Ini Manfaat dan Sejarah Lahirnya Wirid Li Khomsatun

Ini Manfaat dan Sejarah Lahirnya Wirid Li Khomsatun


Rasulullah Saw sedang berada di kediaman salah satu istrinya, Ummu Salamah, memanggil Fathimah Ra, Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra, dan kedua putranya, Sayyidina Hasan dan Husein Ra.Rasulullah Saw lalu memeluk mereka, memasukkan ke dalam jubahnya, dan berdoa, “Ya Allah Swt, mereka inilah ahli baitku, bersihkanlah mereka dari dosa, dan sucikanlah mereka sesuci-sucinya.”

Ummu Salamah yang melihat pertistiwa itu berkata, “Aku ingin bergabung ke dalam jubah (kerudung) itu, tetapi Nabi Saw mencegahku sembari bersabda: ‘Engkau dalam kebajikan…. Engkau dalam kebajikan….’” (HR. Ath-Thabrani).

Peristiwa tersebut kini dikenal luas dengan sebutan Ahlu al-Kisa’ (Orang-orang dalam selimut). Yang dimaksud adalah Rasulullah Saw, Sayyidina Ali bin Abi Thalib, Sayyidina Hasan dan Husein, dan Sayyidah Fathimah.

Peristiwa tersebut diabadikan dalam syiir Li khamsatun.

لي خمسة اطفي بها
حر الوباء الحتم
المصطفي والمرتضي وابنهما وفاطمة

Artinya:

Aku memiliki lima orang
yang dengannya kuberlindung (dengan karuniaMu)
dari bala bencana (lahir batin)
Sang Musthafa (Nabi Muhammad Saw), Al-Murtadha (Sayyidina Ali), kedua keturunan mereka (Sayyidina Hasan dan Husein), dan Sayyidah Fathimah.

Syiiran ini dalam tradisi sebagian muslim dilantunkan dengan dendangan dan iringan tetabuhan yang meriah. Persis Burdahan dan Barzanjen.

Syiiran ini, sebagaimana syiiran lainnya, merupakan puja-puji kepada Rasulullah Saw dan ahlul baitnya.

Bagaimana hukum melantunkan syiiran pujian kepada Rasulullah Saw?

Kemuliaan. Tanpa syak sama sekali.

Al-Anfal 33: “Dan Allah Swt takkan menimpakan azabNya saat engkau (wahai Muhammad Saw) bersama mereka….” (bersama secara batiniah cinta untuk konteks kita kini).

Apa pernah ada orang bersyiir di depan Rasulullah Saw dan dibolehkannya?

Pernah. Dan bukan hanya dibolehkannya, bahkan diberinya hadiah berupa kain selendang/kerudungnya Saw.

Seorang penyair dari kalangan Quraisy yang amat kondang dan keturunan dari trah penyair hingga dijuluki asy-syair bin asy-syair, yang dulunya getol menghina dan memusuhi Rasul Saw melalui syair-syairnya mendatangi Rasulullah Saw di Madinah. Usai shalat Subuh, penyair bernama Ka’ab bin Zuhair ini menghadap Rasul Saw dan duduk di depannya, serta meletakkan tangannya di atas tangan Rasul Saw. Saat itu, Rasul Saw tak mengenalnya.

Ka’ab lalu mengenalkan diri dan berkata bahwa ia ingin bertaubat.

Seorang sahabat Anshar yang mengenalinya meloncat ke dekat Rasul Saw dan berkata, “Ijinkan kutebas kepalanya, wahai Rasulullah Saw….”

Rasul Saw berkata, “Biarkan dia. Dia telah datang untuk bertobat dan berhenti (memusuhi).”

Ka’ab bin Zuhair lega hati atas penerimaan baik Rasul Saw, lalu ia membacakan syair-syairnya kepada Rasul Saw:

Telah lahir kebahagiaan, maka hari ini hatiku dimabuk cinta

Yang selama ini terbelenggu dan diperbudak, belum tertebus

Sungguh, Rasul Saw adalah Nur, yang menerangi dengan cahayanya

Pedang dari pedang-pedang Allah yang terhunus….

Syiir tersebut kelak dikenal dgn sebutan Qasidah Banat Sa’ad.

Tepat pada kata syiir “Nur”, Rasul Saw melolos kerudung/kainnya lalu menghadiahkannya kepada Ka’ab. Kain hadiah dari Sang Kekasih Allah Swt dijaga dan disimpan saksama oleh Ka’ab. Mu’awiyah bin Abi Sufyan mendatanginya dan meminta kain itu dijual padanya. Ia menawarkan uang 10.000 dirham. Ka’ab menolak. “Aku takkan menjual pakaian Rasulullah Saw kepada siapa pun; aku takkan menukar kain Rasulullah Saw dengan apa pun.”

Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad thibbil qulub wa dawaiha wa ‘afiyatil abdani wa syifaiha wa nuril abshari wa dhiyaiha wa alihi wa ashhabihi ajma’in.

terima kasih telah membaca