Minggu, 04 November 2018

 [Telaah Hadits] Meluruskan Ustadz Abdul Somad Soal Klaim Bendera Rasulullah Bertuliskan Tauhid

 [Telaah Hadits] Meluruskan Ustadz Abdul Somad Soal Klaim Bendera Rasulullah Bertuliskan Tauhid. 

Mereka (kelompok pengusung khilafah dan bendera bertuliskan tauhid) merasa mendapatkan legitimasi dari seorang da'i fenomenal abad ini, Ust Abdusshomad atau UAS.

Setidaknya, ada dua point besar yang mereka ambil dari wawancara eksklusif UAS dengan TVONE beberapa waktu lalu;

1. Ar Rayah & Al Liwa tidak hanya dinarasikan disaat perang saja, tapi juga disaat damai.
2. Ar Rayah & Al Liwa adalah bendera Umat Islam, pemersatu Umat Islam.

Point pertama merupakan senjata counter attack para pengasong khilafah kepada TGB. sebelumnya beliau memberikan pernyataan tidak ada satupun dalam Hazanah keislaman bahwa Ar Rayah & Al Liwa dinarasikan dalam situasi damai.

ARGUMENTASI UAS

Bukti bahwa Ar Rayah & Al Liwa juga dibawa oleh Rasulullah saat damai, menurut UAS adalah fakta sejarah Penaklukan Kota Mekkah. Dalam hadits disebutkan; " Nabi Muhammad SAW memasuki Kota Mekkah dengan Liwa berwarna Putih." Ini adalah peristiwa Penaklukan Kota Mekah, pada saat itu Rasulullah membawa 10 Ribu pasukan. Beliau berada di Mekkah selama 19 hari dalam rangka Rekonsiliasi.

INKONSISTENSI PERNYATAAN UAS.

Analisa ini tidak akan merujuk kepada fakta sejarah tentang penaklukkan kota Mekkah, hanya didasarkan pada pernyataan UAS dalam wawancara tersebut.
(jika merujuk kesana, sangat jelas bahwa penaklukkan kota Mekkah disebabkan oleh tindakan pongah kaum Quraisy yang melanggar perjanjian Hudaibiyah, yang salah satu diantaranya adalah gencatan senjata selama 10 tahun, sehingga Rasulullah SAW berniat untuk menggempur kaum Quraisy & sekutunya dengan membawa 10ribu pasukan yang dibagi menjadi 4 bagian. Oleh karenanya, peristiwa ini oleh para sejarawan merupakan salah satu diantara peperangan Rasulullah SAW).

INKONSISTENSI PERTAMA
UAS mengatakan bahwa Ar Rayah & Al Liwa juga terjadi di saat situasi damai. Tapi argumentasinya adalah peristiwa Penaklukkan kota Mekkah.

Jika memang itu situasi aman, damai, dan kondusif, kenapa Rasulullah membawa pasukan sebanyak 10ribu?? sebagaimana yang dijelaskan UAS sendiri.

Jika memang situasi damai, terus maksud pernyataan UAS bahwa Rasulullah ke Mekkah dalam rangka REKONSILIASI itu apa? Rekonsiliasi dari apa???

Jika yang dimaksud UAS bahwa dalam Penaklukkan kota Mekkah tidak terjadi peperangan, itu benar....tapi faktornya bukan karena situasi saat itu aman & damai, melainkan karena kaum Quraisy menyerah....

Disinilah keteladanan Rasulullah SAW yang patut dicontoh...betapa beliau seorang pemaaf meskipun kepada non Muslim, apalagi kepada sesama muslim.

INKONSISTENSI UAS KEDUA

sebelum menjelaskan bahwa Ar Rayah & Al Liwa juga dipakai disaat damai, UAS menjelaskan tentang definisi dari keduanya. Beliau mengatakan; " dijelaskan oleh imam Nawawi dalam Syarah Muslim bahwa Al Liwa adalah: Al Alam Al Kabir, sedangkan Ar Rayah adalah: Al Alam as shaghir. Jadi kalo Al Liwa dibawa oleh pemimpin pasukan, kalo Ar Rayah dibawa oleh pasukan- pasukan kecil "

Ini dia redaksi asli dalam kitab Syarah Muslim;

ﻗﺎﻝ ﺃﻫﻞ اﻟﻠﻐﺔ اللواء: اﻟﺮاﻳﺔ اﻟﻌﻈﻴﻤﺔ ﻻ ﻳﻤﺴﻜﻬﺎ ﺇﻻ ﺻﺎﺣﺐ ﺟﻴﺶ اﻟﺤﺮﺏ ﺃﻭ ﺻﺎﺣﺐ ﺩﻋﻮﺓ اﻟﺠﻴﺶ ﻭﻳﻜﻮﻥ اﻟﻨﺎﺱ ﺗﺒﻌﺎ ﻟﻪ

"Ahli bahasa mengatakan: Al Liwa adalah bendera besar yang hanya dipegang oleh pemimpin pasukan perang dan para pasukan akan tunduk kepadanya"

Perhatikan kata2:

ولا يمسكها إلا صاحب جيش الحرب.... إلخ

Dalam disiplin ilmu Mantiq (logika), ini dinamakan FASHL, yakni: lafadz kully yang berfungsi membedakan satu hakikat dari hakikat- hakikat lainnya yang berserikat dengannya dalam jinis.

Artinya, yang membedakan Al Liwa dengan bendera yang lainnya adalah : Al Liwa hanya dipegang oleh pemimpin pasukan perang, bukan oleh sembarang orang, berbeda dengan bendera Negara, ormas, Jam'iyyah dll.

Menariknya lagi, Dalam FASHL ini menggunakan bahasa HASHR, sehingga pengertiannya adalah : hanya boleh dipegang / dibawa oleh pemimpin pasukan perang.

Pertanyaannya adalah, seberapa pentingkah peran sebuah bendera / Panji dalam kancah peperangan?! Dalam konteks peperangan, Al Liwa ataupun Ar Rayah memiliki peran penting sebagai tanda atau kode bagi sebuah pasukan perang. Prajurit yang terpencar dari pasukan, terkepung pasukan musuh, tersesat, bisa mengetahui kemana ia harus kembali.

Sebab dalam kancah peperangan, kedua kubu yang awalnya berhadap2pan & dalam lokasi yang berbeda , akan saling serang & menyatu dalam satu tempat untuk saling mengalahkan. Disinilah pentingnya arti sebuah Panji peperangan.

Perhatikan surat Al Hujurat ayat 09 berikut;

ﻭَﺇِﻥْ ﻃَﺎﺋِﻔَﺘَﺎﻥِ ﻣِﻦَ اﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ اﻗْﺘَﺘَﻠُﻮا...الآية

Kenapa Allah SWT menggunakan redaksi jama': اﻗْﺘَﺘَﻠُﻮا, padahal kata gantinya (dlomir) kembali kepada lafadz ﻃَﺎﺋِﻔَﺘَﺎﻥِ yang tatsniyyah??!! Karena dalam kondisi saling serang, kedua kubu akan menyatu dan sulit dibedakan, sehingga laksana satu kelompok atau kubu.

Dus, dari dua INKONSISTENSI UAS ini, dapat disimpulkan bahwa pernyataan TGB lebih obyektif dan jujur daripada UAS dalam memberikan statemen terkait NARASI BENDERA RASULULLAH, apakah dalam konteks peperangan ataukah juga dalam kondisi damai.

MELACAK JEJAK ARGUMENTASI UAS TENTANG BENDERA ISLAM

Ini adalah sambungan dari tulisan sebelumnya, namun karena kali ini muatannya bukan tentang inkonsistensi pernyataan UAS, maka judulnya sengaja diganti.

Kenapa melacak jejak argumentasi? Karena UAS hanya menyampaikan bahwa bendera bertuliskan tauhid adalah bendera Umat Islam, namun nihil argumentasi.

Ini menjadi aneh, sebab bukan tipikal UAS menyampaikan suatu statement tanpa disertai dalil, baik dari Al Qur'an, Sunnah, maupun petuah Ulama.

BENDERA RASULULLAH SAW, BENARKAH BERTULISKAN TAUHID?

Sebelum membahas tentang keabsahan klaim bahwa bendera bertuliskan tauhid adalah bendera Umat Islam, terlebih dahulu kita telusuri, sebenarnya bendera Rasulullah SAW pada saat itu, apakah bertuliskan "LAA ILAHA ILLALLAH MUHAMMADURRASULULLAH" ataukah polos?!

A. TEKS HADITS

Terdapat hadits yang menyatakan bahwa royah Rasulullah Saw berwarna hitam dan benderanya berwarna putih terulis padanya kalimat : لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

Hadits yang dimaksud adalah:

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بن رِشْدِين قَالَ حَدَّثَنَا عَبْدُ الْغَفَّارِ بْنُ دَاوُدَ أَبُوْ صَالِحٍ الْحَرَّانِي قَالَ حَدَّثَنَا حَيَّانٌ بن عُبَيْدُ اللهِ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُوْ مَجَازٍ بن حُمَيْدٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ سَوْدَاءَ وَلِوَاؤُهُ أَبْيَضُ مَكْتُوْبٌ عَلَيْهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

“Dari Ibnu Abbas mengatakan: “Bendera (pasukan) Rasulullah itu hitam dan panjinya itu putih yang bertuliskan di atasnya La Ilaha illa Allah Muhammadu Rasulullah” (HR. Thabrani)

Hadits di atas terdapat dalam kitab Mu’jam al-’Awsath karya imam al-Thabarani, dalam kitab Akhlaq al-Nabi Saw wa Adabuhu karya Abu al-Syaikh al-Ashbihani.

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ زَنْجَويه المخرمي، حَدَّثَنَا مُحَمَّدٌ بن أَبِي السَّرِي العَسْقَلَانِي، حَدَّثَنَا عَبَّاسٌ بن طَالِبٍ، عَنْ حَيَّان بن عُبَيْدِ اللهِ، عَنْ أَبِيْ مَجَازٍ، عَنِ ابْنُ عَبَّاسٍ، قال: كَانَتْ رَايَةُ رَسُوْلِ اللهِ ﷺ سَوْدَاءَ وَلِوَاءُهُ أَبْيَضُ، مَكْتُوْبٌ فِيْهِ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

B. ANALISA SANAD

Secara umum Hadists-Hadists yang menerangkan tentang bendera hitam yang bertuliskan La Ilaha Illa Allah Muhammad Rasulullah sebagaimana yang tertera di atas mempunyai kualitas lemah, baik yang diriwayatkan oleh al-Thabrani maupun Abu al-Syaikh.

Hadists di atas termaktub dalam kitab al-Kamil fi Dhu’afa al-Rijal karya Ibnu ‘Adi, yang mana kitab tersebut menghimpun Hadits-Hadits yang diriwayatkan oleh perawi lemah.

Adapun kedhaifan Hadis riwayat al-Thabrani ini dikarenakan;

1. Hayyan bin Ubaidillah

Berikut JARH WA TA'DIL Hayyan bin Ubaidillah: [Lisaanul miizan II:370]
1. Dia rawi yang suka membawa riwayat munkar, riwayat gharib dan tidak pernah melihat rawi yang banyak kelirunya selian dia [Tarikh Al-Islam IV : 374]

2. Abu Hatim Ar-Raazi berkatata: Shaduq [Al-Jarh III:246]

3. Adz-Dzahabi berkata : Tidak bisa dijadikan hujjah [Al-Mughnii fii Adh-Du’afaa I : 198]

4. Ad-Daraquthni berkata : Tidak kuat

5. Ibn Hazm berkata : Majhul

6. Al-Bukhari berkata : Mukhtalith. Lebih lanjut beliau mengatakan; "Hayyan bin Ubaidillah Abu Zuhair tergolong Bani ‘Adi Al Bashry, beliau mendengar dari Abu Mijlaj Lahiq bin Humaid dan Ad-Dhahak [Al-kaamil fii dhu’afaa Ar-Rijaal_Tahqiiq Suhail Zikaar hal.425]

Dengan demikian, Hayyan atau Hibban bin Ubaidillah ini rawi maqbul yang bisa diterima dengan catatan jika ada mutaba’ah dan tidak syadz, namun dia lemah jika bersifat tafarrud. Dalam hal ini, terdapat keidhtiraban pada Hayyan baik dari segi sanad maupun matan;




a. Dari segi jalur sanad

Terdapat jalur lain dimana Hayyan menerima dari Abu Mijlaj, Abu Mijlaj menerima dari Abdullah bin Buraidah, Abdullah bin Buraidah menerima dari Buraidah.

Ibn ‘Adi berkata: "Tidak ada periwayatan Abu Mijlaj dengan menempuh dua thabaqah (antara Abdullah bin Buraidah dan Buraidah) ini hanya terdapat pada jalur Hayyan bin Ubaidillah. Dalam jalur ini Hayyan menyendiri (tafarrud) dalam periwayatannya [Al-kaamil fii dhu’afaa Ar-Rijaal_Tahqiiq Suhail Zikaar hal.425]

b. Dari segi matan

Dalam jalur yang sama, dimana Hayyan menerima dari Abu Mijlaj, terdapat tambahan redaksi:

مَكْتُوْبٌ عَلَيْهِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ

“(Bendera itu) bertuliskan kalimat : Laa ilaaha Illallaah muhammadurrasuulullaah”

Memperhatikan pemaparan diatas, baik jalur Yazid maupun hayyan, keduanya tidak bisa saling menguatkan dikarenakan adanya ke Idhtiraban dan kecacatan yang fatal, Dan dalam hadits ini Hayyan membawa riwayat Tafarrud, gharib dan munkar dengan menambahkan kalimat lafazh tauhid.

2. Ahmad bin Risydin.

Oleh imam al-Nasa’i, perawi ini dikategorikan sebagai kadzdzab, imam al-Dzahabi memberikan status muttaham bi al-wadh’, imam Ibnu Hatim mengomentarinya dengan takallamu fihi, dan Ibnu ‘Adi mengatakan bahwa ia adalah perawi yang banyak memilki riwayat Hadits akan tetapi banyak sekali yang munkar dan palsu, dan ia termasuk orang yang riwayat Haditsnya banyak ditulis.

Sedangkan Ibnu Yunus, Ibnu ‘Asakir, Ibnu al-Qaththan, dan Maslamah bin al-Qasim mengatakan bahwa Ahmad bin Risydin merupakan huffazh al-Hadis dan tsiqah.

Menimbang kaidah "al- jarh Mufassar muqoddamun ‘alaa at-ta’dil", yang artinya; “bila terdapat dua keterangan antara jarh dan ta’dil maka diutamakan jarh apabila terdapat keterangan”, maka Ahmad bin Risydin dikategorikan sebagai muttaham bi al-kidzb.

3. Sedangkan kedhaifan dalam Hadits riwayat Abu Syaikh dari Abu Hurairah di atas disebabkan oleh perawi bernama Muhammad bin Abu Humaid. Oleh kebanyakan ulama ahli Hadits seperti al-Bukhari, Ibnu Hibban, Ahmad bin Hambal, Abu Hatim al-Razi, al-Nasa’i, Abu Zur’ah, Ibnu Ma’in, dan al-Daruquthni, semuanya mengatakan bahwa rawi tersebut lemah karena ia termasuk dalam kategori munkar al-Hadis.

Jadi, Hadits di atas tergolong Hadits yang tingkat kedaifannya parah sehingga hadits riwayat al-Thabrani termasuk dalam lingkup Hadis matruk (Hadits syibhu maudhu) dan hadis riwayat Abu Syaikh dari Abu Hurairah tergolong sebagai hadis munkar.

C. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa di atas, dapat disimpulkan bahwa Hadits dari Ibn Abbas yang menyatakan bendera Rasulallah SAW berwarna putih dengan bertuliskan kalimat Laa Ilaaha Illallaah adalah MATRUK (SYIBHU AL-MAUDHU)

Dengan demikian, klaim UAS bahwa bendera Rasulullah SAW bertuliskan kalimat Tauhid tidak memiliki landasan hadits yang valid, tapi sangat lemah, oleh Imam Ibnu Hajar Al atsqalany dibahasakan; sanadnya WAHIN.

Sebagai pelengkap, saya sertakan pula gambar dari film the message, yang tayang pada tahun 1976.

Awas jangan bloon....yang paling prinsip dalam film ini adalah; telah lulus uji kesahihan oleh lembaga yang sangat kompeten & kredibel, yakni Ulama Al Azhar Mesir, berdasarkan fakta sejarah & hadits2 Rasulullah SAW

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar