Jakarta, Dakwah NU
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj menjelaskan awal mula peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW.
“Maulid Nabi pertama diadakan oleh Al-Mu’iz Li Dinillah, khalifah Fathimiyah di Mesir pada tahun 361 H yang bermadzhab Syiah. Sedang madzhab Sunni yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi adalah Syamsud Daulah dari Nidhomul Muluk di Irak,”
Kiai Said menegaskan Maulid Nabi merupakan sunnah taqririyyah yaitu perkataan, perbuatan yang tidak dilakukan nabi, tetapi dibenarkan Rasulullah SAW. Menurut Kang Said, memuji atau mengagungkan Rasullah SAW termasuk sunnah taqririyah karena tidak pernah dilarang oleh Rasulullah.
Diceritakan, salah satu sahabat yang memuji-muji Nabi Muhammad adalah Ka’ab bin Juhair bin Abi Salma. Di hadapan Nabi Muhammad, Ka’ab mengatakan bahwa Nabi Muhammad adalah orang hebat dan orang mulia yang ia sampaikan dalam bentuk syair yang sangat panjang.
Mendengar pujian itu nabi tidak melarang, bahkan membenarkan. “Malah Rasulullah memberi hadiah selimut yang sedang dipakai. Selimutnya bergaris-garis. Selimut garis-garis itu bahasa Arabnya adalah Burdah,” ucap Kiai Said menjelaskan.
Kiai Said menyebut, sampai saat ini burdah Nabi Muhammad masih ada dan diabadikan di Museum Toqafi Istanbul Turki. Itulah mengapa setiap ada qasidah atau syair yang isinya memuji Nabi Muhammad disebut qasidah burdah.
“Dan yang terkenal di Indonesia adalah burdah gubahan Muhammad Al-Busyiri murid dari pada Syaikh Abdul Abbas Al-Mursi, murid Abu Hasan Asy-Syadzili, murid Abdus Salam bin Masyis, murid Abu Madyan Al-Ghauts,” jelas Kiai Said. (fqh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar