Jumat, 28 Agustus 2020

KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR’AN DALAM HADITS DAN HUKUM MEMBENARKAN BACAANNYA.

KEUTAMAAN MEMBACA AL-QUR’AN DALAM HADITS RASULULLAH SAW, HUKUM MEMBENARKAN BACAANNYA.


Banyak sekali keutamaan membaca ayat Al-Qur’an, baik keutamaan membaca ayat Al-Qur’an secara umum maupun secara khusus. Membaca Al-Qur’an sendiri termasuk ibadah paling utama di antara ibadah-ibadah yang lain, sebagaimana yang diriwayatkan oleh an-Nu‘man ibn Basyir:   

ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ุฃَูْุถَู„ُ ุนِุจَุงุฏَุฉِ ุฃُู…َّุชِูŠ ู‚ِุฑَุงุกَุฉُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ   

Artinya: Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sebaik-baiknya ibadah umatku adalah membaca Al-Qur’an.” (HR. al-Baihaqi).   

Kemudian, orang mukmin yang selalu membaca Al-Qur’an digambarkan dalam hadits Abu Dawud, seperti buah yang wangi dan manis. 

Kemudian orang mukmin yang tidak suka membaca Al-Qur’an digambarkan seperti buah yang rasanya manis namun tidak wangi. 

Selanjutnya orang fasik yang suka membaca Al-Qur’an digambarkan seperti buah yang aromanya wangi namun rasanya pahit. 

Terakhir, orang fasik yang tidak suka membaca Al-Qur’an, digambarkan seperti buah yang tidak beraroma dan rasanya juga pahit.   

Al-Qur’an sendiri mengungkapkan, “Dan apabila dibacakan Al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat,” (QS. Al-A‘raf [7]: 204). 

Menurut para ulama tafsir, adanya perintah menyimak bacaan Al-Qur’an berarti adanya perintah membaca Al-Qur’an. 

Jika mendengar saja sudah mengundang rahmat, apalagi membacanya, mendengar tentu bagi yg sudah fasikhat.

Mana Lebih Baik, Baca Al-Qur’an dengan Keras atau Lirih?   

Hadits tentang keutamaan membaca Al-Qur’an yang cukup familiar adalah hadits riwayat Abdullah Ibnu Mas‘ud yang menyatakan, setiap huruf yang dibaca akan diberi balasan satu kebaikan. Setiap kebaikan dilipatkan menjadi sepuluh, sebagaimana berikut ini.   

ุนู† ุนَุจْุฏَ ุงู„ู„َّู‡ِ ุจْู†َ ู…َุณْุนُูˆุฏٍ، ูŠَู‚ُูˆู„ُ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„َّู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ู…َู†ْ ู‚َุฑَุฃَ ุญَุฑْูًุง ู…ِู†ْ ูƒِุชَุงุจِ ุงู„ู„َّู‡ِ ูَู„َู‡ُ ุจِู‡ِ ุญَุณَู†َุฉٌ، ูˆَุงู„ุญَุณَู†َุฉُ ุจِุนَุดْุฑِ ุฃَู…ْุซَุงู„ِู‡َุง، ู„َุง ุฃَู‚ُูˆู„ُ ุงู„ู… ุญَุฑْูٌ، ูˆَู„َูƒِู†ْ ุฃَู„ِูٌ ุญَุฑْูٌ ูˆَู„َุงู…ٌ ุญَุฑْูٌ ูˆَู…ِูŠู…ٌ ุญَุฑْูٌ   

Artinya: Kata ‘Abdullah ibn Mas‘ud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Siapa saja membaca satu huruf dari Kitabullah (Al-Qur’an), maka dia akan mendapat satu kebaikan. 

Sedangkan satu kebaikan dilipatkan kepada sepuluh semisalnya. 

Aku tidak mengatakan alif lรขm mรฎm satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, lรขm satu huruf, dan mรฎm satu huruf,” (HR. At-Tirmidzi).   

Menurut ‘Ali ibn Abi Thalib karramallahu wajhah, keutamaan yang dungkap hadits di atas diperuntukkan kepada orang yang membacanya di luar shalat walaupun tidak dalam keadaan suci. 

Sementara keutamaan orang yang membaca ayat Al-Qur’an dalam shalat, dan dilakukan saat berdiri, maka balasannya adalah 100 kebaikan. 

Kemudian jika dibaca pada saat duduk shalat, balasannya adalah 50 kebaikan. 

Adapun dibaca di luar shalat dan dalam keadaan suci, balasannya adalah 25 kebaikan. 

Sungguh Allah Mahakuasa melipatkan balasan atas kebaikan hamba-Nya. (Lihat: As-Sayyid ‘Abdullah ibn ‘Alawi, ibn Muhammad al-Haddad, Risalatul Mu‘awanah, hal. 9). 

Dalam hadits yang lain, keutamaan membaca Al-Qur’an disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Siapa saja yang membaca Al-Qur’an seratus ayat dalam satu malam, maka akan dicatat untuknya ketaatan satu malam itu.” (HR. Ahmad). 

Dalam riwayat lain, disebutkan, “Siapa yang membaca 100 ayat dalam satu malam, maka tidak tercatat sebagai orang yang lalai.”   

Riwayat berikutnya mengatakan, “Ketika seorang hamba mengkhatamkan Al-Qur’an, maka di penghujung khatamnya, sebanyak 60 ribu malaikat akan memohonkan ampun untuknya” (HR. ad-Dailami).   

Tak hanya itu, Al-Qur’an juga akan memberikan syafaat pada hari Kiamat bagi siapa saja yang membacanya, sebagaimana hadits dari Abu Umamah al-Bahili:   

ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ุฃُู…َุงู…َุฉَ ุงู„ْุจَุงู‡ِู„ِูŠِّ ู‚َุงู„َ: ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَุณَู„َّู…َ: ุงู‚ْุฑَุกُูˆุง ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†َ؛ ูَุฅِู†َّู‡ُ ูŠَุฃْุชِูŠ ุดَูِูŠุนًุง ูŠَูˆْู…َ ุงู„ْู‚ِูŠَุงู…َุฉِ ู„ِุตَุงุญِุจِู‡ِ   

Artinya, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Bacalah Al-Qur’an. Sebab, ia akan datang memberikan syafaat pada hari Kiamat kepada pemilik (pembaca, pengamal)-nya,” (HR. Ahmad).   

Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa orang yang sibuk membaca Al-Qur’an dan tak sempat membaca dzikir yang lain akan diberi balasan terbaik melebihi balasan mereka yang meminta, sebagaimana riwayat Abu Sa‘id dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa Allah berfirman:   

ูŠَู‚ُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ُ ุชَุนَุงู„َู‰ ู…َู†ْ ุดَุบَู„َู‡ُ ู‚ِุฑَุงุกَุฉُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ุนَู†ْ ุฐِูƒْุฑِูŠ ูˆَู…َุณْุฃَู„َุชِูŠ ุฃَุนْุทَูŠْุชُู‡ُ ุฃَูْุถَู„َ ุซَูˆَุงุจِ ุงู„ุณَّุงุฆِู„ِูŠู†َ ูˆَูَุถَู„ُ ุงู„ْู‚ُุฑْุขู†ِ ุนَู„َู‰ ุณَุงุฆِุฑِ ุงู„ْูƒَู„َุงู…ِ ูƒَูَุถْู„ِ ุงู„ู„َّู‡ِ ุนَู„َู‰ ุฎَู„ْู‚ِู‡ِ   

Artinya: Allah berfirman, “Siapa saja yang disibukkan oleh membaca Al-Qur’an, hingga tak sempat dzikir yang lain kepada-Ku dan meminta kepada-Ku, maka Aku akan memberinya balasan terbaik orang-orang yang meminta. Ingatlah, keutamaan Al-Qur’an atas kalimat-kalimat yang lain seperti keutamaan Allah atas makhluk-Nya,” (HR. Al-Baihaqi).   

Atas dasar ini, para ulama menyebutkan bahwa membaca Al-Qur’an lebih utama daripada dzikir dengan kalimat-kalimat umum yang tidak terpaku pada waktu dan tempat.   Selain keutamaan di atas, masih banyak lagi keutamaan membaca Al-Qur’an yang disebutkan para ulama. 

Di antaranya dapat melembutkan dan menerangi hati, memfasihkan lisan, memudahkan urusan, dan terkabulnya berbagai permintaan. 

Tak hanya itu, bila dihadiahkan kepada orang yang meninggal, bacaan Al-Qur’an juga akan mendatangkan kebaikan tersendiri untuknya. 

Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam Ahmad ibn Hanbal dan sebagian ulama Syafii. Sebab, dalam pandangan mereka, kebaikan membaca Al-Qur’an yang dihadiahkan kepada ahli kubur akan sampai.   

Terakhir, kiranya perlu diingatkan bahwa membaca Al-Qur’an hendaknya dilakukan dengan tartil dan memenuhi adab-adabnya, seperti dalam keadaan berwudhu, di tempat yang suci, menghadap kiblat, menghadirkan hati, disertai kekhusyukan, kerendahan hati, penghayatan, dan pengagungan terhadap Dzat pemilik kalam, seakan-seakan sedang bertutur sapa dengan-Nya atau sedang dinasihati-Nya. 

Saking pentingnya memenuhi tartil dan adab membaca Al-Qur’an, Ibnu ‘Abbas pernah berkata, “Satu surat yang aku baca dengan tartil lebih aku sukai daripada membaca seluruh Al-Qur’an tanpa tartil.” Bahkan Anas ibn Malik juga mengatakan, “Banyak sekali orang yang membaca Al-Qur’an, namun Al-Qur’an sendiri melaknatnya.

” Dijelaskan para ulama, membaca Al-Qur’an yang dilaknat oleh Al-Qur’an sendiri adalah membaca yang asal-asalan tanpa adab dan kaidah-kaidah Tajwidnya asal-asalan juga".

(Lihat: Syekh Zainuddin al-Malaibari, Irsyรขd al-‘Ibad, hal. 54). 

Namun bagi yg masih belajar maka tidak mengapa asalkan ada Guru pembingbing untuk membetulkan bacaannya, hukum membetulkan bacaan Alquran ketika seseorang masih belum fasikhat adalah wajib, dan Haram ketika membiarkan mendengar bacaan Alquran seseorang yg asal-asalan tidak menggunakan Tajwid dan mahrojnya.

Lahn (Kesalahan) dalam Membaca Alquran

1) Jali (besar) yaitu kesalahan yang terdapat dalam lafazh dan mempengaruhi tata cara bacaan, baik itu mengubah arti atau tidak mengubahnya. Dinamakan “kesalahan besar” karena kesalahan ini diketahui oleh ulama qiro’ah maupun orang awam, seperti:

a. Perubahan huruf dengan huruf

Seharusnya ุงَู„ْู…ُุณْุชَู‚ِูŠْู…َ dibaca ุงَู„ْู…ُุตْุชَู‚ِูŠْู…َ

Seharusnya ุงَู„َّุฐِูŠْู†َ dibaca ุงَู„َّุฒِูŠْู†َ

Seharusnya ุงَู„ุถَّุงู„ِّูŠْู†َ dibaca ุงَู„ุธَّุงู„ِّูŠْู†َ

Seharusnya ุงَู„ْู…َุบْุถُูˆْุจِ dibaca ุงَู„ْู…َู‚ْุถُูˆْุจِ

b. Perubahan harokat dengan harokat

Seharusnya ู‚ُู„ْุชُ dibaca ู‚ُู„ْุชِ

Seharusnya ุฑَุจِّ dibaca ุฑَุจُّ

Seharusnya ุฃَู†ْุนَู…ْุชُ dibaca ุฃَู†ْุนَู…ْุชِ

Seharusnya ู„َู…ْ ูŠَู„ِุฏْ dibaca ู„َู…ْ ูŠَู„ِุฏُ

c. Penambahan huruf

Seharusnya ู…َู†ْ ูƒَุงู†َ dibaca ู…َุงู†ْ ูƒَุงู†َ

Seharusnya ู…ِู†ْูƒُู…ْ dibaca ู…ِูŠู†ْูƒُู…ْ

d. Penghilangan tasydid

Seharusnya ุนَุฑَّูَ dibaca ุนَุฑَูَ

Seharusnya ุจَุฏِّู„ْ dibaca ุจَุฏِู„ْ

e. Penambahan tasydid

Seharusnya ูَุฑِุญَ dibaca ูَุฑِّุญَ

Seharusnya ู…َุฑَุฌَ dibaca ู…َุฑَّุฌَ

f. Penghilangan bacaan panjang

Seharusnya ุงَู„ْูƒِุชَุงุจُ dibaca ุงَู„ْูƒِุชَุจُ

Seharusnya ุงَู„ْุจَูŠَุงู†َ dibaca ุงَู„ْุจَูŠَู†َ

Kesalahan-kesalahan di atas hukumnya haram. Ulama telah sepakat tentang keharamannya, dan  pelakunya berdosa.

2) Khafi (kecil) yaitu kesalahan yang berkaitan dengan tidak sempurnanya pengucapan bacaan; kesalahan seperti ini hanya diketahui oleh orang yang ahli dalam bidang ini (bidang qiro’ah, pent.), seperti:

a. Tidak sempurna dalam pengucapan dhommah.

ูˆَู†ُูˆْุฏُูˆْุง → Seharusnya dibaca wa nuuduu tetapi dibaca wa noodoo

b. Tidak sempurna dalam pengucapan kasroh.

ุณَุจِูŠْู„ِู‡ِ → Seharusnya dibaca sabiilih tetapi dibaca sabiileh

c. Tidak sempurna dalam pengucapan fathah.

ุงَู„ْุจَุงุทِู„ُ → Seharusnya dibaca al-baathilu tetapi dibaca al-boothilu

d. Menambah qalqalah pada kata yang seharusnya tidak berqalqalah.

ูَุถْู„َู‡ُ → Seharusnya dibaca fadhlahuu tetapi dibaca fadhe‘lahuu

e. Mengurangi bacaan ghunnah.

ุฃَู†َّ → Seharusnya tasydid dibaca dengan dengung sekitar dua harakat tetapi tidak dibaca dengan dengung.

f. Terlalu memanjangkan bacaan panjang.

ุงَู„ุฑَّุญْู…َุงู†ُ → Seharusnya mim tersebut dibaca dua harakat tetapi dibaca empat, lima, atau enam harokat.

g. Terlalu menggetarkan ro’.

ุงู„َุฐُّูƒُูˆْุฑُ → Seharusnya dibaca adz-dzukuur tetapi dibaca adz-dzukuurrrr.

Yang rojih, hukum kesalahan ini juga terlarang, maka bagi yg belum Fasikhat membaca alqurannya minta didampingi Guru atau orang yg sudah fasih, dan tidak mengeraskan suara bacaannya apalagi menggunakan speaker, sehingga terdengar oleh orang yg faham tentang bacaan Alquran, karena ketika hal tersebut dilakukan maka akan sangat sulit untuk membetulkannya, karena ini juga sebenarnya termasuk adab dalam membenarkan bacaan yg salah.

Jaman Rosululloh SAW semua sahabat bacaanya fasikhat semua, berbeda kondisinya dengan kita ummat yg jauh generasinya dengan Rosululloh SAW, terlebih mayoritas orang indonesia banyak yg belum fasih, maka saling membenarkan kaidah baca Alquran adalah suatu yg wajib.

Wallahu a’lam.    


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar