Oleh.
Asy-Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah al Imam
.
Fitnah (musibah) itu, sebagaimana dikatakan oleh Hasan Al Bashri,
“Fitnah itu sebelum terjadi, para ulama mengetahuinya. Setelah terjadi, orang-orang awam baru mengetahuinya“.
.
Ketika fitnah itu terjadi, banyak pertimbangan yang tidak dihiraukan. Pertimbangan syar’i dan pertimbahan akal sehat. Sehingga menghasilkan kekacauan, tindakan yang serampangan, kebingungan, kegoncangan & hal-hal jelek nampak baik.
Barangsiapa yang mati dalam demonstrasi tidaklah kita katakan bahwa ia mati dalam keadaan husnul khatimah. Bahkan kita khawatir itu merupakan adzab Allah.
.
Saya akan sebutkan, sebuah pemahaman yang bagus dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiallahu’anhu dari Sa’id bin Manshur dengan sanad yang shahih. Hudzaifah Ibnul Yaman berkata kepada Abu Musa Al Asy’ari:
.
“Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap ridha Allah lalu terbunuh ia akan masuk surga? Abu Musa menjawab: "Ya".
Hudzaifah lalu berkata kepadanya: "Tidak demikian".
Jika ia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap ridha Allah dan menaati aturan Allah lalu terbunuh, barulah ia masuk surga‘”
.
Maka, orang yang syahid itu adalah orang yang menaati aturan Allah. Maka tidak cukup seseorang dikatakan syahid dengan sekedar keluar untuk amar ma’ruf nahi munkar tanpa menaati aturan yang benar, sebagaimana para da’i ahlul bid’ah dan hizbiyyah. Yang mereka klaim sebagai jihad fi sabilillah pun bukan jihad yang sesuai dengan syariat Allah.
Mereka berkata:
“anda ini mujahid fii sabilillah karena anda telah beramar ma’ruf nahi munkar“, namun amar ma’ruf nahi munkar yang mereka lakukan bukanlah sebagaimana amar ma’ruf nahi munkar yang dituntunkan syariat. Setiap orang beragam pemahamannya terhadap orang lain. Maka orang yang memfatwakan bahwa fulan syahid ini adalah ketergesa-gesaan orang hizbiyyah (fanatik golongan) yang dilatarbelakangi penentangan mereka kepada penguasa.
Laa haula walaa quwwata illa billah.
Maka barang siapa yang mati dalam keadaan demikian, justru kami khawatir kepadanya. Hanya kepada Allah-lah kita bergantung.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar