Asal muasal Tahlilan
Warga Nahdliyyin yang awam dan tidak faham tentang Tahlilan saat ini mulai gelisah dengan adanya pernyataan-pernyataan dari Ustadz-ustadz berfaham Wahabi yang menerangkan tentang kondisi ummat Islam di Indonesia yang menurutnya Islam keturunan dan amalan tersebut katanya hanya menghambur-hamburkan uang saja, tidak ada manfaatnya katanya malah mudharat, atau apalah-apalah, padahal ustadz-ustadz Wahabi tersebut sebenarnya tidak faham tentang amalan Warga Nahdliyyin, Karena mereka memahaminya hanya luarnya saja.
Munculnya kembali ideologi dan faham Salafi Wahabi dengan berbagai bentuk organisasinya yang telah menyebar ke tengah masyarakat lintas bangsa dan negara (ideologi transnasional) sekarang ini yang cenderung memusyrikkan dan membid’ahkan amaliah yang sudah ada, maka, mau tidak mau semua hal yang berkaitan dengan amaliah agama harus diketahui lengkap dengan dalil-dalilnya.
Kondisi tersebut telah menimbul keprihatinan di kalangan ulama dan pengurus NU di berbagai wilayah dan cabang, salah satunya PCNU Kendal. KH Muhammad Danial Royyan penulis buku ini yang juga ketua tanfidziyah PCNU Kendal periode 2012-2017 menuangkan kegelisahannya dengan menulis buku Sejarah Tahlil. Tradisi Tahlilan yang merupakan salah satu sasaran tembak bagi kaum salafi wahabi perlu mendapatkan pembelaan agar kaum Nahdliyyin tidak menjadi ragu atas amaliah yang dilakukan secara turun-temurun dan masih berkembang di masyarakat hingga saat ini.
Buku Sejarah Tahlil yang dicetak dalam ukuran saku tersebut memaparkan bagaimana tradisi bacaan Tahlil sebagaimana yang dilakukan kaum muslimin sekarang ini tidak terdapat secara khusus pada zaman nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya. Tetapi tradisi itu mulai ada sejak zaman ulama muta’akhirin sekitar abad sebelas hijriyah yang mereka lakukan berdasarkan istimbath dari Al Qur’an dan Hadits Nabi SAW, lalu mereka menyusun rangkaian bacaan tahlil, mengamalkannya secara rutin dan mengajarkannya kepada kaum muslimin.
Dalam buku tersebut juga diulas siapa sebenarnya yang pertama kali menyusun rangkaian bacaan tahlil dan mentradisikannya. Menurut penulis buku ini, hal tersebut pernah dibahas dalam forum Bahtsul Masail oleh para kyai Ahli Thariqah. Sebagian mereka berpendapat bahwa yang pertama menyusun tahlil adalah Sayyid Ja’far Al- Barzanji. Sedangkan pendapat yang lain mengatakan bahwa yang menyusun tahlil pertama kali adalah Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad.
Dari dua pendapat tersebut, pendapat yang paling kuat tentang siapa penyusun pertama tahlil adalah Imam Sayyid Abdullah bin Alwi Al Haddad. Hal itu didasarkan pada argumentasi bahwa Imam Al- Haddad yang wafat pada tahun 1132 H lebih dahulu daripada Sayyid Ja’far Al – Barzanji yang wafat pada tahun 1177 H.
Pendapat tersebut diperkuat oleh tulisan Sayyid Alwi bin Ahmad bin Hasan bin Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam syarah Ratib Al Haddad, bahwa kebiasaan imam Abdullah Al Haddad sesudah membaca Ratib adalah bacaan tahlil. Para hadirin yang hadir dalam majlis Imam Al Haddad ikut membaca tahlil secara bersama-sama tidak ada yang saling mendahului sampai dengan 500 kali.
Disamping mengulas sejarah tahlil, buku setebal 72 hal itu juga membahas argumentasi tahlil dan pahala bacaanya yang diyakini bisa sampai kepada mayyit. Pada bab-bab berikutnya penulis juga mengupas tentang talqin dan ziarah kubur lengkap dengan pengertian, tatacara dan argumentasi pelaksanaannya.
Yang perlu digarisbawahi tentang Tahlilan ini adalah argumentasi tentang amalannya, didalam amalan Tahlilan ini ada pelaksanaan dzikir, pembacaan surat dalam Al-Qur'an, diantaranya ada Surat Yasin dll, kemudian terakhir ditutup do'a yang semuanya itu Nabi SAW ajarkan, dan mengenai sanggahan tentang sajian makanan dan minuman yang dihidangkan itu bukan semata-mata menghamburkan uang mudharat dll sebagainya itu adalah shodaqoh bagi simayit Yang fahalanya tentu sampai pada simayit, karena Nabi SAW bersabda :
عَنْ عَائِشَةَ اَنَّ رَجُلًا اَتَى النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا رَسُوْلَ اللهِ إِنَّ أُمِّيَ افْتُلِتَتْ نَفْسَهَا وَلَمْ تُوْصِ وَاَظُنُّهَا لَوْ تَكَلَّمَتْ تَصَدَّقَتْ اَفَلَهَا اَجْرٌ اِنْ تَصَدَّقْتُ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ (رواه مسلم ،١٦٧٢)
Dari 'Aisyah RA, " seorang laki-laki bertanya kepada Nabi SAW, "ibu saya meninggal secara mendadak dan tidak sempat berwasiat, saya menduga seandainya ia dapat berwasiat, tentu ia akan bersedekah. Apakah ia akan mendapat fahala jika saya bersedekah atas namanya? "Nabi SAW menjawab "Ya" (HR.Muslim :1672)
Dalam kitab Nailul Authar Juz IV juga disebutkan sebuah hadist shohih
وَعَنْ اَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ اَنَّ رَجُلًا قَالَ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمِ اِنَّ أَبِي مَاتَ وَلَمْ يُوْصِ أَيَنْفَعُهُ اِنْ اَتَصَدَّقُ عَنْهُ؟ قَالَ نَعَمْ، (رواه أحمد ومسلم والنساء وابن ماجه)
Dari Abu Hurairah RA Ia meriwayatkan : ada laki-laki datang kepada Nabi SAW lalu ia berkata" ayahku meninggal dunia dan ia tidak berwasiat apa2 Apakah saya bisa memberikan manfaat kepadanya jika saya bersedekah atas namanya?? Nabi menjawab " Ya dapat" (HR. Ahmad, An- nasa'i dan ibnu Majah)
dan semuanya ada dalil Nashnya, jadi dengan demikian Tahlilan secara implementasi dari amalannya diajarkan oleh Baginda Nabi SAW, secara hukumnya adalah Sunnah.
Buku ini wajib dibaca oleh warga Nahdliyyin diimana saja berada, agar lebih kuat dan yakin bahwa amalan kita bukan bid'ah yang banyak dikatakan oleh ustadz-ustadz Wahabi jaman Now, yang selalu menginginkan ummat ini pecah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar