Pertanyaan saya, apakah benar kandungan syair tersebut tentang arwah yang kembali ke rumah tiap malam Jumat adalah karangan pengkhayal saja? Apa benar ia tidak memiliki dasar dalam agama? Apakah ada keterangan dari para ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah?

Kandungan syair tersebut tidak bertentangan dengan akidah Islam karena masih dalam tataran mumkinat wal jaizat (perkara yang mungkin diwujudkan Allah melalui qudrat-iradatnya). 

Bisa saja Allah mengizinkan arwah kembali ke rumahnya, ke makamnya, atau ke tempat lain yang dikehendakinya. Keterangan kembalinya arwah ke rumah keluarganya disebutkan dalam beberapa kitab ulama Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang terkenal kealimannya. Seperti Syekh Abu Bakr bin Syatha (w. 1310 H.), pengarang kitab I’anah Al-Thalibin Hasyiyah Fath Al-Mu’in. Beliau adalah maha guru para ulama di nusantara. Karyanya tersebut diajarkan di pesantren salafiyyah di seluruh Indonesia. Beliau berkata:

إن أرواح المؤمنين تأتي في كل ليلة إلى سماء الدنيا وتقف بحذاء بيوتها، وينادي كل واحد منها بصوت حزين ألف مرة. يا أهلي، وأقاربي، وولدي. يا من سكنوا بيوتنا، ولبسوا ثيابنا، واقتسموا أموالنا. هل منكم من أحد يذكرنا ويتفكرنا في غربتنا ونحن في سجن طويل وحصن شديد ؟ فارحمونا يرحمكم الله، ولا تبخلوا علينا قبل أن تصيروا مثلنا. يا عباد الله: إن الفضل الذي في أيديكم كان في أيدينا، وكنا لا ننفق منه في سبيل الله، وحسابه ووباله علينا، والمنفعة لغيرنا. فإن لم تنصرف – أي الارواح – بشئ، فتنصرف بالحسرة والحرمان


“Sesungguhnya arwah-arwah kaum mukminin itu datang ke langit dunia setiap malam, lalu mereka berdiri di tepat di rumah mereka. Lalu mereka memanggil-manggil dengan suara yang sedih sebanyak seribu kali, ‘Wahai keluargaku…’, ‘Wahai kerabatku…’, ”Wahai anakku…’. ‘Wahai orang-orang yang tinggal di rumah-rumah kami…’, ‘Wahai orang-orang yang memakai baju-baju kami…’, ‘Wahai orang-orang yang membagi harta-harta kami.’ Apakah ada seorang yang masih mengingat kami, memikirkan kami di pengasingan kami, kami berada dalam penjara yang lama serta berada dalam benteng yang kokoh? Kasihanilah kami, Allah akan mengasihani kalian semua. Jangan pelit kepada kami sebelum kalian mengalami seperti kami. Wahai hamba Allah, kesejahteraan yang ada pada kalian berasal dari tangan kami. Kami tidak menginfakkannya di jalan Allah, pada hisab dan pertanggungjawabannya ada pada kami. Tetapi manfaatnya diperoleh orang lain. Ketika arwah-arwah tidak mendapatkan sesuatu pun, mereka kembali dengan perasaan penuh penyesalan dan kehampaan. (2/142).”

Sebelum beliau, ada Syekh Al-Bujairami (w. 1221 H.), seorang ulama besar mazhab Syafi’i dalam kitabnya yang terkenal; Hasyiyah Al-Bujairami Ala Al-Khatib. Beliau mengutip pernyataan tersebut dan menisbatkannya kepada Rasulullah SAW. Beliau menyatakan bahwa pernyataan tersebut adalah hadis Nabi yang dikutip dari kitab Al-Jami’ Al-Kabir (6/167). Sebuah kamus hadis karya Al-Imam Al-Suyuthi (w. 911 H.).

Sebelumnya, Imam Al-Ramli (w. 957 H.) yang dikenal sebagai seorang yang sudah mencapai derajat mujtahid dalam internal mazhab Syafi’i, dalam kumpulan kitab Fatawa Al-Ramli mengutip pernyataan Imam Al-Qurtubi tentang adanya pendapat yang mengatakan bahwa arwah orang mukmin akan mengunjungi keluarganya. Imam Al-Ramli berkata,

قَالَ الْقُرْطُبِيُّ وَقَدْ قِيلَ إنَّهَا تَزُورُ قُبُورَهَا كُلَّ جُمُعَةٍ عَلَى الدَّوَامِ وَقَدْوَرَدَ أَنَّهَا تَأْتِي قُبُورَهَا وَدُورَ أَهْلِهَا فِي وَقْتٍ يُرِيدُهُ اللَّهُ لَهَا ؛ لِأَنَّهَا مَأْذُونٌ لَهَا فِي التَّصَرُّفِ ، وَإِنَّهَا تُبْصِرُ مَنْ هُنَاكَ سَوَاءٌ أَتَتْ إلَى الْقُبُورِ أَمْ الدُّورِ

Al-Qurtubi berkata, “Terkadang dikatakan bahwa arwah-arwah itu mengunjungi kuburannya setiap hari Jumat, selamanya. Dan telah datang sebuah khabar bahwa arwah-arwah itu mendatangi kuburnya dan rumah keluarga mereka pada waktu yang dikehendaki Allah. Hal itu karena mereka telah diberi izin oleh Allah untuk melakukannya. Arwah-arwah itu dapat melihat dari sana baik mereka datang ke kuburnya atau ke rumah keluarganya.” (6/68).

Sebelum para ahli fiqh terkemuka di atas, seorang ulama ahli hadis sekaligus ahli tasawuf, Al-Hakkari (w. 468 H.) meriwayatkan sebuah hadis yang menunjukkan fenomena berkunjungnya arwah ke rumah keluarganya dalam kitabnya, Hadiyyatul Ahya ilal Amwat wa Maa Yashilu Ilaihim. Beliau berkata:

أخبرنا أبو عبد الرحمن محمد بن الحسين بن موسى السلمي كتابةً قال: ثنا أبو القاسم عبد الله بن محمد النيسابوري عن علي بن موسى البصري، عن ابن جريج، عن موسى بن وردان، عن أبي هريرة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه ولمع: (اهدوا لموتاكم) ، قلنا: وما نهدي يا رسول الله الموتى؟ قال: (الصدقة والدعاء) ثم قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « إن أرواح المؤمنين يأتون كل جمعة إلى سماء الدنيا فيقفون بحذاء دورهم وبيوتهم فينادي كل واحد منهم بصوت حزين: يا أهلي وولدي وأهل بيتي وقراباتي، اعطفوا علينا بشيء، رحمكم الله، واذكرونا ولا تنسونا، وارحموا غربتنا، وقلة حيلتنا، وما نحن فيه، فإنا قد بقينا في سحيق وثيق، وغم طويل، ووهن شديد، فارحمونا رحمكم الله، ولا تبخلوا علينا بدعاء أو صدقة أو تسبيح، لعل الله يرحنا قبل أن تكونوا أمثالنا، فيا حسرتاه وانداماه يا عباد الله، اسمعوا كلامنا، ولا تنسونا، فأنتم تعلمون أن هذه الفضول التي في أيديكم كانت في أيدينا، وكنا لم ننفق في طاعة الله، ومنعناها عن الحق فصار وبالاً علينا ومنفعته لغيرنا، والحساب والعقاب علين ا» ، قال: « فينادي كل واحد منهم ألف مرةٍ من الرجال والنساء، اعطفوا علينا بدرهم أو رغيف أو كسرة » قال: فبكى رسول الله صلى الله عليه وسلم وبكينا معه، فلم نستطع أن نتكلم ثم قال : « أولئك إخوانكم كانوا في نعيم الدنيا، فصاروا رميماً بعد النعيم والسرور » ، قال: « ثم يبكون وينادون بالويل والثبور والنفير على أنفسهم يقولون: يا وليتنا لو أنفقنا ما كان في أيدينا ما احتجنا فيرجعون بحسرة وندامة

Telah bercerita kepada kami Abu Abdurrahman Muhammad Ibnu Al-Husain Ibnu Musa Al-Salma, beliau berkata: ‘Telah bercerita kepada kami Abu Al-Qasim Abdullah Ibnu Muhammad Al-Naisaburi dari Ali Ibnu Musa Al-Bashri dari Ibnu Jarih dari Musa Ibnu Wirdan dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda: “Berilah hadiyah untuk keluargamu yang telah meninggal.” Kemudian kami (para sahabat) bertanya: “Apa yang dapat kami hadiyahkan untuk keluarga kami yang meninggal wahai Rasulullah?.”

Maka Rasulullah menjawab: “Dengan bersedekah dan berdo’a.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya ruh-ruh orang mu’min datang ke langit dunia pada setiap malam Jum’at. Maka mereka berdiri didepan rumah-rumah mereka kemudian masing-masing mereka memanggil dengan suara yang penuh dengan iba: ‘Wahai keluargaku, anak-anakkku dan kerabat-kerabatku, belas kasihanilah kami dengan sesuatu, niscaya Allah akan menyayangi kalian. Ingatlah pada kami dan janganlah kami kalian lupakan. Belas kasihanilah kami dalam keterasingan ini, ketidak berdayaan kami dan segala sesuatu yang kami berada didalamnya. Sesungguhnya kami berada ditempat yang jauh dan terpencil dengan kepiluan yang mendalam dan ketidak berdayaan yang teramat sangat. Sayangilah kami, niscaya Allah akan menyayangi kalian. Janganlah kalian kikir kepada kami dengan sekedar berdoa, bersedekah ataupun bertasbih. Semoga Allah memberikan rasa nyaman kepada kami sebelum kalian sama seperti kami. Duuh…. sungguh kalian akan merugi, sungguh kalian akan menyesal wahai hamba-hamba Allah! dengarkanlah apa yang kami ucapkan dan janganlah kalian melupakan kami. Kalian juga tau bahwa fadlilah dan keutamaan yang saat ini berada ditangan kalian adalah sebelumnya milik kami namun kami tidak membelanjakan untuk keta’atan kepada Allah, kami tidak menerima dan menolak kebenaran hingga ia menjadi bencana dan musibah bagi kami. Manis dan manfa’atnya dinikmati oleh orang lain sedang pertanggungjawaban dan siksanya kami yang menanggung.’”

Kemudian Rasulullah bersabda: “Masing-masing dari mereka (arwah-arwah) memanggil sebanyak seribu kali: ‘Belas kasihanilah kami dengan satu dirham atau sepotong roti atau bahkan setengahnya.’”

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menangis dan kamipun (para sahabat) tak kuasa membendung air mata kami dan kamipun terdiam seribu bahasa. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adalah saudara-saudara kalian yang terlena dalam kenikmatan dunia dan kini mereka telah hancur setelah sebelumnya mereka hanyut dalam kenikmatan dan kebahagiaan.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian bersabda: “Lalu merekapun menangis dan merintih dengan kehancuran dan kebinasaan yang mereka alami, dan merekapun berkata: ‘Celakalah kita, seandainya kita menginfaqkan apa yang pernah kita miliki dijalan Allah, kita tidak akan membutuhkan semua ini.’ Merekapun pulang dengan penuh penyesalan.”

Dengan demikian, tidak tepat pandangan yang mengatakan bahwa kunjungan arwah ke rumah keluarganya hanya khayalan tukang khayal. 

Sebaliknya, ulama-ulama besar Ahlus Sunnah Wal Jamaah dari kalangan Syafi’iyyah-Asy’ariyyah seperti Syekh Abu Bakr bin Syatha, Syekh Al-Bujairami, Syekh Al-Ramli, Al-Qurtubi, dan Al-Hakkari mengutip informasi tersebut tanpa menunjukkan penolakan. Ini menunjukkan bahwa mereka menerima kandungan informasi tersebut. Terlepas dari kualitas hadisnya daif, misalnya, kembalinya arwah ke rumah atau ke tempat lain, adalah tergolong perkara yang mungkin terjadi jika Allah mengizinkan.

Sampai di sini perlu digarisbawahi bahwa yang terpenting bukan kembalinya arwah ke rumah mereka dahulu. Tetapi anjuran untuk beramal shaleh seperti mendoakan dan bersedekah yang pahalanya dikirimkan kepada keluarga yang sudah meninggal. Hal ini sebagai bentuk kepedulian dan bakti kita yang masih hidup terhadap ayah dan ibu yang sudah meninggal. 

Ahlus Sunnah Wal Jamaah meyakini bahwa pahala yang dihadiahkan kepada yang sudah meninggal akan sampai kepada mereka, terutama jika kita menyertakan permohonan kepada Allah agar pahalanya dihadiahkan kepada mereka. 

Wallahu'alam.