Minggu, 31 Januari 2021

Imam Yusuf al-Ardabili as-syafi'i (al-anwar lia'mal al abrar)

Imam Yusuf al-Ardabili as-syafi'i (al-anwar lia'mal al abrar)


Imam Yusuf al-Ardabili

Nama lengkap imam Yusuf al-Ardabili ialah Jamaludin Yusuf ibnu Ibrahim al-Ardabili as-Syafi’i, Beliau termasuk salah satu ulama’ fiqihnya Ardabil dari Negara adribijan, syeh ustmani berkata beliau tinggal di ardabil sampai  tahun 775 dan meninggal pada tahun 799.

Beliau adalah salah satu Ulama muta'akhirin yang hidup sezaman dengan Imam Nawawi al-bantani. tidak banyak kisah yang ada tentang Imam yusuf al-Ardabili as-Syafi'i. tapi beliau adalah salah satu Ulama terkemuka yang memegang manqul Mazhab Imam Syafi'i. 

Salah satu kitab karangannya yang masyhur adalah kitab al-Anwar dan al-Jawahir. bahkan pendapat-pendapat beliau sering di terangkan di dalam kitab Fathul mu'in karangan Imam Zainuddin al-Malibari murid Imam Ibnu Hajar al-Haitami. memang di dalam kitab Fathul Mu'in tidak di sebutkan nama Imam Yusuf al-Ardaili as-Syyafi'i secara langsung. 

tetapi beliau masyhur karena kitabnya al-Anwar. Maka dari itu fatwa-fatwa Imam Yusuf al-Ardabili yang sering disebut adalah kitabnya al-Anwar. dan rata-rata fatwa Imam Yusuf al-Ardabili adalah fatwa yang paling kuat karena tidak keluar dari manqul Mazhab Imam Assyafi'i dan faedah-faedah dari fatwanya.
Beliau meninggal banyak karya yang bermanfaat bagi umat islam diantaranya:
1.   Hasiyah Kamsyari
2.   Hasiyah al-Haj Ibrahim.
3.   al-Anwar li A’mali al-Abror
4.   Kasfus as-Syawarid wal Mawani’
5.   Fushul al-Badai’
6.   Kifatun an-Nasik fi Ilmi  al-Manasik
7.   Kasfud ad-Dzunun
8.   Dhoul lami’
9.   Asifiyyah
10.    Hadiyatul al-Arifin
Syarah as-Syawahid az-Zujaj.

Kamis, 28 Januari 2021

KISAH RASULULLAH DAN JERUK ASAM YANG PATUT DITELADANI

KISAH RASULULLAH DAN JERUK ASAM YANG PATUT DITELADANI
================================
sharethis sharing button
Ikhlas adalah salah satu syarat diterimanya ibadah. Bahkan para ulama mengatakan, ruhnya amal adalah ikhlas.

Dalam Kitab Al-Hikam,Syech Ibnu Atho'illah As Sakandari (wafat 1309), menceritakan salah satu akhlak mulia Nabi Muhammad shallalahu 'alaihi wa sallam (SAW). Beliau mengajarkan hakikat ikhlas yang begitu indah.

Alkisah, suatu hari saat Rosululloh SAW sedang berkumpul dengan beberapa sahabatnya. Datanglah seorang perempuan kafir membawa beberapa biji buah jeruk sebagai hadiah. Rasulullah menerimanya dengan senyuman gembira.

Lalu mulailah jeruk itu dimakan oleh Rasulullah SAW dengan tersenyum. Sebiji demi sebiji hingga habislah semua jeruk tersebut. Maka ketika perempuan itu meminta izin untuk pulang, maka salah seorang sahabat segera bertanya mengapa tidak sedikit pun Rasulullah menyisakan jeruk tadi untuk sahab

Rosululloh SAW pun menjawab: "Tahukah kamu, sebenarnya buah jeruk itu terlalu asam sewaktu Aku merasakannya pertama kali. Kalau kalian ikut makan, Aku takut ada di antara kalian yang akan mengernyitkan dahi atau memarahi perempuan tersebut. Aku takut hatinya akan tersinggung. Sebab itu Aku habiskan semuanya."

Akhlak yang agung seperti ini tidak dapat dipoles di permukaan, tetapi semata-mata karena ada cahaya ikhlas yang sudah tertanam di dalam hati. Sikap dan perilaku adalah cerminan hati. Dalam sebuah Hadits Qudsi, Rasulullah SAW bersabda:

"Aku pernah bertanya kepada Jibril tentang ikhlas. Lalu Jibril berkata, 'Aku telah menanyakan hal itu kepada Allah', lalu Allah berfirman, '(Ikhlas) adalah salah satu dari rahasiaku, yang Aku berikan ke dalam hati orang-orang yang kucintai dari kalangan hamba-hamba-Ku".



Kata Syeikh Ibnu Atho'illah, tidak ada amal-amal yang agung dapat tegak kecuali Allah telah menanamkan cahaya ikhlas yang dapat menghidupkan amalnya. Amal adalah geraknya badan lahir atau hati. Amal itu digambarkan sebagai tubuh (jasad). Sedangkan ikhlas itu sebagai ruhnya. Badan tanpa ruh berarti mati.

Allah Ta'ala berfirman, "Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus. (Al-Bayyinah: 5). Di ayat lain, "Maka sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan (ikhlas) kepada-Nya. (Az-Zumar: 2).

Ikhlas itu bertingkat sesuai perbedaan orang yang beramal. 

Pertama, keikhlasan orang yang bersungguh-sungguh dalam ibadah adalah bersih dari pada riya' yang nampak maupun yang tersembunyi. Tujuan amal perbuatan mereka selalu hanya pahala yang dijanjikan oleh Allah kepada hamba-Nya, dan supaya diselamatkan dari neraka-Nya.

Kedua, keikhlasan orang-orang yang cinta kepada Allah. Ia beramal hanya karena mengagungkan Allah, karena hanya Allah Dzat yang wajib diagungkan, bukan karena pahala atau selamat dari siksa neraka. Perempuan sufi Robi'ah al-'Adawiyyah pernah bermunajat kepada Allah: "Ya Allah, aku beribadah kepadamu bukan karena takut nerakamu, dan juga tidak karena cinta dengan surgamu."

Ketiga, keikhlasan orang-orang yang sudah ma'rifat (mengenal) kepada Allah. Mereka selalu melihat kepada Allah, gerak dan diamnya badan dan hatinya itu semua atas kehendak Allah. Mereka tidak merasa kalau bisa beramal, kecuali diberi pertolongan oleh Allah, tidak sebab daya kekuatan dirinya sendiri. 

Wallahu A'lam bisshowab.

Selasa, 26 Januari 2021

Ya Arhammar Rahimin


Ya Arhammar Rahimin

Loading video

Sebelum masuk waktu Subuh, bilal bertahrim…Tarhim dibaca / dilantunkan oleh Bilal pada waktu tertentu yaitu waktu menjelang adzan Subuh saja...

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat dan keagunganMu Ya Allah.

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat Junjungan kami Nabi Muhammad SAW

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat Saidina Abu Bakar As-Siddiq RA

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat Saidina Umar Al-Khatab RA

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat Saidina Uthman bin Affan RA

Maksudnya : Ya Allah Tuhan Yang Maha Mengasihi… kasihanilah kami, Selamatkanlah kami, ampunkan Kami.
Bantulah kami utk mentaati dan bersyukur kepadaMu. Ya Allah Tuhan Yang Maha Hidup,
Tuhan yang Maha Menjaga, demi berkat Saidina Ali bin Abi Talib RA

Maksudnya : Dan dengan keberkatan para Sahabat dan kaum keluarga Rasulullah SAW

Kemudian baca beberapa ayat al-Quran iaitu ;

Ayat 33 Surah Fusshilat

“Dan tidak ada yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada (mengesakan dan mematuhi perintah) Allah, serta ia sendiri mengerjakan amal yang soleh, sambil berkata: “Sesungguhnya aku adalah dari orang-orang Islam (yang berserah bulat-bulat kepada Allah)!”

Ayat 95 – 98 Surah al-An’am

“Sesungguhnya Allah jualah yang membelah (menumbuhkan) butir (tumbuh-tumbuhan) dan biji (buah-buahan). Ia mengeluarkan yang hidup dari yang mati, dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup. Yang sedemikian itu kekuasaannya ialah Allah. Maka bagaimanakah kamu dipalingkan dari menyembahNya (oleh benda-benda yang kamu jadikan sekutuNya)?”


“Allah jualah Yang membelah cahaya subuh (yang menyingsingkan fajar), dan yang menjadikan malam untuk tinggal berehat, dan menjadikan matahari dan bulan untuk mengira waktu (menurut peredarannya). Yang demikian itu adalah kuasa penentuan Allah Yang Maha Kuasa, lagi Maha Mengetahui.”


“Dan Dia lah yang menjadikan bintang-bintang bagi kamu supaya kamu berpedoman kepadanya dalam kegelapan (malam) di darat dan di laut. Sesungguhnya kami telah jelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) satu persatu bagi orang-orang yang mengetahui.”


“Dan Dia lah yang mencipta kamu dari diri yang satu (Adam), maka (bagi kamu) disediakan tempat tetap (dalam tulang sulbi bapa kamu atau di bumi), dan tempat simpanan (dalam rahim ibu atau dalam kubur). Sesungguhnya Kami telah jelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) satu persatu bagi orang-orang yang mengerti (secara mendalam).”

Ayat 78 – 79 Surah al-Isra’

“Dirikanlah olehmu sembahyang ketika gelincir matahari hingga waktu gelap malam, dan (dirikanlah) sembahyang subuh sesungguhnya sembahyang subuh itu adalah disaksikan (keistimewaannya).”


“Dan bangunlah pada sebahagian dari waktu malam serta kerjakanlah “sembahyang tahajjud” padanya, sebagai sembahyang tambahan bagimu; semoga Tuhanmu membangkit dan menempatkanmu pada hari akhirat di tempat yang terpuji.”

Ayat 110 – 111 Surah al-Isra’

“Katakanlah (wahai Muhammad): “Serulah nama ” Allah” atau nama “Ar-Rahman”, yang mana sahaja kamu serukan (dari kedua-dua nama itu adalah baik belaka); kerana Allah mempunyai banyak nama-nama yang baik serta mulia”. Dan janganlah engkau nyaringkan bacaan doa atau sembahyangmu, juga janganlah engkau perlahankannya, dan gunakanlah sahaja satu cara yang sederhana antara itu.”


“Dan katakanlah: “Segala puji tertentu bagi Allah yang tiada mempunyai anak, dan tiada bagiNya sekutu dalam urusan kerajaanNya, dan tiada bagiNya penolong disebabkan sesuatu kelemahanNya; dan hendaklah engkau membesarkan serta memuliakanNya dengan bersungguh-sungguh!”

Kemudian.. sebaik sahaja masuk waktu subuh.. bilal akan membaca..

Maksudnya : Maha Suci Allah, Segala puji bagi Allah dan Tiada Tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Allah dan Allah itu Maha Besar. Tiada daya dan tiada upaya melainkan dengan limpah pertolongan Allah, Tuhan Yang Maha Besar. Ya Allah, wahai Tuhan kami, cucurkan rahmat dan kesejahteraan ke atas Nabi Muhammad SAW, ahli keluarga dan para sahabatnya,
Ya Allah Tuhan Yang Maha Mulia.


Sholat sunnat Fajar waktu hanya 5 menit

menjelang adzan subuh

adzan Subuh

Solat Sunat Qobliyah Sebelum Subuh

Solat Subuh

Senin, 25 Januari 2021

AKIBAT MEREMEHKAN PARA ULAMA, UMARO, DAN SAUDARA SEIMAN

AKIBAT MEREMEHKAN PARA ULAMA, UMARO,  DAN SAUDARA SEIMAN
==================================
1. ULAMA
Para ulama memiliki kedudukan yang mulia dan agung di sisi Allah. Allah telah meninggikan derajat mereka dan mengistimewakan mereka dari yang lainnya. Allah Azza wa Jalla berfirman, 

ูŠَุฑْูَุนِ ุงู„ู„ู‡ُ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุกَุงู…َู†ُูˆุง ู…ِู†ูƒُู…ْ ูˆَุงู„َّุฐِูŠู†َ ุฃُูˆุชُูˆุง ุงู„ْุนِู„ْู…َ ุฏَุฑَุฌَุงุชٍ 

Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. [al-Mujadilah/58 : 11]. 

Dalam ayat lain Allah Azza wa Jalla mengatakan:

 ู‚ُู„ْ ู‡َู„ْ ูŠَุณْุชَูˆِูŠ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ ูˆَุงู„َّุฐِูŠู†َ ู„ุงَูŠَุนْู„َู…ُูˆู†َ ุฅِู†َّู…َุง ูŠَุชَุฐَูƒَّุฑُ ุฃُูˆู„ُูˆุง ุงْู„ุฃَู„ْุจَุงุจِ 

Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. [az- Zumar/39 : 9]. 

Banyak nash-nash yang menyebutkan keutamaan dan keistimewaan Ahli Ilmu. Konsekuensi dari nash-nash tersebut, adalah wajibnya menghormati dan menjunjung tinggi kehormatan para ulama. Karena mereka merupakan pewaris Nabi, penerus misi dakwah yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat Beliau Radhiyallahu ‘anhum. 

Dalam sebuah atsar (riwayat) yang populer disebutkan, jadilah seorang alim, atau seorang penuntut ilmu, atau seorang penyimak ilmu yang baik, atau seorang yang mencintai Ahli Ilmu dan janganlah jadi yang kelima, niscaya kalian binasa.

Salah seorang ulama Salaf mengatakan: “Maha suci Allah, Dia telah memberi jalan keluar bagi kaum muslimin. Yakni tidak akan keluar dari keempat golongan manusia yang dipuji tadi, melainkan golongan yang kelima, golongan yang binasa. Yaitu seorang yang bukan alim, bukan penuntut ilmu, bukan penyimak yang baik dan bukan pula orang yang mencintai Ahli Ilmu. Dialah orang yang binasa. Sebab, barangsiapa membenci Ahli Ilmu, berarti ia pasti mengharapkan kebinasaan mereka. 

Dan barangsiapa yang mengharapkan kebinasaan Ahli Ilmu, berarti ia menyukai padamnya cahaya Allah di atas muka bumi. Sehingga kemaksiatan dan kerusakan merajalela. Kalau sudah begitu keadaannya, dikhawatirkan tidak akan ada amal yang terangkat. 

Demikianlah yang dikatakan oleh Sufyan Ats Tsauri.” Menghormati ulama termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sebagaimana disebutkan dalam hadits Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 

ุฅِู†َّ ู…ِู†ْ ุฅِุฌْู„َุงู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุฅِูƒْุฑَุงู…َ ุฐِูŠ ุงู„ุดَّูŠْุจَุฉِ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…ِ ูˆَุญَุงู…ِู„ِ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ุบَูŠْุฑِ ุงู„ْุบَุงู„ِูŠ ูِูŠู‡ِ ูˆَุงู„ْุฌَุงูِูŠ ุนَู†ْู‡ُ ูˆَุฅِูƒْุฑَุงู…َ ุฐِูŠ ุงู„ุณُّู„ْุทَุงู†ِ ุงู„ْู…ُู‚ْุณِุทِ 

Sesungguhnya termasuk pengagungan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu memuliakan orang tua yang muslim, orang yang hafal Al Qur’an tanpa berlebih-lebihan atau berlonggar-longgar di dalamnya dan memuliakan penguasa yang adil.[2] Ubadah bin Shamit Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 ู„َูŠْุณَ ู…ِู†ْ ุฃُู…َّุชِูŠ ู…َู†ْ ู„َู…ْ ูŠُุฌِู„َّ ูƒَุจِูŠุฑَู†َุง ูˆَูŠَุฑْุญَู…ْ ุตَุบِูŠุฑَู†َุง ูˆَูŠَุนْุฑِูْ ู„ِุนَุงู„ِู…ِู†َุง ุญَู‚َّู‡ُ 

Bukan termasuk ummatku, siapa yang tidak memuliakan orang yang lebih tua, menyayangi orang yang lebih muda dan mengetahui hak-hak orang alim.[3] Thawus rahimahullah mengatakan: “Termasuk Sunnah, yaitu menghormati orang alim.” 

Berdasarkan nash-nash di atas, jelaslah bahwa kewajiban setiap muslim terhadap para ulama dan orang-orang shalih adalah mencintai dan menyukai mereka, menghormati dan memuliakan mereka, tanpa berlebih-lebihan atau merendahkan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. 

Mengolok-olok ulama dan orang-orang shalih, mengejek atau melecehkan mereka, tentu saja bertentangan dengan perintah untuk mencintai dan memuliakan mereka. Melecehkan ulama dan orang shalih, sama artinya dengan menghina dan merendahkan mereka.

2. UMARO
Manusia tak ada yang sempurna. Begitupun dengan pemimpin yang sedang bertugas dimana-mana. Jika ada yang salah dengan pemimpin kita, eloknya kita sampaikan dengan sopan. Bukan mencacinya dengan kasar. Atau bahkan menyebarkannya lewat sosial media agar diketahui banyak masa. Jika ada yang kurang dengan seorang pemimpin, maka tetep husnudzan, atau bisa kita sampaikan lewat orang terdekatnya atau dengan cara lain yang tidak menimbulkan kericuhan. Sebab mencaci pemimpin, apalagi sampai menghina pemimpin, tidak diajarkan dalam Islam. Sebagaimana Sabda Rasulullah:

ู…َู†ْ ุฃَู‡َุงู†َ ุณُู„ْุทَุงู†َ ุงู„ู„َّู‡ِ ูِูŠ ุงู„ْุฃَุฑْุถِ ุฃَู‡َุงู†َู‡ُ ุงู„ู„َّู‡ُ

Barangsiapa yang menghina sultan Allฤh (penguasa/ pemimpin) di bumi, maka Allฤh akan menghinakan orang tersebut

Hadis tersebut jelas melarang kita untuk menghina pemimpin, entah disebabkan karena kekurangannya atau ketidaksempurnaannya dalam menjalankan tugas. Justru Rasulullah mengajarkan kita untuk terus mendoakan pemimpin kita, sebab kebaikan sang pemimpin adalah kebaikan kita juga. Jerih payah perjuangan sang pemimpin adalah perjuangan untuk kita juga. Dalam hadis-Nya disebutkan:

ู„ุง ุชุณุจูˆุง ุงู„ุฃุฆู…ุฉ ، ูˆุงุฏุนูˆุง ู„ู‡ู… ุจุงู„ุตู„ุงุญ ؛ ูุฅู† ุตู„ุงุญู‡ู… ู„ูƒู… ุตู„ุงุญ

Jangan mencaci para pemimpin. Doakan mereka dengan kebaikan. Sebab kebaikan mereka adalah kebaikan bagi kalian

Jika hadis Rasulullah yang diatas tersebut diamalkan oleh setiap muslim, maka yang terjadi adalah terciptanya suatu bangsa yang baik tanpa berhias hujatan dan kabar hoax. Rasululah mengajarkan untuk terus mendoakan kebaikan kepada pemimpin kita. Kebaikan yang ia dapat pasti juga dirasakan oleh rakyatnya.

Mencela dan menghina pemimpin termasuk salah satu benih fitnah yang bisa berkembang menjadi sebuah awak keusakan suatu bagsa. Bukankah terbunuhnya Khalifat Usman Ibn Affan karena adanya kaum muslimin yang mencela dan juga menghinakan sang khaligat tersebut? Begitulah realitnya, pemberontakan adalah sebab dari kerusakan, baik kerusakan dunia ataupun kerusakan agama seseorang.

Sebuah nasehat indah yang dituliskan Al Baihaqi dalam Al Jamii Li Syu’banil Iman menyebutkan bahwa tidaklah kita menghina pemimpin, justru nasehatilah mereka dengan baik. memperbanyak doa untuk mereka agar bisa terus melakukan kebaikan dan kebenaran dalam beramal dan menjalankan hukum, sebab jika sang pemimpin itu baik, maka baik pula rakyatnya.

Jangan sampai mendoakan sebuah keburukan kepada pemimpin, yang begitu hanya akan menambah kerusakan keadaan orang Islam. Tetapi mintakanlah ampunan kepada Allah untuk sang pemimpin, semoga mereka meninggalkan perbuatan yang tidak baik, kemudian dihilangkan musibah dari kaum muslim.

3. SAUDARA SEIMAN
Allah Ta’ala berfirman :

ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ู„َุง ูŠَุณْุฎَุฑْ ู‚َูˆู…ٌ ู…ِّู† ู‚َูˆْู…ٍ ุนَุณَู‰ ุฃَู† ูŠَูƒُูˆู†ُูˆุง ุฎَูŠْุฑุงً ู…ِّู†ْู‡ُู…ْ ูˆَู„َุง ู†ِุณَุงุก ู…ِّู† ู†ِّุณَุงุก ุนَุณَู‰ ุฃَู† ูŠَูƒُู†َّ ุฎَูŠْุฑุงً ู…ِّู†ْู‡ُู†َّ ูˆَู„َุง ุชَู„ْู…ِุฒُูˆุง ุฃَู†ูُุณَูƒُู…ْ ูˆَู„َุง ุชَู†َุงุจَุฒُูˆุง ุจِุงู„ْุฃَู„ْู‚َุงุจِ ุจِุฆْุณَ ุงู„ุงِุณْู…ُ ุงู„ْูُุณُูˆู‚ُ ุจَุนْุฏَ ุงู„ْุฅِูŠู…َุงู†ِ ูˆَู…َู† ู„َّู…ْ ูŠَุชُุจْ ูَุฃُูˆْู„َุฆِูƒَ ู‡ُู…ُ ุงู„ุธَّุงู„ِู…ُูˆู†َ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim “ (QS. Al Hujuraat :11)

Haramnya Menghina Orang Lain
Dalam ayat ini Allah memanggil hambanya yang beriman dengan panggilan (ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ), yang merupakan sebaik-baik panggilan Allah terhadap hamba-hamba-Nya. Setiap ayat Allah yang didahului dengan panggilan kepada hamba-Nya(ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ) menunjukkan bahwa sesudahnya Allah Ta’ala akan menyampaikan sesuatu yang penting. Sebagaimana ucapan sahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, “ Jika engkau mendengar Allah berfirman     (ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ) maka dengarkanlah dengan baik-baik. Karena di situ terdapat kebaikan yang Allah perintahkan atau kejelekan yang dilarang oleh Allah” (Dinukil dari Nidaa-atu Ar Rahman li Ahlil Iman)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan, “Allah Ta’ala melarang dari perbuatan sikhriyyah terhadap manusia, yaitu sikap merendahkan orang lain dan menghina mereka. Hal ini sebagaimana terdapat pula dalam hadits Nabi tatkala beliau bersabda, ‘Sombong itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain’, maksudnya adalah menghina dan menganggap orang lain lebih rendah, dan ini adalah perbuatan haram. Boleh jadi orang yang dihina lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah dan lebih Allah cintai. Oleh karena itu Allah berfirman, ‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Adzim).

Syaikh Abdurrahman As Sa’di rahimahullah mengatakan, “Dalam ayat ini terdapat penjelasan tentang sebagian hak seorang mukmin dengan mukmin yang lain. Yaitu janganlah sekelompok orang mencela sekelompok yang lain baik dengan kata-kata ataupun perbuatan yang mengandung makna merendahkan saudara sesama muslim. Perbuatan ini terlarang dan hukumnya haram. Perbuatan ini menunjukkan bahwa orang yang mencela itu merasa kagum dengan dirinya sendiri” (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman).

Larangan ini bersifat umum, mencakup celaan terhadap segala hal. Imam At Thabari rahimahullah menjelaskan, “ Allah menyebutkan secara umum larangan untuk mencela orang lain, sehngga larangan ini mencakup seluruh bentuk celaan. Tidak boleh seorang mukmin mencela mukmin yang lain karena kemiskinannya, karena perbuatan dosa yang telah dilakukannya, dan yang lainnya” (Lihat Jaami’ul Bayan).

Jelaslah dalam ayat ini Allah mengharamkan perbuatan mencela orang lain, dan ini juga merupakan kesepakatan para ulama. Perbuatan ini termasuk dosa besar, wajib seorang muslim untuk menjauhinya dan mengingatkan orang lain dari dosa ini. Dan sifat ini merupakan di antara sifat orang munafik dan orang kafir. (Lihat Al Manhiyaat fii Suurati Al Hujuraat).

Boleh Jadi Orang Yang Dihina Itu Lebih Baik
Syaikh As Sa’di rahimahullah menjelaskan: “Padahal boleh jadi pihak yang dicela itu justru lebih baik daripada pihak yang mencela. Bahkan inilah realita yang sering terjadi. Mencela hanyalah dilakukan oleh orang yang hatinya penuh dengan akhlak yang tercela dan hina serta kosong dari akhlak mulia. Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

“Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim” (HR Muslim) “ (Taisiir Al Kariimi Ar Rahman).

Saudarakau, kita tidak mengetahui hakekat seseorang. Boleh jadi orang yang dicela itu lebih mulia di sisi Allah, boleh jadi dia lebih banyak amal kebaikannya, boleh jadi dia lebih bertakwa. Dan tidak ada yang menjamin seseorang akan selalu lebih baik kondisinya dari orang lain. Orang yang tadinya kaya bisa jadi mendadak hilang hartanya. Orang yang punya jabatan tinggi, bisa lengser seketika. Orang yang tadinya mulia kedudukannya, bisa jadi nanti masyarakat merendahkannya. Sehingaa, tidaklah pantas seseorang merasa jumawa, merasa dirinya lebih baik dari orang lain sehingga mencela dan merendahkannya.

Larangan Khusus Bagi Wanita
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan secara khusus larangan bagai wanita untuk saling mencela, Allah Ta’ala berfirman,

ูˆَู„َุง ู†ِุณَุงุก ู…ِّู† ู†ِّุณَุงุก ุนَุณَู‰ ุฃَู† ูŠَูƒُู†َّ ุฎَูŠْุฑุงً ู…ِّู†ْู‡ُู†َّ

“Dan jangan pula sekumpulan perempuan mencela kumpulan lainnya, boleh jadi yang dicela itu lebih baik “ (QS. Al Hujuraat 11).

Allah khusukan penyebutan larangan bagi wanita dalam ayat ini. Padahal dalam ayat-ayat lain Allah mencukupkan dengan menyebutkan khitab dalam Al Qur’an hanya laki-laki saja, dan otomatis hukum tersebut berlaku juga bagi wanita. Adapun dalam ayat ini Allah menyebutkan wanita secara khusus karena dua alasan :

Hal ini menunjukkan penegasan larangan dan keharaman untuk berbuat sikhriyyah, di mana Allah mengulang larangan ini sebanyak dua kali, “ Janganlah sekumpulan orang laki-laki mencela kumpulan yang lain, boleh jadi yang dicela itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya”.
Dikhususkan penyebutan wanita dalam ayat ini, karena kebanyakan yang melakukan perbuatan sikhriyyah adalah kaum wanita, sehingga disebutkan larangan secara khusus bagi mereka. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Syaukani dalam Fathul Qadir. (Lihat Al Manhiyaat fii Surati Al Hujuraat)
Larangan Menghina dalam Al Qur’an dan As Sunnah
Dalam banyak ayat dan hadits terdapat pula larangan untuk saling menghina yang senada dengan ayat di atas.

Allah Ta’ala berfirman,

ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَู„ْู…ِุฒُูˆู†َ ุงู„ْู…ُุทَّูˆِّุนِูŠู†َ ู…ِู†َ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ ูِูŠ ุงู„ุตَّุฏَู‚َุงุชِ ูˆَุงู„َّุฐِูŠู†َ ู„ุงَ ูŠَุฌِุฏُูˆู†َ ุฅِู„ุงَّ ุฌُู‡ْุฏَู‡ُู…ْ ูَูŠَุณْุฎَุฑُูˆู†َ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ุณَุฎِุฑَ ุงู„ู„ّู‡ُ ู…ِู†ْู‡ُู…ْ ูˆَู„َู‡ُู…ْ ุนَุฐَุงุจٌ ุฃَู„ِูŠู…ٌ

“(Orang-orang munafik itu) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih” (QS. At Taubah : 79).

Allah Ta’ala berfirman,

ุฒُูŠِّู†َ ู„ِู„َّุฐِูŠู†َ ูƒَูَุฑُูˆุงْ ุงู„ْุญَูŠَุงุฉُ ุงู„ุฏُّู†ْูŠَุง ูˆَูŠَุณْุฎَุฑُูˆู†َ ู…ِู†َ ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุงْ ูˆَุงู„َّุฐِูŠู†َ ุงุชَّู‚َูˆุงْ ูَูˆْู‚َู‡ُู…ْ ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ูˆَุงู„ู„ّู‡ُ ูŠَุฑْุฒُู‚ُ ู…َู† ูŠَุดَุงุกُ ุจِุบَูŠْุฑِ ุญِุณَุงุจٍ

“Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Padahal orang-orang yang bertakwa itu lebih mulia daripada mereka di hari kiamat. Dan Allah memberi rezki kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al Baqarah : 212).

Dalam sebuah hadits, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

ุจِุญَุณْุจِ ุงู…ْุฑِุฆٍ ู…ِู†َ ุงู„ุดَّุฑِّ ุฃَู†ْ ูŠَุญْู‚ِุฑَ ุฃَุฎَุงู‡ُ ุงู„ْู…ُุณْู„ِู…َ

“Cukuplah seseorang berbuat keburukan jika dia merendahkan saudaranya sesama muslim.” (HR. Muslim).

Mengolok-olok Ulama, umaro (pemimpin) dan saudara seiman adalah perbuatan yg menunjukkan kerendahan diri kita dihadapan Allah SWT. dan ini tanpa disadari akan berbalik pada diri seseorang yg suka mengolok-oloknya Allah akan cabut kebahagian dunia dan ahiratnya, serta kewibawaannya akan hilang.
Ibnu al mubarok dalam kitab Siyarul A'laam Wan-Nubalaa diterangkan :

ู…ู† ุงุณุชุฎู ุจุงู„ุนู„ู…ุงุก ุฐู‡ุจุช ุขุฎุฑุชู‡، ูˆู…ู† ุงุณุชุฎู ุจุงู„ุฃู…ุฑุงุก ุฐู‡ุจุช ุฏู†ูŠุงู‡، ูˆู…ู† ุงุณุชุฎู ุจุงู„ุฅุฎูˆุงู† ุฐู‡ุจุช ู…ุฑูˆุกุชู‡

Ibnu Al Mubarak berkata:

"Barangsiapa meremehkan 'ulama niscaya hilang (kebahagiaan) akhiratnya, barangsiapa meremehkan para penguasa niscaya hilang (kebahagiaan) dunianya, dan barangsiapa meremehkan saudara-saudaranya (se-iman) maka niscaya akan hilang kewibawaannya"
Kitab: Siyarul A'laam Wan-Nubalaa,  Jilid 15 Hal: 42

Wallohu a'lam

Sabtu, 23 Januari 2021

SA'AH WA SA'AH

SA'AH WA SA'AH
==============


ungkapan sa’ah wa sa’ah dari Rasulullah SAW; artinya sekali-kali bolehlah. Apa pasalnya?...

Seorang sahabat yang benama Hanzhalah Al-Usaidi bercerita tentang dirinya. “Waktu itu, aku berpapasan dengan Abubakar. Ia bertanya, apa kabar wahai Hanzhalah? Hanzhalah telah munafik,” jawabku.

Abubakar terkejut dan bertanya, “Subhanallah, apa katamu?” Aku menjawab, “Ketika berada di sisi Rasul, beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga, sehingga kami seakan-akan melihatnya dengan kasat mata; tetapi setelah keluar dari tempat beliau, aku bercengkrama dengan istri, anak-anak, dan bergelimang dengan pekerjaan sehingga lupa akan tutur Nabi. Ternyata Abubakar mengatakan yang sama kepadaku,” demikian tutur Hanzhalah.

Keduanya sepakat untuk menemui Rasulullah SAW dan menceritakan akan hal keduanya. Mendengar hal itu, Rasulullah SAW bersabda, 

"Demi Dzat yang jiwaku berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, sesungguhnya andai kata kalian tetap bertahan seperti ketika berada di sisiku dan selalu ingat, niscaya para malaikat menjabat tangan kalian di tempat-tempat tidur kalian dan di setiap jalan yang kalian lewati. Akan tetapi, wahai Hanzhalah, ‘sa’ah wa sa’ah,’ sekali-kali bolehlah (maksudnya berguraulah sekadarnya, ucapan ini diulanginya sampai tiga kali). (HR Muslim).

Lewat hadist ini dapat ditarik pelajaran, bahwa bergurau, bermain, bercanda, humor adalah dibenarkan dalam Islam untuk menambah giat aktivitas hidup dan kesegaran jiwa dan perasaan, tetapi tidak sampai lupa beribadah kepada Allah dan mengingat-Nya.

Rasulullah SAW sendiri bisa bergurau. Suatu ketika, seorang perempuan tua datang kepada beliau, seraya berkata, “Wahai Rasulullah, mohonkanlah kepada Allah agar Dia memasukkan aku ke dalam surga.”

Beliau menjawab, “Wahai ummu fulan, surga itu tidak dimasuki oleh orang tua.” Mendengar hal itu, ia menangis karena mengira bahwa dirinya tidak akan masuk surga. Melihat reaksi perempuan ini, lalu beliau menjelaskan ucapannya.

“Sesungguhnya orang tidak masuk surga dalam keadaan tua. Allah menciptakannya dalam bentuk yang lain, lalu memasukkan ke dalam surga dalam keadaan muda belia.” Kemudian beliau membaca ayat yang artinya, “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka dengan langsung, dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah ayat 35-37).

Rasulullah SAW tidak suka kesedihan dan hal-hal yang membawa sedih, sehingga beliau berdoa, Allahumma inni a’udzubika minal-hammi wal-hazani,” artinya “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari duka dan kesedihan.” (HR Abu Daud).

Para sahabat pun, mereka bergurau, tertawa, bermain-main dan melucu sebagai respons atas kebutuhan jiwa, panggilan fitrah dan pemenuhan atas hak jiwa untuk bisa relaks selama tidak mengandung unsur dosa dan kemaksiatan.

Ali bin Abi Thalib berkata, “Hati ini bisa jenuh sebagai mana jenuhnya fisik, karena itu carilah hikmah yang menghibur. Hiburlah hati sekali-kali sebab bila hati selalu dipaksa, ia bisa jadi buta.”

Jenis hiburan banyak sekali. Nabi membolehkan bentuk-bentuk hiburan seperti lomba lari, gulat, bermain panah, bermain anggar, pacuan kuda, berburu, bermain catur, dan dadu tanpa judi. Yang diharamkan adalah judi, yang diistilahkan dengan al-maisir.”

Dibolehkan pula nyanyian dan musik, selama tidak mengandung kata-kata keji dan kotor atau membuka pintu kemaksiatan, seperti pengagungan minuman keras, diiringi tari-tarian berlenggang-lenggok, dan dengan pakaian kasiat ‘ariyat (berpakaian tapi telanjang), membangkitkan gairah nafsu dan sahwat, serta membuang-buang waktu tanpa guna.

Hal ini haram hukumnya. Nabi SAW mensinyalir, “Sungguh akan ada sekolompok orang dari umatku yang minum khamar, mereka namai dengan nama lain lalu diiringi dengan musik-musik dan para biduan wanita…” (HR Ibnu Majah).

Dewasa ini hiburan yang ditayangkan di berbagai chanel TV, Medsos tiktok, dll dan di tempat-tempat hiburan sudah terpenuhi kriteria yang dilarang oleh Nabi SAW. Untuk bangkit, bangsa ini memerlukan pribadi-pribadi yang cerdas, pandai memanfaatkan waktu untuk bekerja keras dan beribadah yang mantap, bukan menghabiskan waktu sepanjang hari dan malam dengan canda, humor dan hiburan; 

sa’ah wa sa’ah (sekali-kali bolehlah). tapi jangan lalai terhadap Alloh SWT.

Wallohua'lam

SEJARAH DAN DALIL TARHIM

SEJARAH DAN DALIL TARHIM
adzan dan iqamah

Mohon penjelasan tentang Shalawat Tarhim, baik sejarah, tujuan, maupun dalilnya. Sebagai pencerahan dan penambah ilmu. Terima kasih.


JAWABAN

1. Sejarah

Shalawat Tarhim diciptakan oleh Syeikh Mahmud Khalil Al-Husshari (1917-1980), seorang qรขri’ ternama lulusan Al-Azhar. Beliau merupakan Ketua Jam’iyatul Qurra’ wal Huffadz (organisasi para penghafal Al-Qur’an) di Mesir.

Syeikh Mahmud Al-Husshari memiliki kedalaman ilmu qirรข’ah dan tartรฎl yang luar biasa. Dalam pendangan beliau, tartรฎl bukan hanya ilmu yang mempelajarai cara membaca Al-Qur’an, tapi juga cara memahami bacaan yang baik dan benar. Yaitu melalui studi linguistik dan dialek Arab Kuno, serta penguasaan teknik pelafalan huruf per-huruf dan kata per-kata dalam al-Qur’an. Dengan begitu, tingkat kemurnian bacaan dan makna yang mendalam dari Al-Qur’an, dapat tercapai. Saking alimnya, beliau sampai dijuluki sebagai Sheikh al-Maqรขri’ (guru para ahli qira’ah).

Shalawat Tarhim sendiri, pertama kali sampai ke Indonesia pada akhir tahun 1960an. Saat itu, Syeikh Mahmud Al-Husshari berkunjung ke Indonesia dan diminta untuk merekam Shalawat Tarhim di Radio Lokananta, Solo. Hasil rekaman tersebut kemudian disiarkan oleh Radio Lokananta dan juga Radio Yasmara (Yayasan Masjid Rahmat), Surabaya. Dari sinilah awal mula Shalawat Tarhim menjadi populer di Indonesia.

Sampai sekarang, Shalawat Tarhim sudah menjadi semacam “lagu wajib” di masjid-masjid atau mushalla, terutama sebelum azan subuh di bulan suci Ramadhan. Namun, kaset yang biasa diputar di masjid-masjid atau mushalla (utamanya di Jawa Timur), itu bukan lagi suara Syeikh Mahmud Al-Husshari, melainkan sudah dilantunankan ulang oleh Syeikh Abdul Azis (sama-sama dari Mesir).

2. Tujuan

Tujuan melantunkan Shalawat Tarhim ialah membangunkan kaum Muslimin agar mempersiapkan diri untuk shalat Shubuh, atau membangunkan mereka yang ingin shalat tahajjud. Oleh karena itu, Shalawat Tarhim tidak “wajib” menggunakan karangan Syeikh Mahmud Al-Husshari, tapi bisa memakai bacaan apa saja dengan tujuan membangunkan shalat shubuh, shalat tahajjud, sahur, dan lain-lain. Bahkan ada masjid yang membaca “tarhim” dengan mengulang-ngulang hadits sbb:

ุชَุณَุญَّุฑُูˆุง ูَุฅู†َّ ูِูŠ ุงู„ุณَّุญُูˆْุฑِ ุจَุฑَูƒَุฉٌ

Sahurlah kalian, karena sahur itu membawa berkah“.

Ada juga masjid atau mushala yang “hanya” memutar ayat-ayat Al-Qur’an. Mungkin agar lebih mudah dan praktis. Yang jelas, pada bulan Ramadhan, di sela-sela Qira’ah atau Tarhim biasanya diselingi seruan untuk sahur (baik dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah). Hal ini menunjukkan bahwa bacaan Al-Qur’an atau Shalawat Tarhim tersebut, pada dasarnya bertujuan menuntun kaum Muslimin untuk shalat atau makan sahur.

3. Dalil

Mengenai dalil tarhim (atau bacaan al-Qur’an dan seruan-seruan sebelum Shubuh), dapat dipilah menjadi dua bagian. Yang pertama ialah dalil tentang bolehnya menyeru Umat Islam agar bangun sebelum Shubuh:

ุนَู†ْ ุนَุจْุฏِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุจْู†ِ ู…َุณْุนُูˆุฏٍ ุนَู†ْ ุงู„ู†َّุจِูŠِّ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ ู‚َุงู„َ ู„َุง ูŠَู…ْู†َุนَู†َّ ุฃَุญَุฏَูƒُู…ْ ุฃَูˆْ ุฃَุญَุฏًุง ู…ِู†ْูƒُู…ْ ุฃَุฐَุงู†ُ ุจِู„َุงู„ٍ ู…ِู†ْ ุณَุญُูˆุฑِู‡ِ ูَุฅِู†َّู‡ُ ูŠُุคَุฐِّู†ُ ุฃَูˆْ ูŠُู†َุงุฏِูŠ ุจِู„َูŠْู„ٍ ู„ِูŠَุฑْุฌِุนَ ู‚َุงุฆِู…َูƒُู…ْ ูˆَู„ِูŠُู†َุจِّู‡َ ู†َุงุฆِู…َูƒُู…ْ

Dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah bersabda: Kalian tak perlu mencegah Bilal untuk azan sewaktu sahur, karena azan itu bertujuan untuk mengingatkan siapa saja yang masih berjaga dan juga membangunkan yang tertidur. (Fathul Bari, Syarh Shahih al-Bukhari, Juz II, hlm 244)

Al-Hafizh Ibnu Hajar menambahkan: “Pernah terjadi sebelum waktu shubuh dan bukan hari Jum’at, bacaan tasbih dan shalawat, bukan azan, baik dari sisi bahasa maupun agama.”

Dalam Fiqhus Sunnah Juz I, hlm 221-222 dijelaskan bahwa di dalam hadits-hadits lain diterangkan, tarhim yang disuarakan keras itu memang baik. Namun jika disuarakan pelan, itu lebih baik, terutama bila dikhawatirkan akan muncul sikap riya’ (pamer) atau mengganggu orang yang sedang shalat tahajjud. Namun, selagi tidak ada unsur-unsur tersebut, maka tarhim dengan suara keras akan lebih baik agar Kaum Muslimin bias terbangun dari tidur.

Kemudian dalil kedua berkaitan dengan kebolehan memuji Rasulullah SAW, sebagaimana tersurat dalam Shalawat Tarhim ciptaan Syeikh Mahmud Al-Husshari. Banyak sekali hadits-hadits yang membolehkan kita (Umat Islam) memuji Rasulullah SAW, dengan pujian yang wajar, tidak berlebihan (okultisme), dan faktual. Di sini hanya kami kutipkan sebagian saja, karena kerebatasan halaman:

Suatu hari, Rasulullah SAW melakukan Thawaf mengelilingi Ka’bah. Lalu beliau melihat seorang Arab Badui yang juga Thawaf sambil menyeru: “Ya- Kariim!”. Maka Nabi pun mengucapkan “Ya Kariim” di belakangnya. Kemudian, ketika si Arab Badui berpindah ke Rukun yang Kedua, dia tetap menyeru: “Ya Kariim”. Maka Nabi pun menirukan “Ya Kariim”. Kemudian si Arab Badui mendekat ke Hajar Aswad dan berdo’a: “Ya Kariim”, lalu Nabi kembali mengikuti dan mengucapkan: “Ya Kariim”. Maka si Arab Badui menoleh dan berkata: “Adakah kamu mentertawakan aku? Seandainya bukan karena wajahmu yang bercahaya dan penuh keramahan, pasti kamu sudah kuadukan kepada kekasihku, Muhammad!!”.

Rasulullah SAW berkata:”Apakah Engkau belum mengenal Nabimu, wahai saudara Arabku?” Orang Badui itu berkata:”Demi Allah, aku beriman kepadanya padahal aku belum pernah mengenalnya sejak aku memasuki Mekah. Aku juga belum pernah menjumpainya”. Kemudian Nabi SAW berkata: “Aku ini (Muhammad) Nabimu, wahai saudara Arabku”. Mendengar pengakuan itu, Sang Badui segera memeluk dan mencium tangan Nabi seraya berkata: “Bapak dan Ibuku sebagai penebusmu, wahai Sang kekasihku.”

 

Kesimpulan

Membangunkan umat Islam untuk sahur, tahajjud, atau shalat Shubuh hukumnya mubah (boleh), dan sebaiknya dilakukan beberapa saat menjelang waktu Shubuh (menjelang pagi hari, bukan dini hari karena bisa mengganggu orang tidur). Bacaan atau seruannya boleh memakai ayat Al-Qur’an, shalawat, atau bahkan memakai bahasa daerah.

Jika seruannya menggunakan shalawat, boleh memakai shalawat yang diajarkan langsung oleh Rasulullah SAW (wurud ‘an an-Nabi) atau shalawat yang berisi pujian yang wajar dan faktual kepada Nabi SAW. Bukan pujian yang berlebihan atau bersifat okultis (menuhankan).

Wallahu a’lam.


Nabi Adam AS Tidak Salah


Nabi Adam AS Tidak Salah Makan Buah Khuldi (KH.BAHAUDDIN NURSALIM Gus baha)

=================================

Pemahaman masyarakat awam tentang kisah Nabi Adam makan buah khuldi itu karena godaan syaitan, Ternyata pemahamannya bukan seperti itu.

Nabi Adam diiming-imingi keabadian, sehingga Nabi Adam tertarik makan. Bersama Ibu Hawa, Nabi Adam akhirnya dinyatakan bersalah dan kemudian diturunkan ke bumi.

Pemahaman ini, bagi KH Ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha’), perlu mendapatkan perhatian.
Karena dengan pemahaman ini, kita kemudian menjustifikasi Nabi Adam ternyata juga tergoda oleh bujuk rayu syaian.

Gus Baha’ menjelaskan bahwa Nabi Adam tidak salah ketika memakan buah khuldi. Terus bagaimana kok begitu? Gus Baha’ menjelaskan:

“Nabi Adam gak pernah salah. Ketika beliau ditanya Alloh kenapa memakan buah yang saya larang? Nabi Adam menjawab, Demi Alloh, saya tidak pernah menduga ada orang berani berbohong atas nama-Mu,” kata Gus Baha’.

Bukankah syetan menasehati Nabi Adam dengan bersumpah atas nama Alloh? Jadi Nabi Adam sama sekali tidak tergoda dengan syetan untuk memakan buah tersebut kecuali setelah mendengar nama Alloh dijadikan sumpah syaitan.

Maka karena menganggap agungnya nama Alloh, Nabi Adam tidak pernah mengira ada yang berani berbohong atas nama Alloh,” lanjut Gus Baha’.

Gus Baha’ juga menegaskan bahwa Nabi Adam adalah korban sumpah atas nama Alloh bukan korban godaan syaitan yang lemah, maka diingatkan kita semua agar tidak banyak ngomong tentang salahnya Nabi Adam, apalagi itu karena tidak paham sejatinya peristiwa itu.

Kyai bisa kurang barokah ilmunya karena kebanyakan ngomongin salah bapaknya yaitu Nabi Adam, tanpa menjelaskan kronologi kejadian sesungguhnya,” tegas Gus Baha’

๏ปญ๏บ๏ปŸ๏ป ๏ปช ๏บ๏ป‹๏ป ๏ปข

Hukum Bermakmum pada Imam yang Tidak Fasikhat

Hukum Bermakmum pada Imam yang Tidak Fasikhat

==================================

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Apakah hukumnya jika seseorang imam kedapatan membaca surat Al Quran tidak fasih padahal di dalamnya terdapat makmum yang mengetahui hukum tajwid dan tartil bacaan tersebut dengan baik, lalu bagaimana hukumnya si makmum tersebut?


Waalaikumussalam, Wr.Wb

Terima kasih kepada saudara penanya, Semoga Allah senantiasa memberikan limpahan hidayah dan rahmat kepada kita dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Aamiin aamiin yaa rabbal ‘alamiin.

Kata imam berasal dari akar kata ุฃู… – ูŠุคู… – ุฅู…ุงู…ุง  yang dalam bahasa Arab bermakna pemimpin. Menurut istilah kata imaam bermakna pemuka/pemimpin dalam berbagai aspek kehidupan umat Islam. Sedangkan imam dalam konteks shalat merupakan sebutan bagi seseorang yang berada di barisan paling depan dari barisan para jamaah dan memimpin shalat berjamaah.

Dalam Islam, Allah selaku syari’ (pembuat syari’at) menaruh perhatian yang cukup besar terhadap penentuan imam dalam shalat. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad dari Ibnu Mas’ud yang diriwayatkan oleh Imam Muslim;

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู…َุณْุนُูˆุฏٍ ุงู„ْุฃَู†ْุตَุงุฑِูŠِّ، ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: «ูŠَุคُู…ُّ ุงู„ْู‚َูˆْู…َ ุฃَู‚ْุฑَุคُู‡ُู…ْ ู„ِูƒِุชَุงุจِ ุงู„ู„ู‡ِ، ูَุฅِู†ْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูِูŠ ุงู„ْู‚ِุฑَุงุกَุฉِ ุณَูˆَุงุกً، ูَุฃَุนْู„َู…ُู‡ُู…ْ ุจِุงู„ุณُّู†َّุฉِ، ูَุฅِู†ْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูِูŠ ุงู„ุณُّู†َّุฉِ ุณَูˆَุงุกً، ูَุฃَู‚ْุฏَู…ُู‡ُู…ْ ู‡ِุฌْุฑَุฉً، ูَุฅِู†ْ ูƒَุงู†ُูˆุง ูِูŠ ุงู„ْู‡ِุฌْุฑَุฉِ ุณَูˆَุงุกً، ูَุฃَู‚ْุฏَู…ُู‡ُู…ْ ุณِู„ْู…ًุง، ูˆَู„َุง ูŠَุคُู…َّู†َّ ุงู„ุฑَّุฌُู„ُ ุงู„ุฑَّุฌُู„َ ูِูŠ ุณُู„ْุทَุงู†ِู‡ِ، ูˆَู„َุง ูŠَู‚ْุนُุฏْ ูِูŠ ุจَูŠْุชِู‡ِ ุนَู„َู‰ ุชَูƒْุฑِู…َุชِู‡ِ ุฅِู„َّุง ุจِุฅِุฐْู†ِู‡ِ» ู‚َุงู„َ ุงู„ْุฃَุดَุฌُّ ูِูŠ ุฑِูˆَุงูŠَุชِู‡ِ: ู…َูƒَุงู†َ ุณِู„ْู…ًุง ุณِู†ًّุง

Dari Ibnu Mas’ud, berkata bahwasannya Rasulullah SAW bersabda “yang paling berhak menjadi imam suatu kaum adalah yang paling pandai dalam membaca Al Quran. Jika mereka setara dalam bacaan Al Quran yang menjadi imam adalah yang paling mengerti tentang sunnah Nabi. Apabila mereka setingkat tentang pengetahuan mengenai sunnah Nabi maka yang paling pertama melakukan hijrah. Jika mereka sama dalam amalan hijrah yang lebih dulu masuk Islam.

Berdasarkan hadis di atas, dapat kita pahami bahwa Allah secara syari’ telah memberikan petunjuk kepada kita dalam proses menentukan seorang imam. Bahwasannya, seseorang yang memiliki kefasihan dalam membaca surat al Fatihah dan ayat-ayat Al Quran adalah yang harus di dahulukan. Namun, dalam proses pengambilan natijah (kesimpulan hukum), ulama berbeda pendapat tentang hukum shalat yang dipimpin oleh imam yang ummi (tidak fasih bacaan Al Qurannya) atau kebalikan dari qori’.

Lalu, bagaimanakah hukum shalat seorang makmum yang qori’ kepada orang yang ummi? Dalam hal ini, Jumhur al-Fuqaha’ menyepakati bahwa tidak sah bermakmum kepada orang yang tidak fasih bacaan Al Qurannya, Imam Syafi’i memiliki dua pendapat yang berbeda antara qaul qadim dan jadidnya, dalam qaul jadidnya Imam Syafi’i berpendapat bahwa hukumnya tidak sah, namun dalam qaul qadimnya justru berpendapat sah apabila dalam shalat sirriyah, semisal shalat Ashar dan Dhuhur, namun prakteknya Makmum tersebut harus mengulang sholatnya sendiri, Sebagaimana keterangan kitab Tuhfah al Muhtaj fii syarh al Minhaj juz 8 halaman 35 di bawah ini;

( ูˆู„ุง ) ู‚ุฏูˆุฉ ( ู‚ุงุฑุฆ ุจุฃู…ّูŠّ ููŠ ุงู„ุฌุฏูŠุฏ ) ูˆุฅู† ู„ู… ูŠู…ูƒู†ู‡ ุงู„ุชّุนู„ّู… ูˆู„ุง ุนู„ู… ุจุญุงู„ู‡ ู„ุฃู†ّู‡ ู„ุง ูŠุตุญّ ู„ุชุญู…ّู„ ุงู„ู‚ุฑุงุกุฉ ุนู†ู‡ ู„ูˆ ุฃุฏุฑูƒู‡ ุฑุงูƒุนุง ู…ุซู„ุง ูˆู…ู† ุดุฃู† ุงู„ุฅู…ุงู… ุงู„ุชّุญู…ّู„ ูˆูŠุตุญّ ุงู‚ุชุฏุงุคู‡ ุจู…ู† ูŠุฌูˆุฒ ูƒูˆู†ู‡ ุฃู…ّูŠّุง ุฅู„ّุง ุฅุฐุง ู„ู… ูŠุฌู‡ุฑ ููŠ ุฌู‡ุฑูŠّุฉ ูุชู„ุฒู…ู‡ ู…ูุงุฑู‚ุชู‡ ูุฅู† ุงุณุชู…ุฑّ ุฌู‡ู„ุง ุญุชّู‰ ุณู„ّู… ู„ุฒู…ุชู‡ ุงู„ุฅุนุงุฏุฉ ู…ุง ู„ู… ูŠุจู† ุฃู†ّู‡ ู‚ุงุฑุฆ

Sah bermakmum kepada orang yang ummi kecuali dalam shalat jahriyyah. Adapun dalam shalat jahriyyah maka wajib mufaroqoh, apabila orang tersebut terus melanjutkan dalam posisi jahl (tanpa mengetahui apakah imam tersebut ummi atau qori’) maka wajib mengulangi shalatnya sampai jelas bahwa imam tersebut qori’.

Dalam redaksi lain, kitab al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah juz 6 halaman 34  dijelaskan bahwa tidak boleh bermakmumnya qori’ dengan ummi menurut jumhurul fuqoha’ (hanafiah, malikiyah, hanabilah, dan qaul jadid dari madzhab syafii’yah) karena imam itu orang yang menanggung terhadap bacaannya makmum, dan tidak mungkin bagi seorang yang ummi untuk menanggung bacaan karena tidak mampunya membaca, dan yang di maksud dengan ummi di sini menurut fuqoha’yaitu “orang yang tidak bagus bacaannya dan dia berada dalam keadaan shalat posisi Imam".

Menurut hemat kami, alangkah baiknya dalam menentukan imam shalat perlunya mempertimbangkan kenyamanan makmunnya. Dalam hal ini, kita bisa hubungkan kemampuan imam dalam membaca al Fatihah dan bacaan ayat Al Quran dengan baik, tartil, dan fasikhat sehingga kekhusyu’an shalat bisa tercapai dengan hal tersebut. 

Wallahu a’alam bisshowab.

Sekian jawaban darinya semoga bermanfaat bagi kita, sehingga dapat melaksanakan shalat jamaah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam.


Jumat, 22 Januari 2021

TUJUH KITAB DASAR YANG DIAJARKAN DI PESANTREN

TUJUH KITAB DASAR YANG DIAJARKAN DI PESANTREN  
==================================
Dalam dunia pesantren khususnya pesantren salaf, kitab kuning menjadi rujukan utama. Yang menarik, kitab kuning yang diajarkan telah memiliki umur yang cukup lama, hingga ratusan tahun tetap terjaga keasliannya. Berikut akan kami share tujuh kitab dasar yang dipelajari di pesantren salaf dari berbagai macam cabang ilmu agama. 

1. KITAB AL-AJURUMIYAH 

Salah satu kitab dasar yang mempelajari ilmu nahwu. Setiap santri yang menginginkan belajar kitab kuning wajib belajar dan memahami kitab ini terlebih dahulu. Karena tidak mungkin bisa membaca kitab kuning tanpa belajar kitab Jurumiyah, ppedoman dasar dalam ilmu nahwu. Adapun tingkatan selanjutnya setelah Jurumiyah adalah Imrithi, Mutamimah, dan yang paling tinggi adalah Alfiyah. 

Al-Jurumiyah dikarang oleh Syekh Shonhaji dengan memaparkan berbagai bagian di dalamnya yang sistematis dan mudah dipahami. 

2. KITAB  AMTSILAH AT-TASHRIFIYAH 

Jika nahwu adalah bapaknya, maka shorof ibunya. Begitulah hubungan kesinambungan antara dua jenis ilmu itu. Keduanya tak bisa dipisahkan satu sama yang lainnya dalam mempelajari kitab kuning. Salah satu kitab yang paling dasar dalam mempelajari ilmu shorof adalah Kitab Amtsilah Tashrifiyah yang dikarang salah satu ulama Indonesia, beliau KH. Ma’shum ‘Aly dari Jombang. 

Kitab tersebut sangat mudah dihafalkan karena disusun secara rapi dan bisa dilagukan dengan indah. 

3. KITAB MUSHTHOLAH AL-HADITS  

Kitab dasar selanjutnya adalah Kitab Mushtholah Al-Hadits yang mempelajari ilmu mengenai seluk beluk ilmu hadits. Mulai dari macam-macam hadits, kriteria hadits, syarat orang yang berhak meriwayatkan hadits dan lain-lain dapat dijadikan bukti kevalidan suatu matan hadits. Kitab ini dikarang oleh al-Qodhi abu Muhammad ar-Romahurmuzi yang mendapatkan perintah dari Kholifah Umar bin Abdul Aziz karena pada waktu itu banyak orang yang meriwayatkan hadist-hadist palsu. 

4. KITAB ARBA’IN NAWAWI 

Pada kitab yang telah disebutkan di atas merupakan kitab dasar dalam menspesifikasikan kedudukan hadits. Berbeda lagi dengan kitab matan hadits yang harus dipelajari di dunia pesantren, yaitu Kitab Arba’in Nawawi karangan Abu Zakariya Yahya bin Syaraf bin Murri Al Nizami An-Nawawi yang berisi 42 matan hadits. 

Selain itu beliau juga mengarang berbagai kitab antara lain Riyadhus Sholihin,  Al-Adzkar, Minhajut Tholibin, Syarh Muslim, dan lain-lain. Muatan tema yang dihimpun dalam kitab ini meliputi dasar-dasar agama, hukum, muamalah, dan akhlak 

5. KITAB AT-TAQRIB  

Fiqh merupakan hasil turunan dari Al-Quran dan Al-Hadist setelah melalui berbagai paduan dalam ushul fiqh. Kitab Taqrib yang dikarang oleh Al-Qodhi Abu Syuja’ Ahmad bin Husain bin Ahmad Al-Ashfahaniy adalah kitab fiqh yang menjadi rujukan dasar dalam mempelajari ilmu fiqh. Di atas Kitab Taqrib ada Kitab Fathul Qorib, Tausyaikh, Fathul Mu’in, dan semuanya itu syarah atau penjelasan dari At-Taqrib. 

6. KITAB AQIDATUL AWAM 

Hal mendasar dalam agama adalah kepercayaan atau aqidah. Apabila aqidah sudah mantap, kuat dan benar maka dalam menjalani syariat agama tidak akan menyeleweng dari aturan syariat yang telah ditentukan. Kitab dasar aqidah yang dipelajari dipesantren adalah kitab Aqidatul Awam karangan Syaikh Ahmad Marzuqi Al-Maliki berisi 57 bait nadzom. Kitab ini dikarang atas perintah Rasulullah yang mendatangi sang pengarang melalui mimpinya. 

Hingga beliau mampu menyelesaikan kitab tersebut sebagai acuan sumber literasi ilmu Aqidah di berbagai tempat. 

7. KITAB TA’LIMUL MUTA’ALIM 

Sepandai apapun manusia serta sebanyak apapun ilmu yang dikuasainya, semuanya tidak akan bisa menghasilkan sarinya ilmu tanpa adanya akhlaq. Hal dasar bagi para pencari ilmu agar ilmunya manfaat dan barokah adalah harus mengutamakan akhlaq. 

Kitab dasar yang menerangkan mengenai akhlaq di dunia pesantren adalah kitab Ta’limul-Muta’alim karangan Syaikh Burhanuddin Az-Zarnuji. 

Setiap awal proses belajar di pesantren sesuai adatnya pasti mempelajari kitab ini ataupun kitab lain yang seakar dengan Ta’limul Muta’alim, seperti kitab Adabul ‘alim wal Muta’alim karangan ulama’ besar Indonesia, Pahlawan Nasional sekaligus pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Kedua kitab ini pun juga menjadi kurikulum wajib bagi pesantren yang ada di Indonesia bahkan hingga luar negeri. 

Sungguh kaya khazanah ilmu pengetahuan Islam yang ada di dunia pesantren. Ada sekitar 200 judul kitab dipelajari di pesantren menurut data yang pernah dikemukakan oleh Gus Dur. Kalangan pesantren terus berupaya agar kebudayaan pesantren ini dapat eksis di tengah perubahan zaman dan globalisasi. Literasi kebudayaan salaf ini mampu menunjukkan kiprah para ulama sebagai warotsatul ambiya’ /pewaris para Nabi.
(sonhaji Dkm Al muhajirin)

 Wallahua’lam bishshowab.

Rabu, 20 Januari 2021

NGAJI KITAB FIQIH : MATN ABY SYUJA', MATAN AL-GHOYAH WAT-TAQRIB (113)

NGAJI KITAB FIQIH : MATN ABY SYUJA', MATAN AL-GHOYAH WAT-TAQRIB (113)
=================================

ู‚ุงู„ ุงู„ู…ุคู„ู ุฑุญู…ู‡ ุงู„ู„ู‡:
 ูˆูŠُุบุณَّู„ُ ุงู„ู…ูŠุชُ ูˆุชุฑุงً ูˆูŠูƒูˆู†ُ ูู‰ ุฃูˆู„ِ ุบุณู„ِู‡ِِِ ุณِุฏุฑٌ ูˆูู‰ ุกุงุฎุฑِู‡ ุดู‰ุกٌ ู…ู† ูƒุงููˆุฑ

"Dan mayit dimandikan secara ganjil, pada basuhan yang pertama adalah sidr (daun bidara) dan pada basuhan yang terakhir sedikit kapur"

                          Penjelasan :

๐ŸŽ Tata cara memandikan mayit adalah dengan meratakan air yang suci dan mensucikan ke seluruh badan mayit, meskipun matinya karena tenggelam. 
♦️Niat tidak diwajibkan dalam memandikan mayit, sehingga apabila yang memandikannya adalah orang kafir maka sah. 
๐Ÿ‘†Namun niat di sini hukumnya sunnah. 
♦️Suami boleh memandikan istrinya, demikian juga istri boleh memandikan suaminya. 
♦️Air yang digunakan harus berupa air mutlak, air yang suci dan mensucikan.
♦️Disunnahkan memandikan mayit secara ganjil, misalnya 3 kali atau 5 kali atau lebih dari itu.

๐ŸŽ Pada basuhan yang pertama disunnahkan untuk dicampur dengan daun sidr (bidara) dan pada basuhan yang terakhir dicampur dengan sedikit kapur.  
๐Ÿ‘†Kapur tidak boleh banyak, karena jika banyak akan merubah air. 

๐ŸŽYang paling baik mayit dimandikan di tempat yang sepi, tidak dimasuki oleh selain orang yang memandikan, walinya dan orang yang membantunya, ahli warisnya yang terdekat. 
♦️Disunnahkan mayit diletakkan di atas papan dan ditutup dengan pakaian basahan yang bisa menutup. 
♦️Disunnahkan untuk dimandikan dengan air asin dan dingin.
♦️Disunnahkan orang yang memandikan mendudukannya pada tempat yang tinggi, mendudukannya dengan condong ke belakang, dan meletakkan tangannya pada pundaknya mayit, ibu jari pada tulang nuqroh belakang kepalanya. Menyandarkan punggungnya dengan lutut kanan dan menjalankan tangan yang kiri pada perutnya dengan sedikit ditekan agar kotoran yang di dalam perutnya bisa keluar.
๐Ÿ‘†Kemudian menidurkannya di atas tengkuk pelakangnya dan membasuh qubul dan duburnya dengan kain yang di bungkuskan pada tangannya yang kiri kemudian dia membasuh tangannya. 
♦️Setelah itu dia mengambil kain yang lain dan membersihkan gigi dan lobang hidung mayit dengannya.
♦️Kemudian mewudluinya seperti orang hidup. 
♦️Kemudian membasuh kepala dan jenggotnya dengan semacam sidr (daun bidara). Jika rambutnya mengempal maka disisir secara pelan-pelan. 
♦️Kemudian dibasuh bagian depan kanan mayit, kemudian bagian depan kirinya mayit. Kemudian bagian belakang kanan mayit dan bagian belakang kirinya mayit. 
๐Ÿ‘†Semuanya dengan menggunakan daun sidr (bidara) 
♦️Setelah itu membasuh seluruh badannya dari kepala sampai kedua telapak kaki mayit dengan air yang murni untuk menghilangkan daun sidr (bidara).
♦️Kemudian meratakan air yang bercampur dengan sedikit kapur dan mengulanginya 2 kali. Sehingga keseluruhan basuhan berjumlah 9 kali basuha.
♦️Disunnahkan orang yang memandikan untuk tidak melihat pada selain aurot mayit dan haram melihat aurotnya mayit.

ูˆุงู„ู„ู‡ ุงุนู„ู… ุจุงู„ุตูˆุงุจ

Jumat, 15 Januari 2021

PEDAPAT ULAMA TENTANG ROH KEMBALI KE RUMAH TIAP MALAM JUMAT

PEDAPAT ULAMA TENTANG ROH KEMBALI KE RUMAH TIAP MALAM JUMAT

Pertanyaan saya, apakah benar kandungan syair tersebut tentang arwah yang kembali ke rumah tiap malam Jumat adalah karangan pengkhayal saja? Apa benar ia tidak memiliki dasar dalam agama? Apakah ada keterangan dari para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah?

Kandungan syair tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam karena masih dalam tataran mumkinat wal jaizat (perkara yang mungkin diwujudkan Allah melalui qudrat-iradatnya). 

Bisa saja Allah mengizinkan arwah kembali ke rumahnya, ke makamnya, atau ke tempat lain yang dikehendakinya. Keterangan kembalinya arwah ke rumah keluarganya disebutkan dalam beberapa kitab ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang terkenal kealimannya. Seperti Syekh Abu Bakr bin Syatha (w. 1310 H.), pengarang kitab I’anah Al-Thalibin Hasyiyah Fath Al-Mu’in. Beliau adalah maha guru para ulama di nusantara. Karyanya tersebut diajarkan di pesantren salafiyyah di seluruh Indonesia. Beliau berkata:

ุฅู† ุฃุฑูˆุงุญ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู† ุชุฃุชูŠ ููŠ ูƒู„ ู„ูŠู„ุฉ ุฅู„ู‰ ุณู…ุงุก ุงู„ุฏู†ูŠุง ูˆุชู‚ู ุจุญุฐุงุก ุจูŠูˆุชู‡ุง، ูˆูŠู†ุงุฏูŠ ูƒู„ ูˆุงุญุฏ ู…ู†ู‡ุง ุจุตูˆุช ุญุฒูŠู† ุฃู„ู ู…ุฑุฉ. ูŠุง ุฃู‡ู„ูŠ، ูˆุฃู‚ุงุฑุจูŠ، ูˆูˆู„ุฏูŠ. ูŠุง ู…ู† ุณูƒู†ูˆุง ุจูŠูˆุชู†ุง، ูˆู„ุจุณูˆุง ุซูŠุงุจู†ุง، ูˆุงู‚ุชุณู…ูˆุง ุฃู…ูˆุงู„ู†ุง. ู‡ู„ ู…ู†ูƒู… ู…ู† ุฃุญุฏ ูŠุฐูƒุฑู†ุง ูˆูŠุชููƒุฑู†ุง ููŠ ุบุฑุจุชู†ุง ูˆู†ุญู† ููŠ ุณุฌู† ุทูˆูŠู„ ูˆุญุตู† ุดุฏูŠุฏ ؟ ูุงุฑุญู…ูˆู†ุง ูŠุฑุญู…ูƒู… ุงู„ู„ู‡، ูˆู„ุง ุชุจุฎู„ูˆุง ุนู„ูŠู†ุง ู‚ุจู„ ุฃู† ุชุตูŠุฑูˆุง ู…ุซู„ู†ุง. ูŠุง ุนุจุงุฏ ุงู„ู„ู‡: ุฅู† ุงู„ูุถู„ ุงู„ุฐูŠ ููŠ ุฃูŠุฏูŠูƒู… ูƒุงู† ููŠ ุฃูŠุฏูŠู†ุง، ูˆูƒู†ุง ู„ุง ู†ู†ูู‚ ู…ู†ู‡ ููŠ ุณุจูŠู„ ุงู„ู„ู‡، ูˆุญุณุงุจู‡ ูˆูˆุจุงู„ู‡ ุนู„ูŠู†ุง، ูˆุงู„ู…ู†ูุนุฉ ู„ุบูŠุฑู†ุง. ูุฅู† ู„ู… ุชู†ุตุฑู – ุฃูŠ ุงู„ุงุฑูˆุงุญ – ุจุดุฆ، ูุชู†ุตุฑู ุจุงู„ุญุณุฑุฉ ูˆุงู„ุญุฑู…ุงู†


“Sesungguhnya arwah-arwah kaum mukminin itu datang ke langit dunia setiap malam, lalu mereka berdiri di tepat di rumah mereka. Lalu mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih sebanyak seribu kali, ‘Wahai keluargaku…’, ‘Wahai kerabatku…’, ”Wahai anakku…’. ‘Wahai orang-orang yang tinggal di rumah-rumah kami…’, ‘Wahai orang-orang yang memakai baju-baju kami…’, ‘Wahai orang-orang yang membagi harta-harta kami.’ Apakah ada seorang yang masih mengingat kami, memikirkan kami di pengasingan kami, kami berada dalam penjara yang lama serta berada dalam benteng yang kokoh? Kasihanilah kami, Allah akan mengasihani kalian semua. Jangan pelit kepada kami sebelum kalian mengalami seperti kami. Wahai hamba Allah, kesejahteraan yang ada pada kalian berasal dari tangan kami. Kami tidak menginfakkannya di jalan Allah, pada hisab dan pertanggungjawabannya ada pada kami. Tetapi manfaatnya diperoleh orang lain. Ketika arwah-arwah tidak mendapatkan sesuatu pun, mereka kembali dengan perasaan penuh penyesalan dan kehampaan. (2/142).”

Sebelum beliau, ada Syekh Al-Bujairami (w. 1221 H.), seorang ulama besar mazhab Syafi’i dalam kitabnya yang terkenal; Hasyiyah Al-Bujairami Ala Al-Khatib. Beliau mengutip pernyataan tersebut dan menisbatkannya kepada Rasulullah SAW. Beliau menyatakan bahwa pernyataan tersebut adalah hadis Nabi yang dikutip dari kitab Al-Jami’ Al-Kabir (6/167). Sebuah kamus hadis karya Al-Imam Al-Suyuthi (w. 911 H.).

Sebelumnya, Imam Al-Ramli (w. 957 H.) yang dikenal sebagai seorang yang sudah mencapai derajat mujtahid dalam internal mazhab Syafi’i, dalam kumpulan kitab Fatawa Al-Ramli mengutip pernyataan Imam Al-Qurtubi tentang adanya pendapat yang mengatakan bahwa arwah orang mukmin akan mengunjungi keluarganya. Imam Al-Ramli berkata,

ู‚َุงู„َ ุงู„ْู‚ُุฑْุทُุจِูŠُّ ูˆَู‚َุฏْ ู‚ِูŠู„َ ุฅู†َّู‡َุง ุชَุฒُูˆุฑُ ู‚ُุจُูˆุฑَู‡َุง ูƒُู„َّ ุฌُู…ُุนَุฉٍ ุนَู„َู‰ ุงู„ุฏَّูˆَุงู…ِ ูˆَู‚َุฏْูˆَุฑَุฏَ ุฃَู†َّู‡َุง ุชَุฃْุชِูŠ ู‚ُุจُูˆุฑَู‡َุง ูˆَุฏُูˆุฑَ ุฃَู‡ْู„ِู‡َุง ูِูŠ ูˆَู‚ْุชٍ ูŠُุฑِูŠุฏُู‡ُ ุงู„ู„َّู‡ُ ู„َู‡َุง ؛ ู„ِุฃَู†َّู‡َุง ู…َุฃْุฐُูˆู†ٌ ู„َู‡َุง ูِูŠ ุงู„ุชَّุตَุฑُّูِ ، ูˆَุฅِู†َّู‡َุง ุชُุจْุตِุฑُ ู…َู†ْ ู‡ُู†َุงูƒَ ุณَูˆَุงุกٌ ุฃَุชَุชْ ุฅู„َู‰ ุงู„ْู‚ُุจُูˆุฑِ ุฃَู…ْ ุงู„ุฏُّูˆุฑِ

Al-Qurtubi berkata, “Terkadang dikatakan bahwa arwah-arwah itu mengunjungi kuburannya setiap hari Jumat, selamanya. Dan telah datang sebuah khabar bahwa arwah-arwah itu mendatangi kuburnya dan rumah keluarga mereka pada waktu yang dikehendaki Allah. Hal itu karena mereka telah diberi izin oleh Allah untuk melakukannya. Arwah-arwah itu dapat melihat dari sana baik mereka datang ke kuburnya atau ke rumah keluarganya.” (6/68).

Sebelum para ahli fiqh terkemuka di atas, seorang ulama ahli hadis sekaligus ahli tasawuf, Al-Hakkari (w. 468 H.) meriwayatkan sebuah hadis yang menunjukkan fenomena berkunjungnya arwah ke rumah keluarganya dalam kitabnya, Hadiyyatul Ahya ilal Amwat wa Maa Yashilu Ilaihim. Beliau berkata:

ุฃุฎุจุฑู†ุง ุฃุจูˆ ุนุจุฏ ุงู„ุฑุญู…ู† ู…ุญู…ุฏ ุจู† ุงู„ุญุณูŠู† ุจู† ู…ูˆุณู‰ ุงู„ุณู„ู…ูŠ ูƒุชุงุจุฉً ู‚ุงู„: ุซู†ุง ุฃุจูˆ ุงู„ู‚ุงุณู… ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ู…ุญู…ุฏ ุงู„ู†ูŠุณุงุจูˆุฑูŠ ุนู† ุนู„ูŠ ุจู† ู…ูˆุณู‰ ุงู„ุจุตุฑูŠ، ุนู† ุงุจู† ุฌุฑูŠุฌ، ุนู† ู…ูˆุณู‰ ุจู† ูˆุฑุฏุงู†، ุนู† ุฃุจูŠ ู‡ุฑูŠุฑุฉ، ู‚ุงู„: ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆู„ู…ุน: (ุงู‡ุฏูˆุง ู„ู…ูˆุชุงูƒู…) ، ู‚ู„ู†ุง: ูˆู…ุง ู†ู‡ุฏูŠ ูŠุง ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุงู„ู…ูˆุชู‰؟ ู‚ุงู„: (ุงู„ุตุฏู‚ุฉ ูˆุงู„ุฏุนุงุก) ุซู… ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…: « ุฅู† ุฃุฑูˆุงุญ ุงู„ู…ุคู…ู†ูŠู† ูŠุฃุชูˆู† ูƒู„ ุฌู…ุนุฉ ุฅู„ู‰ ุณู…ุงุก ุงู„ุฏู†ูŠุง ููŠู‚ููˆู† ุจุญุฐุงุก ุฏูˆุฑู‡ู… ูˆุจูŠูˆุชู‡ู… ููŠู†ุงุฏูŠ ูƒู„ ูˆุงุญุฏ ู…ู†ู‡ู… ุจุตูˆุช ุญุฒูŠู†: ูŠุง ุฃู‡ู„ูŠ ูˆูˆู„ุฏูŠ ูˆุฃู‡ู„ ุจูŠุชูŠ ูˆู‚ุฑุงุจุงุชูŠ، ุงุนุทููˆุง ุนู„ูŠู†ุง ุจุดูŠุก، ุฑุญู…ูƒู… ุงู„ู„ู‡، ูˆุงุฐูƒุฑูˆู†ุง ูˆู„ุง ุชู†ุณูˆู†ุง، ูˆุงุฑุญู…ูˆุง ุบุฑุจุชู†ุง، ูˆู‚ู„ุฉ ุญูŠู„ุชู†ุง، ูˆู…ุง ู†ุญู† ููŠู‡، ูุฅู†ุง ู‚ุฏ ุจู‚ูŠู†ุง ููŠ ุณุญูŠู‚ ูˆุซูŠู‚، ูˆุบู… ุทูˆูŠู„، ูˆูˆู‡ู† ุดุฏูŠุฏ، ูุงุฑุญู…ูˆู†ุง ุฑุญู…ูƒู… ุงู„ู„ู‡، ูˆู„ุง ุชุจุฎู„ูˆุง ุนู„ูŠู†ุง ุจุฏุนุงุก ุฃูˆ ุตุฏู‚ุฉ ุฃูˆ ุชุณุจูŠุญ، ู„ุนู„ ุงู„ู„ู‡ ูŠุฑุญู†ุง ู‚ุจู„ ุฃู† ุชูƒูˆู†ูˆุง ุฃู…ุซุงู„ู†ุง، ููŠุง ุญุณุฑุชุงู‡ ูˆุงู†ุฏุงู…ุงู‡ ูŠุง ุนุจุงุฏ ุงู„ู„ู‡، ุงุณู…ุนูˆุง ูƒู„ุงู…ู†ุง، ูˆู„ุง ุชู†ุณูˆู†ุง، ูุฃู†ุชู… ุชุนู„ู…ูˆู† ุฃู† ู‡ุฐู‡ ุงู„ูุถูˆู„ ุงู„ุชูŠ ููŠ ุฃูŠุฏูŠูƒู… ูƒุงู†ุช ููŠ ุฃูŠุฏูŠู†ุง، ูˆูƒู†ุง ู„ู… ู†ู†ูู‚ ููŠ ุทุงุนุฉ ุงู„ู„ู‡، ูˆู…ู†ุนู†ุงู‡ุง ุนู† ุงู„ุญู‚ ูุตุงุฑ ูˆุจุงู„ุงً ุนู„ูŠู†ุง ูˆู…ู†ูุนุชู‡ ู„ุบูŠุฑู†ุง، ูˆุงู„ุญุณุงุจ ูˆุงู„ุนู‚ุงุจ ุนู„ูŠู† ุง» ، ู‚ุงู„: « ููŠู†ุงุฏูŠ ูƒู„ ูˆุงุญุฏ ู…ู†ู‡ู… ุฃู„ู ู…ุฑุฉٍ ู…ู† ุงู„ุฑุฌุงู„ ูˆุงู„ู†ุณุงุก، ุงุนุทููˆุง ุนู„ูŠู†ุง ุจุฏุฑู‡ู… ุฃูˆ ุฑุบูŠู ุฃูˆ ูƒุณุฑุฉ » ู‚ุงู„: ูุจูƒู‰ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… ูˆุจูƒูŠู†ุง ู…ุนู‡، ูู„ู… ู†ุณุชุทุน ุฃู† ู†ุชูƒู„ู… ุซู… ู‚ุงู„ : « ุฃูˆู„ุฆูƒ ุฅุฎูˆุงู†ูƒู… ูƒุงู†ูˆุง ููŠ ู†ุนูŠู… ุงู„ุฏู†ูŠุง، ูุตุงุฑูˆุง ุฑู…ูŠู…ุงً ุจุนุฏ ุงู„ู†ุนูŠู… ูˆุงู„ุณุฑูˆุฑ » ، ู‚ุงู„: « ุซู… ูŠุจูƒูˆู† ูˆูŠู†ุงุฏูˆู† ุจุงู„ูˆูŠู„ ูˆุงู„ุซุจูˆุฑ ูˆุงู„ู†ููŠุฑ ุนู„ู‰ ุฃู†ูุณู‡ู… ูŠู‚ูˆู„ูˆู†: ูŠุง ูˆู„ูŠุชู†ุง ู„ูˆ ุฃู†ูู‚ู†ุง ู…ุง ูƒุงู† ููŠ ุฃูŠุฏูŠู†ุง ู…ุง ุงุญุชุฌู†ุง ููŠุฑุฌุนูˆู† ุจุญุณุฑุฉ ูˆู†ุฏุงู…ุฉ

Telah bercerita kepada kami Abu Abdurrahman Muhammad Ibnu Al-Husain Ibnu Musa Al-Salma, beliau berkata: ‘Telah bercerita kepada kami Abu Al-Qasim Abdullah Ibnu Muhammad Al-Naisaburi dari Ali Ibnu Musa Al-Bashri dari Ibnu Jarih dari Musa Ibnu Wirdan dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Berilah hadiyah untuk keluargamu yang telah meninggal.” Kemudian kami (para sahabat) bertanya: “Apa yang dapat kami hadiyahkan untuk keluarga kami yang meninggal wahai Rasulullah?.”

Maka Rasulullah menjawab: “Dengan bersedekah dan berdo’a.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ruh-ruh orang mu’min datang ke langit dunia pada setiap malam Jum’at. Maka mereka berdiri didepan rumah-rumah mereka kemudian masing-masing mereka memanggil dengan suara yang penuh dengan iba: ‘Wahai keluargaku, anak-anakkku dan kerabat-kerabatku, belas kasihanilah kami dengan sesuatu, niscaya Allah akan menyayangi kalian. Ingatlah pada kami dan janganlah kami kalian lupakan. Belas kasihanilah kami dalam keterasingan ini, ketidak berdayaan kami dan segala sesuatu yang kami berada didalamnya. Sesungguhnya kami berada ditempat yang jauh dan terpencil dengan kepiluan yang mendalam dan ketidak berdayaan yang teramat sangat. Sayangilah kami, niscaya Allah akan menyayangi kalian. Janganlah kalian kikir kepada kami dengan sekedar berdoa, bersedekah ataupun bertasbih. Semoga Allah memberikan rasa nyaman kepada kami sebelum kalian sama seperti kami. Duuh…. sungguh kalian akan merugi, sungguh kalian akan menyesal wahai hamba-hamba Allah! dengarkanlah apa yang kami ucapkan dan janganlah kalian melupakan kami. Kalian juga tau bahwa fadlilah dan keutamaan yang saat ini berada ditangan kalian adalah sebelumnya milik kami namun kami tidak membelanjakan untuk keta’atan kepada Allah, kami tidak menerima dan menolak kebenaran hingga ia menjadi bencana dan musibah bagi kami. Manis dan manfa’atnya dinikmati oleh orang lain sedang pertanggungjawaban dan siksanya kami yang menanggung.’”

Kemudian Rasulullah bersabda: “Masing-masing dari mereka (arwah-arwah) memanggil sebanyak seribu kali: ‘Belas kasihanilah kami dengan satu dirham atau sepotong roti atau bahkan setengahnya.’”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis dan kamipun (para sahabat) tak kuasa membendung air mata kami dan kamipun terdiam seribu bahasa. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah saudara-saudara kalian yang terlena dalam kenikmatan dunia dan kini mereka telah hancur setelah sebelumnya mereka hanyut dalam kenikmatan dan kebahagiaan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda: “Lalu merekapun menangis dan merintih dengan kehancuran dan kebinasaan yang mereka alami, dan merekapun berkata: ‘Celakalah kita, seandainya kita menginfaqkan apa yang pernah kita miliki dijalan Allah, kita tidak akan membutuhkan semua ini.’ Merekapun pulang dengan penuh penyesalan.”

Dengan demikian, tidak tepat pandangan yang mengatakan bahwa kunjungan arwah ke rumah keluarganya hanya khayalan tukang khayal. 

Sebaliknya, ulama-ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari kalangan Syafi’iyyah-Asy’ariyyah seperti Syekh Abu Bakr bin Syatha, Syekh Al-Bujairami, Syekh Al-Ramli, Al-Qurtubi, dan Al-Hakkari mengutip informasi tersebut tanpa menunjukkan penolakan. Ini menunjukkan bahwa mereka menerima kandungan informasi tersebut. Terlepas dari kualitas hadisnya daif, misalnya, kembalinya arwah ke rumah atau ke tempat lain, adalah tergolong perkara yang mungkin terjadi jika Allah mengizinkan.

Sampai di sini perlu digarisbawahi bahwa yang terpenting bukan kembalinya arwah ke rumah mereka dahulu. Tetapi anjuran untuk beramal shaleh seperti mendoakan dan bersedekah yang pahalanya dikirimkan kepada keluarga yang sudah meninggal. Hal ini sebagai bentuk kepedulian dan bakti kita yang masih hidup terhadap ayah dan ibu yang sudah meninggal. 

Ahlus Sunnah Wal Jamaah meyakini bahwa pahala yang dihadiahkan kepada yang sudah meninggal akan sampai kepada mereka, terutama jika kita menyertakan permohonan kepada Allah agar pahalanya dihadiahkan kepada mereka. 

Wallahu'alam.