Jumat, 21 Februari 2020

Abu al-Hasan al-Asy'ari

Abu al-Hasan al-Asy'ari
Ilmuwan di bidang akidah | Pemikir dan cendekiawan Muslim

Abu al-Hasan bin Isma'il al-Asy'ari (Bahasa Arab ابو الحسن بن إسماعيل اﻷشعري) (lahir: 873- wafat: 935), atau lebih dikenal sebagai Imam Asy'ari merupakan seorang mutakallim yang berperan penting sebagai filsuf muslim sekaligus pendiri Mazhab Asy'ariyah atau Asya'irah, mazhab kalam ahlussunnah wal jama'ah di samping Mazhab Al-Maturidiyah. Berbeda dengan mazhab fikih yang memiliki empat imam besar yang dianggap sebagai ahlussunnah wal jama'ah, yaitu Imam Syafi'i, Imam Hambali, Imam Maliki, dan Imam Hanafi, mazhab besar dalam ilmu kalam ada dua, yaitu Asy'ariyah (oleh Imam Abu Al-Hasan Al-Asy'ari) dan Al-Maturidiyah (oleh Imam Abu Mansur Al-Maturidi), di mana ajaran keduanya sejalan dan hampir sama alias sangat sedikit perbedaannya, sehingga seringkali dianggap memuat ajaran yang sama. Perbedaan itu hanyalah dari sisi istilah ataupun hal-hal kecil saja. 

Namun ada yang menyangka kalau mazhab Asy'ariyah adalah mazhab kalam ahlussunnah wal jama'ah, hal ini dikarenakan kelompok yang banyak melawan mu'tazilah pada masa itu adalah Asy'ariyah. Hal itu dikarenakan Asy'ariyah adalah mazhab kalam terbesar sejak satu milenia terakhir dan paling banyak dianut oleh umat muslim, baik di Indonesia maupun di beberapa belahan dunia. 

Ajaran Imam Asy'ari yang menjadi ciri khas dari aliran Asy'ariyah yang paling terkenal adalah tentang pembagian sifat Allah dan Nabi menggunakan hukum akal yang dikenal sebagai akidah 50, di mana Allah memiliki 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan 1 sifat ja'iz, sementara nabi memiliki 4 sifat wajib, 4 sifat mustahil, dan 1 sifat ja'iz. Ajaran ini juga dikenal dengan sifat 20 ketika dinisbatkan kepada Allah. 

Meski dahulunya berasal dari golongan Mu'tazilah, Imam Asy'ari meninggalkan paham-paham Mu'tazilah (seperti mendahulukan akal daripada dalil dalam Al-Qur'an dan Hadis; menganggap Al-Qur'an sebagai makhluk; memfasikkan pelaku dosa besar; dan memungkiri kemungkinan melihat Allah karena beranggapan bila melihat Allah adalah mungkin, maka Allah bertempat) lalu kembali ke arah ahlussunnah wal jama'ah dan menghancurkan Teologi Mu'tazilah.

Latar Belakang

Namanya Abul al-Hasan Ali bin Ismail al-Asy'ari keturunan dari Abu Musa al-Asy'ari, salah seorang perantara dalam sengketa antara,Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah. Al-Asy'ari lahir tahun 260 H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/935 M [1] Al-Asy'ari lahir di Basra, tetapi sebagian besar hidupnya di Baghdad. pada waktu kecilnya ia berguru pada seorang Mu'tazilah terkenal, yaitu Al-Jubbai, mempelajari ajaran-ajaran Muktazilah dan mendalaminya. Aliran ini diikutinya terus ampai berusia 40 tahun, dan tidak sedikit dari hidupnya digunakan untuk mengarang buku-buku kemuktazilahan. namun pada tahun 912 dia mengumumkan keluar dari paham Mu'tazilah, dan mendirikan teologi baru yang kemudian dikenal sebagai Asy'ariah.Ketika mencapai usia 40 tahun ia bersembunyi di rumahnya selama 15 hari, kemudian pergi ke Masjid Basrah. Di depan banyak orang ia menyatakan bahwa ia mula-mula mengatakan bahwa Quran adalah makhluk; Allah Swt tidak dapat dilihat mata kepala; perbuatan buruk adalah manusia sendiri yang memperbuatnya (semua pendapat aliran Muktazilah). Kemudian ia mengatakan: "saya tidak lagi memegangi pendapat-pendapat tersebut; saya harus menolak paham-paham orang Muktazilah dan menunjukkan keburukan-keburukan dan kelemahan-kelemahanya".[1]

Dia cenderung kepada pemikiran Aqidah Ahlussunnah Wal jama'ah dan telah mengembangkan ajaran seperti sifat Allah 20. Pada akhir masa hidupnya beliau benar-benar kembali ke pemikiran ahlusunnah Wal jama'ah, yang bisa dilihat dari bukunya al-ibanah 'an ushuli ad-diyanah. Banyak tokoh pemikir Islam yang mendukung pemikiran-pemikiran dari imam ini, salah satunya yang terkenal adalah "Sang hujjatul Islam" Imam Al-Ghazali, terutama di bidang ilmu kalam/ilmu tauhid/ushuludin.

Walaupun banyak juga ulama yang menentang pamikirannya,tetapi banyak masyarakat muslim yang mengikuti pemikirannya. Orang-orang yang mengikuti/mendukung pendapat/paham imam ini dinamakan kaum/pengikut "Asyariyyah", dinisbatkan kepada nama imamnya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim banyak yang mengikuti paham imam ini, yang dipadukan dengan paham ilmu Tauhid yang dikembangkan oleh Imam Abu Manshur Al-Maturidi. Ini terlihat dari metode pengenalan sifat-sifat Allah yang terkenal dengan nama "20 sifat Allah", yang banyak diajarkan di pesantren-pesantren yang berbasiskan Nahdhatul Ulama (NU) khususnya, dan sekolah-sekolah formal pada umumnya.


Karya-karyanya

Ia meninggalkan karangan-karangan, kurang lebih berjumlah 90 buah dalam berbagai lapangan.[1] Kitabnya yang terkenal ada tiga:

1 Maqalat al-Islamiyyin

2 Al-Ibanah 'an Ushulid Diniyah

3 Al-Luma[1]

Kitab-kitab lainnya:

4 Idhāh al-Burhān fi ar-Raddi 'ala az-Zaighi wa ath-Thughyān

5 Tafsir al-Qur'ān (Hāfil al-Jāmi')

6 Ar-Radd 'ala Ibni ar-Rāwandi fi ash-Shifāt wa al-Qur'ān

7 Al-Fushul fi ar-Radd 'ala al-Mulhidin wa al-Khārijin 'an al-Millah

8 Al-Qāmi' likitāb al-Khālidi fi al-Irādah

9 Kitāb al-Ijtihād fi al-Ahkām

10 Kitāb al-Akhbār wa Tashhihihā

11 Kitāb al-Idrāk fi Fununi min Lathif al-Kalām

12 Kitāb al-Imāmah

13 At-Tabyin 'an Ushuli ad-Din

14 Asy-Syarhu wa at-Tafshil fi ar-Raddi 'ala Ahli al-Ifki wa at-Tadhlil

15 Al-'Amdu fi ar-Ru'yah

16 Kitāb al-Maujiz

17 Kitāb fi Khalqi al-A'māl

18 Kitāb ash-Shifāt

19 Kitāb ar-Radd 'ala al-Mujassimah

20 An-Naqdh 'ala al-Jubbā'i

21 An-Naqdh 'ala al-Balkhi

22 Jumal Maqālāt al-Mulhidin

23 Kitāb fi ash-Shifāt

24 Adab al-Jidal

25 Al-Funan fi ar-Raddhi 'ala al-Mulhidin

26 An-Nawādir fi Daqaiqi al-Kalām

27 Jawāz Ru'yat Allah bil Abshār

28 Risālah ila Ahli Ats-Tsughar].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar