Selasa, 24 November 2020

INI JAWABAN SINGKAT DI MANA, BAGAIMANA, KAPAN, DAN BERAPA ALLAH


INI JAWABAN SINGKAT DI MANA, BAGAIMANA, KAPAN, DAN BERAPA ALLAH
==============================
Orang yang beriman merindukan Allah. Bahkan sebagian tradisi tasawuf menyatakan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk beribadah hanya karena Allah tahu bahwa manusia merindukan-Nya. 

Tetapi di tengah kerinduan itu, manusia mungkin saja membayangkan Allah sesuai dengan imajinasinya. 

Yang paling mungkin, manusia membayangkan Allah dengan sifat-sifat makhluk sebagai model yang dikenalnya. Ketika pikiran tentang Allah sudah mengembara kian kemari, maka sebaiknya kita membatasi diri dan meminta ampun karena telah menyifatkan Allah dengan sifat-sifat makhluk yang tidak layak bagi-Nya. 

Syekh M Nawawi Banten menawarkan jawaban ringkas atas empat pertanyaan terkait Allah, yaitu pertanyaan tempat, kualitas, waktu, dan jumlah bagi Allah. Empat jawaban ringkas ini sudah memadai bagi mereka yang menghadapi pertanyaan ini. 

فإن قال لك قائل أين الله فجوابه ليس في مكان ولا يمر عليه زمان وإن قال لك كيف الله فقل ليس كمثله شيء وإن قال لك متى الله فقل له أول بلا ابتداء وآخر بلا انتهاء وإن قال لك كم الله فقل له واحد لا من قلة قل هو الله أحد 

Artinya, “Jika seseorang bertanya kepadamu, ‘Allah di mana?’ maka jawablah, ‘Ia tidak bertempat dan tidak mengalami waktu.’ Jika kau ditanya, ‘Bagaimana Allah?’, jawablah, ‘Allah tidak serupa dengan sesuatu apa pun itu.’ Jika kau ditanya, ‘Kapan Allah (ada)?’, jawablah, ‘Dia awal yang tidak memiliki permulaan dan (Dia) akhir yang tidak memiliki penghabisan.’ Jika kau ditanya, ‘Allah berapa?’ jawablah, ‘Allah esa, bukan karena sedikit (kekurangan). Katakanlah Allah itu esa,’” 

(Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatussaja [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9). 

Ini merupakan jawaban singkat yang perlu diyakini oleh umat Islam secara umum. Mereka yang tidak memiliki kesempatan untuk mempelajari ilmu tauhid, ilmu aqidah, atau ilmu kalam secara detil cukup berpegang pada empat jawaban ringkas ini dan tidak menambahkannya. 

Adapun penjelasan rincinya dapat dipelajari di dalam ilmu, tauhid, ilmu aqidah atau ilmu kalam. Mereka yang masih menyimpan penasaran atau memiliki waktu luang untuk mempelajarinya dapat merujuk pada buku atau kitab ilmu tauhid, ilmu aqidah, atau ilmu kalam yang berhaluan Ahlussunnah wal Jamaah. 

Adapun mereka yang tidak lagi mempersoalkan empat masalah ini adalah mereka yang mencapai kesempurnaan iman. Keimanan mereka ini sudah cukup mapan tanpa keterangan dalil aqli. Mereka bisa jadi adalah ahli makrifat atau orang yang telah mencapai derajat makrifatullah. 
من ترك أربع كلمات كمل إيمانه أين وكيف ومتى وكم 

Artinya, “Siapa saja yang meninggalkan empat kalimat ini, maka keimanannya kepada Allah telah sempurna, yaitu di mana, bagaimana, kapan, dan berapa Allah,” (Lihat Syekh M Nawawi Banten, Kasyifatus Saja, [Indonesia, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah], halaman 9). 

Yang perlu diingat adalah bahwa tingkat keimanan dan makrifat orang berbeda-beda. Oleh karenanya, kita tidak perlu tercengang dengan orang yang masih mengangkat empat pertanyaan tersebut dan mencoba memecahkannya. 

Tetapi ada juga orang yang tidak lagi memerlukan dalil aqli atau pembuktian apa pun perihal Allah. Semoga Allah membimbing jalan pikiran kita dari penisbatan sifat-sifat yang tidak layak bagi Allah SWT. 

Wallahu a‘lam. 

Senin, 23 November 2020

Silsilah Sultan Hasanudin.

Silsilah Sultan Hasanudin.

Raden Maulana Hasanudin, Beliau dilahirkan di Cirebon pada tahun 1479. Beliau adalah anak ke 2 perkawinan antara Syarief Hidayatullah dengan Nyi Kawung Anten, Putri (Ki Gede ing Anten).

Kemudian Pada tahun 1526 Pangeran Hasanuddin menikah dengan Putri Mahkota Sultan Trenggana (Nyi Ratu Ayu Kirana) setelah menikah beliau dinobatkan menjadi Sultan Banten pertama Oleh Sultan Trenggana (Demak III) pada tahun 1552. beliau berusia 73 tahun.

Pada tahun 1570 beliau wafat di Banten dan Jenazahnya dimakamkan di samping Masjid Banten dalam usia 91 tahun (1479 – 1570).

Istri Sultan Maulana Hasannudin Banten.

1.Sultan Maulana Hasannudin Dengan Istri Nyi Ayu Kirana, Memiliki 3 Anak yaitu:

  • RATU Fatimah
  • PANGERAN Yusuf
  • PANGERAN Arya Jepara

2. MAULANA HASANUDDIN Dengan istri Nyi IndraPura, Memiliki 1 (SATU) Anak yaitu:

  • PANGERAN Sabrang Wetan

3.Maulana Hasannudin Dengan Istri Putri (Demak III) Mempunyai 4 (EMPAT) Anak yaitu:                         

  • PANGERAN Suniraras (TANARA)
  • PANGERAN Pajajaran
  • PANGERAN Pringgalaya
  • RATU AYU Kamudarage

4. Maulana Hasanuddin Dengan Istri SELIR, Mempunyai 8 (DELAPAN) Anak :

  • Pangeran Waliyudin ( pangeran Jaga Lautan (Kronjo) Banten
  • RATU Keben
  • RATU Terpenter
  • RATU Wetan
  • RATU Biru
  • RATU Ayu Asanengah
  • Pangeran Wadho Sumedang Pajajaran
  • Tumenggung Wilwatikta.

Sejarah Perlawanan Banten terhadap VOC.

Rencana VOC gagal akibat perang di wilayah Kesultanan Banten. Perang di wilayah Banten melumpuhkan kegiatan perdagangan VOC di kota-kota pelabuhan. Kondisi buruk ini diikuti oleh kebijakan Kesultanan Banten yang mempersulit kegiatan dagang orang-orang kulit putih EROPA.

Terusir dari Banten, Belanda mengalihkan kegiatan dagangnya ke pelabuhan Jayakarta (sunda kelapa) yang berada di bawah kekuasaan seorang pangeran Kesultanan Banten.

Selasa, 17 November 2020

DUNIA INI DILAKNAT ALLAH , DILAKNAT APA YANG ADA DIDALAMNYA KECUALI DZIKIR , BELAJAR ILMU SYAR`I / MENGAJAR ILMU SYAR`I

DUNIA INI DILAKNAT ALLAH , DILAKNAT APA YANG ADA DIDALAMNYA KECUALI DZIKIR , BELAJAR ILMU SYAR`I / MENGAJAR ILMU SYAR`I


Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya).”  (Qs-An-Naazi’at: 37-39)

Sifat dunia adalah  terlaknat
Rasulullah ﷺ  bersabda:

 إِنَّ الدُّنْيَا مَلْعُونَةٌ مَلْعُونٌ مَا فِيهَا إِلَّا ذِكْرُ اللَّهِ وَمَا وَالَاهُ وَعَالِمٌ أَوْ مُتَعَلِّمٌ
“Dunia itu terlaknat dan segala yang terkandung di dalamnya pun terlaknat, kecuali orang yang berdzikir kepada Allah, yang melakukan ketaatan kepada-Nya, seorang ‘alim atau penuntut ilmu syar’i.
” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dari Sahl bin Sa’id as-Sa’idi radhiyallahu’anhu, Rasulullah ﷺ  bersabda,

لَوْ كَانَت الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ الله جَنَاحَ بَعُوضَةٍ ، مَا سَقَى كَافِراً مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia ini di sisi Allah senilai harganya dengan sayap nyamuk niscaya Allah tidak akan memberi minum barang seteguk sekalipun kepada orang kafir” (HR. Tirmidzi, dan dia berkata: ‘hadits hasan sahih’)

“Dunia itu terlaknat, terlaknatlah apa yang ada didalamnya, kecuali dzikir kepada Allah, orang alim dan orang yang belajar, andaikan dunia memiliki nilai disisi Allah meski sebesar sayap seekor nyamuk , pastilah Allah tidak akan memberi seorang kafir seteguk air darinya.”

“Siapa di antara kalian yang suka memiliki anak kambing ini dengan membayar seharga satu dirham?” Mereka menjawab, “Kami tidak ingin memilikinya dengan harga semurah apapun. Apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata, “Apakah kalian suka bangkai anak kambing ini menjadi milik kalian?” “Demi Allah, seandainya pun anak kambing ini masih hidup, tetaplah ada cacat, kecil/terputus telinganya. Apa lagi ia telah menjadi seonggok bangkai,” jawab mereka. Beliau pun bersabda setelahnya, “Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada hinanya bangkai ini bagi kalian.” (HR. Muslim no.7344)

Rasulullah ﷺ  pun pernah bersabda:

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ

“Seandainya dunia punya nilai di sisi Allah walau hanya menyamai nilai sebelah sayap nyamuk, niscaya Allah tidak akan memberi minum kepada orang kafir seteguk airpun.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullah dalam Ash-Shahihah no. 686)

Tatkala orang-orang  mulia lagi berakal mengetahui bahwa Allah ‘azza wa jalla telah menghinakan dunia, orang orang yang pintar pun enggan untuk tenggelam dalam kesenangannya. 

Rasulullah ﷺ pernah berpesan kepada Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, sambil memegang pundak iparnya ini:

كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Jadilah engkau di dunia ini seperti orang asing atau bahkan seperti orang yang sekedar lewat (musafir).” (HR. Al-Bukhari no. 6416)

Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih kehidupan duniawi, sedang kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.
 (al-A’la/87:16-17)
Nabi ﷺ  telah membuat perbandingan antara dunia dan akhirat. Seperti seseorang yang mencelupkan jarinya ke dalam lautan, maka dunia bagaikan setetes air yang melekat pada jari-jarinya itu. Al-Mustaurid bin Syaddad Radhiyallahu anhu berkata:

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَاللَّهِ مَا الدُّنْيَا فِى الآخِرَةِ إِلاَّ مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ – وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ – فِى الْيَمِّ فَلْيَنْظُرْ بِمَ يَرْجِعُ

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Demi Allâh, tidaklah dunia dibandingkan akhirat melainkan seperti salah seorang dari kamu yang mencelupkan jari tangannya ini –perawi bernama Yahya menunjuk jari telunjuk- ke lautan, lalu hendaklah dia perhatikan apa yang didapat pada jari tangannya”. (HR Muslim, no. 2858)

📌📌

Senin, 16 November 2020

Detik-detik Menjelang Sakaratul Maut

Detik-detik Menjelang Sakaratul Maut


Kematian itu pasti akan menjeput

tanpa di undang atau daftar terlebih dahulu.

Allah telah menggariskan sesuatunya untuk makhluknya

kematian akan menjemput tanpa memberi kabar lewat sms atau menelpon.

apa kita sudah siap dengan kematian itu saudaraku?

Berapa lama hidup kita di dunia ini saudaraku ?

1 hari, 1 tahun 17 tahun atau 63 tahun ?

Berapa tahun saudaraku ?

Jawab saudaraku?

19 tahun (seumuran denganku), sungguh waktu yang sangat lama.

Apa kamu siap saudaraku ?

jikalau kematian itu datang,

dan sudah ada disampingmu mailakat pencabut nyawa malaikat Izrail.

Kematian itu awal kehidupan

kehidupan yang sebenarnya.

Dua tempat yang telah menunggu lama yaitu Surga dan Neraka.

Saat sakartul maut itu dan malaikat Izrail melakukan tugasnya

Nabi Muhamad SAW saat sakartul mautnya

Perlahan Ruh Rasulullah ditarik. Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“.Jibril, betapa sakit Sakaratul Maut ini.” LirihRasulullah mengaduh
Fatimah terpejam, Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu wahai Jibril?” Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu.

“Siapakah yang tegamelihat kekasih Allah direngut ajal,” kata Jibril.
Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tak tertahankan lagi

“Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan kepada umatku”.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.

“Peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah diantaramu,”

Di luar pintu, tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan diwajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“umatku, umatku, umatku”

Subhanallah,

Engkau sesungguhya pemimpin yang sangat mulia

Pemimpin yang sayang terhadap umatmu

“Ya Allah curahkan rahmat dan keselamatan

Bagi Nabi junjungan kami Muhammad

Selamanya di dalam keabadian

Kekekalan kerajaanmu ya Allah.

Sungguh kami rindu pemimpin sepertimu.

Wahai kekasih ALLAH SWT”


Sungguh sakitnya sakaratul maut itu saudaraku,

apa kita sudah siap menuju kehidupan yang sebenarnya

apa kita sudah siap menunggu lama dalam kegelapan dengan bau busuk sempit menghimpit tulang hingga remuk

tidak cukup disitu saudaraku,apa kiata sudah siap menanti dalam ketelanjangan aku,kamu dan dia yang tak kita kenal menanti dalam ketelanjangan

tidak peduli hanya peduli dengan diri sendiri

tidak ada yang menolong hanya amal perbuatan sendiri yang bisa.

Menangis penuh penyesalan

panas hingga tenggelam dengan keringat sendiri karena matahari itu sejengkal jari.

Sungguh mengerikan saudaraku

Saudaraku mari kita perbanyak amal kebaikan hingga kita tak menangis penuh penyesalan di kemudian nanti.

Hingga di Alam kubur nanti
malaikat mungkar dan nakir untuk memberikan pertanyaan seputar keimanan dan amal perbuatan kita. Kita bisa menjawabnya.dan kita termaqsuk orang yang beriman dan orang yang baik hingga mendapatkan nikmat kubur yang sangat menyenangkan lebih dari nikmat duniawai. Amien Ya Rab

Hingga di hari kebangkitan nanti



Kita bangkit kembali dengan jasad / tubuh ketika masih muda dengan rautwajah dengan tanda kebaikan di wajah kita. Amien Ya Rab



Hingga Yaumul mahsyar nanti

Kita dihisab amal kebaikan dan keburukannya.semoga kita orang yang beruntung.dan termasuk orang orang yang berat timbanganya dalam kebaikan . Amien Ya Rab

Hingga kami selamat dari Jembatan shirotol mustaqim hingga masuk ke pintu syurga dan kita meminta kepadaMu Ya Allah jadikah kita orang orang yang kekal di dalamnya.Amien Ya Rab.

Rabu, 11 November 2020

Sifat Mustahil Allah

Sifat Mustahil Allah

Sifat mustahil Allah adalah sifat yang tidak mungkin dimiliki Allah SWT. Nah untuk lebih jelasnya berikut sifat mustahil Allah.

  1. ‘Adam  = Tiada (bisa mati)
  2. Huduth  = Baharu (bisa di perbaharui)
  3. Fana’ = Binasa (tidak kekal/mati)
  4. Mumatsalatu lil hawaditsi = Menyerupai makhluknya
  5. Qiyamuhu Bighayrihi = Berdiri dengan yang lain
  6. Ta’addud = Berbilang – bilang (lebih dari satu)
  7. Ajzun = Lemah
  8. Karahah = Terpaksa
  9. Jahlun = Bodoh
  10. Mautun = Mati
  11. Shamamun = Tuli
  12. ‘Umyun = Buta
  13. Bukmun = Bisu
  14. Kaunuhu ‘Ajizan = Zat yang lemah
  15. Kaunuhu Karihan = Zat yang terpaksa
  16. Kaunuhu Jahilan = Zat yang bodoh
  17. Kaunuhu Mayyitan = Zat yang mati
  18. Kaunuhu Asshama = Zat yang tuli
  19. Kaunuhu ‘Ama = Zat yang buta
  20. Kaunuhu Abkama = Zat yang bisu

WASIAT RASULULLAH SAW BAHWA KEHIDUPAN DUNIA TAK ABADI


Sahabat yang mulia, Jabir bin Abdullah, mengabarkan bahwa Rosululloh SAW pernah melewati sebuah pasar hingga kemudian banyak orang yang mengelilinginya.

Sesaat kemudian beliau melihat bangkai anak kambing yang cacat telinganya. Beliau mengambil dan memegang telinga kambing itu seraya bersabda, ''Siapa di antara kalian yang mau memiliki anak kambing ini dengan harga satu dirham.'' Para sahabat menjawab, ''Kami tidak mau anak kambing itu menjadi milik kami walau dengan harga murah, lagi pula apa yang dapat kami perbuat dengan bangkai ini?'' Kemudian Rosululloh SAW berkata lagi, ''Apakah kalian suka anak kambing ini menjadi milik kalian?'' Mereka menjawab, ''Demi Allah, seandainya anak kambing ini hidup, maka ia cacat telinganya. Apalagi dalam keadaan mati.''

Mendengar pernyataan mereka, Nabi bersabda, ''Demi Allah, sungguh dunia ini lebih rendah dan hina bagi Allah daripada bangkai anak kambing ini untuk kalian.'' (HR Muslim).

Dalam riwayat lain disebutkan:

وعن ابن عمر رضي اللَّه عنهما قَالَ: أَخَذ رسولُ اللَّه ﷺ بِمَنْكِبِي فقال: كُنْ في الدُّنْيا كأَنَّكَ غريبٌ، أَوْ عَابِرُ سبيلٍ

Pada suatu waktu, Rasulullah memegang pundak Abdullah bin Umar Beliau berpesan, ''Jadilah engkau di dunia ini seakan-akan orang asing atau orang yang sekadar melewati jalan (musafir).''

Abdullah menyimak dengan khidmat pesan itu dan memberikan nasihat kepada sahabatnya yang lain:

''Apabila engkau berada di sore hari, maka janganlah engkau menanti datangnya pagi. Sebaliknya, bila engkau berada di pagi hari, janganlah engkau menanti datangnya sore. Ambillah (manfaatkanlah) waktu sehatmu sebelum engkau terbaring sakit, dan gunakanlah masa hidupmu untuk beramal sebelum datangnya kematianmu.'' (HR Bukhori).

Allah SWT berpesan pada pelbagai ayat tentang hakikat, kedudukan, dan sifat dunia yang memiliki nilai rendah, hina, dan bersifat fana. Dalam surat Faathir ayat 5, Allah menekankan bahwa janji-Nya adalah benar. Dan, setiap manusia janganlah sekali-kali teperdaya dengan kehidupan dunia dan tertipu oleh pekerjaan setan.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّ وَعْدَ ٱللَّهِ حَقٌّ ۖ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ ٱلْحَيَوٰةُ ٱلدُّنْيَا ۖ وَلَا يَغُرَّنَّكُم بِٱللَّهِ ٱلْغَرُورُ 

Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah. 

Dari kisah dan keterangan dari Baginda Nabi SAW tersebut terkandung maksud bahwa kehidupan dunia tiada  artinya bila dibandingkang dengan kehidupan yg akan datang yaitu Ahirat.

Dunia bisa berarti ketika dipergunakan untuk menunjang kehidupan Ahirat.

Harta, tahta, dan jabatan,  yg kita miliki bisa kita bawa mati ketika dapat dipergunakan untuk kepentingan Ummat dan Agama, karena Hakekatnya infaq dan shodaqoh akan menolong kita dialam kubur dan alam ahirat kelak.

Nabi  SAW bersabda :

IDZA MAATAL INSANU IN QOTO'A 'AMALUH ILA MIN TSALASIIN 

SHODAQOTUN JARIYAH

'ILMIN YUNTAFA'U BIHI

WA WALIDUN SJOLIHATIN YAD'UULAH.

maka carilah Dunia sebanyak-banyaknya untuk menunjang kehidupan dialam kubur dan ahirat dengan tetap tidak  melupakan Alloh dan kehudupan Ahirat.





ISLAM YG RAHMATAN LIL'AALAMIIN


1. Pengertian Islam

Islam adalah agama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai nabi dan rasul terakhir untuk menjadi pedoman hidup seluruh manusia hingga akhir zaman.

Islam (Arab: al-islm, “berserah diri kepada Tuhan”) adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah SWT.

Dalam Alquran, Islam disebut juga Agama Allah atau Dienullah.

Allah SWT berfirman, “Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri (aslama) segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran : 83).

Sedangkan pengertian harfiyahnya damai, selamat, tunduk, dan bersih.

Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar “selamat” (Salama).

Dari pengertian Islam secara bahasa ini, dapat disimpulkan Islam adalah agama yang membawa keselamatan hidup di dunia dan di akhirat (alam kehidupan setelah kematian).

Islam juga agama yang mengajarkan umatnya atau pemeluknya (kaum Muslim/umat Islam) untuk menebarkan keselamatan dan kedamaian, antara lain tercermin dalam bacaan shalat –sebagai ibadah utama– yakni ucapan doa keselamatan “Assalamu’alaikum warohmatullah” –semoga keselamatan dan kasih sayang Allah dilimpahkan kepadamu– sebagai penutup salat.

Pengertian Islam Menurut Bahasa

Pengertian Islam menurut bahasa, kata Islam berasal dari kata aslama yang berakar dari kata salama. Kata Islam merupakan bentuk mashdar (infinitif) dari kata aslama ini.

Ditinjau dari segi bahasanya, yang dikaitkan dengan asal katanya (etimologis), Islam memiliki beberapa pengertian, sebagai berikut:

1. Islam berasal dari kata ‘salm’.

As-Salmu berarti damai atau kedamaian. Firman Allah SWT dalam Alquran, “Dan jika mereka condong kepada perdamaian (lis salm), maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS.  Al Anfal : 61).

Kata ‘salm’ dalam ayat di atas memiliki arti damai atau perdamaian. Ini merupakan salah satu makna dan ciri dari Islam, yaitu bahwa Islam merupakan agama yang mengajarkan umatnya untuk cinta damai atau senantiasa memperjuangkan perdamaian, bukan peperangan atau konflik dan kekacauan.

“Dan jika ada dua golongan dari orang-orang mu’min berperang maka damaikanlah antara keduanya. 

Jika salah satu dari kedua golongan itu berbuat aniaya terhadap golongan yang lain maka perangilah golongan yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah Allah; jika golongan itu telah kembali (kepada perintah Allah), maka damaikanlah antara keduanya dengan adil dan berlaku adillah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”   (QS. Al Hujarat : 9).

Sebagai salah satu bukti Islam merupakan agama yang sangat menjunjung tinggi perdamaian adalah Allah SWT melalui Alquran baru mengizinkan atau memperbolehkan kaum Muslimin berperang jika mereka diperangi oleh para musuh-musuhnya.

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS. Al-Hajj : 39).

2. Islam Berasal dari kata ‘aslama’

Aslama artinya berserah diri atau pasrah, yakni berserah diri kepada aturan Allah SWT.

Hal ini menunjukkan bahwa seorang pemeluk Islam merupakan seseorang yang secara ikhlas menyerahkan jiwa dan raganya hanya kepada Allah SWT.

Penyerahan diri seperti ini ditandai dengan pelaksanaan terhadap apa yang Allah perintahkan serta menjauhi segala larangan-Nya.

“Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya (aslama wajhahu) kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya.” (QS. An-Nisa : 125)

Sebagai seorang muslim, sesungguhnya kita diminta Allah untuk menyerahkan seluruh jiwa dan raga kita hanya kepada-Nya.

“Katakanlah: “Sesungguhnya salatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-An’am : 162)

Karena sesungguhnya jika kita renungkan, bahwa seluruh makhluk Allah baik yang ada di bumi maupun di langit, mereka semua memasrahkan dirinya kepada Allah SWT, dengan mengikuti sunnatullah-Nya.

“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nya-lah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.” (QS. Ali Imran : 83)

3. Islam Berasal dari kata istaslama–mustaslimun

Istaslama–mustaslimun artinya penyerahan total kepada Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Alquran:

“Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri.” (QS As-Saffat : 26)

Makna ini sebenarnya sebagai penguat makna di atas (poin kedua). Seorang Muslim atau pemeluk agama Islam diperintahkan untuk secara total menyerahkan seluruh jiwa dan raga serta harta atau apa pun yang dimiliki hanya kepada Allah SWT.

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al-Baqarah : 208).***


Sabtu, 07 November 2020

BAHAN CAMPURAN EMAS

BAHAN CAMPURAN EMAS

UNTUK 1 BEBAN

1.H2O2 = 500 ML
2. soda api costik = 600 GR 
3. portas  = 1/4 GR
4. Hcl secukupnya, terlalu banyak bisa terbakar bahan jadi gagal.

Nyukim Nitrit...

Grand fos alat penyedot air 

Jumat, 06 November 2020

Akhlakul Karimah Sebagai Manifestasi Ubudiyah

Akhlakul Karimah Sebagai Manifestasi Ubudiyah

Menilik pada maknanya pengertian Ubudiyah secara umum dapat diterjemahkan sebagai Ibadah. Tetapi dalam makna yang lebih khusus Ubudiyah dapat dipahami sebagai ”Pengabdian”, yang tidak hanya ditujukan kepada Allah SWT semata tetapi juga harus mampu diterjemahkan lebih lanjut kedalam bentuk pengabdian kepada Islam, bangsa, dunia serta umat manusia dan kemanusiaan.

Macam-macam bentuk Ubudiyah

Bentuk Ubudiyah yang dapat kita persembahkan sebagai perwujudan pengabdian kita kepada Guru Waliyammursyida dapat dilakukan dengan banyak cara. Yang biasa dilakukan antara lain dalam bentuk membantu pekerjaan sang Mursyid, membangun surau atau tempat ibadah, menjaga dan merawat tempat Ibadah, dalam kata lain ber-karya dalam bentuk apapun selama hal itu bermanfaat bagi Islam dan Kemanusiaan. Yang perlu ditekankan adalah kualitas dari pengabdian tersebut, apakah pengabdian benar-benar dibangun diatas pondasi keikhlasan, ketulusan, kemurnian, tanpa dicemari oleh pamrih apapun kecuali hanya berlandaskan ilahi anta maqshudi wa ridhaka mathlubi.

Mengutip fatwa (alm) YM Buya pada peringatan haul ke 2 YM Ayahanda Guru tanggal 9 Mei 2003. ”Kebesaran thariqatullah, kekuatan metafisik Islam/teknologi Al Quran dalam tariqatullah yang diperlihatkan oleh YM Ayahanda Guru kita, seyogyanya telah membulatkan keyakinan dan kesadaran kita agar kita semua melaksanakan pengabdian kepada Allah. Tanpa pengabdian dan berkarya tentu hal tersebut tidak tercapai. Dalam berjuang mengemban amanah sebagai seorang hamba Allah YM Ayahanda Guru menetapkan mottonya yang menjiwai seluruh derap langlah beliau, yaitu:

1. Beribadatlah sebagaimana Nabi/Rasul beribadat
2. Berprinsiplah dalam hidup sebagai pengabdi
3. Berabdilah dalam mental sebagai pejuang
4. Berjuanglah dalam kegigihan dan ketabahan sebagai prajurit
5. Berkaryalah dalam pembangunan sebagai pemilik.”

Ubudiyah sebagai pilihan Pengabdian

Dalam bingkai pemahaman Ubudiyah sebagai pengabdian dalam bentuk karya yang dipersembahkan, teringat akan salah satu fatwa YM Buya yang sangat menarik dan menyimpan makna yang sangat dalam, ”Maka dari itu, jangan sampai ujar-ujar ini terjadi pada kita, yaitu: Dahulu, ketika tiang-tiang suraunya dari kayu, ikhwannya berhati emas. Kini, ketika tiang suraunya telah dari emas, ikhwannya berhati kayu.

Sungguh dalam makna fatwa di atas dan bila kita cermati fatwa tersebut mengandung nilai-nilai Ubudiyah dalam bentuk lain yang bermuara pada ketinggian akhlak atau dengan kata lain akhlakul karimah dari ihwan yang menjadi penghuni surau.

Apakah keagungan dan ketinggian akhlak sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Agung Rasulullah Saw adalah juga mengandung makna Ubudiyah dalam bentuk lain? Bila pemahaman berikut kita sandarkan pada fatwa YM Buya di atas, tentu jawabannya adalah Ya!

Pada fatwa tersebut makna Ubudiyah/pengabdian dalam bentuk karya yang dilambangkan dengan tiang surau dari emas seolah menjadi kehilangan manfaat dan kesempurnaan mana kala kita tidak mampu mewujudkan pengabdian dalam menyempurnakan keagungan dan ketinggian akhlak kita yang dilambangkan dengan ikhwannya berhati kayu.

Hal itu sejalan dengan gerakan ”Islam Kaffah” dengan penekanan pada keagungan dan ketinggian akhlak/ akhlakul karimah yang tanpa kenal lelah secara terus menerus disosialisaikan oleh YM Abu sebagai manifestasi pengamalan perintah Allah dalam Al Quran (Al Baqarah : 208) ”Masuklah kamu semua ke dalam Islam secara keseluruhan.” Gerakan yang sekaligus mengembalikan pemahaman kethariqatan pada makna sebenarnya bahwa thariqat yang bernilai berdiri di atas syariat yang benar.

Pengertian Akhlak

Yang dimaksud dengan akhlak/moral dalam pengertian umum adalah”sebuah sistem yang lengkap yang terdiri dari karakteristik-karakteristik akal atau tingkah laku yang membuat orang menjadi istimewa. Karakteristik-karakteristik tersebut membentuk kerangka psikologi seseorang dan membuatnya berperilaku sesuai dengan dirinya dan nilai yang cocok dengan dirinya dalam kondisi yang berbeda-beda”.

Dalam bingkai agama Islam, para ulama mendefinisikan akhlak/moral adalah ”suatu sifat yang tertanam dalam diri dengan kuat yang melahirkan perbuatan-perbuatan dengan mudah, tanpa diawali berfikir panjang, merenung dan memaksakan diri, seperti kemarahan seseorang yang asalnya pemaaf, maka itu bukan akhlak. Demikian juga seorang bakhil, Ia berusaha menjadi dermawan ketika ingin dipandang orang, Jika demikian maka tidaklah dapat dinamakan akhlak”.

Pada awalnya terdapat perbedaan dimensi pemahaman mengenai definisi akhlak antara pemikir barat dengan ulama Islam, dimana pemikir barat lebih menitikberatkan pada pemahaman dunia sementara ulama Islam meliputi 2 dimensi pemahaman dunia dan akhirat.

Dalam perkembangannya dewasa ini baik pemikir barat ataupun ulama Islam memiliki kesamaan pemahaman bahwa pada dasarnya akhlak mencakup/meliputi 4 dimensi kehidupan manusia Fisik, Mental, Emosional dan Spiritual.

Mengapa harus ber-akhlak?

Akhlak merupakan fondasi yang kokoh bagi terciptanya hubungan baik antara hamba dengan Allah swt (hablumminallah) dan antar sesama (hablumminannas). Akhlak yang mulia (akhlakul karimah) tidak lahir begitu saja sebagai kodrat manusia, atau terjadi secara tiba-tiba. Akan tetapi, membutuhkan proses panjang serta manifetasi seumur hidup melalui pembelajaran/pendidikan akhlak yang sistematis bersifat menyeluruh meliputi 4 dimensi kehidupan.

Akhlak mulia yang dikontrol oleh nilai-nilai agama Islam dapat membuat seorang muslim mampu menjalankan tiga hal berikut dengan baik:

  • Dalam berinteraksi dengan Tuhannya, yaitu dengan akidah dan ibadah yang
    benar disertai dengan akhlak mulia.
  • Dalam berinteraksi dengan diri sendiri, yaitu dengan bersifat objektif,
    jujur, dan konsisten mengikuti manhaj Allah.
  • Dalam berinteraksi dengan orang-orang, yaitu dengan memberikan hak-hak
    mereka, amanah, menunaikan kewajiban sebagaimana yang ditetapkan oleh syariat.

Dengan kesuksesan dalam menjalani ketiga hal di atas, maka kita akan mendapatkan ridha dari Allah, dari diri sendiri dan dari orang lain/masyarakat. Dan dengan berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak yang dibawa oleh Islam, maka kita mampu mencapai kesuksesan dunia akhirat.

Posisi Akhlak dalam Islam dan Ilmu Pengetahuan

Marilah kita merenung sejenak. Sejak dari awal belajar Islam kita sudah dikenalkan pada pokok keimanan dalam Islam; antara lain tentang bagaimana kita harus mengimani Muhammad Saw sebagai utusan Allah. Dialah teladan terbaik umat manusia, maka dekatkanlah diri kita, kehidupan dan nafas kita pada akhlak Nabi Muhammad Saw karena sesungguhnya geraknya adalah gambaran gerak dan nafas hidup mulia. Segala hal yang diperintahkan Allah sebagaimana tergurat di dalam Al Quran telah menyatu dalam kesadaran tindakannya. Bahkan Allah sendiri memujinya. ”Sesungguhnya, engkau (wahai Muhammad) adalah benar-benar menampilkan akhlak yang agung” (QS Al-Qalam : 4)

Ketinggian dan kesempurnaan akhlak Nabi Muhammad Saw sangatlah memukau, agung dan mampu mempesona tidak saja umat Islam bahkan kaum non Islam sekalipun. Seorang pemikir barat George Bernard Shaw pernah mengatakan. ” Saya telah mempelajari kehidupan Muhammad yang betul-betul mengagumkan…Saya yakin sekali, orang seperti dia jika diserahi untuk memimpin dunia modern, tentu berhasil menyelesaikan segala persoalan dengan cara yang dapat membawa dunia ke dalam kesejahteraan dan kebahagiaan. Saya berani meramalkan bahwa akidah yang dibawa Muhammad akan diterima baik di Eropa kemudian hari.

Posisi akhlak dalam Islam adalah dapat di ibaratkan sebagai fondasi yang melandasi sebuah konstruksi bangunan yang bernama ”Kesuksesan Dunia Akhirat ” bagi setiap manusia sebagai hamba Allah.

Dalam pandangan ilmu pengetahuan akhlak dapat memberi konstribusi yang sangat besar dalam menunjang prestasi/produktifitas. Memang banyak orang yang merasa bahwa tidak ada kaitan secara nyata antara prestasi/produktifitas dengan akhlak, jelas ini merupakan pandangan yang keliru. Bila kita memahami secara sungguh-sungguh nilai-nilai akhlak mulia/akhlakul karimah, maka kita akan menemukan bahwa nilai-nilai tersebut merupakan nilai-nilai yang dapat saling bersinergi dalam menumbuh kembangkan potensi manusia kita.

Dengan pemahaman seperti ini bayangkan betapa indahnya kombinasi antara keagungan/kemuliaan akhlak seorang hamba Allah dengan ketinggian produktifitas dan efektifitasnya dalam berkarya. Terlebih apabila kombinasi tersebut disertai dengan aktifitas ruhaniyah/spiritual dalam bingkai tarekat yang benar dan hak melalui bimbingan seorang wali yang Mursyid, maka dapatlah dipastikan bahwa kita akan menjadi pribadi-pribadi yang unggul dan mendapatkan kemenangan dunia akhirat. Inilah kemenangan dalam makna hakikat yang sebenarnya!

Bagaimana agar dapat ber-Akhlakul karimah

Pertanyaan mendasar apabila kita mencermati pernyataan di atas adalah, mampukah kita mengikuti/mentauladani perilaku Rasulullah saw dalam ber-akhlakul karimah? Seorang pemikir barat Marianne Williamson dengan indahnya menyatakan bahwa, ketakutan kita yang paling dalam bukanlah bahwa kita ini tidak mampu. Sebaliknya, ketakutan kita yang paling dalam adalah bahwa kita amat sangat berpotensi/berkuasa untuk mampu. Mengingat kodrat manusia sebagai mahluk Tuhan yang dilahirkan dengan potensi/kemampuan yang sangat luar biasa.

Mengingat kodrat manusia tersebut, maka masalahnya adalah bukan bagaimana memasukkan pemikiran-pemikiran baru tentang akhlak ke dalam kepala kita, tetapi bagaimana kita mampu mengeluarkan dan mengoptimalkan pemikiran-pemikiran lama sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw.

Berikut tips bagaimana kita ber-akhlakul karimah, yang terdiri dari 1 pemahaman inti dan 3 langkah konkret:

Pemahaman Inti

Tanamkan, dedikasikan secara sungguh-sungguh dalam pemikiran dasar/mind set kita untuk ”Dahulukan nurani dari ego!”

3 langkah konkret,

1. Fahami secara mendasar nilai-nilai akhlakul karimah sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah saw.
2. Ajarkan kepada orang lain dalam setiap kesempatan mengenai hal-hal yang kita fahami mengenai akhlakul karimah tersebut.
3. Secara sistematik dan sungguh-sungguh menerapkan/ melaksanakan hal-hal yang difahami tersebut dalam kehidupan sehari-hari, dimulai dari hal-hal kecil dan sederhana pada lingkungan yang paling dekat dan bersifat privat, serta segerakan mulai dari saat ini.

Dengan pemahaman dan langkah-langkah tersebut diharapkan dapat tercipta suatu kebiasaan yang pada akhirnya bila kita lakukan secara konsisten maka akan terbentuk karakter/integritas akhlakul karimah dalam diri kita.

Selanjutnya dengan implementasi akhlakul karimah/akhlak mulia maka jaminannya adalah kita akan menjadi mukmin sempurna/pribadi unggul dan mendapatkan kemenangan dunia akhirat. Adapun ganjaran mukmin sempurna adalah:
1. Terhormat di mata Allah
2. Terhormat di mata masyarakat
3. Terhormat di mata diri sendiri

Fenomena keagungan akhlak pada jaman Rasulullah SAW

Berikut salah satu kisah yang pantas menjadi tauladan bagi kita pada masa Rasulullah SAW.

Salah seorang sahabat nabi yang terkenal dengan kealiman (tinggi ilmu) dan kezuhudannya (sederhana), Abdullah bin Umar suatu ketika bertemu dengan seorang pengembala kambing ditengah padang pasir yang tandus, muncul keingintahuannya untuk mengetahui apakah ajaran Islam dalam bingkai ak hlak mulia yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW sampai ke tengah padang pasir yang sangat terpencil tersebut?

Setelah mengucapkan salam, Abdullah bin Umar berkata kepada pengembala yang masih bocah itu. ”Hai pengembala, aku ingin membeli seekor kambing yang kau gembala ini. Bekalku sudah habis.”

”Maaf Tuan, aku hanyalah seorang budak yang mengembalakan kambing-kambing ini. Aku tidak bisa menjualnya. Ini bukan milikku tapi milik majikanku.” Jawab pengembala itu.

”Ah itu masalah yang mudah. Begini, kau jual seekor saja kambingmu padaku. Kambing yang kau jaga ini sangat banyak, tentu akan sangat sulit bagi tuanmu untuk menghitung jumlahnya. Atau kalaupun dia tahu ada sesekor kambing yang berkurang, bilang saja telah dimangsa srigala padang pasir. Mudah sekali, bukan? Kau pun bisa menikmati uangnya.” Bujuk Abdullah bin Umar dengan serius.

”Lalu, di mana Allah? Majikanku memang tidak akan tahu dan bisa saja dibohongi, tetapi ada Dzat Mahatahu, yang pasti melihat apa yang kita lakukan. Apa kau kira Allah tidak ada?” Jawab pengembala itu mantap.

Sungguh jawaban itu membuat Abdullah bin Umar tersentak kaget.
”Aku tidak diberi kuasa oleh majikanku untuk menjual kambing ini. Aku hanya diperbolehkan mengembalanya dan meminum air susunya ketika aku membutuhkannya dan memberi minum para musafir yang kehausan.”

”Minumlah Tuan, kulihat anda kehausan. Jika masih kurang bisa tambah. Jangan kuatir, susu ini halal. Allah tahu ini halal sebab pemiliknya menyuruhku memberinya pada musafir yang kehausan.” Tutur pengembala dengan wajah ramah.

Abdullah bin Umar meminum susu itu dengan perasaan terharu. Dia minum sampai rasa hausnya hilang. Setelah itu, dia mohon diri.

Dijalan, dia tidak bisa menyembunyikan tangisnya, teringat kata-kata pengembala itu, ”Di mana Allah? Apakah kau kira Allah tidak ada?
Dia menangis mengingat seorang bocah pengembala kambing di tengah padang pasir yang pakaiannya kumal, ternyata memiliki rasa takwa yang begitu dalam. Dia memiliki kejujuran yang tinggi. Hatinya menyinari keimanan. Akhlaknya sungguh mulia. Sesungguhnya ajaran Rasulullah telah terpatri dalam jiwanya. Abdullah bin Umar terus melangkahkan kakinya sambil bercucuran air mata. Sepantasnyalah seorang manusia yang berakhlak mulia dan memiliki ketakwaan kapada Allah yang begitu tinggi tidaklah sepatutnya menjadi hamba sahaya manusia. Dia hanya pantas menjadi hamba Allah Swt!

Selanjutnya Abdullah bin Umar membeli budak itu dan langsung memerdekakannya.

Akhlakul karimah sebagai Ubudiyah

Berdasarkan pembahasan sebelumnya menjadi jelaslah bagi kita bagaimana posisi aklakul karimah dalam Ubudiyah. Bahwa kagungan dan ketinggian akhlak kita merupakan manifestasi lain dalam Ubudiyah/pengabdian pribadi kita sebagai hamba Allah. Lalu kalau demikian mengapa kita tidak berupaya dengan sekuat tenaga untuk meningkatkan kualitas akhlak kita? Berupaya secara konsisten melakukan improvement untuk meninggikan dan menagungkan akhlak kita sebagaimana dicerminkan olah Rasulullah? Sementara kesadaran dalam diri kita mengatakan bahwa salah satu bentuk terbaik dari persembahan kepada sang Guru dalam pemahaman thareqat adalah Ubudiyah/Pengabdian!

Karena sesungguhnya berdasarkan cerita dan pengalaman para ihwan yang secara ikhlas dan sungguh-sungguh mengabdikan dirinya pada jalan Allah, telah banyak pembuktian bahwa memang Tuhan tidak mau kalah budi dengan umatnya. Bahwa apa yang kita abdikan dan sumbangsihkan kepada jalan Allah melalui pengabdian kita kepada Mursyid dan ajarannya pasti akan terbayar! Tidak akan pernah membuat kita tertinggal apalagi sia-sia!

Pada dasarnya nilai-nilai akhlak mulia (Akhlakul karimah) yang dibawa Islam-jika diamalkan secara konsisten dan penuh rasa tanggung jawab-mampu menjawab problematika yang sedang diderita umat Islam saat ini, baik permasalahan sosial, politik maupun ekonomi. Sejarah merupakan bukti konkret hal ini, bagaimana umat Islam dalam masyarakat Madinah pada zaman Rasulullah Saw menjadi masyarakat yang begitu mengagumkan dan tetap menjadi tauladan serta tolok ukur sampai dengan saat ini. Oleh karena itu, jika nilia-nilai akhlak tersebut dilaksanakan maka hari ini dan hari depan akan menjadi saksi kebenarannya.

PerilakuProdukHasil / OutputDampak
Akhlakul Karimah (Akhlak Mulia)Mukmin Sempurna (Pribadi Unggul)Keselamatan Dunia AkhiratMeninggikan Derajat, Harkat, Martabat, Nilai-nilai Ajaran dan Guru / Mursyid
Nilai-Nilai :
1. Keikhlasan
2. Integritas
3. Komitmen
4. Konsisten
5. Profesionalisme
Nilai-Nilai :
1. Terhormat di mata Allah SWT
2. Terhormat di mata Manusia
3. Terhormat di mata diri sendiri
Nilai-Nilai :
1. Kemenangan
2. Kesempurnaan
Nilai-Nilai :
1. Ubudiyah / Pengabdian
2. Ketaatan

Ber-Akhlakul karimah mampu mengilhami orang lain

Dengan terwujudnya perilaku berdasarkan nilai-nilai akhlakul karimah yang tercermin pada keagungan dan ketinggian budi pekerti pribadi-pribadi muslim tersebut, manakala hal itu dilakukan secara konsisten dan terus menerus, pada akhirnya dapat dipastikan bahwa pancaran cahaya dari dalam diri pribadi itu akan mampu menyinari sekelilingnya. Mampu menjadi pendorong terciptanya perubahan bagi orang lain dan lingkungannya, menjadi pribadi-pribadi unggul sebagaimana dirinya.

Sejalan dengan fatwa YM Ayahanda Guru, bahwa murid-murid tareket Naqsyabandiyah di seluruh muka bumi ini adalah laksana batu tawajjuh yang dapat memberikan perubahan, keberkahan dan terbukanya hijab untuk menerima petunjuk bagi siapa saja yang berada dalam lingkungan serta berinteraksi dengannya.

Dengan demikian setiap pribadi muslim pada umumnya dan khususnya ihwan pengamal tareket naksyabandiyah YM Ayahanda Guru mampu menjadi Agent of Change bagi orang lain , laksana virus yang menyebarkan nilai-nilai kebaikan sehingga akhlak mulia/akhlakul karimah benar-benar dapat menciptakan suatu kominitas/lingkungan dan pada akhirnya suatu negara sebagaimana terjadi pada zaman Rasulullah Saw dan para sahabat beliau yang telah terbukti oleh sejarah bahwa ketinggian akhlak kaum mukmin pada masa Rasulullah mampu menciptakan masyarakat yang ’baldatun toyibatun wa rabbun ghoffuur”.

Berikut sepenggal kisah keagungan dan ketinggian akhlak beliau yang sangat berharga untuk kita renungkan. Betapa konsistensi beliau terhadap nilai-nilai kemuliaan akhlak bahkan sampai menjelang wafat sekalipun.

Saat itu menjelang wafat, beliau mengumpulkan para sahabat, lalu beliau menyampaikan fatwa singkat.

”Wahai kaum muslimin, sesungguhnya aku adalah Nabimu, pemberi nasihat dan yang mengajak kepada Allah dengan seizin-Nya. Bagimu, aku tak berdaya seperti saudara seayah dan seibu. Siapa diantara kamu yang pernah kusakiti, bangkitlah dan balaslah aku sebelum datang pembalasan di hari kiamat nanti.”

Awalnya, tak ada tanggapan dari para sahabat, hingga ketiga kalinya Nabi Saw nampak marah sembari berteriak. ”Ayo, siapa yang pernah kusakiti bangkitlah, balaslah aku…ambil qisasnya pada diriku!”

Pada saat itula h Ukasyah, salah seorang sahabat Nabi yang hadir pada saat itu, bangkit dan berkata, ”Wahai Rasulullah, demi ayah ibuku yang menjadi tebusannya. Jika engkau tidak menyerukan hal itu hingga tiga kali, tentu tidak ada seorangpun yang dapat mendorong aku untuk menghadapmu.”

”Apa keinginanmu ya Ukasyah?” tanya Nabi.

”Begini Baginda, pada saat perang Badar, tiba-tiba saja unta yang kutunggangi lepas kendali dan mendahului unta Baginda, sehingga aku keluar barisan. Aku turun mendekat kepada Baginda. Saat itulah tiba-tiba baginda mengayunkan cambuk ketubuhku. Aku tidak tahu, apakah Baginda sengaja memukulku atau memukul unta.”

Meski motifnya belum jelas, Rasulullah segera mengambil sikap tegas, balasan harus ditunaikan. Beliau meminta Bilal untuk megambil cambuk dirumah Fatimah. Dengan tegopoh-gopoh Bilal kembali ke majelis dengan membawa cambuk, lalu diserahkan kepada Ukasyah. Ukasyah pun siap menunaikan qisas. Abu Bakar r.a dan Umar r.a. dua sahabat setia Rasulullah segera bangkit menghadangnya. ”Hai Ukasyah, sekarang kami dihadapanmu, ambillah qisasmu dari kami. Sedikitpun kami tidak rela kamu mengambil qisas kepada Rasul.” Tetapi Rasulullah menenangkan mereka dan meminta mereka untuk kembali duduk.

Tidak hanya Abu Bakar dan Umar, sahabat yang lainpun Ali serta Hasan dan Husein juga maju meminta hal yang sama kepada Ukasyah. Namun Rasulullah kembali menenanangkan mereka. Nabi kemudian meminta Ukasyah untuk segera melaksanakan qisas. ”Ukasyah, cambuklah aku. Lakukan jika aku pernah benar-benar melakukan kesalahan padamu.”

”Ya Rasul, ketika engkau memukulku, saat itu aku tidak memakai baju.” Jelas Ukasyah. Rasulullah pun langsung menuruti, dibukanya baju beliau. Begitu melihat Rasul tidak mengenakan bajunya, para sahabat menangis histeris. Ukasyah sendiri bergetar hatinya, meremang bulu kuduknya dan larut dalam keagungan serta kebesaran jiwa Nabi dihadapannya. Saat itulah dia melakukan keanehan, tidak melakukan qisas, tetapi justru menubruk tubuh Rasulullah seraya mencium kulit bagian perutnya sampil menangis sejadi-jadinya.

”Subhaanakaallahumma wabihamdika, Asyhadu al-laa ilaahailla Anta, Astaghfiruka wa atuubu ilaik.”
”Maha suci Engkau ya Allah. Dengan memuji-Mu saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Saya memohon ampun dan bertobat kepada-Mu.

Gembira Atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Gembira Atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Gembira Atas Kelahiran Nabi Muhammad SAW

Berbagai nikmat telah kita terima dari Allah SWT. Sejak kita lahir ke dunia sampai dengan saat ini tak hentinya nikmat-nikmat tersebut mengucur. Tak sanggup kita menghitung jumlahnya, sebagaimana Allah SWT katakan dalam Q.S. An Nahl ayat 18: “wa in ta'uddụ ni'matallāhi lā tuḥṣụhā, innallāha la ghafụrur raḥīm”, yang artinya: ”Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.

Dan nikmat Allah yang terbesar dan tidak ada bandingannya adalah nikmat Islam. Namun kadangkala kita lebih mengedepankan syukur atas rezeki atau anugerah-anugerah lain yang lebih instan. Padahal Sayyidina ‘Ali sendiri pernah berkata: “Nikmat yang paripurna adalah mati dalam kondisi Islam”.

Kelahiran Nabi Muhammad SAW
Lalu, siapakah yang telah membawa Islam sehingga kita yang dahulunya dalam kegelapan dibawa menuju cahaya terang benderang (minazh-zhulumaati ilan nuur). Beliaulah yang kelahirannya kita peringati bulan ini Rabi’ul Awwal setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal: “Al Musthofa Sayyiduna wa Maulana Muhammad SAW”. Shollu ‘alan Nabi!

Diutusnya Nabi SAW ke dunia tidak lain untuk menjadi “rahmat” bagi semesta alam, sebagaimana Firman Allah SWT dalam Q.S. Al Anbiya’ ayat 107: “Wa mā arsalnāka illā raḥmatal lil-'ālamīn”, yang artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. Sebagai rahmat bagi semesta alam, maka patutlah kita bergembira.

Begitu pula kita di Indonesia, dimana pun berada, gembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW. Nabi yang dilahirkan pada hari Senin, Malam 12 Rabi’ul Awwal Tahun Gajah (lebih kurang abad ke-6 Masehi/ 570 M).

Berbagai ekspresi, artikulasi, bentuk-bentuk suka cita, ditujukan umat Islam atas lahirnya Nabi Muhammad SAW. Macam-macam tradisi merayakan Maulid di Indonesia. Dari Tradisi Masak Lemang di Aceh, Bungo Lado di Padang, Perahu Hias di Tangerang, Ampyang Maulid di Kudus, Grebeg Maulid di Yogya, Muludhen di Madura, Dulangan di Lombok, Baayun Maulid di Banjarmasin, hingga Maudu Lompoa di Sulawesi Selatan.
Pada umumnya warga berkumpul di Masjid/ Mushalla/ Panggung/ Pendopo membacakan ayat-ayat suci Al Quran, Riwayat Nabi Muhammad SAW (Maulid Nabi), ceramah agama, doa, dan makan bersama.

Karunia Nabi Muhammad SAW
Kegembiraan tersebut sejalan dengan Firman Allah Q.S. Yunus ayat 58: “Qul bifaḍlillāhi wa biraḥmatihī fa biżālika falyafraḥụ”, yang artinya: “Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira”.
Ibnu Abbas r.a. menafsirkan karunia tersebut adalah ilmu dan rahmat, yakni Nabi Muhammad SAW. Senada dengan itu, Sayyid Ahman bin Alwi Al Maliki Al Hasani menafsirkannya sebagai “Kegembiraan atas keberadaan Rasulullah SAW adalah sesuatu yang diperintahkan agama” (Lihat Kitab “Haulal Bidzikril Maulidin Nabawi Asy Syafi’i”).

Sudah sepatutnyalah kita merasa gembira dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Seorang Abu Lahab saja, pamannya Nabi SAW yang kafir diringankan dari siksa kubur dan siksa neraka setiap malam Senin sampai dengan Seninya karena dia senang dengan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia pun membebaskan seorang budak bernama Tsuwaibah sebagai ekspresi rasa syukur dan senang.

Riwayat di atas sebagaimana dikisahkan Al Imam Al Hafizh Syamsuddin Ibn Al Jazari seperti yang dinukil oleh Al Hafizh Jalaludin Al Suyuthi dalam Kitab “Al Hawi lil Fataawa”. “Jika Abu Lahab yang kafir dan disebutkan jelas-jelas dalam Al Quran tetap diberi balasan meski ia di dalam Neraka karena rasa senangnya pada malam Maulid Nabi SAW, maka “Bagaimana keadaan seorang Muslim yang bertauhid dari umat Nabi Muhammad SAW yang senang, gembira dengan kelahirannya dan mengerahkan segenap kemampuannya dalam mencintai Rasulullah SAW? Sungguhlah pasti balasan dari Allah SWT dimasukkan dalam SurgaNya Allah SWT karena karunia dan rahmat Allah SWT.

Ketokohan Nabi Muhammad SAW
Beliau pernah mengimami para Nabi dan Rasul sebelum Mi’rajnya di Masjidil Aqsha (Al Quds). Jadi imam di masjid RW saja sudah istimewa, apalagi imamnya para Nabi dan Rasul, sangat istimewa. Bahkan Surga diharamkan dimasuki oleh para Nabi-Nabi sampai Aku (Nabi SAW) masuk dahulu ke dalamnya dan Surga diharamkan dimasuki oleh umat-umat terdahulu sampai umatku dahulu masuk ke dalamya. Sabda Nabi: “Al jannatu hurrimat alal anbiya-i hatta adkhulaha wa hurrimat alal umami hatta tadkhulaha ummati ". Pada hadits lain Nabi SAW bersabda: “ "Nahnu al aakhirunal awwaluuna yaumal qiyaamati, wa nahnu awwalu man yadkhulul Jannah” (H.R. Muslim).

Tak heran, banyak tokoh-tokoh dunia baik Muslim maupun non Muslim mengakui ketokohan Nabi Muhammad SAW. Salah satunya pejuang kemerdekaan India, Mahatma Gandhi pernah berkata, “Ketika saya menutup halaman terakhir volume 2 “Biografi Muhammad”, saya sedih karena saya tiada lagi cerita yang tersisa dari hidupnya yang agung”.

Iqra’ al Firdaus (2013) menyebutkan bahwa seorang penulis Barat, Michael H. Hart, di dalam bukunya yang sangat terkenal, “The 100 Ranking of Most Influential Person in History”, meletakkan Nabi Muhammad SAW pada nomor urut satau sebagai sosok atau tokoh yang paling berpengaruh di dunia.

Gembira di Tengah Pandemi
Di era pandemi COVID-19 yang masih belum berakhir ini, kegembiraan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW tidak akan berkurang tentunya. Namun acara peringatan Maulid Nabi yang biasanya dihelat secara meriah dalam kemasan Tabligh Akbar dan sejenisnya dan sifatnya mengumpulkan orang banyak, sepertinya harus diredam dulu.

Kaidah Fiqh “La Dharara wala Dhirar“, yang intinya adalah tidak ada satupun kemudharatan atau bahaya yang dibenarkan Islam, kita kedepankan untuk kemaslahatan bersama. Cukuplah kita adakan secara terbatas dengan memperhatikan protokol kesehatan: memakai masker, menjaga jarak dan mencuci tangan. Semoga pandemi segera berakhir. 

waalohu'alam

Minggu, 01 November 2020

Parade Gema Cinta Rasul SAW

Assalam wr wb, Saudaraku sekalian Jama'ah Maulid Rahimakukumullah...
pada peringatan Tahun ini tidak seperti biasanya dimana hanya acara pokok yaitu , pembacaan ayat suci Alquran, Kata Sambutan,Tausiyah dan do'a saja, Namun saat ini kami sengaja membuat metode peringatan Maulid dengan metode Parade Gema Cinta Rasul ( PGCR).

PGCR adalah penyampaian Materi Dakwah dengan pemateri berbeda2 pembahasan, Namun tetap tentang Maulid, Kami akan membahas materi.

1. Definisi Maulid Nabi SAW dan Syarah  Maulid Nabi SAW
2. Hukum Maulid Nabi SAW
3. Subtansi Maulid Nabi SAW
4. Hikmah Maulid Nabi SAW.
5. Pembulatan Materi Maulid Nabi SAW.

InsyaAlloh akan dibahas secara singkat namun tuntas oleh Tim Parade Gema Cinta Rasul, Bapa ibu Rahimakumullah terimalah persembahan dari kami " Parade Gema Cinta Rasul"....!!!!

6. Pembulatan Materi
Maulid Nabi SAW adalah salah satu bentuk kegiatan dalam rangka memperingati hari kelahiran Baginda Nabi SAW.

Ilustrasi Muslim

Peringatan Maulid Nabi pertama kali diadakan pada abad ke 7 Hijriyah oleh Raja Irbil (sekarang Irak), Muzhaffaruddin Al Kaukabri. Dalam kitab tarikh dari ibnu katsir dikatakan, "Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi'ul Awal. Dia merayakannya secara besar-besaran. Dia adalah seorang yang berani, pahlawan, alim dan seorang yang adil, semoga Allah merahmatinya."

Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi, dalam peringatan tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, ulama usul, para ahli tasawuf, dan lainnya. Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan Maulid Nabi, dia telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut.

Bapa ibu Rahimakumullah....

mengenai Hukum merayakannya para ulama banyak memberikan penjelasan tentang Hukum maulid, artinya Hukumnya banyak, kenapa tidak 1 hukum saja?...

karena suatu hukum itu bisa berubah tergantung syarat yg mensanadkannya

contoh :

1. Beli baju hukum awalnya Mubah / boleh sedangkan Menutup aurat hukumnya wajib.

Nah...ketika baju kita Robek, sehingga aurat kita terbuka, maka beli baju berubah menjadi Wajib.

2. Maulid Hukumnya Mubah artinya boleh, sholawatan Hukumnya Sunnah

ketika Peringatan Maulid mengajak kita untuk bersholawat terhadap Nabi SAW, maka Maulid berubah menjadi Sunnah.

3. Menuntut Ilmu Hukumnya Wajib, Maulid Nabi hukumnya Mubah atau boleh, 

maka disaat peringatan maulid Nabi SAW, berisi Tholabul'ilmi..... disaat itulah peringatan Maulid berubah menjadi wajib adanya...

SELANJUTNYA ADAKAH PERINTAHNYA SURAT YUNUS : 58

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ 

Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.

Bapa Ibu yg dirahmati Alloh SWT...

Subtansi dari memperingati Maulid Nabi SAW, diantaranya :

" MENGHORMATI DAN MENGHARGAI NABI SAW ". bahkan lebih dari itu kita Mencintai dan menyayangi Baginda Nabi SAW lebih dari apapun, mengingat jasa Beliau terhadap kita semua, maka suatu hal yg wajar kalau kita sampai meneteskan air mata ketika mengingat Beliau SAW.

kenapa sampai menangis berlebihan seperti itu?

Al Habib umar bin Hafidz pernah mengatakan bahwa Rosululloh SAW, lebih dulu menangisi kita ummatny..menangisi dosa2 kita...

tidak ada manusia yg berdoa kepada Alloh memohonkan ampun untuk Ummatnya selain Baginda Nabi SAW.

Beliau sujud lama sekali, sambil menangis, dan meminta agar Ummatnya diampuni dari dosa2nya, Kemudian Alloh SWT memerintahkan Jibril untuk membujuk Nabi SAW agar bangun dari sujudnya...

bahkan kelak di padang Makhsyar beliau tidak akan bangun dari sujudnya sebelum dosa2 ummatnya diampuni....

Nah....saudaraku sekalian inilah bentuk rasa cinta yg sangat Baginda Nabi SAW kepada kita, lalu bagaimana dengan cinta kita kepada Beliau....????

Balasan Cinta kita kepada Beliau yaitu dengan Mencontoh ahklaq Beliau dan melaks. sunnah2nya...

Siddiq, tablig, amanah, dan Fathonah...

inilah akhlaq Beliau........