Sabtu, 03 Agustus 2019

SEJARAH ULAMA

SEJARAH ULAMA

Dahulu, ada tokoh pendidikan internasional, namanya  Dr. Sudjatmoko (Rektor Universitas PBB).

Beliau pernah berkata, pada zaman akhir ini, alternatif pendidikan terbaik adalah pondok pesantren, dengan catatan:  memakai manageman modern.

Secara metode mengaji tetap memakai salafiyah, namun dalam hal tata-kelola menggunakan manageman modern.

Santri pondok pesantren itu ampuh.

Di tanah Jawa ini, yang paling ditakuti penjajah Belanda adalah santri dan tarekat.

Ada seorang santri yang juga penganut tarekat, namanya  Abdul Hamid.

Ia lahir di Dusun Tegalrejo, Kecamatan Tegalrejo, Yogyakarta.

Mondok pertama kali di Tegalsari, Jetis, Ponorogo kepada KH Hasan Besari.

Abdul Hamid ngaji _kitab kuning_ kepada Kyai Taftazani Kertosuro.

Ngaji _Tafsir Jalalain_ kepada _*KH Baidlowi*_ Bagelen yang dikebumikan di Glodegan, Bantul, Jogjakarta.

Terakhir *Abdul Hamid* ngaji _ilmu hikmah_ kepada _*KH Nur Muhammad*_ Ngadiwongso, Salaman, Magelang.

*Abdul Hamid* sangat berani dalam berperang melawan penjajah Belanda selama lima tahun, 1825-1830.

*Abdul Hamid* wafat dan dikebumikan di *Makassar*, dekat Pantai Losari.

*Abdul Hamid* adalah _Putra *Sultan Hamengkubuwono ke-III*_ dari istri Pacitan, Jawa Timur.

*Abdul Hamid* patungnya memakai jubah dipasang di Alun-alun kota Magelang.

Menjadi nama di Kodam Jawa Tengah.

Terkenal dengan nama: *Pangeran Diponegoro.*

_Belanda resah menghadapi perang Diponegoro._

Dalam kurun lima tahun itu, uang kas Hindia Belanda habis, bahkan punya banyak hutang luar negeri.

Nama aslinya *Abdul Hamid.*
Nama populernya *Diponegoro*.

Adapun nama lengkapnya adalah _*Kyai Haji Bendoro Raden Mas Abdul Hamid Ontowiryo Mustahar Herucokro Senopati Ing Alogo Sayyidin Pranotogomo Amirul Mu’minin Khalifatullah Tanah Jawi Pangeran Diponegoro Pahlawan Goa Selarong.*_

Tidak hanya *Diponegoro*, anak bangsa yang didik para ulama menjadi tokoh bangsa.

Diantaranya, di Yogjakarta ada seorang ulama bernama *Romo K Sulaiman Zainudin* di Kalasan Prambanan.

Punya santri banyak, salah satunya bernama *Suwardi Suryaningrat.*

_Suwardi Suryaningrat_ ini kemudian oleh pemerintah diangkat menjadi Bapak _Pendidikan Nasional_ yang terkenal dengan nama *Ki Hajar Dewantara.*

Jadi, *Ki Hajar Dewantara* itu santri, ngaji, murid seorang ulama besar.

Sayangnya, sejarah *Ki Hajar* mengaji _al-Quran_ tidak pernah diterangkan di sekolah-sekolah, yang diterangkan hanya _*Ing Ngarso Sun Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani.*_
Itu sudah baik, namun belum komplit.
Belum utuh.

Maka nantinya, untuk rekan-rekan guru, mohon diterangkan bahwa *Ki Hajar Dewantara*  selain punya ajaran _Tut Wuri Handayani,_ juga punya ajaran _*al-Quran al-Karim.*_

Perlu diketahui bahwa ketika Indonesia merdeka, ada _*sayyid*_ warga _Kauman Semarang_ yang mengajak bangsa kita untuk bersyukur.

Sang _Sayyid_ tersebut menyusun lagu syukur.

Dalam pelajaran Sekolah Dasar disebutkan *H Muthahar.*

_H Mutahar_ Itu bukan _Haji Muthahar_, namun *Habib Husein Muthahar*, yang menciptakan lagu syukur.
Beliau adalah Pak Dhenya _Habib Umar Mutohar SH_ Semarang.

Jadi, yang menciptakan lagu syukur yang kita semua hafal adalah seorang _*sayyid*_, cucu baginda Nabi.

Mari kita nyanyikan bersama-sama.

_*Dari yakinku teguh*_
_*Hati ikhlasku penuh*_
_*Akan karuniamu*_
_*Tanah air pusaka*_
_*Indonesia merdeka*_
_*Syukur aku sembahkan*_
_*Kehadiratmu tuhan*_

Itu yang menyusun cucu nabi, *Sayyid Husein Muthahar,* warga kauman Semarang.

Akhirnya oleh pemerintah waktu itu diangkat menjadi _Dirjen Pemuda dan Olahraga._

Terakhir oleh pemerintah dipercaya menjadi _Duta Besar di Vatikan,_ negara yang berpenduduk _Katholik_.

Di _Vatikan_, *Habib Husein* tidak larut dengan kondisi, malah justeru membangun masjid.   _Hebat !!!_

Lebih hebatnya lagi, *Habib Husein Muthahar* menyusun lagu yang hampir se-Indonesia hafal semua.

Suatu ketika *Habib Husein Muthahar* sedang duduk, lalu mendengar adzan shalat dzuhur.

Sampai pada kalimat _*hayya alas shalâh*_, terngiang suara adzan.

Sampai sehabis shalat berjamaah, masih juga terngiang.
Akhirnya hatinya terdorong untuk membuat lagu yang cengkoknya mirip adzan, ada *“S” nya, “A” nya, “H” nya.*

Kemudian pena berjalan, tertulislah:

_*17 Agustus tahun 45*_
_*Itulah hari kemerdekaan kita*_
_*Hari merdeka nusa dan bangsa*_
_*Hari lahirnya bangsa Indonesia*_
_*Merdeka*_
_*Sekali merdeka tetap merdeka*_
_*Selama hayat masih dikandung badan*_
_*Kita tetap setia tetap setia*_
_*Mempertahankan indonesia*_
_*Kita tetap setia tetap setia*_
_*Membela negara kita*_

Maka peran para ulama, kyai dan para _sayyid_ tidak sedikit dalam pembinaan patriotisme bangsa.

Malahan, *Bung Karno,* ketika mau membaca teks proklamasi di Pegangsaan Timur Jakarta, minta didampingi putra ulama atau kyai.

Tampillah seorang dari kampung _Batu Ampar_, *Maya Kumbung,* Sumatera Barat.
_Siapa beliau?_
*H. Mohammad Hatta.*
Beliau putra ulama.

*Bung Hatta* adalah putra _Ustadz Kyai Haji Jamil,_ Guru _*Thariqah Naqsyabandiyyah – Kholidiyyah*_.

Akhirnya, *Bung Hatta* menjadi wakil presiden pertama.

Sayang, sejarah *Bung Hatta* adalah putra ulama dan putra penganut _*tarekat*_ tidak pernah dijelaskan di sekolah, yang diterangkan hanya *Bapak Koperasi*.

_Mulai sekarang, mari kita terangkan sejarah dengan utuh._
_Jangan sekali-kali memotong sejarah._
_Jika anda memotong sejarah, suatu saat, sejarah anda akan dipotong oleh Allah SWT._ 
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar