Jumat, 23 April 2021

PAHALA PUASA

PAHALA PUASA
==============


Dalam kitab Is’afu Ahlil Iman bi Wadza’if Syahri Ramadhan, sebuah kitab kecil yang secara khusus disajikan untuk mengupas hal-hal seputar puasa. Kitab ini ditulis oleh Syekh Hasan Al-Masyath, ulama kelahiran Makkah yang dijuluki Syaikhul ‘Ulama (gurunya para ulama).
Diantara murid beliau dari Nusantara.

diantara murid beliau adalah Sayyid Muhammad Alawi al-Maliki (ulama pakar hadis yang fatwa-fatwanya banyak menjadi rujukan), Maulana Syekh TGKH. Muhammad Zainuddin Abdul Majid (salah satu ulama besar Indonesia dari Lombok Timur, juga pendiri Nahdlatul Wathan dan tarekat Hizib Nahdlatul.

Dalam menjabarkan hadis yang termuat dalam setiap babnya, Syekh Al-Masyath menjabarkannya dalam bentuk catatan (ta’liq) secara padat dan berisi. 

Contoh saja saat menjelaskan salah satu keutamaan orang berpuasa dengan mengutip hadis di bawah ini: 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ 

“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya.” 

Jika kita pahami hadis ini secara tekstual, tentu akan janggal.

Bukannya semua amal ibadah akan dibalas oleh Allah? Bukan hanya ibadah puasa. Shalat, zakat, haji dan ibadah lainnya pasti akan Allah balas. 

Mengapa redaksi hadis di atas seolah menegaskan bahwa hanya puasa yang Allah balas? Menurut Syekh Al-Masyath, hadis ini menunjukkan bahwa ibadah puasa lebih unggul dibanding ibadah lainnya dengan beberapa argumen berikut: 

Pertama , puasa adalah ibadah yang tidak terlihat secara gerakan, berbeda dengan ibadah pada umumnya. Jika kita misal shalat, zakat ataupun haji, maka ibadah yang kita lakukan pasti terlihat orang; saat kita melakukan shalat, gerakan shalat kita memperlihatkan kita sedang shalat. Saat sedang menunaikan zakat, orang lain melihat kita melakukan zakat. Pun saat kita haji, orang lain melihat bagaimana kita melakukan ibadah tersebut. Lain halnya dengan berpuasa. 

Ketika seseorang berpuasa, tidak ada gerakan yang menunjukan kita sedang berpuasa. Contoh sederhananya, saat kita melihat dua orang berdampingan duduk, mereka tidak minum atau makan. Satu sedang berpuasa dan yang satu tidak. Apa kita bisa menebak mana yang puasa dan mana yang tidak? Sulit, bukan? Karena ibadah puasa tidak terihat secara  eksplisit oleh orang lain, maka sulit untuk terjerumus dalam sifat pamer ibadah (riya). 

Jika pun sengaja pamer puasa, hanya mampu diungkapkan dalam kata-kata saja. “Saya sedang puasa. loh,” dengan tujuan pamer, misalkan. Tidak bisa diungkapkan dalam sebuah gerakan. Berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya. 

Kedua, puasa adalah ibadah yang mampu mengekang syahwat dengan sebab meninggalkan makan dan minum. Sementara syahwat adalah pintu utama bagi syaitan. 

Hal ini menjadikan puasa memiliki nilai lebih dibanding ibadah umumnya.

Ketiga, hanya Allah yang mengetahui bobot pahala ibadah puasa. Berbeda dengan ibadah lainnya, pahalanya sudah diberitahukan penggandaan 10 sampai 700 kali lipat, sampai yang Allah kehendaki. 

Keempat , balasan orang yang berpuasa adalah berjumpa dan berbincang langsung dengan Allah swt di akhirat kelak, tanpa ada penghalang apapun. Sementara ibadah selain puasa, pahalanya adalah surga. 

Tentu, berjumpa dengan Allah swt adalah nikmat paling agung, lebih agung daripada nikmat mendapat surga dan seisinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar