Mantan Aktivis HTI Cerita Teori Tebar Jala di Lautan Medsos
Mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Rofiq Al Amin mengatakan dalam kitab HTI disebutkan mereka yang tidak melaksanakan khilafah termasuk akbarul ma'asi atau kemaksiatan yang paling besar.
"Saya lima tahun aktif di HTI. Di antara upaya gerakan radikalisme itu tebar jala ide dan hoaks, daya tunggang dan kamuflase," kata Rofiq dalam Dialog Kebangsaan GP Ansor Bintan, Kepulauan Riau, Selasa (27/11).
Ia menjelaskan di era saat ini, generasi milenial hidup berakrab ria dengan medsos. Di 'lautan' medsos inilah generasi milenial banyak belajar dan diajari untuk hidup, tumbuh dan berkembang; baik cara tampilan diri, cara berfikir, cara bergaul, hingga sikap dan cara keberagamaannya.
"Lalu, siapa yang mengajarinya? Tidak lain semua pihak dari seluruh penjuru jagat raya yang berkepentingan. Seluruh pihak yang berkepentingan akan berupaya menebar 'jala' pemikiran di 'lautan' medsos untuk menjaring generasi milenial agar mengikuti idenya," papar Gus Rofiq, panggilan akrabnya.
Menurutnya semakin sering, massif, dan sistematis mereka menebar 'jala', maka akan semakin banyak 'ikan' tangkapan yang didapat, yakni generasi milenial yg terperangkap 'jala' ide tersebut.
"Apesnya, di antara sekian banyak penebar 'jala' di 'lautan' medsos adalah kelompok radikal; entah mereka yang mau menegakkan negara Islam (khilafah), atau mereka yang ingin melakukan purifikasi yang over alias kebacut," sesalnya.
Situasi demikian, bagi yang ingin menyelamatkan generasi milenial dari radikalisme tiada lain harus melakukan perlawanan, kontranarasi atau wacana balik. "Kita tidak boleh diam, 'jala-jala' yang ditebar itu harus kita difungsikan dengan cara menyampaikan pencerahan akan bahaya radikalisme kepada generasi milenial agar mereka bisa menghindar dari jebakan tebaran 'jala-jala' tersebut," imbuhnya.
Lebih berbahaya lagi, lanjut Gus Rofiq, jika 'jala" tersebut dimodifikasi menjadi 'pukat harimau'. Daya destruksinya terhadap generasi milenial semakin besar. Diibaratkan pukat harimau di dunia kelautan dilarang karena merusak alam bawah laut dan ikan-ikan kecil, 'pukat harimau' di 'lautan' medsos yang berkomposisi, hoaks, adu domba, isu SARA serta dihubungkan dengan kepentingan politik, akan merusak alam bawah sadar, pikiran, rasa, dan sikap generasi milenial.
Dosen UIN Sunan Ampel ini menegaskan NKRI adalah kesepakatan yang dibangun berdarah-darah. Ia bercerita, dulu ia memiliki tugas bergerilya dari tokoh ke tokoh, untuk mempengaruhi agar mereka mendukung khilafah. Kini dia justru jadi rujukan jawaban atas pertanyaan masyarakat umum yang acap kali dikampanyekan kalangan HTI untuk menggerus kemantapan warga negara Indonesia tetap berada di barisan Pancasila, lalu mengikuti propaganda mereka, yakni khilafah.
Sementara Rektor Inafis Jember, Rijal Mumazziq menegaskan dalil untuk mencintai Indonesia itu cukup dengan ayat yang artinya 'Nikmat apa lagi yang engkau dustakan.'
"Karena Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bisa hidup aman dan damai dan ini harus kita pertahankan," katanya.
Pada kegiatan bertema Meneguhkan kembali peran OKP dan Ormas dalam mengisi dan menjaga keutuhan NKRI yang berlangsung di Wisma Karya Kijang, Bintan, Provinsi Kepulauan Riau ini, Kapolres Bintan mengatakan GP Ansor sebagai mitra Polri sangat dibutuhkan sinergitasnya.
Selain Kapolres Bintan, hadir juga Kesbangpol Bintan, PWNU Kepri, PP GP Ansor, Ormas dan OKP se-Kabupaten Bintan.
Kegiatan diakhiri dengan pelantikan PC GP Ansor Bintan. Ketua Panitia Muhammad Sahroni berharap kegiatan ini dapat menjadi bekal kita untuk menjaga dan merawat keberagaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar