Syekh Nawawi Al-Bantani, Bapak Kitab Kuning Nusantara yang Penuh Karomah
Jika masuk bulan Rabi’ul Awwal (Mulud) waktu kecil dulu saya sering diajak berziarah ke makam para ulama dan waliyullah di sekitar tanah kelahiran sendiri, Provinsi Banten termasuk yang katanya makam Syekh Nawawi.
Ziarah keliling Banten, begitulah nama wisata religi ini dinamakan. Seolah menjadi rutinitas tahunan, sebagian warga Banten rajin mengunjungi makam tanah leluhur.
Ziarah biasanya dimulai dengan mengunjungi tempat terdekat yaitu Cikadueun, Pandeglang. Di sinilah ulama sekaligus umara Banten dikuburkan yaitu Syekh Maulana Maulana Mansyuruddin, atau lebih dikenal Syekh Mansyur.
Kemudian bergeser sedikit ke Caringin, Labuan, Pandeglang. Adalah makam KH Asnawi yang konon merupakan keturunan sultan Banten, Raden Fattah.
Wisata ziarah Banten dilanjutkan ke Gunung Santri, tempat dimakamkannya Syekh Muhammad Sholeh yang merupakan santri Sunan Ampel. Gunung Santri sendiri berada di Bojonegara, Serang. Jika sudah berada di puncak Gunung Santri, sobat bisa melihat menara Mesjid Agung Banten.
Menjelang sore dilanjutkan berziarah ke makam Sultan Maulana Hasanudin dan Sultan Maulana Yusuf di area sekitar Mesjid Agung Banten, Kasemen, Serang.
Wisata Ziarah diakhiri dengan mengunjungi maqom Syekh Nawawi di Tanara, Serang.
Biografi Syekh Nawawi
Dialah salah satu ulama terkenal dan berpengaruh di dunia yang berasal dari Indonesia. Syekh Nawawi sangat disegani keilmuannya oleh dunia internasional. Ulama bermadzhab Syafi’i yang paling produktif menulis kitab.
Tidak kurang dari 115 kitab sudah beliau tulis yang terdiri dari ilmu fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir dan juga hadits.
Syekh Nawawi memiliki nama asli Abû Abdul Mu’ti Muhammad Nawawi bin Syekh ‘Umar bin Syekh ‘Arobi bin Syekh ‘Ali. Ibunya bernama Syaikhoh Siti Zubaidah.
Lahir di Tanara, Serang Banten tahun 1813 M/1230 H, Syekh Nawawi wafat di Mekkah, Saudi Arabia tahun 1897 M/1314 H.
Pantas saja, waktu berkunjung ke Tanara, pengurus disana menyebut Tanara sebagai maqom Syekh Nawawi, bukan makam Syekh Nawawi. Dan setelah saya cari informasi lain memang benar Syekh Nawawi wafat di Mekkah.
Ulama dan intelektual beraliran Suni dan bermadzhab Syafi’i ini memiliki nisbah atau tambahan gelar At-Tanari, Al-Bantani, Al-Jawi, Asy-Syafi’i. Gelar itu dinisbahkan pada asal Syekh Nawawi yaitu Kampung Tanara, Kec. Tirtayasa, Serang, Banten.
Nama lengkap Syekh Nawawi sendiri yaitu Al-Imam wa Al-Fahm Al-Mudaqqiq As-Sayyid Al-‘Ulama Al-Hijaz Asy-Syaikh Muhammad Nawawi bin ‘Umar At-Tanari Al-Bantani Al-Jawi Asy-Syafi’i.
Syekh Nawawi juga dikenal sebagai pengajar dan Imam Masjidil Haram di Mekkah.
Karena kemasyhurannya, Syekh Nawawi dijuluki Sayyid Ulama Al-Hijaz (Pemimpin ‘Ulama Hijaz), Al-Imam Al-Muhaqqiq wa Al-Fahhamah Al-Mudaqqiq (Imam yang Mumpuni ilmunya), A’yan Ulama Al-Qarn Al-Ram Asyar li Al-Hijrah (Tokoh ‘Ulama Abad 14 H), Imam Ulama’ Al-Haramain (Imam ‘Ulama Dua Kota Suci).
Ada yang mengatakan bahwa beliau adalah keturunan ke-12 Sultan Banten yang silsilahnya sampai kepada Nabi Muhamad saw.
Semasa menimba ilmu, Syekh Nawawi memiliki banyak guru dari ulama termasyhur. Dua diantara para gurunya juga berasal dari Nusantara, yaitu Syekh Ahmad Khotib Al-Syambasi (dari Sambas, Kalimantan Barat. Sumber lain menyebutkan berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat) dan Syekh Junaid Al-Batawi (dari Betawi).
Semasa mudanya, Syekh Nawawi pernah mengobarkan perlawanan penindasan terhadap pribumi. Bahkan beliau dituduh sebagai pengikut Pangeran Diponegoro. Syekh Nawawi menganggap penindasan oleh penjajah Belanda disebabkan karena kebodohan masyarakat pribumi.
Setelah itu beliau kembali ke Mekkah dan menetap di Syi’ib Ali. Memulai mengajar di halaman rumahnya hingga Syekh Nawawi masyhur dan memiliki banyak murid dari seluruh penjuru dunia.
Namanya makin melejit setelah ditunjuk menjadi pengganti Imam Masjidil Haram saat itu, Syekh Ahmad Khotib Al-Syambasi. Sejak itulah beliau dikenal dengan nama resmi Syekh Nawawi Al-Jawi Al-Bantani.
Dari keilmuannya lahirlah ulama besar Indonesia yang sebelumnya menjadi muridnya seperti KH Hasyim Asyari (pendiri NU), KH Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Mas Abdurahman (pendiri Mathla’ul Anwar), KH Khalil Bangkalan (Madura), KH Asnawi Kudus, KH Tubagus Ahmad Bakri As-Sampuri (di kalangan santri dikenal dengan nama Mama Sempur, Plered, Purwakarta), Kyai Hasan Genggong (Probolinggo), dan masih banyak lagi.
Para ulama Indonesia memberinya gelar Bapak Kitab Kuning Indonesia berkat ratusan kitab yang dikarang Syekh Nawawi.
Kitab-Kitab Karya Syekh Nawawi
Dari ratusan judul kitab yang dibuat, mengutip dari wikipedia, berikut kitab-kitab populer karangan Syekh Nawawi.
- al-Tsamâr al-Yâni’ah syarah al-Riyâdl al-Badî’ah
- al-‘Aqd al-Tsamîn syarah Fath al-Mubîn
- Sullam al-Munâjah syarah Safînah al-Shalâh
- BaÄ¥jah al-Wasâil syarah al-Risâlah al-Jâmi’ah bayn al-Usûl wa al-Fiqh wa al-Tasawwuf
- al-Tausyîh/ Quwt al-Habîb al-Gharîb syarah Fath al-Qarîb al-Mujîb
- Niĥâyah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi MuÄ¥immâh al-Dîn
- Marâqi al-‘Ubûdiyyah syarah Matan Bidâyah al-Ĥidâyah
- Nashâih al-‘Ibâd syarah al-Manbaĥâtu ‘ala al-Isti’dâd li yaum al-Mi’âd
- Salâlim al-Fadhlâ΄ syarah Mandhûmah Ĥidâyah al-Azkiyâ΄
- Qâmi’u al-Thugyân syarah Mandhûmah Syu’bu al-Imân
- al-Tafsir al-Munîr li al-Mu’âlim al-Tanzîl al-Mufassir ‘an wujûĥ mahâsin al-Ta΄wil musammâ Murâh Labîd li Kasyafi Ma’nâ Qur΄an Majîd
- Kasyf al-Marûthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah
- Fath al-Ghâfir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musammâ al-Kawâkib al-Jaliyyah
- Nur al-Dhalâm ‘ala Mandhûmah al-Musammâh bi ‘Aqîdah al-‘Awwâm
- Tanqîh al-Qaul al-Hatsîts syarah Lubâb al-Hadîts
- Madârij al-Shu’ûd syarah Maulid al-Barzanji
- Targhîb al-Mustâqîn syarah Mandhûmah Maulid al-Barzanjî
- Fath al-Shamad al ‘Âlam syarah Maulid Syarif al-‘Anâm
- Fath al-Majîd syarah al-Durr al-Farîd
- Tîjân al-Darâry syarah Matan al-Baijûry
- Fath al-Mujîb syarah Mukhtashar al-Khathîb
- Murâqah Shu’ûd al-Tashdîq syarah Sulam al-Taufîq
- Kâsyifah al-Sajâ syarah Safînah al-Najâ
- al-Futûhâh al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-ÃŽmâniyyah
- ‘Uqûd al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
- Qathr al-Ghais syarah Masâil Abî al-Laits
- Naqâwah al-‘Aqîdah Mandhûmah fi Tauhîd
- al-NaÄ¥jah al-Jayyidah syarah Naqâwah al-‘Aqîdah
- Sulûk al-Jâdah syarah Lam’ah al-Mafâdah fi bayân al-Jumu’ah wa almu’âdah
- Hilyah al-Shibyân syarah Fath al-Rahman
- al-Fushûsh al-Yâqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Baĥîyyah fi Abwâb al-Tashrîfiyyah
- al-Riyâdl al-Fauliyyah
- Mishbâh al-Dhalâm’ala MinÄ¥aj al-Atamma fi Tabwîb al-Hukm
- Dzariyy’ah al-Yaqîn ‘ala Umm al-Barâĥîn fi al-Tauhîd
- al-Ibrîz al-Dâniy fi Maulid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al-Adnâny
- Baghyah al-‘Awwâm fi Syarah Maulid Sayyid al-Anâm
- al-Durrur al-Baĥiyyah fi syarah al-Khashâish al-Nabawiyyah
- Lubâb al-bayyân fi ‘Ilmi Bayyân.
Karomah Syekh Nawawi
Suatu waktu Syekh Nawawi pernah mengarang kitab menggunakan telunjuk kirinya sebagai lampu. Beliau berdoa kepada Allah dan dengan izinNya jari kiri Syekh Nawawi bercahaya seperti lampu.
Rampunglah kitab Marâqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidâyah al-Hidayah yang menyisakan cacat pada jari kirinya.
Karomah lainnya yaitu saat menunjukkan Ka’bah kepada Sayyid Utsman (salah satu keturunan cucu Rasulullah). Saat itu Sayyid Usman mendirikan sebuah mesjid di Jakarta, yaitu Mesjid Pekojan, Jakarta Utara.
Syekh Nawawi muda memberitahu Sayyid Utsman bahwa arah kiblat mesjid salah. Lalu ia menunjuk dengan telunjuknya arah Ka’bah, Sayyid Utsman melihat jelas Ka’bah yang ditunjuk Syekh Nawawi.
Wafatnya Syekh Nawawi
Syekh Nawawi wafat di usia 84 tahun tanggal 25 Syawal 1314 H/1897M. Setelah wafat Syekh Nawawi dikuburkan di daerah bernama Ma’la yang berjarak kurang lebih 2 km dari Masjidil Haram.
Sesuai peraturan di Arab Saudi, siapapun orangnya setelah 1 tahun meninggal, kuburannya akan dibongkar dan kemudian tulang belulangnya diambil dan dikuburkan di luar kota disatukan dengan tulang belulang mayat lainnya.
Saat itu, setelah Syekh Nawawi wafat, pemerintah Saudi hendak memindahkan tulang belulangnya. Namun karomah Syekh Nawawi masih melekat hingga akhir hayatnya, petugas tidak menemukan tulang belulang melainkan jasad utuh beserta kain kafannya yang tidak lecet sedikit pun.
Melihat kondisi itu, pemerintah Arab Saudi mengambil langkah strategis dengan menguburkannya di tempat semula. Setelah diteliti ternyata makam tersebut bukan makan orang sembarangan melainkan makam Syekh Nawawi Al-Bantani.
Makam Syekh Nawawi
Kembali ke cerita saya di awal. Bagi sobat yang pernah berkunjung ke Tanara untuk berziarah, sebetulnya tak ada makam Syekh Nawawi di sana. Yang ada hanya beberapa makam kerabat dan muridnya.
Hanya ada foto Syekh Nawawi tergantung di tempat peziarahan. Saat ini, makam Syekh Nawawi terawat dengan baik di Ma’la, Mekkah Saudi Arabia. Berikut fotonya:
Makam Syekh Nawawi terlihat istimewa karena terpisah dari makam yang lain. Hanya ada batu kecil menandai makam ulama besar Indonesia satu ini.
Menurut cerita isteri saya, perempuan dilarang masuk ke area makam Syekh Nawawi. Setiap waktunya selalu dijaga oleh pihak keamanan setempat. Jamaah lelaki bisa berkunjung dan akan diantarkan sekaligus dikawal oleh pihak keamanan.
Mudah-mudahan suatu saat nanti kita bisa berziarah ke sana, terutama makam Baginda Rasulullah saw.
Wallaahu A’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar