Minggu, 19 April 2020

Wajib jadi Sunnah ketika Bulan Romadhon

Amal Sunah Bernilai Wajib di Bulan Ramadhan, Hadis Dhaif?


Amal Sunah Bernilai Wajib di Bulan Ramadhan, Hadis Dhaif?

Saya mendegar kultum. Pak Ustad menyampaikan, ketika ramadhan, amal sunah dinilai seperti amal wajib. Dan amal wajib dilipatkan 70 kali. Apa itu benar?

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,

Hadis ini sangat terkenal di masyarakat, karena banyak khatib yang menggunakannya. Hadisnya cukup panjang, menyebutkan berbagai keutamaan bulan ramadhan. Pernyataan yang anda sebutkan, bagian dari potongan hadis tersebut, yang bunyinya,

مَن تقرَّب فيه بخصلةٍ من خِصال الخير كان كمَن أدَّى فريضةً فيما سواه، ومَن أدَّى فريضةً كان كمَن أدَّى سبعين فريضةً فيما سواه

Siapa yang melakukan ibadah sunah, nilainya seperti orang yang melakukan ibadah wajib di selain ramadhan. Dan siapa yang melaksanakan yang wajib, nilainya seperti orang yang melaksanakan 70 kali ibadah wajib di selain ramadhan.

Derajat Hadits

Dalam Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah dijelaskan,

“Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Muhamili dalam Al-Amali (jilid 5, no.50) dan Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya (no. 1887). Ibnu Khuzaimah berkomentar, ‘Andaikan sahih, bisa menjadi dalil.’

Juga diriwayatkan oleh Al-Wahidi dalam Al-Wasith, 1/640.

Sanad hadis ini dhaif karena adanya perawi bernama Ali bin Zaid bin Jada’an. Orang ini dhaif, sebagaimana keterangan Imam Ahmad dan yang lainnya. Imam Ibnu Khuzaimah telah menjelaskan, ‘Saya tidak menjadikan perawi ini sebagai dalil, karena hafalannya jelek.’” (Silsilah Al-Ahadits Adh-Dhaifah, 2/263)

Keterangan lain disampaikan al-Hafidz Ibnu Hajar,

مداره على علىِّ بن زيد بن جدعان وهو ضعيف ويوسف بن زياد الراوى عنه ضعيف جدا وتابعه إياس بن عبد الغفار عن على بن زيد عند البيهقى فى شعب الإيمان قال ابن حجر : وإياس ما عرفته

Hadis ini berputar pada seorang perawi bernama Ali bin Zaid bin Jada’an, dia dhaif. Sementara Yusuf bin Ziyad yang meriwayatkan dari Ali bin Zaid, sangat dhaif. Sanad lain yang menyertai dari Iyas bin Abdil Ghaffar dari Ali bin Zaid seperti yang diriwayatkan Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman. Namun al-Hafidz Ibu Hajar mengatakan, “Tentang Iyas, saya tidak tahu.” (Jam’ul Jawami’, no. 711).

Mengingat hadisnya dhaif, maka kita Boleh dihindari dan boleh dijadikan sebagai pengingat saja atau penyemangat dalam beribadah namun tidak digunakan sebagai pedoman apalagi tuntunan karena derajat hadistnya sebatas dhaif tidak sampai Maudhu atau palsu, kalau palsu maka wajib dihindari.

Hadist Maudhu atau palsu wajib dihindari karena kita tidak ingin disebut pula sebagai pendusta sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. bersabda,

من حدَّثَ عنِّي بحديثٍ وَهوَ يرى أنَّهُ كذِبٌ فَهوَ أحدُ الْكاذبينِ

“barangsiapa yang menyampaikan hadits dariku suatu hadits yang ia sangka bahwa itu dusta, maka ia salah satu dari dua pendusta” 

(HR. Muslim dalam Muqaddimah shahihya).

Allahu a’lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar