyai hak memaksa dan kekuasaan, serta yang memiliki kesombongan dan keagungan) ' saat ruku'. Lantas beliau Shallallahu'alaihiwasallam sujud seukuran ruku'nya tadi dengan membaca: 'Subhana dzil jabaruuti wal malakuuti wal kibriyaai wal 'adzamati'. Kemudian beliau membaca surat Ali 'Imran, kemudian surat lainnya, dan beliau juga melakukan hal yang sama - di rakaat berikutnya -."]]]

Hadits Nasai 1121

أَخْبَرَنَا إِسْحَقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ أَنْبَأَنَا جَرِيرٌ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ سَعْدِ بْنِ عُبَيْدَةَ عَنْ الْمُسْتَوْرِدِ بْنِ الْأَحْنَفِ عَنْ صِلَةَ بْنِ زُفَرَ عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ لَيْلَةٍ فَاسْتَفْتَحَ بِسُورَةِ الْبَقَرَةِ فَقَرَأَ بِمِائَةِ آيَةٍ لَمْ يَرْكَعْ فَمَضَى قُلْتُ يَخْتِمُهَا فِي الرَّكْعَتَيْنِ فَمَضَى قُلْتُ يَخْتِمُهَا ثُمَّ يَرْكَعُ فَمَضَى حَتَّى قَرَأَ سُورَةَ النِّسَاءِ ثُمَّ قَرَأَ سُورَةَ آلِ عِمْرَانَ ثُمَّ رَكَعَ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ فَقَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ وَأَطَالَ الْقِيَامَ ثُمَّ سَجَدَ فَأَطَالَ السُّجُودَ يَقُولُ فِي سُجُودِهِ سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى لَا يَمُرُّ بِآيَةِ تَخْوِيفٍ أَوْ تَعْظِيمٍ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا ذَكَرَهُ

Subhana rabbiyal 'adzimi, subhana rabbiyal 'adzimi, subhana rabbiyal 'adzimi (Maha suci Tuhan-ku yg Maha Agung)'. Lalu beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan, 'Sami'allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu (Allah Maha mendengar orang yg memuji-Nya, segala puji untuk-Mu)'. Beliau memperpanjang berdirinya kemudian sujud, & beliau memperlama sujudnya sambil mengucapkan, 'Subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa (Maha Suci Tuhanku yg Maha Tinggi)'. Beliau tak melalui ayat ancaman atau pengagungan Allah Azza wa Jalla kecuali beliau berdzikir kepada-Nya. [HR. Nasai No.1121].

Hadits Nasai No.1121 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Ishaq bin Ibrahim] dia berkata; telah memberitakan kepada kami [Jarir] dari [Al A'masy] dari [Sa'ad bin 'Ubaidah] dari [Al Mustaurid bin Al Ahnaf] dari [Shilah bin Zufar] dari [Hudzaifah] dia berkata; "Pada suatu malam aku mengerjakan shalat bersama Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam, beliau mulai dengan membaca surat Al Baqarah. Beliau telah membaca seratus ayat dan belum ruku lalu tetap membacanya." Hudzaifah berkata; "Beliau menyelesaikannya pada dua rakaat, lantas berlalu." Hudzaifah berkata lagi; "Beliau menyelesaikannya kemudian ruku' dan terus berlalu hinggga beliau membaca surat An-Nisaa', kemudian membaca surat Ali 'Imraan, lalu ruku' yang lamanya seperti berdiri. Saat ruku' beliau mengucapkan, 'Subhana rabbiyal 'adzimi, subhana rabbiyal 'adzimi, subhana rabbiyal 'adzimi (Maha suci Tuhan-ku yang Maha Agung) '. Lalu beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan, 'Sami'allahu liman hamidah rabbana lakal hamdu (Allah Maha mendengar orang yang memuji-Nya, segala puji untuk-Mu) '. Beliau memperpanjang berdirinya kemudian sujud, dan beliau memperlama sujudnya sambil mengucapkan, 'Subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa, subhana rabbiyal a'laa (Maha Suci Tuhanku yang Maha Tinggi) '. Beliau Shallallahu'alaihiwasallam tidak melalui ayat ancaman atau pengagungan Allah Azza wa Jalla kecuali beliau Shallallahu'alaihiwasallam berdzikir kepada-Nya."]]]

Hadits Nasai 1122

أَخْبَرَنَا بُنْدَارٌ مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ قَالَ حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ سَعِيدٍ الْقَطَّانُ وَابْنُ أَبِي عَدِيٍّ عَنْ شُعْبَةَ قَالَا حَدَّثَنَا سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ مُطَرِّفٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

Subbuuhun qudduusun, rabbul malaaikati warruh (Maha Suci & Maha Qudus, Rabb para malaikat & malaikat Jibril) '. [HR. Nasai No.1122].

Hadits Nasai No.1122 Secara Lengkap

[[[Telah mengabarkan kepada kami [Bundar Muhammad bin Basysyar] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Sa'id Al Qaththan] dan [Ibnu Abu 'Adi] dari [Syu'bah] dia berkata; telah menceritakan kepada kami [Sa'id] dari [Qatadah] dari [Mutharrif] dari ['Aisyah] dia berkata; "Rasulullah Shallallahu'alaihiwasallam ketika ruku' dan sujudnya memperbanyak bacaan, 'Subbuuhun qudduusun, rabbul malaaikati warruh (Maha Suci dan Maha Qudus, Rabb para malaikat dan malaikat Jibril)

Jumat, 26 Oktober 2018

Hadist Umroh

Hadist Umroh

*
ألْعُمْرَةُإلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌلِمَابَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُلَيْسَ لَهُ جَزَاءٌإلاَّ الْجَنَّةُ

“Umrah ke Umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*
Dari Ibnu Mas’ud Radiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda :

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ, كَمَا يَنْفِيْ الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ, وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إلاَّ الْجَنَّةُ

“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas dan perak, dan tidak ada balasan bagi haji mabrur melainkan Surga.” (HR. At Tirmidzi, An Nasa’i, dan selainnya)

*
Dari Abu Hurairah Radiyallahu’anhu, dia berkata, Aku mendengar Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam bersabda :

مَنْ حَجَّ لِلَّهِ عَزَّوَزَلَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barangsiapa melakukan haji ikhlas karena Allah Subhanahu Wata’ala tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia kembali tanpa dosa sebagaimana waktu ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

*
Dari Ibnu Umar Radiyallahu’anhuma dari Nabi Shalallahu’alaihi Wasallam, beliau bersabda :

اَلْغَازِيْ فِيْ سَبِيْلِ اللَّهِ وَالْحَاجُّ وَالْمُعْتَمِرُ, وَفْدُاللَّهِ, دَعَاهُمْ فَأجَابُوهُ. وَسَألُوْهُ فَأعْطَاهُمْ

“Orang yang berperang di jalan Allah dan orang yang menunaikan haji dan umrah, adalah delegasi Allah. (ketika) Allah menyeru mereka, maka mereka memenuhi panggilan-Nya. Dan (ketika) mereka meminta kepada-Nya, maka Allah mengabulkan (permintaan mereka).” (Hadist Hasan, dalam Shahih al Jaami’ish Shaghiir dan Sunan Ibnu Majah)

Pengertian dan Keutamaan Menjalankan Ibadah Umroh

Pengertian dan Keutamaan Menjalankan Ibadah Umroh

Surat Al-Baqarah Ayat 158

إِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ أَوِ اعْتَمَرَ فَلا جُنَاحَ عَلَيْهِ أَنْ يَطَّوَّفَ بِهِمَا وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَإِنَّ اللَّهَ شَاكِرٌ عَلِيمٌ

Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi’ar Allah[102]. Maka Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-‘umrah, Maka tidak ada dosa baginya[103] mengerjakan sa’i antara keduanya. dan Barangsiapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri[104] kebaikan lagi Maha mengetahui.

Pengertian dan Keutamaan Menjalankan Ibadah Umroh.

Umroh menurut bahasa artinya berziarah ke tempat yang ramai, sedangkan menurut syara artinya berkunjung ke tanah suci (kabah) untuk beribadah. Ada beberapa pendapat tentang hukum melaksanakan hukum umroh. Menurut Imam Abu hanifah dan Imam Malik Rah.A Umroh hukumnya Sunnah.  Sedangkan menurut Imam Syafii dan Imam Ahmad Rah.a hukumnya wajib. Oleh karena itu paling tidak  seumur hidup seseorang harus melakukan umroh satu kali bagi yang mampu, karena menurut pendapat kedua Imam tersebut hukumnya wajib. Dan menurut Imam Abu hanifah Rah.A paling tidak melakukan umroh satu kali hukumnya sunnah muakkadah.  Ini menurut pendapat yang masyhur karena sebagian ulama Hanafiah menghukuminya wajib dan sebagian yang lain menghukuminya fardu kifayah.  Oleh karena itu orang telah mampu atau telah sampai disana hendaknya melakukan umroh satu kali.

Hadist Nabi tentang keutamaan Ibadah Umroh

1. Diriwayatkan dari Amr bin Abasah r.a, ia berkata Rosullullah bersabda, ” Amal yang paling utama adalah haji yang mabrur atau umroh yang mabrur. Sebagian ulama mengatakan haji yang mabrur adalah adalah haji didalamnya tidak terdapat perbuatan maksiat. Oleh karenanya kebanyakan ulama menerjemahkan dengan haji yang makbul. Maksudnya bila ibadah haji dikerjakan dengan menjaga adab dan syaratnya dan juga didalamnya tidak ada kesalahan yang dilakukan insya Alloh haji itu akan diterima.
Didalam hadist yang diriwatkan oleh Jabir.r.a disebutkan bahwa kebaikan haji terletak didalam memberi makan orang lain dan berbicara dengan ramah. Hadist lain menyebutkan ketika rosullulah berkata tidak ada pahala bagi ibadah haji yang mabrur kecuali surga,  para sahabat bertanya,” Apakah yang dimaksud dengan haji mabrur?. Beliau bersabda memberi makan dan menyebarkan salam (kanzul ummal). Hadist di atas memang memang menjelaskan tentang haji, sesungguhnya seperti itu juga arti ibadah umroh yang mabrur. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa umroh adalah haji kecil yakni keberkahan, keutamaan, dan hasil yang akan didapa tdidalam haji juga akan didapat dalam umroh dengan sedikit berkurang.

2. ألْعُمْرَةُإلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌلِمَابَيْنَهُمَا, وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُلَيْسَ لَهُ 

                                                              جَزَاءٌإلاَّ الْجَنَّةُ   

“Umrah ke Umrah adalah penghapus dosa antara keduanya, dan haji yang mabrur tidak ada pahala baginya selain Surga.”

(HR. Bukhari dan Muslim)

yakni setelah melakukan satu umroh sampai dengan umroh berikutnya, berapa banyaknya kesalahan dan dosa yang ia lakukan semuanya akan diampuni. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa satu umroh sampai umroh yang kedua menjadi kafarah bagi dosa dan kesalahan antara keduanya.


3. Dari Abu Hurairah r.a ia berkata, Rosululloh saw bersabda orang yang menunaikan haji dan orang yang menunaikan umroh adalah utusan Allah swt , apabila mereka berdoa kepada ALLoh maka alloh akan mengabulkannya dan apabila mereka meminta ampunan kepada ALLoh, maka Alloh swt akan mengampuninya (Hr Ibnu Majjah)

Sebagaimana utusan para pembesar, jamah haji /umroh seperti utusan yang hadir di pintu gerbangnya ALLoh SWT, mereka akan dijamu dan dimuliakan oleh pembesar yang kedatangan utusan itu. Begitu juga Alloh akan memuliakan utusan yang datang kepadaNya. Dalam sebuah hadist disebutkan bahwa utusan Allah swt itu ada 3 macam:

1. Jaamah haji

2. Mujahid

3. Orang yang melakukan umroh

Demikian pengertian dan keutamaan menjalankan ibadah umroh semoga bisa memberi gambaran kepada yang akan melakukan ibadah umroh. Ibadah umroh menurut Rukun Umroh memang hanya terdiri dari Ihram, tawaf, sai, tahalul dan tertib, yang bila dikerjakan hanya memakan waktu sekitar 4 jam saja. Tetapi diluar itu ada banyak ibadah akan dilakukan di tanah suci yaitu di Mekkah dan Madinah. Oleh karena itu perlu kita mengetahui keutamaan kedua kota tersebut dan juga adab ziarah terutama ke makam rosululloh saw, semoga ibadah umroh kita bisa menjadi umroh yang mabrur. Amien.

Rabu, 24 Oktober 2018

PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT

PESAN RASULULLAH SAW SEBELUM WAFAT

Sebelum malaikat Izrail diperintah Allah SWT untuk mencabut nyawa Nabi Muhammad, Allah berpesan kepada malaikat Jibril
“Hai Jibril, jika kekasih-Ku menolaknya, laranglah Izrail melakukan tugasnya!” Sungguh berharganya manusia yang satu ini yang tidak lain adalah Nabi Muhammad SAW. Di rumah Nabi Muhammad SAW, Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk sambil berkata, “Maafkanlah, ayahku sedang demam” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian Fatimah kembali menemani Nabi Muhammad SAW yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?”. “Tak tahulah ayahku, sepertinya orang baru, karena baru sekali ini aku melihatnya” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah wahai anakku, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut” kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.
Malaikat maut pun datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah SWT dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu” kata malaikat Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya malaikat ibril lagi.
“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar bahwa Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya” kata malaikat Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya malaikat Izrail melakukan tugasnya. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.
“Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.
“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, TIMPAKAN SAJA SEMUA SIKSA MAUT INI KEPADAKU, JANGAN PADA UMATKU”

Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wamaa malakat aimaanukum (peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu)”. Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii! (Umatku, umatku, umatku)”. Dan, berakhirlah hidup manusia yang paling mulia yang memberi sinaran itu.
Menurut jumhur ulama sebagian Sakitnya Sakarotulmaut Seluruh umat Nabi muhammad sudah dilimpahkan kepada Sayyidina muhammad....

Betapa mendalam cinta Rasulullah kepada kita ummatnya, bahkan diakhir kehidupannya hanya kita yang ada dalam fikirannya. Sakitnya sakaratul maut itu tetapi sedikit sekali kita mengingatnya bahkan untuk sekedar menyebut Mengagungkan Pangilan Nabinya.
Allahumma sholli 'alaa Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad....

Mudah2an kita termasuk ummatnya yg nanti di hari kiamat akan mendapatkan syafaat baginda Rosulullah SAW.
Aamiin.

Yang like, komentar dan share status ini, Semoga kelak akan berkumpul bersama Rasulullah dan mendapatkan aliran syafa'at dari Baginda kita, Rasulullah Muhammad SAW.
Amiin...

Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad......

Khusus Buat Yang Sudah Nikah..====> Menurut Kitab Fathul Izar


Khusus Buat Yang Sudah Nikah..====> Menurut Kitab Fathul Izar...."Ternyata Bentuk Bibir Atas Melambangkan Bentuk M1ss V Wanita"

Dalam Islam semua hal yang berkaitan dengan kelanggengan rumah tangga dibahas secara detail, mulai memilih calon isteri sampai kehidupan berumah tangga, salah satunya tips mengetahui bentuk bagian intim calon isteri pun pernah dibahas dan dibukukan oleh Ulama.
Berikut adalah terjemah dari kitab Fathul Izar yang menerangkan bentuk k3lamin wanita dan bagian intim lainnya.
بيان أسرار خلقة الأبكار
قال أهل الفراسة والخبر بالنساء اذا كان فم المرأة واسعا كان فرجها واسعا اذا كان صغيرا كان فرجها صغيرا ضيقا قال من بحر الطويل:
إذا ضاق فم البكر ضاقت فروجها * وكان لفمها شعار لفرجها
وان كانت شفتاها غليظتين كان شفراها غليظتين وان كانتا رقيقتين كانتا رقيقتين وان كانت السفلى رقيقة كان فرجها صغيرا وان كان فم المرأة شديد الحمرة كان فرجها جافا عن الرطوبة وان كانت حدباء الأنف فهي قليلة الغرض في النكاح وان كانت طويلة الذقن فإنها فاتحة الفرج قليلة الشعر وان كانت صغيرة الحاجب فإنها غامضة الفرج وان كانت كبيرة الوجه غليظة الضفائر دل ذلك على صغيرة العجيزة وكبير الفرج وضيقه وإذا كثر شحم ظاهر قدمها وبدنها عظم فرجها وكانت مخطوبة عند زوجها واذا كانت ناتئة الساقين في الصلبة فإنها شديد الشهوة لاصبر لها عن الجماع وان كانت عينها كحيلة كبيرة فإنها يدل على ضيق الرحم وضعير العجيزة مع عظم الكتف يدلان على عظم الفرج

Para ahli firasat dan ahli pengetahuan yang berkaitan dengan perempuan berkata:

Jika mulut perempuan lebar, maka k3maluannya pun lebar. Jika mulutnya kecil, maka k3maluannya pun kecil dan sempit. Terdapat nadzhom dalam bahar thowwil:

إذا ضاق فم البكر ضاقت فروجها * وكان لفمها شعار لفرجها

“Apabila seorang perawan sempit mulutnya, maka sempit pula v4ginanya. Demikian ini memang mulut seorang perawan itu menjadi pertanda dari bentuk dan keadaan v4ginanya.”

Jika kedua bibirnya tebal, maka dua sisi k3maluannya pun tebal. Jika kedua bibirnya tipis, maka tipis pula kedua sisi k3maluannya.

Jika bibir terbawahnya tipis, maka k3maluannya kecil.

Jika mulut perempuan warnanya sangat merah, maka k3maluannya kering tanpa basah.

Jika perempuan hidungnya mancng, maka keinginannya untuk menikah kecil.

Jika perempuan panjang dagunya, maka k3maluannya terbuka serta bulu k3maluannya sedikit.

Jika perempuan tipis alisnya, maka k3maluannya tertutup (rapat).

Jika perempuan besar wajahnya, tebal kuku-kukunya, maka itu menunjukan kecil pantatnya, besar k3maluannya serta sempit.

Jika perempuan banyak lemak pada telapak kaki dan badannya, maka besar k3maluannya dan sudah di khitbah oleh calon suaminya.

Jika perempuan menonjol dua betis yang ada pada tulang punggungnya, maka syahwatnya sedang kuat dan tidak sabar untuk bersetubuh.

Jika perempuan matanya dicelaki besar maka sesungguhnya itu menunjukan pada sempitnya rahim dan kecilnya pantat serta besarnya pundak yang keduanya menunjukan besarnya k3maluan.

Itulah Rahasia Bibir dan Vag1na wanita dalam Kitab Fath Al-izar, berfikirlah positif dan buktikan pada isteri anda sendiri. 

(Kitab karya KH. Abdullah Fauzi)

Pasuruan Jatim

Selasa, 23 Oktober 2018

Petunjuk Al-Qur’an untuk Memperkuat Ukhuwah


Petunjuk Al-Qur’an untuk Memperkuat Ukhuwah

Guna tujuan memantapkan ukhuwah atau persaudaraan antar sesama manusia, pertama kali Al-Qur’an menggarisbawahi bahwa perbedaan adalah hukum yang berlaku dalam kehidupan. Selain perbedaan tersebut merupakan kehendak Ilahi, juga demi kelestarian hidup, sekaligus demi mencapai tujuan kehidupan makhluk di bumi.

“Untuk tiap-tiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat, tetapi Allah hendak menguji kamu mengenai pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan.” (QS Al-Ma-idah [5]: 48)

Seandainya Tuhan menghendaki kesatuan pendapat, niscaya diciptakan-Nya manusia tanpa akal budi seperti binatang atau benda-benda tak bernyawa yang tidak memiliki kemampuan memilah dan memilih, karena hanya dengan demikian seluruhnya akan menjadi satu pendapat.

Dari sini, seorang Muslim dapat memahami adanya pandangan atau bahkan pendapat yang berbeda dengan pandangan agamanya, karena semua itu  tidak mungkin berada di luar kehendak Ilahi. Kalaupun nalarnya tidak dapat memahami kenapa Tuhan berbuat demikian, kenyataan yang diakui Tuhan itu tidak akan menggelisahkan atau mengantarkannya "mati", atau memaksa orang lain secara halus maupun kasar agar menganut pandangan agamanya.

“Sungguh kasihan jika kamu akan membunuh dirimu karena sedih akibat mereka tidak beriman kepada keterangan ini (Islam).” (QS Al-Kahf [18]: 6)

“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang ada di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu akan memaksa semua manusia agar menjadi orang-orang yang beriman?” (QS Yunus [10]: 99)

Ukhuwah dalam praktik

Jika kita mengangkat salah satu ayat dalam bidang ukhuwah, agaknya salah satu ayat surat Al-Hujurat dapat dijadikan landasan pengamalan konsep ukhuwah  Islamiyah. Ayat yang dimaksud adalah, “Sesungguhnya orang-orang Mukmin bersaudara, karena itu lakukanlah ishlah di antara kedua saudaramu.” (QS 49: 10).

Kata ishlah atau shalah yang banyak sekali berulang dalam Al-Qur’an, pada umumnya tidak dikaitkan dengan sikap kejiwaan, melainkan justru digunakan dalam kaitannya dengan perbuatan nyata.

Kata ishlah hendaknya tidak hanya dipahami dalam arti mendamaikan antara dua orang (atau lebih) yang berselisih, melainkan harus dipahami sesuai makna semantiknya dengan memperhatikan penggunaan Al-Qur’an terhadapnya.

Puluhan ayat berbicara tentang kewajiban melakukan shalah dan ishlah. Dalam kamus-kamus bahasa Arab, kata shalah diartikan sebagai antonim dari kata fasad(kerusakan), yang juga dapat diartikan sebagai yang bermanfaat. Sedangkan kata islah digunakan oleh Al-Qur’an dalam dua bentuk: Pertama ishlah yang selalu membutuhkan objek; dan kedua adalah shalah yang digunakan sebagai bentuk kata sifat.

Sehingga, shalah dapat diartikan terhimpunnya sejumlah nilai tertentu pada sesuatu agar bermanfaat dan berfungsi dengan baik sesuai dengan tujuan kehadirannya. Apabila pada sesuatu ada satu nilai yang tidak menyertainya hingga tujuan yang dimaksudkan tidak tercapai, maka manusia dituntut untuk menghadirkan nilai tersebut, dan hal yang dilakukannya itu dinamai ishlah.

Jika kita menunjuk hadis, salah satu hadis yang populer di dalam bidang ukhuwah adalah sabda Nabi SAW yang  diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu Umar:

“Seorang Muslim bersaudara dengan Muslim lainnya. Dia tidak menganiaya, tidak pula menyerahkannya (kepada musuh). Barangsiapa yang memenuhi kebutuhan saudaranya, Allah akan memenuhi pula kebutuhannya. Barangsiapa yang melapangkan dan seorang Muslim suatu kesulitan, Allah akan melapangkan baginya satu kesulitan pula dan kesulitan-kesulitan yang dihadapinya di hari kemudian. Barangsiapa yang menutup aib seorang Muslim, Allah akan menutup aibnya di hari kemudian.”

Dari riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah, larangan di atas dilengkapi dengan, Dia tidak mengkhianatinya, tidak membohonginya, dan tidak pula meninggalkannya tanpa pertolongan.

Demikian terlihat, betapa ukhuwah Islamiyah mengantarkan manusia mencapai hasil-hasil konkret dalam kehidupannya. Untuk memantapkan ukhuwah Islamiyah, yang dibutuhkan bukan sekadar penjelasan segi-segi persamaan pandangan agama, atau sekadar toleransi mengenai perbedaan pandangan, melainkan yang lebih penting lagi adalah langkah-langkah bersama yang dilaksanakan oleh umat, sehingga seluruh umat merasakan nikmatnya. 

Rasulullah Perintahkan Bakar Masjid yang Dibangun untuk Memecah Belah Umat Islam


Rasulullah Perintahkan Bakar Masjid yang Dibangun untuk Memecah Belah Umat Islam

 Selasa, Oktober 23, 2018 

Ketika Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, beliau merasakan pentingnya membangun rumah ibadah yang dapat digunakan umat Islam bersama-sama. Oleh sebab itu, ditemani para sahabat, Rasulullah membangun masjid pertama dalam sejarah Islam yang kemudian dikenal dengan nama masjid Quba’.

Sebagaimana digambarkan oleh para sejarawan, Masjid Quba’ memiliki arsitektur yang sangat sederhana. Dindingnya terbuat dari tanah liat, tiang dan atap dari pohon dan pelepah kurma serta hanya berlantaikan tanah. Ketika kaum Muhajirin berniat memugar masjid tersebut Rasulullah menolaknya.

Walaupun secara lahiriah masjid Quba’ sangat sederhana namun Allah menyebut masjid ini sebagai masjid yang dibangun atas dasar ketakwaan sejak awal berdirinya. Sementara orang-orang yang berada di dalamnya adalah orang-orang yang selalu membersihkan diri mereka (QS. Attaubah [9]:  108). 

Setelah masjid Quba’ berdiri dan menjadi pusat kegiatan umat Islam mulailah orang-orang munafik merasa tidak tenang atas persaudaraan yang erat di kalangan umat Islam. Mereka lantas membangun masjid Dhirar yang bagus di Madinah untuk memecah belah persaudaraan dan melemahkan persatuan umat Islam.

Allah melukiskan motivasi dibalik didirikannya masjid Dhirar tersebut dalam firman-Nya: “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada orang-orang yang mendirikan masjid untuk menimbulkan kemudharatan (pada orang Mukmin) dan karena kekafiran-(nya), dan untuk memecah belah antara orang-orang Mukmin, serta menunggu/mengamat-amati kedatangan orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.” (QS. At-Taubah [9]: 107).

Mengetahui siasat buruk orang-orang munafik, Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk  membakar masjid tersebut. Kemudian Lokasi bangunan masjid Dhirar dijadikan tempat pembuangan sampah dan bangkai binatang.

Demikian akhir dari masjid yang didirikan atas dasar kemunafikan dan niat yang tidak baik, niat untuk memecah belah umat Islam, melakukan propaganda-propaganda yang memicu permusuhan di antara sesama muslim.

 

Senin, 22 Oktober 2018

Membedakan Simbol Bersama dan Simbol Kelompok

Membedakan Simbol Bersama dan Simbol Kelompok


Ada sesuatu yang bisa dibilang sebagai simbol bersama yang diakui semua orang dalam sebuah komunitas besar atau bahkan dalam kemanusiaan. Kita sebagai umat Islam punya kesamaan yang menjadi identitas bersama, misalnya azan. Di manapun azan terdengar, berarti itu adalah tanda seorang muslim sudah waktunya menunaikan shalat. Di manapun ada pelarangan atau pelecehan terhadap azan, maka seluruh muslim akan keberatan.

Ada juga hal yang menjadi milik seluruh manusia, misalkan perdamaian, kejujuran, keadilan dan sebagainya. Di manapun hal-hal itu dijunjung tinggi, maka akan diapresiasi oleh semua orang. Demikian sebaliknya bila hal-hal itu dinodai, maka akan dihakimi oleh siapapun. 

Tapi ada juga hal umum yang kemudian berkembang menjadi identitas kelompok tertentu saja. Misalnya kain penutup rambut bagi wanita, dulunya orang dari berbagai agama banyak memakainya namun sekarang kain tersebut menjadi identitas seorang muslimah. Kita menyebutnya sebagai jilbab atau kerudung. Demikian juga kain panjang yang dipakai menutup tubuh lelaki dari pundak hingga ke bawah, yang hanya menutupi satu pundak saja dan membiarkan sebagian badan terlihat. Bila kain ini berwarna putih, maka menjadi simbol muslim yang sedang ihram, namun bila kuning justru menjadi simbol Biksu Hindu.

Ada juga yang asalnya simbol kelompok kemudian berubah umum menjadi milik bersama, misalnya peci hitam. Dulu peci hitam adalah simbol pakaian muslim, sekarang menjadi simbol pakaian nasional, tak harus Muslim untuk memakainya. 

Hal yang sama berlaku dalam ajaran islam sendiri. Misalnya saja kasus taqiyyah. Sejatinya taqiyyah adalah keringanan yang disebutkan secara literal dalam al-Qur'an. Semua ulama mengakui kebolehan taqiyyah, namun ketika taqiyyah berkembang menjadi simbol Syi'ah, maka para ulama menjauhi kata ini bahkan tak membahasnya. Demikian juga pada sebutan "Imam" bagi Sayyidina Ali, meski seluruh kaum muslimin mengakui keimaman beliau, tapi kebanyakan ulama menghindari ucapan "Imam Ali" sebab ucapan ini berkembang menjadi simbol Syi'ah. 

Sekarang, bagaimana dengan bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid? Kasusnya sama saja, dulu di era Nabi itu menjadi milik bersama sebagai simbol pasukan muslimin, sekarang di Suriah berkembang jadi bendera (simbol) ISIS sedangkan di Indonesia jadi bendera (simbol) HTI. Kalau kebanyakan orang Indonesia melihat itu di pinggir jalan atau di mana pun di Indonesia, maka di benaknya juga akan terbayang HTI, bukan semata simbol bersama lagi sebagai bendera umat islam keseluruhan. Meskipun HTI selalu menegaskan bahwa bendera itu adalah bendera Rasulullah, tapi ketika itu mereka jadikan alat propaganda perjuangan mereka, maka wajar bila kemudian "bendera Rasul" tak hanya dimaknai sebagai bendera tauhid semata. 

Sebagian kalangan bisa memprotes pengasosiasian bendera "bersama" ini pada kelompok tertentu saja dengan berpaku pada sejarah masa lalu, tapi pengasosian ini adalah fakta empiris saat ini yang tak dapat dipungkiri. Bila hal ini cukup sulit diterima dan tetap secara naif menegasikan keterkaitan simbol tersebut dengan HTI, maka silakan kibarkan bendera itu di Arab Saudi yang memiliki kalimat tauhid serupa. Tentu nanti akan terlihat bahwa itu bukan semata kalimat tauhid murni lagi, tapi kalimat tauhid yang telah berasosiasi pada kelompok tertentu. 

Jadi, bila sekarang ada kasus oknum yang membakar bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid itu, apakah berarti bisa dianggap dia melecehkan kalimat tauhid yang menjadi simbol sakral seluruh umat Islam? Tak sesederhana itu. Saya tentu tak mendukung bahkan menyesalkan aksi seperti itu dan apalagi direkam dan disebar segala sebab itu hanya menghasilkan polemik yang tak perlu. Namun, saya juga menyesalkan pihak-pihak yang menutup mata dari perubahan bendera sebagai simbol "bersama" ke simbol kelompok tertentu itu. Bila ditanya pelakunya, tentu mereka tak berniat melecehkan simbol kalimat tauhid sebab siapapun tahu bahwa ini bisa berkonsekuensi kemurtadan. Mereka pasti niatnya membakar simbol HTI yang memang berpotensi memecah belah bangsa. 

Kasusnya bisa kita samakan dengan aksi Khalifah Utsman membakar mushaf sahabat. Hal itu tak bisa diartikan bahwa beliau sedang melecehkan firman Allah sebab itu berkonsekuensi kemurtadan. Dalam sejarah, hanya Khawarij yang punya pikiran picik seperti itu hingga mereka membantai Khalifah Utsman dengan kejinya. Sedangkan kenyataannya, Khalifah Utsman hanya membakar catatan pribadi para sahabat yang berpotensi memecah belah umat di kemudian hari. Motif atau niat ini akan menentukan cara kita "menghakimi" sesuatu. 

Ingat, saya bukan mau membela pembakaran bendera tauhid, tapi mau mengajak agar kita objektif. Bedakan antara simbol bersama dan  simbol yang sudah berasosiasi pda golongan supaya tak berlebihan dalam berkomentar. Cukup Khawarij saja yang pikirannya sempit seperti itu. 

Semoga bermanfaat. Wallahu a'lam.

Kalimat Tauhid, Dijadikan Wirid Oleh Banser NU, Hanya Dijadikan Spanduk Oleh HTI



Kalimat Tauhid, Dijadikan Wirid Oleh Banser NU, Hanya Dijadikan Spanduk Oleh HTI

 Senin, Oktober 22, 2018 

Mengapa kita jarang sekali temukan lambang-lambang bertorehkan kalimat tauhid di acara-acara lingkungan pesantren? Lihat saja saat ada pagelaran imtihan, haflah, haul, pawai ta’aruf, istighotsah, maulid akbar, atau sejenisnya. Jarang sekali kita lihat kalimat tauhid tercetak di bendera, spanduk, kaos, peci, koko, sorban, apalagi ikat kepala.

Mengapa? Bukankah kalimat tauhid itu luhur? Apakah kalangan pesantren kurang ghirah keislamannya? Apakah mereka tidak bangga dengan ketauhidannya? Atau jangan-jangan mereka tidak suka kalimat tauhid?

Sebelum Anda menerka yang tidak-tidak, ada satu hal yang musti dipahami. Justru para kiai dan santri itu mungkin lebih akrab dengan kalimat tauhid daripada kita yang setiap hari pakai ikat kepala bertoreh lafal tauhid. Selain dikumandangan lima kali sehari saat adzan, kalimat tauhid juga diwiridkan dan diendapkan di alam bawah sadar mereka secara berjamaah tiap usai sembahyang.

Afdhaludz-dzikri fa’lam annahu; laa ilaaha illallaah. Diwiridkan serempak oleh imam dan makmum, ada yang 40 kali, 70 kali, atau 100 kali, kemudian dipungkasi dengan; ‘muhammadur-rasuulullaah’. Demikian lima kali sehari, belum lagi jika ada yang mengamalkan wirid tahlil tambahan.

Kalau demikian, mengapa jarang sekali terlihat simbol-simbol kalimat tauhid di gelaran-gelaran mereka?

Saya tidak berminat membahas gegeran simbol kalimat tauhid yang lagi ramai belakangan. Tidak pula hendak membahas penggunaan bendera tauhid sejak masa Rasulullah, para sahabat, hingga peran politisnya di masa kini. Ini hanya tulisan ringan yang sekedar menguak satu ‘tradisi’ kaum pesantren berkaitan dengan pelabelan kalimat tauhid. Yaitu tradisi ikhtiyath; kehati-hatian fikih.

Ikhtiyath bisa kita sebut sebagai tradisi moral kalangan santri dalam berfikih. Ikhtiyath inilah yang membuat mereka membuat kobokan kaki di luar tempat wudhu sebelum masuk masjid, memilih pakai mukenah terusan daripada potongan, pelafalan niat sebelum takbiratul ihram, koor niat puasa setelah Taraweh, memakai sandal khusus dari toilet ke tempat salat di rumah.

Apalagi dalam kaitannya dengan kalimat tauhid. Ada kehati-hatian fikih bagi kalangan santri agar tidak sembrono meletakkan kalimat suci tersebut di sembarang tempat. Bagi santri, kalimat tauhid adalah jimat dunia akhirat yang sangat luhur. Ia tidak boleh tercecer, tergeletak, terbuang, atau bertempat di lokasi kotor apalagi najis.

Jika ia dicetak di sandangan semisal kaos, baju, topi, atau bandana, dikuatirkan bisa bercampur najis ketika dicuci. Jika dicetak di spanduk-spanduk atau bendera temporer, dikuatirkan akan tercampakkan sewaktu-waktu. Kalau dicantumkan di lambang pesantren, akan menyulitkan saat membuat undangan, kartu syahriyah, baju almamater, dan lainnya. Apalagi jika dicetak di stiker-stiker. Di tempat-tempat tersebut, kalimat tauhid bisa sangat rawan terabaikan.

Bagi kalangan pesantren, kalimat tauhid hanya boleh dicantumkan di tempat-tempat spesial yang sekiranya bisa terjaga kehormatannya. Semisal panji peperangan yang tentu akan dijaga kibarannya hidup atau mati. Sebagaimana kisah dramatis Sayyidina Ja’far Ath-Thayyar. Atau bendera kerajaan yang tentu akan dirawat dan dimuliakan, sebagaimana bisa kita lihat di kasunanan Cirebon.

Almarhum simbah Kiai Zainal Abidin Krapyak Jogja termasuk sosok yang sangat ketat dalam hal ikhtiyath perkara tauhid. Beliau selalu tutup mata jika lewat Jalan Magelang yang di kiri kanannya penuh patung-patung ‘makhluk bernyawa’. Beliau selalu berpaling kalau ada tanda palang salib, juga tidak berkenan dengan atribut-atribut semacam akik atau yang identik dengan perjimatan. Ngregeti iman, kata beliau. Kalimat tauhid tidak lagi berkibar di spanduk atau ikat kepala, melainkan sudah terpatri kuat di dalam sanubari beliau.

Kalimat tauhid, bagi Mbah Zainal, sama sucinya dengan mushaf Quran. Bahkan saya menyaksikan sendiri, dingklik (tatakan kayu) yang biasa digunakan untuk membaca Quran pun beliau muliakan. Pernah suatu kali hendak salat jamaah Isya di bulan Ramadan, ada satu dingklik yang tergeletak di belakangku. Ketika beliau lewat, dingklik itu beliau pindah ke sampingku agar tidak kubelakangi.

Bahkan tulisan ‘almunawwir’ pun sangat beliau muliakan, sebagaimana dikisahkan oleh Kang Tahrir, santri ndalem Mbah Zainal. Memang lazim di Krapyak, kami membuat stiker kecil bertulis ‘almunawwir community’. Fungsi stiker ini untuk menandai kendaraan santri sehingga mudah dikenali. Biasanya dipasang di spidometer, plat nomor, atau body sepeda motor.

Nah, menurut penuturan Kang Tahrir, Mbah Zainal tidak berkenan jika melihat ada nama ‘almunawwir’ kok dipasang di slebor, lebih rendah dari lutut, atau tempat-tempat lain yang kurang pantas. Biar bagaimanapun, ‘almunawwir’ adalah nama pesantren sekaligus nama pendirinya yang merupakan ulama besar ahli Quran Nusantara, simbah Kiai Muhammad Munawwir bin Abdullah Rosyad.

Demikian hati-hatinya sikap beliau terhadap nama ‘almunawwir’. Lebih-lebih terhadap ayat-ayat Quran, hadits Nabi, dan kalimat tauhid. Maka bagi teman-teman yang sedang hobi menunjukkan identitas keislaman dengan atribut berlabel kalimat tauhid, mohon dijaga dengan baik agar benda-benda tersebut tidak tercampakkan.

(Oleh: Zia Ul Haq bertajuk “Ikhtiyath Kalimat Tauhid”/)